Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya, peran dan fungsi agama sangat ditentukan oleh para penganutnya.
Kita akan melihat hubungan agama dan negara, dua hal yang sering menjadi bahan
perdebatan para ahli. Hubungan itu bisa di lihat dari unsur kelembagaan agama dan
kelembagaan negara (politik), juga bisa dilihat dari tipe-tipe masyarakat beragama dalam
hubungannya dengan negara. Dari kedua hubungan ini kita bisa melihat situasi dan
pekembangan, serta hubungan agama dan negara indonesia.
Dalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dengan negara. Keduanya secara
organis berhubungan, agama dan politik keduanya saling berkaitan bahkan keduanya
saling mebutuhkan satu dengan yang lainnya. Pada saat pertama kalinya kehadiran Islam
masalah pertama yang dihadapannya adalah politik. Sebab ternyata tanpa peranan politik
Islam tak akan mampu hidup. Oleh sebab itu Islam arus memiliki kekuasaan demi
kelancaran mekanisme pengembangan agama.
Dengan demikian ada hubungan erat antara agam dan negara. Di sinipun dapat
membuktikan bahwa berkembangnya suatu agama sangat tergantung pada kondisi politik
tertentu. Seperti hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari mekah ke kota madinah adalah
sebuah kerja sama politik pertama yang dilakukannya, dan merupakan kota yang
memungkinkan dan potensial untuk mengembangkan agama.
Sejauh ini kajian negara dan agama baik di kalangan maupun di kalangan agamawan,
terus melingkar pada persoalan hubungan negara dan agama. Dan persoalan ini
sesungguhnya tidak hanya berlaku bagi atau di dalam suatu agama tertentu saja, tetapi
cenderung di seluruh agama yang ada di dunia ini.
Oleh karena itu kami merasa tertarik untuk meneliti, mengetahui, serta
menyimpulkan masalah tersebut . Maka dengan demikian dalam makalah ini penulis
memlih topik “Hubungan Agama dan Negara”
B. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami bertujuan supaya mendapatkan informasi dan
data yang akurat, agar nantinya bisa berguna suatu hari kelak, dan akan di jadikan sebagai
sumber informasi mengenai Hubungan Agama dan Negara

C. Metodologi dan Teknik penelitian


Dalam proses pembuatan makalah ini, kami mencari informasi dengan
menggunakan metode kepustakaan, maksudnya supaya kami bisa menemukan informsi
yang benar-benar akurat:
1. Metode Kepustakaan
untuk memperkaya wawasan sebagai landasan pemikiran baik dalam pengumpulan
data, pengolaha, perumusan sampai pada tahap penyimpulan, penulis mencari
berbagai bahan referensi baik berbentuk media cetak maupun elektronik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Teori
1. Teori Hubungan Agama dan Negara
Dari sisi realitas budaya, agama, termasuk islam, mengandung simbol simbol
sistem sosio-kultural yang memberikan suatu konsepsi tentang realitas dan rancangan
untuk mewujudkannya. Tetapi, simbol simbol yag menyangkut realitas ini tidak selalu
harus sama dengan realitas yang terwujud secara real dalam kehidupan masyarakat
(Drs. Anas Salahudin, M.Pd dan Heri Hidayat, S.SN.,M.Pd 2010:37). Dalam
pengertian ini, agama dipahami sebagai suatu “ sistem budaya “ sebagaimana di
definisikan Clifford Geertz. Oleh karena itu, agama hidup dan termanifestasikan di
dalam masyarakat. Di sini, dooktrin agama yang merpakan konsepsi tentang realitas
harus berhadapan dengan kenyataan adanya dan, bahkan, keharusan perubahan sosial.
Betty R.Scharf, seorang ahli sosiologi agama, berpendapat bahwa istilah agama
dan negara hanya berguna bagi pembahsan tentang agama dalammasyarakat kompleks
beskala besar,dimana diferensiasi lembaga lembaga sosial telah melewati proses
panjang. Namun demikian, ia menggunakan istilah istilah ini dalam analisis awal
terhadap hubungan antara lembaga agama dan lemabag politi di negara negara dan
masyarakat.
Hubungan agama dan negara mempunyai beberapa teori diantaranya yaitu, teori
teokrasi, sekularis, komunis dan moderasi, adapun keempat teori tersebut adalah :

a) Teokrasi
Teokrasi adalah pandangan yang menganggap atau menyatakan terhadap
hubungan yang signifikan antara agama dan negara, atau dalam kata lain bisa
disebut sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Menurut paham ini, pemerintahan itu di jalankan beradasarkan firman Tuhan.
Segala unsur kehidupan bangsa dan negara juga dilakukan atas titah Tuhan.
Paham ini terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Teokrasi lansung
Teokrasi langsung yakni berpandangan bahwa pemerintahan diyakini
sebagai otoritas Tuhan secara lansung, yang artinya adanya negara di dunia ini
merupakan kehendak Tuhan langsung, karenanya yang memerintahnya adalah
Tuhan secara langsung pula.

2) Teokrasi tidak langsung


Teokrasi tidak langsung berpandangan bahwa yang memerintah negara itu
adalah bukan Tuhan secara langsung melainkan yang memerintah adalah raja
atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan dan raja atau
kepala negara itu sendiri memerintah atas kehendak Tuhan.

b) Sekularis
Sekularis adalah pandangan yang menganggap bahwa antara negara dan
Tuhan tidak ada hubungan sama sekali yang artinya paham ini membedakan
antara negara dan agama. Dalam paham ini diyakini bahwa negara itu merupakan
hubungan antara manusia dengan manusia yang lain, sedangkan agam itu
hubungan antara manusia dengan Tuhan.

c) Komunis
Komunis merupakan paham yang berpandangan radikal memandang
bahwa hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan pada filosofi dan
menghasilkan paham atheis atau pandangan yang meniadakan Tuhan. Agama
dipandang sebagai candu masyarakat. Manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.
Sementara agama di anggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum
menemukan dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri
yang kemudian menghasilkan masyarakat negara. Nilai tertinggi dalam negara
adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.

d) Moderasi
Moderasi adalah paham yang tidak memihak antara paham terokrasi dan
sekuler, paham ini memiliki pandangan bahwa antara negara dan agama tidak
memiliki hubungan yang diyakini oleh terokrasi. Paham ini pula sepakat dengan
paham sekuler yang memisahkan dan membedakan antara negara dan agama,
paham ini berpendirian bahwa dalam agama terdapat nilai-nilai baik, seperti
keadilan dan moral dan sistem keteraturan, sementara negara memiliki siste
kekuatan merealisasikan tujuan negara, seperti nilain kesejahteraan dan
kenyamanan warga negara, jadi dari pandangan ini hubungan antara negara dan
agama dipertautkan oleh nilai dan sistem yang sama.

2. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham-Paham yang Ada


a) Hubungan Agama dan Negara Menurut Pancasila
Menurut pancasila negara adalah berdasar atas ketuhanan Yang Maha Esa
atau dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini termuat dalam pembukaan
UUD 1945 yaitu pokok pikiran keempat. Pancasila adalah bukan negara sekuler
yang memisahkan agama dengan negara karena hal ini tercantun dalam pasal 29
ayat 1, bahwa negara adalah berdasar ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun rincian
hubungan negara dengan agama menurut negara pancasila adalah sebagai berikut:
1) Negara adalah berdasar atas ketuhana Yang Maha Esa
2) Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa,
konsekuensinya setiap warga negara memiliki hak asasi untuk memeluk dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing masing.
3) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karena hakekatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
4) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama.
5) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil
paksaan bagi siapapun juga.
6) Oleh karena itu harus memberiksn toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dalam negara.
7) Segala aspek dalam pelaksanaan dan peyelenggaraan negara harus sesuai
dengan nilai-niai ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma norma hukum
positif maupun norma moral baik moral agama maupun moral para
penyelenggara negara.
b) Hubungan Agama dan Negara Menurut Islam
Sesungguhnya, secara umum, keterkaitan antara agama dan negara, di
masa lalu dan pada zaman sekarang, bukanlah hal yang baru, apalagi hanya khas
Islam. Pembicaraan hubungan antara agama dan negara dalam Islam selalu terjadi
dalam suasana yang stigmatis. Ini disebabkan, pertama, hubungan agama dan
negara dalam Islam adalah yang paling mengesankan sepanjang sejarah umat
manusia. Kedua, sepanjang sejarah, hubungan antara kaum Muslim dan non-
Muslim Barat (Kristen Eropa) adalah hubungan penuh ketegangan. Dimulai
dengan ekspansi militer-politik Islam klasik yang sebagian besar atas kerugian
Kristen (hampir seluruh Timur Tengah adalah dahulunya kawasan Kristen, malah
pusatnya) dengan kulminasinya berupa pembebasan Konstantinopel (ibukota
Eropa dan dunia Kristen saat itu), kemudian Perang Salib yang kalah-menang silih
berganti namun akhirnya dimenangkan oleh Islam, lalu berkembang dalam tatanan
dunia yang dikuasai oleh Barat imperialis-kolonialis dengan Dunia Islam sebagai
yang paling dirugikan. Disebabkan oleh hubungan antara Dunia Islam dan Barat
yang traumatik tersebut, lebih-lebih lagi karena dalam fasenya yang terakhir Dunia
Islam dalam posisi "kalah," maka pem-bicaraan tentang Islam berkenaan dengan
pandangannya tentang negara berlangsung dalam kepahitan menghadapi Barat
sebagai "musuh."
Di kalangan umat Islam pembicaraan hubungan agama dan Negara
berkaitan langsung dengan hubungan istilah dalam Islam menyangkut din (agama)
dan dawlah (Negara). Pembicaraan (yang mengarah pada perdebatan dan
ketegangan) mengenai hubungan din dan dawlah ini menurut Azyumardi Azra
tidak hanya berlangsung pada dewasa ini, melainkan telah berlangsung sanat lama
sejak abad kesatu hijriah.
Panjangnya ketegangan dan perdebatan tersebut telah meahirkan tiga aliran utama
tentang hubungan Islam dan Agama. Aliarn pertama berpandangan bahwa islam
bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut
hubungan antara manusia dengan Tuhan, melainkan Islam adalah satu agama yang
sempurna, paling tinggi, dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek
kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
Aliran kedua, bependirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian
Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini
Nabi Muhammad hanyalah sebagai nabi dan rasul biasa seperti halnya nabi nabi
sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan
agama. Rasul bukan dan tidak pernah menjadi seorang kepala Negara.
Dan aliran ketiga berpendirian di antara kedua aliran di atas, yakni
menolak pandangan bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan
bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Kemudian aliran ini juga
menolak pandangan bahwa Islam adalah dalam pengertian Barat yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam
Islam tidak terdapat system ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai
etika bagi kehidupan bernegara.

B. Relasi Agama dan Negara di Indonesia


Mengkaji hubungan agama,dalam hal ini Islam dan negara di Indonesia, secara
umum dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yakni hubungan yang bersifat
antagonistik dan hubungan yang bersifat akomodatif. Dalam hal ini, Indonesia pernah
mengalami masa dimana hubungan agama dengan negara bersifat antagonistik maupun
akomodatif.
1. Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik
Hubungan antagonistik merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya
ketegangan antara negara dengan agama. Akar antagonisme hubungan antara Islam
dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan
yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa
pergerakan kebangsaan, ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang
kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Dengan demikian pada masa ini negara
betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan yang potensial dalam menandingi
eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah yang
tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan
pemerintahan.

2. Hubungan agama dan negara yang bersifat akomodatif


Hubungan akomodatif lebih dipahami sebagai sifat hubungan dimana negara dan
agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan
untuk mengurangi konflik. Munculnya sikap akomodatif negara terhadap Islam lebih
disebabkan oleh adanya kecenderungan bahwa umat Islam Indonesia dinilai telah
semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam konteks pemberlakuan dan
penerimaan asa tunggal Pancasila. Hal ini di tandai dengan semakin besarnya peluang
umat Islam dalam mengembangkan wacana politiknya dan munculnya kebijakan-
kebijakan yang dianggap positif bagi kalangan umat Islam.
Negara melakukan akomodasi terhadap Islam dengan alasan, pertama, dari
kacamata pemerintah, Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan yang
pada akhirnya kalau diletakkan pada posisi pinggiran akan menimbulkan masalah
politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintah sendiri terdapat sejumlah
figur yang tidak terlalu fobi terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang
sangat kuat sebagai akibat latar belakangnya, misalnya saja Emil Salim, B.J. Habibie,
Akbar Tandjung dan lain sebagainya. Mereka tentu saja berperan dalam membentuk
sikap politik pemerintah untuk tidak menjauhi Islam. Ketiga, adanya perubahan
persepsi, sikap dan orientasi politik di kalangan umat Islam itu sendiri.

C. Relasi Agama dan Negara di Negara Lain


Hubungan Agama dan Negara di Negara lain begitu banyak dan berbeda-beda,
namun dalam hal ini kami hanya mengambil salah satu dari sekian banyak Negara yaitu di
Eropa dan Amerika untuk bahan perbandingan. Hubungan Agama dan Negara di Eropa
dan Amerika masing-masing memiliki sejarah dan pola hubungan yang berbeda dengan
ciri khasnya masing-masing.
Saat ini Negara-negara di Eropa menerapkan secara ketat apa yang disebut
dengan sekularisasi, yakni pemisahan secara tegas antara peran agama dan politik.
Praktek dan kewenangan politik sepenuhnya diserahkan kepada Negara. Sedangkan
agama memiliki kewenangan hanya untuk mengurus Gereja, tidak lebih. Dalam
perkembangannya sekularisme menjadi konsep yang diyakini sangat tepat, bukan hanya
dalam meredam konflik dan ketegangan antara kuasa agama dan Negara, tapi juga dalam
memberikan landasan pada demokrasi dan persamaan hak.
Tidak seperti di Eropa yang didominasi oleh sejarah katolik, di Amerika lebih
didominasi oleh sejarah Kristen protestan. Amerika dibangun dan dimulai dari pada
pendatang yang pertama kali menginjakan kaki di benua itu yang terdiri daribanyak
kelompok denominasi agama khususnya Kristen. Agama Kristen Protestan adalah agama
yang sejak awal cukup dominan yang umumnya adalah pelarian Negara-negara di
eropamenerapkan secara ketat apa yang di sebut sekularisasi. Sejak awal di amerika sudah
menerapkan prinsip sekularisasi atau pemisahan otoritas agama dan politik. Namun
demikian, meskipun Amerika adalah Negara sekuler atau konstitusinya sekuler namun
tidak berarti agama tidak memiliki peran, agama tetap menjadi factor dalam kehidupan
bernegara.

D. Urgensi Beragama dalam Kehidupan


Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya,
serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka
yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai
macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Disinilah letak
fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik
dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai
faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
1. Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem
kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga
agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat

1. Fungsi Disintegratif Agama


Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah
bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran yang telah dijelaskan di atas dapat di ketahui bahwa
banyak teori teori yang menyatakan hubungan antara agama dan negara baik yang positif
ataupun yang negatif.
Mengkaji hubungan agama dan Negara di Indonesia, secara umum dapat
digolongkan ke dalam dua bagian, yakni hubungan yang bersifat antagonistik dan
hubungan yang bersifat akomodatif. Hubungan antagonistik merupakan sifat hubungan
yang mencirikan adanya ketegangan antara negara dengan agama. Sedangkan Hubungan
akomodatif lebih dipahami sebagai sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama
lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi
konflik.
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya,
serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka
yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai
macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Disinilah letak
fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik
dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
DAFTAR PUSTAKA

Gatara Sahid, “civic education”. Bandung: Kata Pustaka Kita, 2008.

Salahudin Anas, Hidayat Heri, “Pendidikan Kewarganegaraan”. Bandung: Gunung Djati Press,
2010.

Saepulloh Aep, Tarsono, “Modul Pendidikan Kewarganegaraan di PTI”. Bandung: Baticpress,


2011.

http://charlesmalinkayo.blogspot.com/2011/03/fungsi-agama-dalam-kehidupan.html

Anda mungkin juga menyukai