NIM : 220501110081
Kelas : Manajemen C
Tugas 1 : Review Video “NEGARA DAN AGAMA TIDAK UNTUK
DIBENTURKAN” dari Kholil Nafis
Tugas 2 : Membuat Teori dan Argumentasi tentang Relasi Negara dan Agama
Pancasila ialah pemikiran hidup, dasar Negara, serta pemersatu bangsa Indonesia
yang beragam. Kenapa sedemikian itu besar akibat Pancasila kepada bangsa serta negeri
Indonesia? Situasi ini bisa terjalin sebab ekspedisi asal usul serta kerumitan kehadiran bangsa
Indonesia semacam kedamaian Kaum, Agama, Bahasa Wilayah, Pulau, Adat Istiadat,
kebiasaan Adat, dan warna kulit jauh berlainan satu serupa lain namun telak wajib
dipersatukan.
Asal usul Pancasila merupakan bagian dari asal usul inti negeri Indonesia. Alhasil
tidak bingung untuk sebagian orang Indonesia, Pancasila dikira selaku suatu yang keramat
yang wajib kita hafalkan serta menaati apa yang diatur di dalamnya. Terdapat pula sebagian
pihak yang telah nyaris tidak mempedulikan lagi seluruh norma- norma yang dipunyai oleh
Pancasila. Tetapi, di lain pihak timbul banyak orang yang tidak sepihak ataupun menyangkal
hendak terdapatnya Pancasila selaku bawah negeri Indonesia.
Sesama pemeluk berkeyakinan sepatutnya kita silih bantu membantu. Tidak butuh
melaksanakan konflik atau pembedaan kepada pemeluk yang berlainan agama, berlainan
agama ataupun berlainan adat istiadat. Hanya sebab merasa berawal dari agama kebanyakan
tidak sepatutnya kita mengurangkan pemeluk yang berlainan agama atau membuat ketentuan
yang dengan cara langsung serta tidak langsung mendesakkan ketentuan agama yang dianut
ataupun standar agama khusus pada penganut agama lainya dengan alibi etiket. Seharusnya
kita tidak memakai standar suatu agama khusus buat dijadikan dorong ukur angka etiket
bangsa Indonesia. Sebetulnya tidak terdapat agama yang salah serta mengarahkan konflik.
Agama yang diakui di Indonesia terdapat 5, ialah Islam, Kristen, Kristen, Budha serta Hindu.
Begitu juga kita tahu kalau sebagian besar orang Indonesia menganut agama islam.
Untuk itu, tidak bingung bila banyak catatan yang berupaya menerangi Pancasila dari ujung
penglihatan islam. Bagi sebagian pakar, tidak satupun anutan islam yang berlawanan dengan
Pancasila, serta kebalikannya tidak satupun sila sila dari Pancasila yang berlawanan dengan
anutan islam. Dengan begitu, bisa dikatan kalau Pancasila merupakan objektivikasi islam.
Akar ataupun dasar islam serta Pancasila tidak berlawanan, namun realitas
eksistensinya( sejarahnya) bisa saja keduanya dipertentangkan paling utama buat melayani
kebutuhan kebutuhan golongan politik. Meski begitu, berarti dicatat kalau islam merupakan
agama, serta Pancasila merupakan pandangan hidup.
Suatu kekeliruan parah apabila menghasilkan salah satu agama selaku standar dorong
ukur betul salah serta etiket bangsa. Sebab hendak terjalin chaos serta mencuat gesekan
dampingi agama. andaikan pemakaian bawah agama haruslah mengakomodir standar dari
Islam, Kristen, Katolik, Budha serta Hindu bukan bersumber pada salah satu agama tidak
tahu agama kebanyakan atau minoritas.
Pancasila merupakan pandangan hidup yang amat bagus buat diaplikasikan di negeri
Indonesia yang terdiri dari bermacam berbagai agama, kaum, suku bangsa serta bahasa.
Alhasil bila pandangan hidup Pancasila ditukar oleh pandangan hidup yang berlatar balik
agama, hendak terjalin ketidaknyamanan untuk orang yang merangkul agama di luar agama
yang dijadikan pandangan hidup negeri itu.
Dengan menjaga pandangan hidup Pancasila selaku dasar negara, bila
melaksanakannya dengan bagus, sehingga konkretisasi guna mengarah negeri yang nyaman
serta aman tentu hendak terkabul.
Butuh diketahui kalau individu selaku masyarakat Negara, merupakan pula insan
social serta insan Tuhan. Selaku insan social, orang memiliki independensi guna penuhi serta
memanifestasikan kodrat kemanusiaanya. Tetapi, selaku insan Tuhan, orang pula memiliki
peranan buat berbakti kepada- Nya pada wujud deifikasi ataupun ibadah yang diajarkan oleh
agama ataupun agama yang dianutnya tiap- tiap. Keadaan yang berhubungan dengan Negeri
merupakan perwujudan dari perjanjian orang. Sebaliknya ikatan dengan Tuhan pada anutan
agama merupakan ajaran dari Tuhan. Oleh Sebab itu terdapat benang kencana yang
mengaitkan antara Agama serta Negara.
TEORI HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA
1
Ahmad Suhelmi, Polemik Negara Islam: Soekarno Versus Natsir, (UI Press, Jakarta 2012), h. 262
2
Skripsi Relasi Agama Dan Negara (Studi Komparatif Pemikiran K.H A. Wahid Hasyim Dan K.H Said Aqil
Siradj) ,Ahmad Toyib , UIN Raden Intan, 2020
mengdedikasikan 3tuhan yang maha esa sebagai landasan dalam Dalam memahami hubungan
agama dan negara, ada beberapa konsep.
1. Paham Teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintahan menurut paham ini
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan.Segala tata kehidupan dan masyarakat, bangsa
dan negara dilakukan atas titah Tuhan. Urusan kenegaraan atau politik diyakini sebagai
manifestasi firman Tuhan
2. Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara. Dalam paham ini,
tidak ada hubungan antara sistim kenegaraan dengan agama. Negara adalah urusan hubungan
manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.
3. Paham Komunis
Menurut paham komunis, agama dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia
sebelum menemukan dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri
yang kemudian menghasilkan masyarakat negara. Gama dipandang sebagai realisasi fantastis
(perwujudnyataan angan-angan) makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk
tertindas. Karena itu, agama harus ditekan, bahkan dilarang.nilai tertinggi dalam negara
adalah materi. Karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.4
Mengkaji hubungan agama dan negara di Indonesia, secara umum dapat digolongkan
ke dalam dua bagian, yakni hubungan yang besifat antagonistik dan hubungan yang bersifat
akomodatif. Hubungan antagonistik merupakan sifat hubungan yang mencirikan adanya
ketegangan antara negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sedangkan paham akomodatif
lebih dipahami sebagai sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling
mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.
3
Ibid,hl.10
4
Waqiatul Azra,2006, Buku ajar civic education ,Pamekasan, STAIN Pamekasan Press. hal 4
Dalam Islam, hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat dan berlanjut
hingga kini di antara para ahli. Bahkan menurut Azzumardi perdebatan itu telah berlangsung
sejak hampir satu abad, dan berlangsung hingga saat ini. Ketegangan perdebatan tentang
hubungan agama dan negara diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam
sebagai agama dan negara. Dalam bahasa lain, hubungan antara agama dengan politik
(siyasah) dikalangan umat Islam, terlebih- lebih dikalangan sunni yang banyak diatur oleh
masyarakat Indonesia, pada dasarnya bersifat ambigous atau ambivalen. Hal demikian itu
karena ulama sunni sering mengatakan bahwa pada dasarnya dalam Islam tidak ada
pemisahan antara agama dan negara. Sementara terdapat pula ketegangan pada tataran
konseptual maupun tataran praktis dalam politik, sebab seperti itu yang dilihat terdapat
ketegangan dan tarik ulur dalam hubungan agama dan politik. 5
Relasi agama dan negara yang dianut oleh Indonesia adalah Simbiotik. Relasi agama-
negara dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, menjadi pilihan yang tepat dalam
memperkokoh agama dan negara sekaligus. Kepentingan agama dijamin dan difasilitasi oleh
negara, dan Negara pun didukung dan dibina atas dasar agama.
Dalam kaitannya dengan masalah negara dan pemerintahan, serta prinsip-prinsip yang
mendasarinya, ada terdapat tiga paradigma tentang pandangan Islam tentang negara, yaitu:
1. Paradigma Integratif
Paradigma integratif, yaitu adanya integrasi antara Islam dan negara, menurut paradigma ini,
konsep hubungan agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini memberikan pengertian
bahwa negara merupakan lembaga politik dan keagamaan sekaligus. Pemerintahan negara
didasarkan atas kedaulatan Ilahi, atau dengan kata lain, paradigma ini meniscayakan adanya
negara bagi umat Islam dalam corak negara teokratis, biasanya dengan menegaskan Islam
(syariah) sebagai konstitusi negara dan modus suksesi kepemimpinan cenderung bersifat
terbatas dan tertutup.6
2. Paradigma Simbiotik
5
Skripsi Relasi Agama Dan NegaraStudi Komparatif Pemikiran K.H A. Wahid Hasyim Dan K.H Said Aqil
Siradj) ,Ahmad Toyib , UIN Raden Intan, 2020
6
Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah, Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad 20, (Bandung:
Pustaka, 1988) h. 68.
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama dan negara dipahami saling membutuhkan
dan bersifat timbal balik. Agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara memerlukan agama, karena
agama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas. Walaupun
kedua hal tersebut merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling membutuhkan
7
3. Paradigma Sekularitas
Menurut paradigma sekularitas, ada pemisahan antara agama dan negara. Agama dan negara
merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-
masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan
intervensi. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
memiliki garapan bidangnya masing-masing.
Hubungan agama dan negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung. Agama
dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua
lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal
tersebut, maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya di atas yaitu :
1. Hubungan Antagonistik
Hubungan agama dan negara yang bersifat antagonistik.
Hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antara
negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Contohnya pada masa kemerdekaan sampai pada
masa revolusi politik Islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik
basis kebangsaan negara. Sehingga persepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara
untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal
ini disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada dua kubu idiologi yang
memperebutkan negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan nasionalis8
2. Hubungan Akomodatif.
7
Enayat, Reaksi Politik Sunni dan Syiah, Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi Abad 20, (Bandung:
Pustaka, 1988) h. 68.
8
Azyumardi Azra,2002,Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Kompas Meida Nusantara hal 33
Hubungan akomodatif adalah sifat hubungan di mana negara dan agama satu sama lain saling
mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.
Pemerintah menyadari bahwa umat Islam merupakan kekuatan politik yang potensial,
sehingga negara mengakomodasi Islam. Jika Islam ditempatkan sebagai out side negara maka
konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak pertengahan
tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi
lebih akomodatif dan integratif.9
Hubungan agama dan Negara memang bukan tergolong baru dalam politik, tapi kini
mendapatkan aktualisasinya kembali setelah merebaknya fenomena fundamentalisme Islam
yang mengintroduksir berdirinya negara Islam, kesatuan agama dan negara. Dalam Islam
sendiri, hubungan agama dan Negara dalam Islam ada sejak kepemimpinan Nabi di Madinah.
Namun, bagaimana seharusnya hubungan agama dan negara sepeninggalan nabi Muhammad
dan berakhirnya masa kepemimpinan Khulafa rasyidun masih diperdebatkan. Sebab al-Quran
ataupun sunah Nabi sendiri tidak pernah menggariskan secara tegak terkait sistem politik
islam.
Ada berbagai teori mengenai hubungan negara dan agama, teori pertama menyatakan bahwa
negara tidak dapat dipisahkan dengan agama. Negara sekaligus menjadi institusi politik dan
agama. Menurut teori ini, Islam adalah suatu agama yang serba lengkap, yang mencakup di
dalamnya mengenai sistem ketatanegaraan. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam
hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam. Teori kedua, teori yang
menganjurkan pemisahan antara negara dan agama. Menurut teori ini, bahwa secara
konseptual tidak ada ajaran yang mendasar untuk dijadikan alasan mendukungberdirinya
suatu negara agama. Teori ketiga, adalah adanya hubungan timbalbalik antara agama dan
negara, yaitu negara memerlukan agama dalam memberikan nilai-nilai moral yang lihur
dalam ajarannya, sedangkan agama memerlukan dukungan negara dalam pengembangannya.
9
Azyumardi Azra,2002,Reposisi Hubungan Agama dan Negara,Jakarta: Kompas Meida Nusantara hal 33
DAFTAR PUSTAKA