Disusun Oleh :
Kelompok 2
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Memahami Konsep Masyarakat
Dalam Beragama" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oyon Suryono S.PD.I selaku guru
Mata Pelajaran Pendidikan Agama. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapa kesalahan yang belum kami ketahui.
Maka dari itu kami mohon saran dan kitik dari teman-teman maupun dosen. Demi
tercapainya makalah yang sempurna.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB.I PENDAHULUAN
Kesimpulan.................................................................................................................... III.1
Penutup.......................................................................................................................... III.2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian politik
2. Mengetahui apa itu konsep agama
3. Dapat memahami perana agama dalam politik
4. Dapat memahami pandangan islam terhadap politik
5. Mengetahui pentingnya kontribusi islam terhadap politik indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian politik
Dilihat dari sisi etimologi, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yakni polis yang
berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Dalam negarakota di zaman Yunani, orang
saling berinteraksi guna mencapai kesejahteraan (kebaikan, menurut Aristoteles) dalam
hidupnya. Politik yang berkembang di Yunani kala itu dapat ditafsirkan sebagai suatu proses
interaksi antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan bersama.
Pemikiran mengenai politik pun khususnya di dunia barat banyak dipengaruhi oleh filsuf
Yunani Kuno. Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha
untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Namun demikian, definisi politik
hasil pemikiran para filsuf tersebut belum mampu memberi tekanan terhadap upaya-upaya
praksis dalam mencapai polity yang baik. Meskipun harus diakui, pemikiranpemikiran politik
yang berkembang dewasa ini juga tidak lepas dari pengaruh para filsuf tersebut. Dalam
perkembangannya, para ilmuwan politik menafsirkan politik secara berbeda-beda sehingga
varian definisinya memperkaya pemikiran tentang politik. Gabriel A. Almond mendefinisikan
politik sebagai kegiatan yang berbuhungan dengan kendali pembuatan keputusan publik
dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, di mana kendali ini disokong lewat instrumen
yang sifatnya otoritatif dan koersif. Dengan demikian, politik berkaitan erat dengan proses
pembuatan keputusan publik. Penekanan terhadap penggunaan instrumen otoritatif dan
koersif dalam pembuatan keputusan publik berkaitan dengan siapa yang berwenang,
bagaimana cara menggunakan kewenangan tersebut, dan apa tujuan dari suatu keputusan yang
disepakati. Jika ditarik benang merahnya, definisi politik menurut Almond juga tidak lepas
dari interaksi dalam masyarakat politik (polity) untuk menyepakati siapa yang diberi
kewenangan untuk berkuasa dalam pembuatan keputusan publik.
2.2 Pengertian konsep agama
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan serta peribadatan kepada Tuhan (atau
sejenisnya) serta tata kaidah yang berhubungan dengan adat istiadat, dan pandangan dunia
yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan, pelaksanaan agama bisa
dipengaruhi oleh adat istiadat daerah setempat. Agama juga merupakan suatu tatanan yang
mengatur hubungan manusia/seseorang dengan Tuhan. Suatu agama pada umumnya tidak
hanya mengatur hubungan seseorang denganTuhan, akan tetapi juga mengatur hubungan
manusia baik dengan dirinya sendiri maupun hubungan dengan orang lain.
Fungsi Agama :
1. Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2. Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan, makhlukh hidup, dan serta
hubungan manusia dengan manusia.
3. Merupakan tuntunan tentang prinsip benar atau salah
4. Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5. Pedoman perasaan keyakinan
6. Pedoman dalam membentuk nilai-nilai kehidupan
7. Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
Barangkali penting untuk dikemukakan di sini tentang hakikat dua lembaga islam
yang disebutkan di atas Syariah, yang mengalami perkembangan selama berabad-abad, berdiri
tegassebagai inti pemerintahan islam tradisional, tetapi sekarang dengan cepat sedang digeser
kedudukannya oleh hukum sekuler. Sesuatu yang mencerminkan kebangkitan gagasan-
gagasan dan nilai-nilai Islam adalah munculnya partai politik dan semua partai berdiri dalam
kondisi yang tidak menentu dan tidak stabil.
Islam merupakan agama Allah Swt. sekaligus agama yang terakhir yangdisampaikan
kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak
manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Nabi Muhammad Saw. Dalam
menyebarkan agama islam di kalangan umatnya tidak menggunakan cara yang sembarang.
Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang disesuaikan dengan masyarakat di Zaman
itu. Startegi-strategi dakwah tersebut tanpa disadari berupa sesuatu yang bersifat politik.
Politik adalah hal-hal yang berkenaan dengan tata Negara, urusan yang mencakup
siasat dalam pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain. Dengan menilik ke pengertian
politik tersebut startegi-startegi dakwah yang digunakan Rasulullah Saw adalah politik islam
Islam dan politik mempunyai titik singgung erat, bila keduanya dipahami sebagai
sarana menata kebutuhan hidup rnanusia secara menyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan
kedok untuk mencapai kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak
hanya dipahami sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur
kekuasaan.
Syari'ah Islam mencakup juga tatanan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kehidupan berbangsa, misalnya tergambar dalam tatanan syari'at tentang berkomunitas
(mu’asyarah) antar sesama manusia. Sedangkan mengenai kehidupan bernegara, banyak
disinggung dalam ajaran fiqih siyasah dan sejarah Khilafah al-Rasyidah, misalnya dalam kitab
al-Ahkam al-Sulthaniyah karya al-Mawardi atau Abi Ya’la al-Hanbali.
Pada zaman Rasulullah dan Khulafa' al-Rasyidin dapat dipastikan, beliau-beliau itu di
samping pimpinan agama sekaligus juga pimpinan negara. Konsep imamah yang mempunyai
fungsi ganda—memelihara agama sekaligus mengatur dunia—dengan sasaran pencapaian
kemaslahatan umum, menunjukkan betapa eratnya interaksi antara Islam dan politik. Tentu
saja dalam hal ini politik dimengerti secara mendasar, meliputi serangkaian hubungan aktif
antar masyarakat sipil dan dengan lembaga kekuasann.
Dalam teori politik sekuler, agama tidak dipandang sebagai kekuatan. Agama hanya
dilihat sebagai sesuatu yang berkaitan dengan persoalan individual. Padahal secara
fungsional, ternyata kekuatan agama dan politik saling mempengaruhi. Memang dalam arti
sempit ada diferensiasi, misalnya seperti diisyaratkan oleh interpretasi sahabat Ibnu Mas'ud
terhadap ungkapan uli al-amr sebagai umara’ (pemimpin formal pemerintahan), yang
dibedakan dengan ulama sebagai pemimpin agama.
Pengertian politik (al-siyasah) dalam fiqih Islam menurut ulama Hanbali, adalah
sikap, perilaku dan kebijakan kemasyarakatan yang mendekatkan pada kemaslahatan,
sekaligus menjauhkan dari kemafsadahan, rneskipun belum pernah ditentukan oleh Rasulullah
SAW. Ulama Hanafiyah memberikan pengertian lain, yaitu mendorong kemaslahatan
makhluk dengan rnemberikan petunjuk dan jalan yang menyelamatkan mereka di dunia dan
akhirat. Bagi para Nabi terhadap kaumnya, menurut pendapat ini, tugas itu meliputi
keselamatan batin dan lahir. Bagi para ulama pewaris Nabi, tugas itu hanya meliputi urusan
lahiriyah saja.
Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah mengatakan, politik harus sesuai dengan syari'at
Islam, yaitu setiap upaya, sikap dan kebijakan untuk mencapai tujuan umum prinsip syari'at.
Tujuan itu ialah: (1) Memelihara, mengembangkan dan mengamalkan agama Islam. (2)
Memelihara rasio dan mengembangkan cakrawalanya untuk kepentingan ummat. (3)
Memelihara jiwa raga dari bahaya dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang primer,
sekunder mau pun suplementer. (4) Memelihara harta kekayaan dengan pengembangan usaha
komoditasnya dan menggunakannya tanpa melampaui batas maksimal dan mengurangi batas
minimal. (5) Memelihara keturunan dengan memenuhi kebutuhan fisik mau pun rohani.
Dari pengertian itu, Islam memahami politik bukan hanya soal yang berurusan
dengan pemerintahan saja, terbatas pada politik struktural formal belaka, namun menyangkut
juga kulturisasi politik secara luas. Politik bukan berarti perjuangan menduduki posisi
eksekutif, legislatif mau pun yudikatif. Lebih dari itu, ia meliputi serangkaian kegiatan yang
menyangkut kemaslahatan umat dalam kehidupan jasmani mau pun rohani, dalam hubungan
kemasyarakatan secara umum dan hubungan masyarakat sipil dengan lembaga kekuasaan.
Bangunan politik semacam ini, harus didasarkan pada kaidah fiqih yang berbunyi,
tasharruf al-imam manuthun bi al-mashlahah (kebijakan pemimpin harus berorientasi pada
kemaslahatan rakyat atau masyarakat). Ini berarti, bahwa kedudukan kelompok masyarakat
sipil dan lembaga kekuasaan tidak mungkin berdiri sendiri.
Hal ini memerlukan kesadaran tinggi dari kalangan politisi Islam, untuk dapat
menumbuhkan semangat baru yang relevan dengan perkembangan kontemporer dalam corak
dan format yang tidak berlawanan dengan moralitas Islam. Cara-cara tradisional dengan
mengeksploitasi emosi massa pada simbol-simbol Islam, harus ditinggalkan. Yang lebih
penting justru adalah mengorganisir kader politik muslim yang lebih lentur dan punya
cakrawala luas, serta punya kejelian menganalisis masalah sosial dan politik, agar pada
gilirannya kelompok politisi Muslim tidak selalu berada di pinggiran.
Peran ini sangat bergantung pada keluasan pandangan para elite Islam sendiri,
kedalaman memahami Islam secara utuh, sekaligus keluasan cakrawala orang di luar kekuatan
politik Islam dalam melihat potensi dan kekuatan moral Islam dalam mengarahkan proses
kehidupan bangsa untuk mencapai keadilan dan kemakmuran yang dicita-citakan. Memang
upaya ini tidak begitu mudah dan mulus, karena masih cukup banyak kendala di kalangan
kaum muslimin sendiri.
Wawasan politik kaum awam yang masih bercorak paternalistik di satu pihak, serta
kepentingan melihat politik sebagai pemenuhan kebutuhan sesaat di pihak lain, merupakan
kendala yang tidak kecil. Soal politik bukan sekadar soal menyalurkan aspirasi untuk
menegakkan kepemimpinan negara (imamah) semata, tapi soal menata kehidupan secara lebih
maslahat bagi umat. Karena itu, yang penting bukanlah penguasaan kekuasaan struktur politik
formal dengan mengabaikan proses kulturisasi politik dengan warna yang lebih Islami. Bila
ini yang terjadi, maka kenyataan sekulerlah yang akan terwujud, dan hanya akan menjauhkan
umat dari tujuan utamanya, sa’adatud darain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam merupakan agama yang kaya dengan pemikiran politik. Penjabaran pemikiran
politik Islam terentang mulai masalah etika politik, filsafat politik, agama, hukum, hingga tata
negara. Tapi keragaman khazanah pemikiran politik Islam itu bisa dikatakan bermuara pada
pemikiran tentang dikotomi hubungan agama dan negara. Tentang hal ini minimal ada dua
arus besar pendapat para ahli (ulama, cendekiawan, pemikir) tentang hubungan agama dan
negara, sebagian orang menggagas dan menginginkan adanya pemisahan antara agama
(Islam) dan politik (negara) sementara sebagian yang lain berpendapat dan menghendaki
penyatuan Islam dan politik. Inilah problematika yang nampaknya sulit disatukan dikalangan
umat Islam. Berbeda dengan agama Kristen sejak revolusi Prancis agama ini relatif telah
selesai membahas hubungan gereja dan negara–bahwa gereja harus terpisah dari negara—
Islam masih berkutat pada persoalan yang satu ini, sejak zaman Nabi hingga zaman kini,
termasuk kaum Muslimin di Indonesia.
3.2 Penutup
Dengan ucapan syukur, alhamdulilahi rabbil ‘alamin yang tiada batasnya, atas
rahmat yang telah Allah SWT. Berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penulis menyadari akan banyaknya keterbatasan, sehingga uraian makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak yang membaca sangat penulis harapkan demi proses menuju kesempurnaan
yang lebih lanjut makalah ini.
Tak lupa pula shalawat serta salam yang tak pernah henti-hentinya penulis haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang karena jasanya telah membawa kita
menuju jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT. Kepada para pembaca, penulis ucapkan terima
kasih karena telah meluangkan waktunya untuk membaca hasil karya penulis. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis, juga bagi para pembaca sehingga dapat
mengambil pelajaran yang positif dari makalah ini. Semoga Allah senantiasa memberikan
kita ridhonya
DARTAR PUSAKA
Gabriel A. Almond dalam Basri Seta. Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta: Indie Book Corner.
Hlm 3. 55
Andrew Heywood dalam Budiardjo Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Hlm 16.
KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS).
https://www.coursehero.com/file/67764298/Kontribusi-Umat-Islam-dalam-Perpolitikan-
Nasionaldocx/ 19-11-2022 20:46 WIB
[20.13, 19/11/2022] +62 857-2369-3989: KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN
TERMINOLOGIS
[20.14, 19/11/2022] +62 857-2369-3989: KONSEP AGAMA SECARA ETIMOLOGIS DAN
TERMINOLOGIS
http://id.m.wikipedia.org/ 24-11-2022, 11.15 wib.