Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AGAMA DAN KEBUDAYAAN


TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi Agama
Dosen Pengampu: Kiki Muhammad Hakiki M.A

Disusun Oleh : Kelompok 6


1. Muhammad Nazar (1931020029)

Studi Agama-Agama
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Bandar Lampung
2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya, tentu saja
penulis tidak bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat kelak nanti.
Penulis memanjatkan banyak rasa syukur kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan, serta pengetahuan,
sehingga makalah komunikasi lintas agama dan budaya dengan judul “agama dan
kebudayaan, teori interaksionalisme simbol” dapat diselesaikan tepat waktu. Serta
terimakasih kami kepada bapak Kiki Muhammad Hakiki M.A selaku dosen
pengampu yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap agar makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah
pengetahuan rekan-rekan mahasiswa pada khususnya dan para pembaca pada
umumnya. Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil penulis susun
ini bisa dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya
penulis memohon maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang
kurang berkenan bagi pembaca yang budiman. Serta tak lupa penulis juga
berharap adanya masukan serta kritikan yang membangun dari segenap pembaca
demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.
Wassallamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bandar Lampung, 26 Maret 2022

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................. ........................... 2

DAFTAR ISI ............................................................. ........................... 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................ ........................... 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama ........................................ ........................... 6


B. Macam-Macam Dan Model Bentuk Simbol Agama ............ 7
C. Pengertian Kebudayaan ............................... ........................... 11
D. Macam-Macam Simbol Kebudayaan ......... ........................... 12
E. Agama dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbol .................. 13
F. Hubungan Antara Agama dan Kebudayaan ......................... 14
G. Teori Interaksionisme Simbolik .................. ........................... 16

BAB III

A. Kesimpulan ....................................................... ........................... 20


B. Daftar Pustaka .................................................. ........................ ... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Agama dan budaya memang sulit untuk dipisahkan. Masing-masing
memiliki keeratan satu sama lain. Namun banyak orang yang masih belum
memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya dalam
suatu kehidupan. Banyak masyarakat yang mencampur adukkan antara Agama
dan Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat serratus persen
disamakan, bahkan mungkin berlawanan.

Simbol adalah ciri khas agama, karena simbol lahir dari sebuah
kepercayaan, dari berbagai ritual dan etika agama. Simbol dimaknai sebagai
sebuah tanda yang dikultuskan dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kultur
dan kepercayaan masing-masing agama. Kultus ini kemudian melahirkan sebuah
sistem dan struktur simbol yang dapat membentuk manusia menjadi homo
simbolicus dalam tipe atau pola religiusnya. Sebagai sebuah tanda yang
dikultuskan, Simbol memiliki makna yang tersembunyi atau yang dapat dikiaskan
dari makna harfiahnya kemakna yang sacral dan mendalam. Sementara sebagai
sebuah Sistem yang terstruktur, Simbol memiliki logika tersendiri yang koheren
(saling terkait) yang dapat dimaknai secara universal. Dan sebagai sebuah
fenomena agama, Simbol jamak dikultus dan direfleksi kannya dalam berbagai
bentuk persembahan dan pemujaan baik secara individual maupun komunal. Dan
faktor lahir yang menyebabkan Simbol sangat terikat atau korelatif dengan agama,
disebabkan karena simbol-simbol religius yang lahir dari pengalaman relegius
juga sering dijadikan sebagai bantuan terapis psikologis, dimana secara psikologis
wawasan hidup manusia religius yang homo simbolicus dihiasi oleh dua dimensi
yang saling berkaitan, yaitu dimensi spiritual dan dimensi psikologis Dimensi
spiritual berorientasi pada agama dan dimensi psikologis berorientasi pada
"kebebasan", yang diwujudkan dalam berbagai bentuk sımbol.

4
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Agama?
2. Apa Saja Macam-Macam Dan Model Bentuk Simbol Agama?
3. Pengertian Kebudayaan?
4. Apa Saja Macam-Macam Simbol Kebudayaan?
5. Bagaimana Agama Dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbol?
6. Bagaimana Hubungan Antara Agama Dan Kebudayaan?
7. Apa Itu Teori Interaksionisme Simbolik?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Agama
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Dan Model Bentuk Simbol
Agama
3. Untuk Mengetahui Pengertian Kebudayaan
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Simbol Kebudayaan
5. Untuk Mengetahui Agama Dan Kebudayaan Sebagai Sistem
Simbol
6. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Agama Dan Kebudayaan
7. Untuk Mengetahui Teori Interaksionisme Simbolik

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Pengertian agama: dalam masyarakat Indonesia selain dari kata Agama,
dikenal pula kata “din”(‫ )الدين‬dari Bahasa Arab dan kata “religi” dari Bahasa
Eropa. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa kata
itu tersusun dari dua kata, “a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti pergi,
maka kata agama dapat diartikan tidak pergi, tidak ditempat, diwarisi turun-
menurun. Sedangkan kata “din” itu sendiri dalam Bahasa Semit berarti undang-
undang atau hokum. Dalam Bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan. Patuh, balasan, kebiasaan. Adapula kata “religi” yang berasal dari
Bahasa Latin. Menurut suatu pendapat asalnya ialah “relege” yang mengandung
arti mengumpulkan, membaca dan bisa diartikan mengikat. Oleh karena itu agama
adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa secara mutlak
atau tanpa adanya campur tangan siapa saja.1

Namun agama juga bisa diartikan seperangkat aturan dan peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan dunia ghaib, khususnya Tuhannya, mengatur
hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur manusia dengan
lingkungannya. Agama dilihat dari system keyakinan yang melahirkan berbagai
perilaku keagamaan. System keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang
luar biasa untuk memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau
tidak mengerjakan sesuatu.2 Pada intinya Agama harus memiliki tiga system
berikut agar bisa dikatakan sebagai suatu Agama: pertama, Credo atau keimanan

1
Chichi, O. (n.d.). Agama dan Budaya. Retrieved from ,
http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 26 Maret
2022, pukul 11.00).
2
Harsono, E. (2015, February 28). Konsep Worldview. Retrieved from
http://www.google.com/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2015/03/29/konsep
worldview/amp/ (diakses 26 Maret 2022 11:05).

6
(aqidah), kedua, Critus yang mana didalamnya terdapat unsur peribadatan
(syari’at) ketiga, sistem norma (akhlaq).

B. MODEL DAN BENTUK SIMBOL AGAMA


Sebagai ciri khas agama, fenomena simbol mewujudkan berbagai model
dalam berbagai bentuknya. Dan model-model simbol dimaksud sangat koheren
dengan berbagai kepercayaan (teologis), ritual dan etika agama. Pada aspek
kepercayaan melahirkan model-model simbol yang dapat memberi berbagai
wujud Tuhan yang dipercayai, dipuja atau disembah, baik yang bersifat immanent
ataupun transcendent. Misalnya didalam Islam simbol Tuhan dimodelkan dengan
Allah, dalam Kristen dimodelkan dalam “Patung Jesus‟, Hinduisme “Patung Tri
Murti‟ dan budhisme dalam bentuk “Patung Budha‟, sebagai model simbol
kebebasan spiritual umatnya.3 Dan apabila dianalisis secara historis terdapat tiga
tahap perkembangan pemodelan simbol kepercayaan kepada Tuhan didalam
perkembangan agama-agama. Tahap petama disebut dengan “model arkais‟
dimana Tuhan yang dipuja disimbolkan dengan batu atau patung dari batu.

Tahap kedua memodelkan Tuhan dengan simbol manusia sebagai hero dan
juru selamat. Kedua tahap di atas lebih banyak berbentuk dualistis dan politheistis
yang bersifat immanent. Dan tahap ketiga sebaagai yang tertinggi dan
transcendental didalam memodelkan simbol-simbol Tuhan. Model tahap ketiga ini
dikenal dengan tahap historis atau menempatkan Tuhan sebagai inti kepercayaan
dan memisahkan antara model simbol yang bersifat “human‟ atau kemanusiaan
dan model simbol yang bersifat „divine‟ atau ketuhanan. Ritual sebagai suatu
pranata pemujaan (Culf Institutions) keagamaan dimodelkan dalam berbagai
bentuk simbol. Pada masa prasejarah ritual dimodelkan dalam bentuk tarian,
sesajen korban, dan baca mantra (doa). Dalam tahap historis, simbol ritual
dimodelkan dengan warship (menembah), korban , pengakuan dosa, dan doa-doa.
Dalam Islam model syahadat dan doa adalah simbol-simbol yang sangat utama

3
Hazrat Inayat Khan, Kesatuan Ideal Agama, (Yogyakarta,Putra Langit) 263.

7
pada ritual. Kemudian shalat dan Ka‟bah merupakan model simbol “tiang agama‟
dan “tiang dunia‟ yang sangat disakaralkan.

Didalam Kristen simbol ritual disimbolkan dalam bentuk “baptis‟ sebagai


simbol syahadat, eucharisty, sebagai simbol dari korban Jesus dan hostin
(penyembahan roti dan anggur) sebagai simbol tubuh dan darah Jesus.4 Didalam
Budhisme kata “Budha‟ sendiri dimodelkan sebagai simbol Budhisatasa, yang
secara liturgis diinterpretasikan sebagai ritual kepada Tuhan Budha yang telah
mengorbankan diri untuk kepentingan umatnya.5 Berbagai model pemujaan dan
ritual keagamaan tidak terlepas dengan simbol etika atau ketentuan moral, karena
pemujaan dan ritual keduanya dapat terintegrasi bila koheren dengan simbol
moral yang padanya memiliki nilai “kebaikan‟ dan “keburukan‟ atau kejahatan.
Kebaikan adalah model simbol moral yang bersifat dosa. Dalam Sistem
kepercayaan agama/pahala disimbolkan dengan Nirwana (surga) dan dosa
disimbolkan dengan neraka (moksa).6 Kebaikan yang utama dimodelkan dalam
bentuk Nabi atau Rasul (Islam), Al-Masih (Kristen), Gautama (Budha) dan Rama
atau Krisna (Hindu).

Dari semua gambaran di atas, dapat dikemukakan bahwa semua Sistem


simbol dengan berbagai modelnya terakumulasi dalam berbagai bentuk dan
sifatnya. Dalam kehidupan keagamaan terdapat berbagai bentuk simbol dengan
makna yang terkandung di dalamnya, diantaranya yaitu :

Pertama Warna. Bentuk-bentuk warna yang banyak digunakan sebagai simbol


adalah putih, kuning, merah, hijau dan ungu. Warna putih, kuning dan keemasan
sebagai simbol keabadian, kesucian, kemakmuran dan kebenaran. Merah simbol
api dan darah, hijau simbol-simbol ketenangan, menyegarkan, melegakan dan
warna ungu dimaknai sebagai simbol bijaksana, keseimbangan, kehati-hatian dan
4
Kennith Cragg. Prof. Dr, Azan Panggilan Dari Menara Mesjid, (Jakarta, BPK
Gunung Mulia, 1973), 167.
5
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor, Cahaya Salam, 2005),
281.
6
Asyir Janahabhivamsa, Abhidharma Sehari-hari, (Karaniya, 2005), 2001

8
mawas diri. Selain itu warna kuning keemasan disimbolkan sebagai lambang
kebesaran keangungan. Kewibawaan dan kemuliaan.

Kedua Bulan Bintang. Simbol ini dimaknai sebagai hati yang peka, yangsecara
realitas sebagai simbol Nabi/Rasul yang memiliki hati yang peka.penghambar
(pembawa perubahan), utusan dan orang yang terpilih seperti bulan yang
berbentuk bulan sabit dimaknai sebagai simbol hati yang represif terhadap cahaya
ilahi, sementara cahaya ilahi sendiri disimbolkan dengan “Bintang Segi Lima”.7

Ketiga Simbol Salib. Yang dimaknai dengan dua rahasia. Rahasia pertama dilihat
dari segi bentuk yang dipandang sebagai simbol manusia, dan dari dua ruang (dua
ruang mistis) adalah simbol dua dunia (dunia ini dan sesudahnya). Kedua sisi
inilah membentuk salib sebagai simbol persilangan (salib).

Keempat Simbol Zunar. Yang dimaknai dengan manusia sebagai makhluk Tuhan
yang tidak bebas di dalam berbuat. Sebagai makhluk Tuhan, manusia wajib
menjalani kehidupannya dengan mengutamakan pelayanan kepada Tuhan dan
makhluk-makhluknya.

Kelima Simbol Matahari. Yang dimaknai dengan alam semesta ciptaan Tuhan. Di
Persia, Cina, Jepang, India dan Smits, matahari disimbokan sebagai master
(Nabi), penyelamat dan Tuhan. Matahari dalam bentuk piring emas dimaknai
sebagai simbol “Zardash” (mahkota), matahari yang dikelilingi avatar simbol
kesucian (Hindu/Budha). Simbol matahari juga banyak digunakan padamesjid
meskipun tidak dimaknai sebagai lambing suci.

Keenam Simbol Seruling dan Bulu Merak. Seruling dimaknai dengan simbol
penderitaan dan kesedihan, sementara bulu merak dimaknai dengan simbol
pengetahuan. Penderitaan/kesedihan dan pengetahuan dapat mengekspresikan
pesan ke ilahian secara penuh melalui kedua lambang dimaksud.

7
Muhammad Logeahousen, Satu Agama Atau banyak Agama, (Jakarta: Lentera,
2002), 102.

9
Ketujuh Simbol Air. Yang dimaknai dengan “Ruh” karena ruh juga mengalir
seperti air. Apabila air berada di dalam bumi, maka ruh berada di dalam tubuh
manusia.

Kedelapan Simbol Anggur. yang dimaknai dengan evaluasi manusia. Anggur


adalah simbol keabadian datang melaui suatu proses. Proses buah menjadi
minuman dimaknai dengan proses kehidupan yang akan musnah/mati pada waktu
yang telah ditetapkan.

Kesembilan Simbol Merpati. Yang dimaknai sebagai pembawa pesan atau


pesuruh. Terdapat dua makna yang disikapi pada Simbol ini yaitu pertama merpati
sebagai Simbol yang mewakili penghuni bumi yang terbang dan bertempat tinggal
di surga. Kdua sebagai Simbol yang bermakna sebagai manusia religious yang
tinggal di bumi berasal dari surge.

Kesepuluh Simbol Buraq. Yang dimaknai sebagai kendaraan pada sejarah Mi‟raj
nabi Muhammad SAW. Buraq disimbolkan dalam bentuk kuda bersayap dan
bermuka manusia. Sayap dimaknai “Pikiran”, tubuh dimaknai “manusia” dan
kepala melambangkan “Kesempurnaan”.

Kesebelas Simbol-simbol Figuratif. Simbol-simbol ini terdiri dari Simbol dalam


bentuk patung dan berbagai figura yang dikultuskan. Dalam bentuk patung
terdapat patung Yesus sebagai Simbol utama dalam kredo Kristen, patung
Trimurti sebagai Simbol Dewa Brahma, Wisnu dan Syiwa dalam Hinduisme,
patung Bidha duduk bersila dalam Budhisme dan berbagai patung lainnya. Dalam
bentuk figura terdapat berbagai tempat dan bangunan yang disimbolkan sebagai
tempat suci, seperti Ka‟bah sebagai Simbol Kiblat dalam melaksanakan ritual
agama, mesjid, gereja, kuil, klenteng dan berbagai rumah ibadah lainnya yang
dimaknai sebagai tempat suci atau rumah Tuhan (Baitullah) yang disakralkan.

Keduabelas Simbol Kratofani dan Herofani. Kedua simbol ini juga dikenal
dengan simbol-simbol trasedental (Trasedental Simbol). Kratofani
(Pengwahyuan) disimbolkan dengan langit, karena wahyu diturunkan dari langit,
maka agama-agama yang ajarannya bersumber dari wahyu dimaknai dengan

10
“Agama Langit”. Sementara mastermen dari wahyu yang dimaknai sebagai
pesuruh (Rasul). Mesias, Budhisatwa dan lain-lainnya disimbolkan dengan “Bulan
Sabit”. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Untuk penerima dan pengamal
wahyu atau pengikut setia ajaran (Message) secara komunal diakumulatifkan
dengan makna Umat, Jemaat, Parisada, Shangha dan lain-lainnya. Secara umum
mereka disimbolkan dengan Bumi (Globe) yang dimaknai dengan kesuburan di
dalam memakmurkan atau memperdalam pengikut suatu agama.

Herofani adalah simbol-simbol yang dimaknai dengan keangungan Tuhan dalam


bentuk kultus pemujaan dan penyembahan. Dalam tradisi primitive penyembahan
batu, gunung, pohon, patung bahkan tikar (Sajadah) juga dipandang sebagai
simbol bermakna herofani. Sejalan dengan dengan tradisi simbol herofani ini juga
terdapat fenomena wasilah atau tawasul (perantara) melalui sesuatu yang
dimaknai dengan “Keramat”. Keramat adalah simbol legitimed terhadap sesuatu
yang dipandang karismatik. Akibat dari itu lahirlah kultus pengkeramatan
terhadap objek-objek tertentu yang disimbolkan dengan Binatang Suci (Animal
Scared) roh leluhur, orang keramat, kuburan keramat (mistis). Dan objek-objek
keramat itu dimaknai sebagai tempat berdoa, bernazar dan berbagai ritual
pemujaan lainnya.8

C. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari Bahasa


Sansekerta”Buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau
akal. Pendapat lain mengatakan kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan
dari kata majemuk budidaya, yang mempunyai arti “daya” dan “budi”. Karena itu
mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Sedangkan budaya sendiri

8
Febr L. Bergen, Langit Suci, Agama Sebagai Realitas Sosial, (Jakarta: LP. 3ES,
1991), 32.

11
adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa manusia yang dilakukan
dalam keseharian.9

D. MACAM-MACAM SIMBOL KEBUDAYAAN


Negara Indonesia, negara yang memiliki keragaman dalam budaya. Ketika
berbicara mengenai simbol kebudayaan maka indonesia memiliki banyak ragam
simbol kebudayaan. Karena beda suku, pulau dan ras beda pula simbol
kebudayaannya. Misalnya Masarakat Tondano di sulawesi Utara, Manado(Sjane F
Walangarei, 2014).

Macam-macam simbol kebudayaan yang ada di Masyarakat Tondano ada 3, yaitu:

a. Simbol berbentuk benda.


Simbol berbentuk benda merupakan simbol yang digunakan untuk menandakan
sesuatu. Simbol benda yang ada di Masyarakat Tondano itu
adalah Tetengkoranadalah alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat
bahwa ada orang yang baru meninggal dan sekaligus untuk mengundang
masyarakat untuk hadir di pemakaman (Sjane F Walangarei, 2014).

b. Simbol berbentuk suara.


Simbol berbentuk suara bisa dari binatang, alam ataupun manusia.

Dalam masyarakat Tondano ketika mendengar Kokopekek rei weningkot“kokok


ayam yang tidak dijawab” kokokan ayam yang tidak dijawab oleh ayam yang lain
menandakan suatu hal yang buruk (Sjane F Walangarei, 2014).

c. Simbol berbentuk benda.


Gerakan Patebo maka siow“Dibenturkan sembilan kali” kepala bayi yang baru
lahir dibenturkan “tidak benar-benar dibenturkan hanya disandarkan” kedinding
rumah sebanyak sembilan kali sambil didoakan dengan harapan anak tersebut bisa

9
Ikha. (2012, Januari 27). Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol.
Retrieved from http://ikha-luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-
dansistem.html?m=1 (diakses pada 26 Maret, pukul 11.15).

12
menjadi anak yang baik, pintar dan berbakti terhadap kedua orang tua (Sjane F
Walangarei, 2014).

Madura juga memiliki berbagai macam simbol, macam-macam simbol


masyarakat madura, yaitu:

a. Simbol berbentuk seni musik atau seni suara yaitu tembang macapat,
musik saronen dan musik ghul-ghul.
b. Simbol berbentuk seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal yang ada
di sumenep dan tari duplang.
c. Simbol berbentuk upacara ritual yaitu Sandhur Pantel. Masyarakat petani
atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual
sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi
dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta.
d. Simbol berbentuk seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan carok (Farid
Perdana, 2013).

E. HUBUNGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN

Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari Tuhan


khususnya agama Islam. Seorang ahli sejarah dan kebudayaan dunia barat
bernama Prof. H.A. Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam” : “Islam is
indeed much more than a system of thologi, it is a complete civilization” (Islam
adalah lebih daripada suatu cara – cara peribadatan saja, tetapi merupakan suatu
kebudayaan dan peradaban yang lengkap). Kelebihan Islam dari agama-agama
lain, bahwa Islam memberikan dasar yang lengkap bagi kebudayaan dan
peradaban. Oleh karena itu agama Islam adalah agama fitrah bagi manusia, agama
hakiki yang murni, terjaga dari kesalahan dan tidak berubah-ubah. Ingatlah ayat
suci al-Qur’an yang artinya “Hadapkanlah mukamu kepada agama yang benar:
fitrah Tuhan yang telah menjadikan manusia, tidak dapat mengganti kepada

13
makhluk Tuhan. Demikianlah agama yang benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30).10

Berdasarkan sumber-sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Agama


mutlak ciptaan Allah SWT dan kebudayaan itu sendiri hasil pemikiran manusia
yang tingkat kebenarannya atau kefitrahannya tidak mungkin melebihi agama.

Dari situlah agama dan kebudayaan tidak dapat terpisahkan, berikut adalah
pengaruh antara agama dengan budaya sehingga menghasilkan interaksi. Interaksi
antara agama dengan budaya dapat terjadi dengan:

1. Agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya


adalah agama, simbolnya adalah budaya. Misalnya, bagaimana shalat
mempengaruhi bangunan.
2. Kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Kebudayaan Indonesia
mempengaruhi Islam dengan pesanteren dan kiai yang berasal dari
padepokan.
3. Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan simbol agama. Contoh,
pernikahan pada suku batak didominasi oleh adat bukan agama.11

F. AGAMA DAN KEBUDAYAAN: SEBAGAI SISTIM SIMBOL

Agama merupakan sistem kebudayaan dan oleh karena itu berarti pula
sebagai sistem simbol, sehingga untuk mengkaji agama sangat relevan dengan
menggunakan perspektif hermeneutik. Agama yang dimaksud di sini adalah
agama yang melekat pada diri manusia, dan bukan agama yang ada di sisi
"Tuhan". Geertz menjelaskan tentang definisi agama kedalam lima kalimat, yang
masing-masing saling mempunyai keterkaitan.

10
Ochi Chichi, Agama dan Budaya,
http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 27 Maret
2022, pukul 11.20).
11
Ikha, Agama dan Kebudayaan: Simbol dan Sistem Simbol, http://ikha-
luphsosant.blogspot.co.id/2012/01/agama-kebudayaan-simbol-dansistem.html?m=1

14
Definisi agama menurut Geertz: 1) Agama sebagai sebuah system budaya
berawal dari sebuah kalimat tunggal yang sistem simbol yang bertujuan; 2)
Membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, mudah menyebar dan tidak
mudah hilang dalam diri seseorang dengan cara; 3) Merumuskan tatanan konsepsi
kehidupan yang umum; 4) Melekatkan konsepsi tersebut pada pancaran yang
factual; 5) Yang pada akhirnya konsepsi tersebut akan terlihat sebagai suatu
realitas yang unik.

Definisi diatas cukup menjelaskan secara runtut keseluruhan keterlibatan


antara agama dan budaya. Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang
membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut
bersifat public, dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu,
namun dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol
tersebut. Kedua, agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang
marasakan, melakukan atau termotivasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Orang yang
termotivasi tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan
buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk
konsep-konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat
pada makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia.Keempat,
konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh
Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos”dan agama sebagai
“pandangan hidup”. Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual
unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia
dianggap lebih penting dari apapun.

Geertz mencontohkan upacara ritual di Bali sebagai pencampuran antara


etos dan pandangan dunia. Pertempuran besar antara dukun sihir Rangda dan
Monster Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk dalam tontonan tersebut dan
mengambil posisi mendukung salah satu karakter, yang pada akhirnya ada
beberapa yang jatuh tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan,
melainkan kegiatan ritual yang harus diperankan. Agama di Bali begitu sangat

15
khas dan spesifik hingga tatanan tersebut tidak bisa diubah menjadi suatu kaidah
umum bagi semua agama.

Simbol merupakan sesuatu, yang dengannya proses-proses yang berada di


luar sistem-sistem simbol itu dapat diberi sebuah bentuk tertentu. Dengan
mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, berarti Geertz juga memandang
bahwa dalam satu segi agama merupakan bagian dari sistem budaya. Seseorang
proses belajar atau pencarian bagi yang bersangkutan. Agama maupun tingkah
laku agama seseorang merupakan simbol dari pengalaman-pengalamannya
tentang sesuatu realitas. Seseorang memeluk agama tertentu dikarenakan ada
sebab-sebab lingkungan yang mempangaruhinya. Berbagai sistem pengetahuan
yang ada dalam pikirannya tentang agama inilah selanjutnya melahirkan berbagai
macam tingkah laku agama yang akan selalu berbeda antarseseorang dengan yang
lain. Oleh karena itu menurut Geertz, setiap studi agama menuntut dua tahapan
operasi.Pertama, orang harus menganalisis serangkaian makna yang terdapat
dalam simbol-simbol agama lahir sendiri. Kedua,yang lebih sulit, karena simbol
sangat berhubungan dengan struktur masyarakat dan psikologi individu para
anggotanya, hubungan-hubungan itu harus ditemukan di sepanjang sirkuit sinyal
yang terus-menerus diberi, diterima, dan dikembalikan. Simbol merupakan unit
terkecil dari suatu ritual, yang mengandung sifat-sifat khusus dari tingkah laku
ritual itu, serta merupakan unit terpokok dari struktur spesifik dalam ritual.12

G. PENGERTIAN TEORI INTERAKSIONISME

Teori Interaksionisme Simbolik dikemukakan oleh George Herbert Mead.


Menurut pendapat Mead, interaksi sosial terjadi karena penggunaan simbol-
simbol yang memiliki makna. Simbol tersebut menciptakan makna yang dapat
memicu adanya interaksi sosial antar individu.

12
Ninin Tri Wahyuni, Makalah Agama Sebagai Sistim Simbol,
http://ninwahyuni.blogspot.co.id/2016/12/makalah-agama-sebagai-sistim
simbol.html?m=1 (diakses pada 26 Maret 2022, pukul 11.36).

16
Teori ini merupakan cabang dari sosiologi yang secara khusus membahas
mengenai cara seorang individu berperilaku dan membuat keputusan berdasarkan
lingkungan yang ditempati individu tersebut. Pembahasan teori ini mengacu pada
apa yang menjadi dasar seseorang melakukan perbuatan yang diinginkan di suatu
lingkungan. Dikarenakan apa yang dilakukan seseorang tak semata-mata adalah
respons dari stimuli yang sebelumnya didapat oleh orang tersebut. Tetapi juga
disebabkan karena konteks lingkungan, seperti identita lawan bicara dan hal yang
terjadi di sekitar orang tersebut, atau tempat di mana orang itu berada.

Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat berdasarkan


makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis perilaku dan tindakan
sosialnya. Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang
diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar. Apa yang
diyakini benar merupakan produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan
dalam konteks atau situasi yang spesifik.

Blumer menuliskan tiga prinsip utama teori interaksionisme


simbolik. Pertama, kita bertindak dan berperilaku berdasarkan makna yang kita
interpretasikan dari perilaku atau tindakan kita. Sebagai contoh, kita makan di
cafe. Ketika duduk kita menginterpretasikan bahwa diri kita adalah pelanggan
sedangkan orang yang mendekati kita menawari menu adalah pelayan cafe. Maka
ketika ditanya mau makan apa, kita menjawab sebagaimana pelanggan ditanya
pelayan.

Kedua, makna sosial merupakan hasil konstruksi sosial. Ketika kita berpikir
sebagai pelanggan, maka kita berperilaku dan bertindak sesuai peran kita sebagai
pelanggan. Peran sebagai pelanggan dan juga pelayan restoran, pemilik restoran
dan sebagainya secara konstan dikomunikasikan sehingga berlangsung dalam
interaksi sosial. Proses interaksi sosial tersebut menciptakan makna yang ajeg
tentang apa itu pelanggan, bagaimana harus bertindak, apa itu pelayan, bagaimana
harus bertindak, dan sebagainya. Makna tentang bagaimana menjadi pelanggan
atau pelayan adalah produk konstruksi sosial.

17
Ketiga, lanjutan dari sebelumnya, penciptaan makna sosial dan pemahaman
makna sosial merupakan proses interaktif yang terus berlangsung. Makna sosial
biasanya sudah eksis jauh sebelumnya. Proses interaksi bisa melanggengkannya,
mengubahnya perlahan, atau menggantinya secara radikal. Misalnya, ketika
pelayan menawarkan makanan, kita marah karena menunya nggak ada yang kita
sukai. Lalu, pelayan tersebut bingung kemudian menenangkan kita. Ketika
bingung, pelayan tersebut sedang memaknai ulang bagaimana bertindak sebagai
pelayan ketika pelanggan tiba-tiba marah sehingga menenangkan kita.

Teori interaksionisme simbolik melihat realitas sebagai konstruksi sosial yang


dibentuk melalui proses interaksi yang terus berlangsung.

18
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Simbol adalah lambang atau tanda yang berbicara tanpa kata-kata dan
menulis tanpa ada tulisan, terdiri dari sjumlah Sistem dan model yang disakralkan
di dalam kehidupan keagamaan. Manusia religious yang dikenal dengan “Homo
Simbolicus” menempatkan Simbol sebagai lambang yang menghubungkan
mereka dengan alam kepercayaan yang trasendental melalui berbagai bentuk ritual

liturgialnya secara normative.

Dari uraian tentang “Agama dan Kebudayaan” yang telah dipaparkan


diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Agama adalah mutlak ciptaan Tuhan yang
hakiki oleh karena itu agama dijamin akan kefitrahannya, kemurniannya,
kebenarannya, kekekalannya, dana atau tidak dapat dirubah oleh manusia sampai
kapanpun. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa, dan akal
buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan
itu sendiri akan mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman. Oleh
krena itu, meski agama dan kebudayaan memiliki hubungan tapi tetap tidak dapat
dicampur adukkan.

Agama mempengaruhi kebudayaan dalam bentuknya, nilainya adalah


agama, simbolnya adalah budaya. Kebudayaan dapat mempengaruhi symbol
agama, dan tidak dapat dipungkiri dengan sendirinyalah ritual-ritual kebudayaan
menjadi sebuah symbol dalam kehidupan kita. Keterlibatan antara agama dan
budaya: Pertama, sistem simbol adalah segala sesuatu yang membawa dan
menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat public,
dalam arti bahwa meskipun masuk dalam pikiran pribadi individu, namun dapat
dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut. Kedua,
agama dengan adanya simbol tadi bisa menyebabkan seseorang marasakan,
melakukan atau termotivasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Orang yang termotivasi
tersebut akan dibimbing oleh seperangkat nilai yang penting, baik dan buruk

19
maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga, agama bisa membentuk konsep-
konsep tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam hal ini agama terpusat pada
makna final (ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi dunia. Keempat,
konsepsi–konsepsi dan motivasi tersebut membentuk pancaran faktual yang oleh
Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai “etos” dan agama sebagai
“pandangan hidup”. Kelima, pancaran faktual tersebut akan memunculkan ritual
unik yang memiliki posisi istimewa dalam tatanan tersebut, yang oleh manusia
dianggap lebih penting dari apapun.

Teori Interaksionisme Simbolik dikemukakan oleh George Herbert Mead.


Menurut pendapat Mead, interaksi sosial terjadi karena penggunaan simbol-
simbol yang memiliki makna. Simbol tersebut menciptakan makna yang dapat
memicu adanya interaksi sosial antar individu. Teori ini membahas mengenai cara
seorang individu berperilaku dan membuat keputusan berdasarkan lingkungan
yang ditempati individu tersebut.

20
REFERENSI

Chichi, O. (n.d.). Agama dan Budaya. Retrieved from ,


http://www.academia.edu/45798/AGAMA_DAN_BUDAYA (diakses pada 26
Maret 2022, pukul 11.00).
Harsono, E. (2015, February 28). Konsep Worldview. Retrieved from
http://www.google.com/amp/s/ekoharsono.wordpress.com/2015/03/29/konsep
worldview/amp/ (diakses 26 Maret 2022 11:05).
Hazrat Inayat Khan, Kesatuan Ideal Agama, (Yogyakarta,Putra Langit)
263.
Kennith Cragg. Prof. Dr, Azan Panggilan Dari Menara Mesjid, Jakarta,
BPK.
Koentjara Ninggrat, Kebutuhan Mentalitas Pembangunan, Jakarta,
Gramedia, 1983.
Louis Leatry. Sj. Prof. Dr, Aliran-aliran Besar Ateisme, Jakarta, BPK
Gunung Mulia, 1990.
Muhammad Logeahousen, Satu Agama Atau banyak Agama, Jakarta,
Lentera, 2002.
Nurdinah Muhammad, dkk, Antropologi Agama, Banda Aceh, Ar-Raniry
Press, IAIN Ar-Raniry, 2007.
Sumandiyo, Seni Dalam Ritual Agama, Yogyakarta, Pen. Pustaka, 2006.
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Bogor, Cahaya Salam,
2005.

21

Anda mungkin juga menyukai