Anda di halaman 1dari 11

DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN

KEBUDAYAAN LOKAL

Makalah

Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Islam dan
kebudayaan luwu

Oleh

Kelompok 10 MBS 1 C

1. Risna (2204030084)
2. Febrianti pasampo ( 2204030085)

Dosen Pengampu :

Aswadi Ramli s.pd M.pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO


2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak
nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT.
Shalawat serta salam mari kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar kita
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju ke zaman
yang terang-benderang ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah islam dan kebudayaan luwu dan kepada semua pihak-pihak
yang sudah membantu dalam pembuatan makalah ini yang berjudul “dinamika
kebudayaan islalm dan kebudayaan lokal”

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan
kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.

Palopo, 22 september 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................5
C. Tujuan................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Ajaran Is;am Bertemu Dengan Kebudayaan...........................6
B. Kejatuhan Dua Dinasti Besar ........................................................................8

C. Sebuah Catatan Akhir......................................................................... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................10
B. Saran..................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam fenomena disekitar kita, khususnya dalam konteks keindonesiaan ada
satu hal yang tidak pernah terpisahkan yakni antara Islam dan konteks budaya
yang mana diantaranya mengalir dalam kehidupan sosial masyarakat kita dari dulu
hingga sekarang. Dari setiap penjuru nusantara ini yang terdiri dari berbagai
macam sistem kebudayaan mencerminkan bahwa tidak menutup kemungkinan
adanya suatu perbedaan dalam mengaplikasikan Islam itu sendiri. Islam pada
dasarnya merupakan suatu doktrin atau dapat dikatakan sebagai agama wahyu
yang diperantarakan kepada Nabi Muhammad SAWuntuk seluruh umat manusia
di dunia. Adanya agama Islam ini merupakan agama terakhir dan sebagai
penyempurna dari agama Nabi-nabi terdahulu yang berorientasikan untuk
menyelamatkan umatmanusiadarikebinasaaan, artinyabahwa orang yang tidak
setia mengikuti konsep ajaran Islam yang telah ditetapkan, maka ia akan masuk
neraka dan inilah salah satu pemahaman yang termaktub dalam pikiran dan hati
manusia khusus nyaumat Islam. Terlepas dari konsep doktrin ajaran Islam, saat ini
Islam sudah menjadi suatu gejala sosial dimana Islam sendiri tunduk kepada sosial
budaya masyarakat, bukan sebaliknya dimana sosial budaya masyarakat yang
seharusnya tunduk terhadap kemurnian Islam yaitu sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam Al-Qur’an maupunAs-sunah.
Muslim di Indonesia merupakan salah satu masyarakat Islam terbesar di dunia
sehingga dapat dijadikan sebagai contoh konkrit bagaimana masyarakatnya
menjalankan syari’at Islam yang berlatar belakang pluralisme kebudayaan,
sehingga hal ini akan mempengaruhi pola aplikasi dalam pemahaman ajaran
Islam.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini akan diuraikan pembahasan tentang
agama wahyu dan agama budaya dengan mengingat kondisi Islam yang cenderung
tunduk terhadap sistem budaya suatu masyarakat.
Banyaknya hal-hal yang dijalankan oleh masyarakat Islam di penjuru tanah
airdari Sabang sampai Merauke, baik dalamhal ibadah maupun muammalah, yang
jelas-jelas hal itu tidak dilakukan pada masa Rasulullah SAW selaku penterjemah
bahasa Tuhan sering kita saksikan baik secara kasat mata maupun tidak. Oleh
karenanya, ada baiknya kalau kita menoleh ke belakang untuk mengetahui sebab
dan musabab sehingga muncul fenomena semacam itu.

4
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah adalah sebagai
berikut :

1. Seperti apa DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN KEBUDAYAAN LOKAL


2. Bagaimana sejarah DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN KEBUDAYAAN LOKAL
3. Bagaimana ubungan antara DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN KEBUDAYAAN
LOKAL

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetaui seperti apa DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN
KEBUDAYAAN LOKAL
2. Mengetaui bagaimana sejarah DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN
KEBUDAYAAN LOKAL
3. Mengetaui bagaimana ubungan antara DINAMIKA KEBUDAYAAN ISLAM DAN
KEBUDAYAAN LOKAL

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Ajaran Is;am Bertemu Dengan Kebudayaan
Islam hadir sebagai agama penyempurna dan sekaligus agama paling akhir dalam sejarah
kenabian dan pensyariatan agama. Fakta ini menunjukkan bahwa Islam akan bertemu dengan
banyak ajaran dan kebudayaan yang sudah lama dulu hadir di tengah tengah masyarakat. Sikap
penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap Islam tentu tidak semata-mata didasarkan pada
pem benaran teologis, melainkan Islam harus menyelesaikan interaksi nya dalam persoalan
kemanusiaan, kebudayaan dan tradisi masyarakat.

Proses penyampaian ajaran Islam ketika bertemu dengan kebudayaan dan tradisi
masyarakat, tentu ada beberapa langkah yang dilakukan oleh juru dakwah, sehingga agama Islam
mampu menunjukkan fleksibelitasnya di tengah-tengah masyarakat yang sudah berbudaya dan
terlanjur mencintai tradisi sebagai pening galan masa lalu. Penampilan Islam yang adaptif di
tengah pluralisme agama, kebudayaan dan tradisi, dan bahkan Islam mampu me yakinkan kepada
masyarakat kehadirannya bukan menjadi ancaman terhadap kebudayaan masa lalu.

Dengan kepastian Islam memiliki caranya dalam respon budaya dan tradisi masyarakat
tersebut, Islam dengan mudah masuk dan diterima dari berbagai kalangan umat manusia. Banyak
orang yang tadinya memusuhi dan mengancam nabi, berbalik arah men jadi mencintai Islam dan
mendukung dakwah nabi, sehingga dakwah yang tadinya dilaksanakan dengan sembunyi-
sembunyi kemudian dilaksanakan secara terbuka. Jangkauan dakwah menjadi luas, tingkat
penerimaan masyarakat terhadap Islam juga semakin tinggi.

Dua momentum telah menjadi fakta sejarah, yaitu Islam berkembang dengan cepat pada
era Madinah dan era Makkah pada jilid dua "farkhul Makkah" karena Islam benar-benar
menunjukkan kepada masyarakat, bahwa kehadirannya bukan sebagai ancaman bagi kebudayaan
dan tradisi mereka. Islam sangat menghargai kebudayaan dan tradisi masyarakat, bahkan pada
titik tertentu Islam sangat menghargai dengan dilakukan penyem purnaan. Pengedepanan konsep
akulturasi budaya dan tradisi, benar-benar mampu meyakinkan masyarakat atas komitmen Islam
memiliki penghargaan kepada kebudayaan dan tradisi masyarakat.

Islam memiliki tawaran agak longgar kepada masyarakat ketika harus merespon kebudayan dan
tradisi masyarakat. Islam memiliki tawaran agak longgar kepada masyarakat ketika harus
merespon kebudayaan dan tradisi masyarakat, yaitu dengan dasar prinsip tauhid. Selama
kebudayaan dan tradisi masyarakat itu tidak bertentangan dengan tauhid Islam memberi
kebebasan kepada budaya dan tradisi untuk tetap eksis. Kalau kebudayaan dan tradisi itu
bertentangan dengan prinsip tauhid, Islam masih pula memberi kelonggaran dengan memberi
kesem patan untuk dilakukan penyesuaian dengan melalui tiga model. Pertama, kebudayaan dan
tradisi masyarakat direspon dengan tahmil, bahwa Islam menerima dan menyempurnakan. Islam
sangat menga presiasi terhadap kebudayaan dan tradisi. Kedua, kebudayaan dan tradisi direspon
dengan tagyir, bahwa kebudayaan itu prinsip nya masih bisa berkembang dengan syarat
dilakukan perubahan atau direkontruksi. Model ini akan menempatkan kebudayaan untuk tetap
berlaku, setelah dilakukan perubahan agar tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Ketiga,

6
kebudayaan dan tradisi masyarakat direapon dengan tahrim, bahwa Islam dengan tegas melarang
dan menghentikan berlakunya kebudayaan dan tradisi masyarakat karena bertentangan dengan
prinsip tauhid (Sodiqin, 2009: 1618).
Dengan mendsarkan prinsip reaksi atas interaksi Islam dengan budaya dan tradisi
masyarakat, ada hal yang bisa digaris bawahi dan ditoleransi. Ada argumentasi yang bisa
dijadikan pegangan untuk kita semua, bahwa tidak semua kebudayaan dan tradisi masyarakat
yang tidak bersumber dari Al-Quran dan Haides nabi itu harus dihancurkan dan dijadikan musuh
oleh Islam. Karena dari setiap budaya dan tradisi yang dimiliki masyarakat masih ada sisi baik
dan manfaatnya untuk kemaslahatan umat manusia.

Ketika Islam harus didialogkan dengan kebudayaan, maka ada sebuah pertanyaan
mendasar dalam merekonstruksi dinamika kebudayaan Islam, yaitu berkaitan soal waktu yang
cukup panjang dan kapan kebudayaan Islam itu dimulai. Kebudayaan Islam ber kembang secara
dinamis, mengikuti sebuah perubahan baik masa kenabian, masa sahabat maupun masa yang
dikembangkan oleh para khalifah pasca sahabat. Dalam konteks ini jelas dapat dikatakan bahwa
kebudayaan Islam lahir sejak wahyu pertama kali turun kepada nabi Muhammad (periode
Makkah) yang ditandai dengan munculnya komunitas masyarakat muslim di Makkah, tapi juga
bisa dikatakan bahwa kebudayaan Islam itu dimulai sejak negara Madinah berdiri yaitu di
Madinah, yang artinya kebudayaan Islam berkembang setelah Rasulullah dan para sahabat
melakukan perpindahan dari Makkah ke Madinah yang populer disebut dengan periode Madinah.

Pada paparan ini, penulis tidak melakukan justifikasi soal kapan kebudayaan Islam itu
dimulai, melainkan penulis hanya memaparkan fakta-fakta yang dinominasikan sebagai
kebudayaan Islam, baik masa kenabian, khulafaurrasyidin maupun pada jaman kekhalifahan
(dinasti Umayyah, Abbasiyah, Tarki Usmani, Safawiyah dan Mughal) tentu dengan berbagai
ragam kemajuan dan kele mahan dalam pengembangan kebudayaan Islam.

Kehadiran nabi Muhammad Saw di tengah-tengah masyarakat Arab, keberadaannya


memang sudah menjadi simbol perubahan dan pembaharuan. Fakta atas pembaharuan sosial dan
keagamaan yang dilakukannya mampu mendorong lahirnya tatanan kehidupan baru yang
bersendikan pada agama dan kemanusiaan. Kemajuan kebudayaan yang dicapai umat pada
waktu itu, tidak lepas dari bimbingan wahyu melalui nabi Muhammad, sehingga kehidupan
manusia bisa berkembang mencapai kesempurnaannya.

Mengingat panjangnya kurun waktu perkembangan kebudayaan Islam, penulis sejarah


ada yang membagi perkem bangan kebudayaan Islam itu dibagi ke dalam kurun waktu tiga
babak utama, yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern (Maryam, 2003: 12).
Periode klasik pada saat perkem bangan kebudayaan Islam pada masa Nabi Muhammad kali
pertama menerima wahyu, disusul masa penyebaran Islam dari Timur Tengah ke wilayah lain
dan periode perkembangan modern umat Islam yaitu abad 19-20 M.

Pembagian periodesasi akan memudahkan untuk meletak kan sebuah karya besar yang
pernah dihasilkan umat Islam pada jamannya. Pada masa Nabi Muhammad sebagaimana sudah
penulis paparkan data-data kebudayaan yang dihasilkan, merupakan lompatan kebudayaan yang
semula tidak diperhitungkan oleh suku-suku atau bangsa-bangsa lain menjadi simbol perubahan dari sisi
kebudayaan dan kemanusiaan. Begitu juga pada masa Khulafaryidin banyak kemajuan kebudayaan yang
dihal kannya, terlebih lagi pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah Islam mampu menunjukkan

7
sebagai kekuatan kebudayaan, ilmu pengetahuan, politik dan kekuatan ekonomi.

B. Kejatuhan Dua Dinasti Besar

Dinamika kebudayaan Islam dapat ditemukan dari perio desasi sejarah, bahkan bisa dianalisis
penyebab pasang surutnya kebudayaan yang memiliki korelasi dengan keberadaan para penguasa. Dari
sini melahirkan argumentai, bahwa perkem bangan dan kemajuan kebudayaan Islam memiliki korelasi
dengan situasi politik dan penguasanya, terutama pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Para
penguasa yang agung dan baik, dari kebijakan nya banyak melahirkan kebudayaan Islam, sebaliknya para
penguasa yang kurang cakap dan terbelenggu gaya kerajaan dengan menge depankan hidup hedonisme,
kebijakan-kebijakan yang tidak populer justru mendorong suram dan mundurnya kebudayaan Islam.

Hampir semua buku sejarah yang menyajikan tentang perjalanan kekuasaan politik Islam, selalu
menampilkan dua negara besar Umayyah dan Abbasiyah. Dalam konteks ini, das kerajaan besar yang
sudah dipaparkan memang berhasil meno rehkan tinta emas kebudayaan Islam bersama dengan para
khalifah agung, baik dan bijak yang peduli dengan kemajuan ilmu penge tahuan serta kebudayaan Islam.
Hanya saja, hadirnya pemimpin yang tidak cakap dan hanya mementingkan dirinya sendiri, suka berfoya-
foya dan sangat ambisius justru membawa kerajaan besar ini terjerembab ke dalam kubangan yang
menenggelamkan kebudayaan Islam, Padahal kebudayaan Islam ini sudah bertahun tahun dibangun dan
dikembangkan oleh para penguasa pendahulunya

Kita semua tahu, pada masa kejayaan Umayyah banyak membangun kebudayaan Islam. Masa kejayaan
ini dikenal ada seorang khalifah yang baik, cakap dan visioner bernama Abdul Malik, dari kebijakannya
banyak membawa kemajuan bagi kebudayaan Islam. Khalifah berikutnya yang juga dikenal dengan
kategori khalifah baik dan cakap dalam membangun kebudayaan Islam ada nama khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Khalifah berikut nya yang duduk, tidak mampu mempertahankan kemajuan dinastinya dan
cenderung kian melemah, sehingga sepeninggal khalifah Umar bin Abdul Aziz para penggantinya tidak
memiliki kemampuan, akibatnya dinasti ini mengalami kemunduran yang akhirnya ditumbangkan dan
digantikan dengan kekuasaan dinasti Abbasiyah (Hassan, 1989: 96; Maryam, 2003: 82).

Dalam membangun gerakan, Abbasiyah banyak menaruh harapan baru bagi masyarakat. Namun pada
realitas politik ke kuasaannya, seiring perjalanan waktu tidak banyak mengalami perubahan. Pada periode
ini dinamika kebudayaan Islam juga sangat menyalak, di tangan dinasti Abbasiyah ini diakui banyak lahir
kebudayaan Islam bersamaan dengan naiknya penguasa yang baik, cakap dan memiliki visi memajukan
kebudayaan Islam. Disam ping di tangan khalifah Abul Abbas as-Safah dinasti ini mulai menunjukkan
pamornya, ada nama khalifah Mansur yang mem bowa perubahan dan kemajuan dinasti Abbasiyah dalam
hal puncak kebudayaan Islam. Kemudian disusul khalifah yang memiliki kemampuan memajukan
kebudayaan Islam adalah Harun al Rasyid. Pada masa ini Bagdad benar-benar menjadi pusat ilmu
pengabuan, pusar ekonomi, dan sastra, sehingga kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan dan pembangunan
berkembang pesat (Hasjmy, 1994: 340-341: Hassan, 1989: 115-116)

Realitas perkembangan sosial politik, ekonomi dan kebu dayaan Islam ternyata juga tidak bisa paralel
dengan pergantian khalifah. Desentralisasi pemerintahan yang terlalu luas menjadi kan dinasti ini
mengalami problematik, dan kemudian disokong oleh para penguasa yang lemah mengakibatkan
merosotnya ke kuasaan politik dan pengembangan kebudayaan. Banyak sejumlah negara menyatakan
kemerdekaannya, namn banyak juga yang masih setia dengan khalifah dan ada yang minta otonomi penuh
dalam pengelolaan pemerintahan dan pengembangan kebudayaan Islam.

Pembahasan tiga kerajaan Islam yaitu kerajaan Turki Usmani di Turki, Safawiyah di Persia (Iran) dan
Mughal di India oleh penulis ditempatkan sebagai akhir penyajian pembahasan buku ini, penulis

8
menyadari banyak hasil pengembangan bidang kebu dayaan Islam. Dengan hamparan keluasan cakupan
kebudayaan Islam yang sudah dihasilkan oleh umat Islam dari periode wakru yang amat panjang, tentu
akan menginspirasi gerakan-gerakan dalam mengembangkan kebudayaan Islam di berbagai wilayah
termasuk di kawasan Asia Tenggara.

C. Sebuah Catatan Akhir

Perkembangan kebudayaan Islam tidak mengalami keman degan dengan lemah dan jatuhnya kekuasaan
Islam di kawasan Timur Tengah, karena para saudagar Arab dan Gujarat telah merintis dan memulai
mengembangkan kebudayaan Islam dengan memasuki ke kawasan Asia Tenggara. Berdirinya kerajaan
Islam semenanjung Malaya dan wilayah Sumatra seperti Samudra Pasai, Darussalam Aceh, dan di Jawa
berdiri kerajaan-kerajaan Islam (Banten, Cirebon, Demak) atau di luar Jawa ada kerajaan Ter nate dan
Tidore, semua memiliki tekad untuk mengembangkan lam dan kebudayaan Islam. Fakta atas berdirinya
kerajaan ken alam tersebut, semakin membuktikan kebudayaan la lam menunjukkan kekokohannya dan
telah menyebar ke seantero daerah di nusantara.

Di Indonesia sendiri, kebudayaan Islam berkembang dengan pesat melalui institusi pemerintah dan
masyarakat. Pasca kemerdekaan misalnya, keberadaan Departemen Agama yang sekarang dengan sebutan
Kementrian Agama (Kemenag) memiliki posisi strategis dalam mengembangkan kebudayaan Islam. Pada
masa pemerintahan Soeharto, Presiden RI ke-dua tersebut memotori berdirinya yayasan Muslim Pancasila
yang banyak membangun masjid di berbagai daerah dengan arsitektur yang memiliki karakteristik yang
unik.

Sementara di luar usaha pemerintah, ada dua institusi masyarakat yang cukup besar dan memiliki
pengaruh kuat yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Dengan basis institusinya, NU dan
Muhammadiyah tidak henti, terus mengembangkan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dengan dua
instinal ini berkembang lembaga pendidikan pesantren dan sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi. Yang jelas dengan majunya pendidikan dari dua basis Islam Indonesia "NU dan Muhammadiyah
telah melahirkan intelektual muslim yang sama-sama memiliki andil dalam pengembangan kebudyaan
dan adi yang ada di masyarakat

Fenomena lain dalam kebudayaan Islam di Indonesia adalah munculnya ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia) sebagai sebuah institusi yang mengembangkan tradisi intelektual. Dalam
perkembangannya, ICMI melakukan pembaharuan di bidang sosial dan politik. Islamisasi birokrasi
menjadi sebuah produk budaya yang sempat mencengangkan banyak pihak. Keberadaan ICMI benar-
benar telah membangkitkan semanga Islam di kalangan kaum terdidik di Indonesia, sehingga keberada
annya menjadi hal penting dalam kebangkitan kebudayaan Islam.

Pada akhirnya, penulis menyadari masih banyak yang belum dikaji dan dipaparkan kemajuan kebudayaan
Islam. Buku yang hadir ini jauh dari kesempurnaan, sehingga masih diperlukan rujukan lain untuk
mendalami tentang kajian kebudayaan Islam. Penulis hanya bisa mendo'a semoga buku yang jauh dari
kesem purnaan ini dapat memberi manfaat. Amin D

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kita dapat berkata bahwa yang dimaksud dinamika kebudayaan islam dan kebudayaan
lokal Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketika Islam masuk ke wilyah
nusantara ini, msyarakat pribumi sudah terlebih dahulu memiliki sifat local primitive. Ada atau
tiadanya agama, masyarakat akan terus hidup dengan pedoman yang telah mereka miliki
tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa datangnya Islam ke Nusantara ini diidentikkan dengan
datangnya suatu kebudayaan yangbaruyangkelakakanberinteraksidenganbudayalamadantidak
menutupkemungkinan budayalama jugaakan terhapus oleh budaya yang baru.
Diterimanya agama dengan demikian, kebudayaan satu masyarakat akan sangat
dipengaruhi oleh agama yang mereka peluk. Ketika agama telah diterima dalam masyarakat,
maka dengan sendirinya agama tersebut akan mengubah struktur kebudayaan masyarakat
tersebut. Perubahan tersebut bisa bersifat mendasar (asimilasi) dan dapat pula hanya mengubah
unsur-unsur saja (akulturasi). Atau pada awalnya bersifat akulturasi dansemakin
lamamenjadiasimilasi.Hal initerukti dengan munculnya organisasi Islampergerakan yang
menginginkan untuk kembali kepada ajaran Islam murni yaitu al-Qur’an dan as- Sunnah, seperti
Jami’at al-Khair (1901), Sarekat Islam (1911) dan organisasi Islam Muhammadiyah yang berdiri
pada tahun 1912. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa hubungan antara agama dan kebudayaan
tersebut akan menyebabkan terjadinya proses akulturasi dan asimilasi

B. SARAN

Perlu adanya metode penelitian yang lebih lanjut akan usaha peningkatan diskusi
kepada pemuda sebagai salah satu cara memaksimalkan potensi generasi dalam
membentengi dirinya dari radikalisme agama yang sedang berkembang.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih belum sempurna dan untuk
menjadi sempurna kami sangat membutuhkan masukan dari pembaca atau pihak lain.
Untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan berbagai masukan dan
kritik demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/158143-ID-persentuhan-agama-isam-
dengan-kebudayaan

http://digilib.uinsby.ac.id/901/3/Bab%2022

Buku Sejarah Islam & Budaya Lokal karya Khoiro Ummatin

11

Anda mungkin juga menyukai