DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
FITRIANI
ZALSABILAH
KELAS 1C
2022
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN …………………………………………………………….... 4
PEMBAHASAN ……………………………………………………………..…..5
PENUTUP ……………………………………………………………………..14
A. Kesimpulan ……………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..15
iii
PEMBAHASAN
Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan
lngkungannya. Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai
perilaku keagamaan. System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar
biasa untuk memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan sesuatu. Pada intinya Agama harus memiliki tiga system berikut agar
bisa dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan (aqidah), kedua,
Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan (syari’at) ketiga, sistem
norma (akhlaq).
5
Pengertian kebudayaan: ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan
berasal dari Bahasa Sansekerta”Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang
berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan kata budaya adalah sebagai suatu
perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”.
Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya
sendiri adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dan kebudayaan
adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Agama dalam bentuk nya yang sederhana di masyarakat, sudah mengandaikan
adanya zat yang agung, zat yang memiliki kekuatan, dan bisa memberi pertolongan
kepada manusia di sat manusia berada dalam kesulitan. Perkembangan keyakinan
masyarakat dari yang sederhana sampai ketitik sempurna, penguatan kepercayaan
atau keyakinan secara evolusioner inilah yang mengantarkan manusia berhasil
melewati dari “polytheistic” dalam kepercayaan, menjadi “monotheistic”
mempercayaii atau mengimani kepada allah. Setelah manusia bertauhid, maka
kepercayaan manusia dituntut dengan benar, dan beribadah hanya kepada allah yang
maha esa, yang maha penolong, dan maha pengasih kepada semua makhluknya.
6
Dengan mengaku pada prinsip prinsip tauhid menurut islam sebagaimana
ditegaskan allah dalam alquran tersebut, maka tauhid memiliki relevansi dengan
pengakuan, penyembahan, ketaqwaan dan ketawakalan kepada allah.
Prinsip dasar ini menjadi penting sebagai argumentasi ketika islam yang
sosilogis harus membangun relasi dengan kebudayaan.prsoalan tauhid menjadi
kerangka ukur dari sebuah proses ketika manusia mereproduksi social dan budaya.
Batasan batasan antara tauhid dan musyrik sudah sangat jelas (qat’i), buka
wilayah abu abu (dzani) yang harus diperdebatkan dan di perselisihkan antara satu
orang yang lain. Janganlah dengan sebab sebuah kebodohan dan kesembongannya,
manusia merangkak memasuki wilayah hak allah, karena bukan mustahil orang akan
di jerumuskan dalam lembah kesesatan akibat perilaku dirinya sendiri.
7
Istilah menjaga dalam konteks ketauhidan, sangat berbeda dengan kata
“perangi atau musuh”, Karena dalam tugas menjaga memiliki konotasi agar orang
orang yang dijaganya tidak melakukan pengingkaran atau penyembahan selain allah.
System kepercayaan kepada tuhan yang dibangun melalui aturan yang ada
dalam kitab suci yang dilengkapi dengan ritual atau amalan ibadah akan menjadikan
tingkat kesempurnaan yang keagamaan seseorang menjadi lebih baik. Iman yang
dimiliki seseorang pada dataran implementatif berbentuk melalui sarana dan
prasarana yang dalam agama disebut dengan symbol symbol agama sebagai sarana
mengempirikkan unsur unsur empiris agama. Oleh karena itu menjadi logis,
perbedaan agama seseorang akan berimplikasi pada terjadinya perbedaan keyakinann
terhadap tuhan, dan implikasi selanjutnya adalah terjadinya perbedaan cara ibadah,
perbedaan kitab suci, dan perbedaan sarana dan prasarana agama. Akhirmya ketaatan
yang muncul kepada tuhan dalam bentuk ibadah seseorang, sementara untuk pada sisi
sosiologis nmpak masih menjadi pertanyaan yang harus didiskusikan.
Poin penting yang bisa dipahami dari reproduksi “cipta, rasa, dan karsa”
dalam tata kelola kehidupan manusia adalah perlunya nilai nilai yang mewarnai
proses produksi yang tetap berbasis pada nilai nilai tauhid. Alur pemikiran manusia
atas reproduksi kebudayaan dipastikan akan melakukan penolakaannya, kalau nilai
nilai tauhid sama sekali tidak diindahkan, terlebih lagi harus bersebrangan dengan
nilai nilai tauhid. Umtuk menjamin keharmonisan antara agama dan budaya dalam
alam realitas, maka keduanya harus sama sama menunjukkan eksistensinnya bukan
saling megasikan.
8
C. Agama dalam kebudayaan
Kebudayaan tidak bisa disamakan dengan agama, tapi keduanya tidak bisa
dipisahkan dalam proses kreatif dan inovatif manusia dalam kesehariannya, karena
pada praktikya manusia membutuhkan agama dan kebudayaan sekaligus sebagai
saran penyempurna dirinya sebagai makhluk tuhan, makhluk social dan makhluk
yang berbudaya. Sementara agama dalam membangun basis kultural di masyarakat
juga akan membutuhkan kebudayaan. Hubungan fungsional tersebut, menjadikan
kebudayaan yang ada tidak akan keluar dari bingkai tauhid. Oleh karena itu,
kebudayaan yang sedang berkembang sangat membutuhkan agama dalam upaya
menunjukkan eksistensinnya. Posisi saling membutuhkan ini, akan menunjukkan
hubungan keduannya bisa menemukan pola ideal, yaitu saling melengkapi dan saling
mendukung pada wilayah religio kultual dalam kehidupan manusia.
Kebudayaan dalam konteks ini dimaknai sebuah system yang terdiri atas ide
ide, gagasan, kelakuan social, dan benda benda kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa
dan karsa manusia untuk mencapai sebuah kemajuan baik dalam lingkup individu dan
kolektif, maupun bentuk bentuk yang dimanifestasikan dalam hasil penciptaan
manusia. Kebudayaan ada bersama dengan adanya manusia berkarya, sehingga
menghasilkan produk produk kebudayaan, baik sifatnya material maupun immaterial.
Manusia akan menemukan dan menghasilkan kebudayaannya, ketika masing masing
manusia memainkan peran kreatifitasnnya untuk mewujudkan apa yang ada dalam
benak pikirannya menjadi realitas.
9
Bukan itu saja, manusia sebaimana digambarkan dalam surah Al Ahzab, manusia
sangat membutuhkan agama dan pertolongan kekuatan tuhan dalam setiap pekrjaan
yang ditanggungnya. Dengan meletakkan posisinya yang tidak sempurna, dan tidak
memiliki kemampuan secara penuh, manusia membutuhkan kerja sama dengan pihak
lain.
Manusia memang dilengkapi oleh allah hal hal berkaitan dengan kecerdasan,
ide, pemikiran, rasa serba ingin, tingkah laku, dan perbedaan perilaku diantara
manusia. Semua ini merupakan suatu system yang mengarah kepada proses yang
akan menghasilkan kebudayaan monumental sebagai hasil kongkrit usaha manusia.
Pilihan manusia selalu berada dalam situasi membutuhkan bantuan untuk dirinya,
merupakan bentuk kewajiban yang harus ditunaikan dalam diri manusia, dimana
agama akan masuk dalam keyakinan dan kebudayaan, maka titik utama berada pada
ide atau gagasan produktif dengan sejumlah daaftar keinginanan manusia.
Ajaran islam memang meliputi segala sesuatu dengan tanpa batas. Islam
merupakan agama paling akhir dan sekaligus sebagai penyempurna dari syariat
syariat sebelumnya.
10
Dengan adanya konsep iman, islam dan ihsan, menjadikan islam memiliki dayaa
fleksibelitas yang tinggi termasuk umatnya dalam menjalankan misi kekhalifaahan di
muka bumi. Adapun faktor yang bisa mempengaruhi praktik pengalaman ajaran
agama, beberapa faktornya yaitu:
2. Fungsi agama: agama pada tingkatan bagi individu dan social memberikan
sumbangannya untuk mewujudkan adanya kesalehan pribadi dan kesalehan
social sekaligus, karena setiap manusia akan menjalankan perintah perintah
agama sampai pada titik kesempurnaannya. Agama menjamin kelancaran
hubungan antara individu dengan tuhan. Nottingham menyebut manusia
mempunyai kebutuhan kebutuhan tertentu untuk kelangsungan hidup dan
memelihara sampai batas minimal. Agama memiliki daya paksa untuk
melaksanakan kewajiaban, minimal diperlukan untuk mempertahankan
ketertiban masyarakat. Dalam peranan ini agama telah membantu
menciptakan system system nilai social yang terpadu dan utuh. Kemudian
agama juga telah memainkan peranan vital dalam memberikan kekuatan
memaksa yang mendukung dan memperkuat ada istiadat.
11
3. Kesadaran dan pemahaman terhadap agama: agama satu sisi memberi
kelonggaran kepada umatnya untuk menjalakan ajaran agama dengan suka
rela dan tanpa paksaan. Namun pada kondisi tertentu, islam memberikan
kewenangan dengan ketat dan memainkan peran daya paksanya untuk
mewujudkan sebuah kestabilan social. Namun secara sosiologis, praktik
pengalaman agama itu sangat dipengaruhi oleh adanya kesadaran dan
pemahaman manusia terhadap ajaran agamanya. Proporsi kesadaran dan
pemahaman agama memang menjadi lebih dominan ketimbang daya paksanya
untuk pengamalan praktik agama.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sesungguhnya standar keberislaman seseorang tidaklah ditentukan
ketika ia sholat dengan memakai sarung atau memakai gamis. Keduanya
hanyalah simbol lahiriah semata dan ketakwaan, sedangkan ketakwaan yang
murni adalah bersumber dari ketundukan dan komitmen seorang muslim
dalam menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.
ْد ااْل َ صْ لَحMِ ُم َحافَظَةُ َعلَى قَ ِدي ِْم الصَّالِحْ َوااْل َ ْخ ُذ َعلَى َج ِد ْي
DAFTAR PUSTAKA
Ummatin, khairo. 2001. Sejarah islam dan budaaya lokal. Yogyakarta: kalimedia.
https://www.296.web.id/2018/10/makalah-agama-dan-kebudayaan.html
15
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Oleh karena itu demi terjaganya eksistensi dan nilai-nilai agama sekaligus
memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan
Apa itu Budaya. Penulis berharap apa yang ditulis nanti dapat menjadi panduan
pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandungkan antara Agama dan
Budaya.
B. Rumusan masalah