Anda di halaman 1dari 11

Nama : Muhammad Hafiz

NIM : 220501110081
Kelas : Manajemen C
Tugas 1 : Review Video “NEGARA DAN AGAMA TIDAK UNTUK
DIBENTURKAN” dari Kholil Nafis
Tugas 2 : Membuat Teori dan Argumentasi tentang Relasi Negara dan Agama

Negeri serta Agama ialah perkara yang banyak memunculkan


perbincangan( discourse) yang lalu berkepanjangan digolongan para pakar. Perihal ini
diakibatkan oleh perbandingan pemikiran pada menerjemahkan agama selaku bagian dari
Negara ataupun Negara bagian dari paradigma agama. Dalam hakekatnya, Negeri sendiri
dimaksud dengan cara biasa selaku sesuatu perhimpunan hidup bersama selaku penjelmaan
watak kodrati orang selaku insan pribadi serta insan social. Oleh sebab itu, watak dasar
kodrat orang itu ialah watak dasar Negara selaku perwujudan kodrat orang dengan cara
mendatar pada ikatan orang dengan orang lain guna menggapai misi bersama. Dengan begitu,
Negara mempunyai sebab dampak langsung dengan individu sebab individu merupakan
penggagas Negara itu sendiri.
Kehidupan individu merupakan dunia individu itu sendiri yang setelah itu
membuahkan warga Negara. Sebaliknya agama ditatap selaku kenyataan luar biasa insan
individu, serta agama ialah keluhkesah insan tertindas. Oleh sebab itu, agama wajib ditekan,
apalagi dilarang. Angka yang paling tinggi pada Negara merupakan materi, sebab orang
sendiri dalam hakekatnya merupakan materi.
Pada jalan historis Islam, ikatan agama, negeri serta sistem politik membuktikan
kenyataan yang amat beraneka ragam. Banyak para rohaniwan konvensional berargumen
kalau Islam ialah sistem keyakinan dimana agama mempunyai ikatan akrab dengan politik.
Islam membagikan pemikiran bumi serta arti hidup untuk orang tercantum aspek politik.
Dalam ayat al-Quran yang artinya : “sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-rasul kami
yang disertai keterangan-keterangan, dan kami turunkan bersama mereka kitab dan
timbangan, agar manusia berlaku adil, dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi manusia(supaya mereka mempergunakan
itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong(agama)Nya dan (menolong) Rasul-
rasul-Nya padahal Allah Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.” (Q.S Al-Hadiid(57):25). Dari
ayat ini, agama yang benar, wajib memiliki buku petunjuk dan pedang penolong. Hal ini
dimaksudkan bahwa kekuasaan politik yang disimbolkan dengan pedang menjadi sesuatu
yang mutlak bagi agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri.
Dalam pemerintah teokrasi tidak langsung, sistem dan norma-norma dalam Negara
dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian, Negara menyatu dengan
Agama. Dengan kata lain Agama dan Negara tidak dapat dipisahkan.

1. Ikatan Agama serta Negara bagi Paham Teokrasi


Pada mengerti teokrasi, ikatan agama serta Negara ditafsirkan selaku 2 perihal
yang tidak bisa dipisahkan. Negara berpadu dengan agama, sebab penguasa bagi paham
ini dijalani bersumber pada firman- firman Tuhan, seluruh aturan kehidupan pada
warga, bangsa, serta Negeri dicoba atas amanat Tuhan. Dengan begitu, hal kenegaraan
ataupun politik, pada paham teokrasi pula dipercayai selaku perwujudan sabda Tuhan.
Pada kemajuannya, paham teokrasi dibagi ke pada 2 bagian, ialah paham teokrasi
langsung serta paham teorasi tidak langsung. Bagi paham teokrasi langsung, rezim
dipercayai selaku daulat Tuhan dengan cara langsung pula. Terdapatnya Negeri di bumi
ini adalalah atas kemauan Tuhan, serta oleh sebab itu yang menyuruh merupakan
Tuhan pula. Sedangkan bagi rezim teokrasi tidak langsung yang menyuruh tidaklah
Tuhan sendiri, melainkan yang menyuruh merupakan raja ataupun kepala Negeri
ataupun raja yang dipercayai menyuruh atas kemauan Tuhan.
Kerajaan Belanda bisa dijadikan ilustrasi guna bentuk ini. Pada asal usul, raja di
Negeri Belanda dipercayai selaku pengemban kewajiban bersih ialah kewenangan yang
ialah mandat bersih( mission sacre) dari Tuhan guna memajukan rakyatnya. Politik
inilah yang diaplikasikan oleh rezim Belanda kala menjajah Indonesia. Mereka
beriktikad kalau raja menemukan mandat bersih dari Tuhan buat berperan selaku orang
tua dari area jajahnnya itu. Pada asal usul, politik Belanda semacam ini diucap politik
benar( etische polities).
Pada penguasa teokrasi tidak langsung, sistem serta aturan- aturan pada Negeri
diformulasikan bersumber pada firman- firman Tuhan. Dengan begitu, Negeri berpadu
dengan Agama. Dengan tutur lain Agama serta Negeri tidak bisa dipisahkan.

2. Ikatan Agama serta Negara Bagi Paham Sekuler


Tidak hanya paham teokrasi, ada pula paham sekuler pada aplikasi rezim pada
hubungan ikatan Agama serta Negara. Paham sekuler merelaikan serta melainkan
antara Agama serta Negara. Pada Negara sekuler, tidak terdapat ikatan antara sistem
kenegaraan dengan agama. Pada paham ini, Negeri merupakan soal ikatan individu
dengan individu lain, ataupun soal bumi. Sebaliknya agama merupakan ikatan individu
dengan Tuhan. 2 perihal ini bagi mengerti sekuler tidak bisa disatukan.
Pada Negeri sekuler, sistem serta aturan hukum positif dipisahkan dengan angka
serta aturan agama. Aturan hukum didetetapkan atas perjanjian orang serta tidak
bersumber pada agama serta firman- firman Tuhan, walaupun aturan- aturan itu
bertentangn dengan aturan- aturan agama. Sekalipun mengerti ini merelaikan antara
agama serta Negeri, hendak namun dalam biasanya Negeri sekuler melepaskan
masyarakat negaranya buat merangkul agama apa saja yang mereka yakini serta Negeri
tidak intervensif pada hal agama.
3. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Komunisme

Paham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan Agama berdasarkan


pada filosofi materialisme-dialektis dan materialisme-historis. Paham ini menimbulakan
paham atheis. Paham yang dipelopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai
candu masyarakat. Menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama,
dalam paham ini, dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum
menemukan dirinya sendiri.
Kehidupan individu merupakan dunia individu itu sendiri yang setelah itu membuahkan warga
Negara. Sebaliknya agama ditatap selaku kenyataan luar biasa insan individu, serta agama ialah
keluhkesah insan tertindas. Oleh sebab itu, agama wajib ditekan, terlebih lagi dilarang. Angka yang
paling tinggi pada Negeri merupakan materi, sebab orang sendiri dalam hakekatnya merupakan materi.
Semacam yang sudah kita tahu kalau di Indonesia ada bermacam rupa kaum bangsa, adat istiadat
sampai bermacam rupa agama serta gerakan keyakinan. Dengan situasi sosiokultur yang sedemikian
itu heterogen diperlukan suatu pandangan hidup yang adil tetapi bisa mengayomi bermacam
kedamaian yang terdapat di Indonesia.
Sebab itu dipilihlah Pancasila selaku dasar negara. Tetapi dikala ini yang jadi perkara ialah suara
serta butir dalam sila pertama. Sebaliknya sepanjang ini tidak terdapat pihak manapun yang dengan
cara berterus terang menentang suara serta butir dalam sila kedua sampai ke lima. Tetapi terdapat
ormas- ormas yang berterus terang menyangkal isi dari Pancasila itu.
Rancangan negara Pancasila merupakan rancangan negara agama- agama. Rancangan negara
yang menjamin tiap penganut agama guna melaksanakan agamanya dengan cara utuh, penuh serta
sempurna. Negara Pancasila tidaklah negara agama, bukan pula negara sekuler terlebih negara atheis.
Pandangan hidup Pancasila ialah bawah negara yang membenarkan serta meluhurkan kehadiran
agama pada rezim. Alhasil kita selaku masyarakat negeri Indonesia tidak butuh meragukan kestabilan
atas Pandangan hidup Pancasila kepada agama. Tidak butuh berupaya mengubah pandangan hidup
Pancasila dengan pandangan hidup berplatform agama dengan alibi kalau pandangan hidup Pancasila
bukan pandangan hidup berkeyakinan. Pandangan hidup Pancasila merupakan pandangan hidup
berkeyakinan.

Pancasila ialah pemikiran hidup, dasar Negara, serta pemersatu bangsa Indonesia
yang beragam. Kenapa sedemikian itu besar akibat Pancasila kepada bangsa serta negeri
Indonesia? Situasi ini bisa terjalin sebab ekspedisi asal usul serta kerumitan kehadiran bangsa
Indonesia semacam kedamaian Kaum, Agama, Bahasa Wilayah, Pulau, Adat Istiadat,
kebiasaan Adat, dan warna kulit jauh berlainan satu serupa lain namun telak wajib
dipersatukan.
Asal usul Pancasila merupakan bagian dari asal usul inti negeri Indonesia. Alhasil
tidak bingung untuk sebagian orang Indonesia, Pancasila dikira selaku suatu yang keramat
yang wajib kita hafalkan serta menaati apa yang diatur di dalamnya. Terdapat pula sebagian
pihak yang telah nyaris tidak mempedulikan lagi seluruh norma- norma yang dipunyai oleh
Pancasila. Tetapi, di lain pihak timbul banyak orang yang tidak sepihak ataupun menyangkal
hendak terdapatnya Pancasila selaku bawah negeri Indonesia.
Sesama pemeluk berkeyakinan sepatutnya kita silih bantu membantu. Tidak butuh
melaksanakan konflik atau pembedaan kepada pemeluk yang berlainan agama, berlainan
agama ataupun berlainan adat istiadat. Hanya sebab merasa berawal dari agama kebanyakan
tidak sepatutnya kita mengurangkan pemeluk yang berlainan agama atau membuat ketentuan
yang dengan cara langsung serta tidak langsung mendesakkan ketentuan agama yang dianut
ataupun standar agama khusus pada penganut agama lainya dengan alibi etiket. Seharusnya
kita tidak memakai standar suatu agama khusus buat dijadikan dorong ukur angka etiket
bangsa Indonesia. Sebetulnya tidak terdapat agama yang salah serta mengarahkan konflik.
Agama yang diakui di Indonesia terdapat 5, ialah Islam, Kristen, Kristen, Budha serta Hindu.
Begitu juga kita tahu kalau sebagian besar orang Indonesia menganut agama islam.
Untuk itu, tidak bingung bila banyak catatan yang berupaya menerangi Pancasila dari ujung
penglihatan islam. Bagi sebagian pakar, tidak satupun anutan islam yang berlawanan dengan
Pancasila, serta kebalikannya tidak satupun sila sila dari Pancasila yang berlawanan dengan
anutan islam. Dengan begitu, bisa dikatan kalau Pancasila merupakan objektivikasi islam.
Akar ataupun dasar islam serta Pancasila tidak berlawanan, namun realitas
eksistensinya( sejarahnya) bisa saja keduanya dipertentangkan paling utama buat melayani
kebutuhan kebutuhan golongan politik. Meski begitu, berarti dicatat kalau islam merupakan
agama, serta Pancasila merupakan pandangan hidup.
Suatu kekeliruan parah apabila menghasilkan salah satu agama selaku standar dorong
ukur betul salah serta etiket bangsa. Sebab hendak terjalin chaos serta mencuat gesekan
dampingi agama. andaikan pemakaian bawah agama haruslah mengakomodir standar dari
Islam, Kristen, Katolik, Budha serta Hindu bukan bersumber pada salah satu agama tidak
tahu agama kebanyakan atau minoritas.
Pancasila merupakan pandangan hidup yang amat bagus buat diaplikasikan di negeri
Indonesia yang terdiri dari bermacam berbagai agama, kaum, suku bangsa serta bahasa.
Alhasil bila pandangan hidup Pancasila ditukar oleh pandangan hidup yang berlatar balik
agama, hendak terjalin ketidaknyamanan untuk orang yang merangkul agama di luar agama
yang dijadikan pandangan hidup negeri itu.
Dengan menjaga pandangan hidup Pancasila selaku dasar negara, bila
melaksanakannya dengan bagus, sehingga konkretisasi guna mengarah negeri yang nyaman
serta aman tentu hendak terkabul.
Butuh diketahui kalau individu selaku masyarakat Negara, merupakan pula insan
social serta insan Tuhan. Selaku insan social, orang memiliki independensi guna penuhi serta
memanifestasikan kodrat kemanusiaanya. Tetapi, selaku insan Tuhan, orang pula memiliki
peranan buat berbakti kepada- Nya pada wujud deifikasi ataupun ibadah yang diajarkan oleh
agama ataupun agama yang dianutnya tiap- tiap. Keadaan yang berhubungan dengan Negeri
merupakan perwujudan dari perjanjian orang. Sebaliknya ikatan dengan Tuhan pada anutan
agama merupakan ajaran dari Tuhan. Oleh Sebab itu terdapat benang kencana yang
mengaitkan antara Agama serta Negara.
TEORI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Masalah hubungan agama dengan negara telah muncul kepermukaan dalam


serangkaian polemik dan perdebatan di indonesia. Konflik antara rezim dan umat Islam
Indonesia segera terlihat setelah pemilu 1977. Berdasarkan pengalaman selama pemilu ini,
pemerintah kemudian meningkatkan tekanannya terhadap partai-partai politik dengan
memaksa mereka untuk mengubah asas ideologinya menjadi pancasila. Dipilihnya Pancasila
selaku dasar negara.
Tetapi dikala ini yang jadi perkara ialah suara serta butir dalam sila pertama.
Sebaliknya sepanjang ini tidak terdapat pihak manapun yang dengan cara berterus terang
menentang suara serta butir dalam sila kedua sampai ke lima. Tetapi terdapat ormas- ormas
yang berterus terang menyangkal isi dari Pancasila itu.
Rancangan negara Pancasila merupakan rancangan negara agama- agama. Rancangan
negara yang menjamin tiap penganut agama guna melaksanakan agamanya dengan cara utuh,
penuh serta sempurna, negara Pancasila tidaklah negara agama, bukan pula negara sekuler
terlebih negara atheis. Pandangan hidup Pancasila ialah bawah negara yang membenarkan
serta meluhurkan kehadiran agama pada rezim, alhasil kita selaku masyarakat negeri
Indonesia tidak butuh meragukan kestabilan atas Pandangan hidup Pancasila kepada agama. 1
Tidak butuh berupaya mengubah pandangan hidup Pancasila dengan pandangan hidup
berplatform agama dengan alibi kalau pandangan hidup Pancasila bukan pandangan hidup
berkeyakinan. Pandangan hidup Pancasila merupakan pandangan hidup
berkeyakinan.Hubungan antara agama dan Negara senantiasa menghadirkan sebuah
konsekuensi hukum di Indonesia yang berlandaskan ketuhanan yang maha esa, menegasakan
bahwa Negara atas nama Konstitusi mengurusi urusan agama dan kepercayaan, sehingga
munculnya pluralisme hukum di dalam menjalani politik hukum yang harmonis. 2
Negara secara aktif dan dinamis harus menyokong setiap individu-individu sehingga
terciptanya kerukunan umat beragama dan tercapai lah hubungan ideal yang di harapkan oleh
pendiri Negara ini dan pejuang-pejuang yang telah susah payah mempertahankan
kemerdekan karena jika rasa aman, tentram, dan damai dan jiwa Bhineka Tunggal Ika
melekat di jiwa masyarakat Indonesia. Dewasa ini mendefinisikan bukan negara sekuler dan
agama, maka dengan tegas Indonesia adalah negara bertuhan. Negara bertuhan adalah

1
Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir, (UI Press, Jakarta 2012), h. 262
2
Skripsi Relasi Agama Dan Negara (Studi Komparatif Pemikiran K.H A. Wahid Hasyim Dan K.H Said Aqil
Siradj) ,Ahmad Toyib , UIN Raden Intan, 2020
mengdedikasikan 3tuhan yang maha esa sebagai landasan dalam Dalam memahami hubungan
agama dan negara, ada beberapa konsep.

Hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran/paham, antara lain :

1. Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan menurut paham ini
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan.Segala tata kehidupan dan masyarakat, bangsa
dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Urusan kenegaraan atau politik diyakini sebagai
manifestasi firman Tuhan

2. Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara. Dalam paham ini,
tidak ada hubungan antara sistim kenegaraan dengan agama. Negara adalah urusan hubungan
manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.

3. Paham Komunis
Menurut paham komunis, agama dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia
sebelum menemukan dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri
yang kemudian menghasilkan masyarakat negara. Gama dipandang sebagai realisasi fantastis
(perwujudnyataan angan-angan) makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk
tertindas. Karena itu, agama harus ditekan, bahkan dilarang.nilai tertinggi dalam negara
adalah materi. Karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.4

Mengkaji hubungan agama dan negara di Indonesia, secara umum dapat digolongkan
ke dalam dua bagian, yakni hubungan yang besifat antagonistik dan hubungan yang bersifat
akomodatif. Hubungan antagonistik merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya
ketegangan antara negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sedangkan paham akomodatif
lebih dipahami sebagai sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling
mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.

3
Ibid,hl.10
4
Waqiatul Azra,2006, Buku ajar civic education ,Pamekasan, STAIN Pamekasan Press. hal 4
Dalam Islam, hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut
hingga kini di antara para ahli. Bahkan menurut Azzumardi perdebatan itu telah berlangsung
sejak hampir satu abad, dan berlangsung hingga saat ini. Ketegangan perdebatan tentang
hubungan agama dan negara diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam
sebagai agama dan negara. Dalam bahasa lain, hubungan antara agama dengan politik
(siyasah) dikalangan umat Islam, terlebih- lebih dikalangan sunni yang banyak diatur oleh
masyarakat Indonesia, pada dasarnya bersifat ambigous atau ambivalen. Hal demikian itu
karena ulama sunni sering mengatakan bahwa pada dasarnya dalam Islam tidak ada
pemisahan antara agama dan negara. Sementara terdapat pula ketegangan pada tataran
konseptual maupun tataran praktis dalam politik, sebab seperti itu yang dilihat terdapat
ketegangan dan tarik ulur dalam hubungan agama dan politik. 5
Relasi agama dan negara yang dianut oleh Indonesia adalah Simbiotik. Relasi agama-
negara dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, menjadi pilihan yang tepat dalam
memperkokoh agama dan negara sekaligus. Kepentingan agama dijamin dan difasilitasi oleh
negara, dan Negara pun didukung dan dibina atas dasar agama.

Dalam kaitannya dengan masalah negara dan pemerintahan, serta prinsip-prinsip yang
mendasarinya, ada terdapat tiga paradigma tentang pandangan Islam tentang negara, yaitu:

1. Paradigma Integratif
Paradigma integratif, yaitu adanya integrasi antara Islam dan negara, menurut paradigma ini,
konsep hubungan agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini memberikan pengertian
bahwa negara merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan negara
didasarkan atas kedaulatan Ilahi, atau dengan kata lain, paradigma ini meniscayakan adanya
negara bagi umat Islam dalam corak negara teokratis, biasanya dengan menegaskan Islam
(syariah) sebagai konstitusi negara dan modus suksesi kepemimpinan cenderung bersifat
terbatas dan tertutup.6

2. Paradigma Simbiotik

5
Skripsi Relasi Agama Dan NegaraStudi Komparatif Pemikiran K.H A. Wahid Hasyim Dan K.H Said Aqil
Siradj) ,Ahmad Toyib , UIN Raden Intan, 2020
6
Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah, Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad 20, (Bandung:
Pustaka, 1988) h. 68.
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan negara dipahami saling membutuhkan
dan bersifat timbal balik. Agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara memerlukan agama, karena
agama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas. Walaupun
kedua hal tersebut merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling membutuhkan
7

3. Paradigma Sekularitas
Menurut paradigma sekularitas, ada pemisahan antara agama dan negara. Agama dan negara
merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-
masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan
intervensi. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
memiliki garapan bidangnya masing-masing.

Hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung. Agama
dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua
lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal
tersebut, maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya di atas yaitu :

1. Hubungan Antagonistik
Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik.
Hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara
negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Contohnya pada masa kemerdekaan sampai pada
masa revolusi politik Islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik
basis kebangsaan negara. Sehingga persepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara
untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal
ini disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada dua kubu idiologi yang
memperebutkan negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan nasionalis8

2. Hubungan Akomodatif.

7
Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah, Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad 20, (Bandung:
Pustaka, 1988) h. 68.
8
Azyumardi Azra,2002,Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Kompas Meida Nusantara hal 33
Hubungan akomodatif adalah sifat hubungan di mana negara dan agama satu sama lain saling
mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.
Pemerintah menyadari bahwa umat Islam merupakan kekuatan politik yang potensial,
sehingga negara mengakomodasi Islam. Jika Islam ditempatkan sebagai out side negara maka
konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak pertengahan
tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi
lebih akomodatif dan integratif.9

Hubungan agama dan Negara memang bukan tergolong baru dalam politik, tapi kini
mendapatkan aktualisasinya kembali setelah merebaknya fenomena fundamentalisme Islam
yang mengintroduksir berdirinya negara Islam, kesatuan agama dan negara. Dalam Islam
sendiri, hubungan agama dan Negara dalam Islam ada sejak kepemimpinan Nabi di Madinah.
Namun, bagaimana seharusnya hubungan agama dan negara sepeninggalan nabi Muhammad
dan berakhirnya masa kepemimpinan Khulafa rasyidun masih diperdebatkan. Sebab al-Quran
ataupun sunah Nabi sendiri tidak pernah menggariskan secara tegak terkait sistem politik
islam.
Ada berbagai teori mengenai hubungan negara dan agama, teori pertama menyatakan bahwa
negara tidak dapat dipisahkan dengan agama. Negara sekaligus menjadi institusi politik dan
agama. Menurut teori ini, Islam adalah suatu agama yang serba lengkap, yang mencakup di
dalamnya mengenai sistem ketatanegaraan. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam
hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam. Teori kedua, teori yang
menganjurkan pemisahan antara negara dan agama. Menurut teori ini, bahwa secara
konseptual tidak ada ajaran yang mendasar untuk dijadikan alasan mendukungberdirinya
suatu negara agama. Teori ketiga, adalah adanya hubungan timbalbalik antara agama dan
negara, yaitu negara memerlukan agama dalam memberikan nilai-nilai moral yang lihur
dalam ajarannya, sedangkan agama memerlukan dukungan negara dalam pengembangannya.

9
Azyumardi Azra,2002,Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Kompas Meida Nusantara hal 33
DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra,2002,Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Kompas Meida


Nusantara
Waqiatul Azra,2006, Buku ajar civic education ,Pamekasan, STAIN Pamekasan Press.
Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir, (UI Press, Jakarta 2012), h.
262
Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah, Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad
20, (Bandung: Pustaka, 1988) h. 68.
Bachtiar Effendi, Islam dan Negara Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di
Indonesia, (Jakarta: Emocracy Project, 2011). h.9.

Anda mungkin juga menyukai