Studi Agama-Agama
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Bandar Lampung
2021-2022
1
KATA PENGANTAR
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama dan budaya memang sulit untuk dipisahkan. Masing-masing
memiliki keeratan satu sama lain. Namun banyak orang yang masih belum
memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya dalam
suatu kehidupan. Banyak masyarakat yang mencampur adukkan antara Agama
dan Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat serratus persen
disamakan, bahkan mungkin berlawanan.
Simbol adalah ciri khas agama, karena simbol lahir dari sebuah
kepercayaan, dari berbagai ritual dan etika agama. Simbol dimaknai sebagai
sebuah tanda yang dikultuskan dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kultur
dan kepercayaan masing-masing agama. Kultus ini kemudian melahirkan sebuah
sistem dan struktur simbol yang dapat membentuk manusia menjadi homo
simbolicus dalam tipe atau pola religiusnya. Sebagai sebuah tanda yang
dikultuskan, Simbol memiliki makna yang tersembunyi atau yang dapat dikiaskan
dari makna harfiahnya kemakna yang sacral dan mendalam. Sementara sebagai
sebuah Sistem yang terstruktur, Simbol memiliki logika tersendiri yang koheren
(saling terkait) yang dapat dimaknai secara universal. Dan sebagai sebuah
fenomena agama, Simbol jamak dikultus dan direfleksi kannya dalam berbagai
bentuk persembahan dan pemujaan baik secara individual maupun komunal. Dan
faktor lahir yang menyebabkan Simbol sangat terikat atau korelatif dengan agama,
disebabkan karena simbol-simbol religius yang lahir dari pengalaman relegius
juga sering dijadikan sebagai bantuan terapis psikologis, dimana secara psikologis
wawasan hidup manusia religius yang homo simbolicus dihiasi oleh dua dimensi
yang saling berkaitan, yaitu dimensi spiritual dan dimensi psikologis Dimensi
spiritual berorientasi pada agama dan dimensi psikologis berorientasi pada
"kebebasan", yang diwujudkan dalam berbagai bentuk sımbol.
4
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Agama?
2. Apa Saja Macam-Macam Dan Model Bentuk Simbol Agama?
3. Pengertian Kebudayaan?
4. Apa Saja Macam-Macam Simbol Kebudayaan?
5. Bagaimana Agama Dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbol?
6. Bagaimana Hubungan Antara Agama Dan Kebudayaan?
7. Apa Itu Teori Interaksionisme Simbolik?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Agama
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Dan Model Bentuk Simbol
Agama
3. Untuk Mengetahui Pengertian Kebudayaan
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Simbol Kebudayaan
5. Untuk Mengetahui Agama Dan Kebudayaan Sebagai Sistem
Simbol
6. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Agama Dan Kebudayaan
7. Untuk Mengetahui Teori Interaksionisme Simbolik
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama,
dikenal pula kata “din”( )الدينdari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa
Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata
itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi,
maka kata agama dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-
menurun. Sedangkan kata “din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-
undang atau hokum. Dalam Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan. Patuh, balasan, kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari
Bahasa Latin. Menurut suatu pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung
arti mengumpulkan, membaca dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama
adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak
atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.1
Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan
lingkungannya. Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai
perilaku keagamaan. System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang
luar biasa untuk memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau
tidak mengerjakan sesuatu.2 Pada intinya Agama harus memiliki tiga system
berikut agar bisa dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan
1
Chichi, O. (n.d.). Agama dan Budaya. Retrieved from ,
http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 26 Maret
2022, pukul 11.00).
2
Harsono, E. (2015, February 28). Konsep Worldview. Retrieved from
http://www.google.com/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2015/03/29/konsep
worldview/amp/ (diakses 26 Maret 2022 11:05).
6
(aqidah), kedua, Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan
(syari’at) ketiga, sistem norma (akhlaq).
Tahap kedua memodelkan Tuhan dengan simbol manusia sebagai hero dan
juru selamat. Kedua tahap di atas lebih banyak berbentuk dualistis dan politheistis
yang bersifat immanent. Dan tahap ketiga sebaagai yang tertinggi dan
transcendental didalam memodelkan simbol-simbol Tuhan. Model tahap ketiga ini
dikenal dengan tahap historis atau menempatkan Tuhan sebagai inti kepercayaan
dan memisahkan antara model simbol yang bersifat “human‟ atau kemanusiaan
dan model simbol yang bersifat „divine‟ atau ketuhanan. Ritual sebagai suatu
pranata pemujaan (Culf Institutions) keagamaan dimodelkan dalam berbagai
bentuk simbol. Pada masa prasejarah ritual dimodelkan dalam bentuk tarian,
sesajen korban, dan baca mantra (doa). Dalam tahap historis, simbol ritual
dimodelkan dengan warship (menembah), korban , pengakuan dosa, dan doa-doa.
Dalam Islam model syahadat dan doa adalah simbol-simbol yang sangat utama
3
Hazrat Inayat Khan, Kesatuan Ideal Agama, (Yogyakarta,Putra Langit) 263.
7
pada ritual. Kemudian shalat dan Ka‟bah merupakan model simbol “tiang agama‟
dan “tiang dunia‟ yang sangat disakaralkan.
8
mawas diri. Selain itu warna kuning keemasan disimbolkan sebagai lambang
kebesaran keangungan. Kewibawaan dan kemuliaan.
Kedua Bulan Bintang. Simbol ini dimaknai sebagai hati yang peka, yangsecara
realitas sebagai simbol Nabi/Rasul yang memiliki hati yang peka.penghambar
(pembawa perubahan), utusan dan orang yang terpilih seperti bulan yang
berbentuk bulan sabit dimaknai sebagai simbol hati yang represif terhadap cahaya
ilahi, sementara cahaya ilahi sendiri disimbolkan dengan “Bintang Segi Lima”.7
Ketiga Simbol Salib. Yang dimaknai dengan dua rahasia. Rahasia pertama dilihat
dari segi bentuk yang dipandang sebagai simbol manusia, dan dari dua ruang (dua
ruang mistis) adalah simbol dua dunia (dunia ini dan sesudahnya). Kedua sisi
inilah membentuk salib sebagai simbol persilangan (salib).
Keempat Simbol Zunar. Yang dimaknai dengan manusia sebagai makhluk Tuhan
yang tidak bebas di dalam berbuat. Sebagai makhluk Tuhan, manusia wajib
menjalani kehidupannya dengan mengutamakan pelayanan kepada Tuhan dan
makhluk-makhluknya.
Kelima Simbol Matahari. Yang dimaknai dengan alam semesta ciptaan Tuhan. Di
Persia, Cina, Jepang, India dan Smits, matahari disimbokan sebagai master
(Nabi), penyelamat dan Tuhan. Matahari dalam bentuk piring emas dimaknai
sebagai simbol “Zardash” (mahkota), matahari yang dikelilingi avatar simbol
kesucian (Hindu/Budha). Simbol matahari juga banyak digunakan padamesjid
meskipun tidak dimaknai sebagai lambing suci.
Keenam Simbol Seruling dan Bulu Merak. Seruling dimaknai dengan simbol
penderitaan dan kesedihan, sementara bulu merak dimaknai dengan simbol
pengetahuan. Penderitaan/kesedihan dan pengetahuan dapat mengekspresikan
pesan ke ilahian secara penuh melalui kedua lambang dimaksud.
7
Muhammad Logeahousen, Satu Agama Atau banyak Agama, (Jakarta: Lentera,
2002), 102.
9
Ketujuh Simbol Air. Yang dimaknai dengan “Ruh” karena ruh juga mengalir
seperti air. Apabila air berada di dalam bumi, maka ruh berada di dalam tubuh
manusia.
Kesepuluh Simbol Buraq. Yang dimaknai sebagai kendaraan pada sejarah Mi‟raj
nabi Muhammad SAW. Buraq disimbolkan dalam bentuk kuda bersayap dan
bermuka manusia. Sayap dimaknai “Pikiran”, tubuh dimaknai “manusia” dan
kepala melambangkan “Kesempurnaan”.
Keduabelas Simbol Kratofani dan Herofani. Kedua simbol ini juga dikenal
dengan simbol-simbol trasedental (Trasedental Simbol). Kratofani
(Pengwahyuan) disimbolkan dengan langit, karena wahyu diturunkan dari langit,
maka agama-agama yang ajarannya bersumber dari wahyu dimaknai dengan
10
“Agama Langit”. Sementara mastermen dari wahyu yang dimaknai sebagai
pesuruh (Rasul). Mesias, Budhisatwa dan lain-lainnya disimbolkan dengan “Bulan
Sabit”. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Untuk penerima dan pengamal
wahyu atau pengikut setia ajaran (Message) secara komunal diakumulatifkan
dengan makna Umat, Jemaat, Parisada, Shangha dan lain-lainnya. Secara umum
mereka disimbolkan dengan Bumi (Globe) yang dimaknai dengan kesuburan di
dalam memakmurkan atau memperdalam pengikut suatu agama.
C. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
8
Febr L. Bergen, Langit Suci, Agama Sebagai Realitas Sosial, (Jakarta: LP. 3ES,
1991), 32.
11
adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa manusia yang dilakukan
dalam keseharian.9
9
Ikha. (2012, Januari 27). Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol.
Retrieved from http://ikha-luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-
dansistem.html?m=1 (diakses pada 26 Maret, pukul 11.15).
12
menjadi anak yang baik, pintar dan berbakti terhadap kedua orang tua (Sjane F
Walangarei, 2014).
a. Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat,
musik saronen dan musik ghul-ghul.
b. Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada
di sumenep dan tari duplang.
c. Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani
atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual
sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi
dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta.
d. Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok (Farid
Perdana, 2013).
13
makhluk Tuhan. Demikianlah agama yang benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30).10
Dari situlah agama dan kebudayaan tidak dapat terpisahkan, berikut adalah
pengaruh antara agama dengan budaya sehingga menghasilkan interaksi. Interaksi
antara agama dengan budaya dapat terjadi dengan:
Agama merupakan sistem kebudayaan dan oleh karena itu berarti pula
sebagai sistem simbol, sehingga untuk mengkaji agama sangat relevan dengan
menggunakan perspektif hermeneutik. Agama yang dimaksud di sini adalah
agama yang melekat pada diri manusia, dan bukan agama yang ada di sisi
"Tuhan". Geertz menjelaskan tentang definisi agama kedalam lima kalimat, yang
masing-masing saling mempunyai keterkaitan.
10
Ochi Chichi, Agama dan Budaya,
http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 27 Maret
2022, pukul 11.20).
11
Ikha, Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol, http://ikha-
luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-dansistem.html?m=1
14
Definisi agama menurut Geertz: 1) Agama sebagai sebuah system budaya
berawal dari sebuah kalimat tunggal yang sistem simbol yang bertujuan; 2)
Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak
mudah hilang dalam diri seseorang dengan cara; 3) Merumuskan tatanan konsepsi
kehidupan yang umum; 4) Melekatkan konsepsi tersebut pada pancaran yang
factual; 5) Yang pada akhirnya konsepsi tersebut akan terlihat sebagai suatu
realitas yang unik.
15
khas dan spesifik hingga tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah
umum bagi semua agama.
12
Ninin Tri Wahyuni, Makalah Agama Sebagai Sistim Simbol,
http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim
simbol.html?m=1 (diakses pada 26 Maret 2022, pukul 11.36).
16
Teori ini merupakan cabang dari sosiologi yang secara khusus membahas
mengenai cara seorang individu berperilaku dan membuat keputusan berdasarkan
lingkungan yang ditempati individu tersebut. Pembahasan teori ini mengacu pada
apa yang menjadi dasar seseorang melakukan perbuatan yang diinginkan di suatu
lingkungan. Dikarenakan apa yang dilakukan seseorang tak semata-mata adalah
respons dari stimuli yang sebelumnya didapat oleh orang tersebut. Tetapi juga
disebabkan karena konteks lingkungan, seperti identita lawan bicara dan hal yang
terjadi di sekitar orang tersebut, atau tempat di mana orang itu berada.
Kedua, makna sosial merupakan hasil konstruksi sosial. Ketika kita berpikir
sebagai pelanggan, maka kita berperilaku dan bertindak sesuai peran kita sebagai
pelanggan. Peran sebagai pelanggan dan juga pelayan restoran, pemilik restoran
dan sebagainya secara konstan dikomunikasikan sehingga berlangsung dalam
interaksi sosial. Proses interaksi sosial tersebut menciptakan makna yang ajeg
tentang apa itu pelanggan, bagaimana harus bertindak, apa itu pelayan, bagaimana
harus bertindak, dan sebagainya. Makna tentang bagaimana menjadi pelanggan
atau pelayan adalah produk konstruksi sosial.
17
Ketiga, lanjutan dari sebelumnya, penciptaan makna sosial dan pemahaman
makna sosial merupakan proses interaktif yang terus berlangsung. Makna sosial
biasanya sudah eksis jauh sebelumnya. Proses interaksi bisa melanggengkannya,
mengubahnya perlahan, atau menggantinya secara radikal. Misalnya, ketika
pelayan menawarkan makanan, kita marah karena menunya nggak ada yang kita
sukai. Lalu, pelayan tersebut bingung kemudian menenangkan kita. Ketika
bingung, pelayan tersebut sedang memaknai ulang bagaimana bertindak sebagai
pelayan ketika pelanggan tiba-tiba marah sehingga menenangkan kita.
18
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Simbol adalah lambang atau tanda yang berbicara tanpa kata-kata dan
menulis tanpa ada tulisan, terdiri dari sjumlah Sistem dan model yang disakralkan
di dalam kehidupan keagamaan. Manusia religious yang dikenal dengan “Homo
Simbolicus” menempatkan Simbol sebagai lambang yang menghubungkan
mereka dengan alam kepercayaan yang trasendental melalui berbagai bentuk ritual
19
maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-
konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada
makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Keempat,
konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh
Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos” dan agama sebagai
“pandangan hidup”. Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual
unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia
dianggap lebih penting dari apapun.
20
REFERENSI
21