Anda di halaman 1dari 9

AGAMA

VIII
AGAMA DAN NEGARA
• Agama dan Negara mrpk institusi yang sangat mempengaruhi perilaku
manusia
• Hubungan agama dan negara merupakan hal yang sangat
mempengaruhi perilaku manusia. Banyaknya agama dalam suatu
negara membuat beragamnya sikap orang. Banyaknya sikap orang,
membuat rumitnya persoalan yang ditimbulkan oleh perilaku manusia
tersebut.
• Menghadapi majemuknya keyakinan di Indonesia, para pendiri negara
ini (founding fathers), setelah melalui berbagai pergumulan yang
keras dan alot, terutama menghadapi desakan pemikiran antara
“apakah negara ini akan didasarkan pada agama atau tidak”, akhirnya
memutuskan membentuk negara “Pancasila”, yang ide dasarnya
‘tidak berdasar agama, dan juga tidak sekuler’.
• Sorotan Materi bahasan:
- Pengertian Negara
- Pola Hubungan Agama dan Negara
- Negara Pancasila
- Perilaku Politik Umat Beragama di Indonesia
A. Pengertian Negara
*Dalam pengertian luas, negara: >> setiap pengaturan diri sendiri
dari orang-orang yang terorganisir sehingga mereka berhubungan
satu sama lain sebagai satu kesatuan.
* Dalam arti khusus: >> sebuah wilayah yang diperintah oleh
kekuasaan kedaulatan; melibatkan: pejabat negara, wilayah,
tentara, duta besar, bendera negara, dan lain-lainnya.
*Negara merupakan bentuk organisasi politik yang dipegang
sekelompok kecil penguasa yang bertujuan memelihara ketertiban
internal dan berhubungan dengan rakyat di negara tetangga.
*Dua teori tentang Negara:
1) Sebagai instrumen(teori Marxis dan Pluralis): penguasa dominan
>> ‘kaum elit penguasa’.
2) Sebagai yang mandiri dan netral, punya keinginan sendiri bukan
alat feodal (plato, Aristoteles, Hegel, Weber).
B. Hubungan Agama dan Negara
1. Subordinasi> yang satu berada di atas yang lain.
a. Agama mengatasi Negara, disebut Negara Agama. Contoh Iran
b. Negara mengatasi agama:
> Negara totaliter/ komunis. Negara melarang Agama. Contoh
Korea Utara.
> “Agama Negara”. Contoh: Gereja Anglikan di Inggris. Bukan
Negara Agama, tetapi Negara memiliki Agama, disebut ‘Agama
Negara’. Di sini, Agama mengakui kekuasaan Negara berada di
atas Agama.

Subordinasi memiliki banyak persoalan:


1). Konflik antara pimpinan politik dan pimpinan agama, masing-
masing mengklain sebagai yang mutlak.
2). Dalam negara yang agamanya plural, jika memilih Negara
Agama, hukum agama mana yang dipakai? Jika dipilih Agama
Negara, yang mayoritas?, bagaimana dengan yang lain? Akan
terjadi konflik antar agama.
2. Separasi
* Menyadari bahwa Subordinasi bisa membawa malapetaka,
muncul pemikiran ‘memisahkan agama dari negara’.
* Contoh:
Di Bidang Agama tokohnya Martin Luther
German, 1483-1546

Machiavelli, 1496 -1527


Tokoh Italia di bidang Politik

Dalam negara separasi, agama dan negara masing-


masing otonom mempunyai wewenang dan fungsi sendiri-sendiri.
Negara yang menganut separasi mutlak Contoh a.l.: Amerika dan
Turki
Di negara seperti itu, agama hanya berlaku di wilayah privat,
sedang hukum merupakan wilayah sosial/bersama, sepenuhnya
diatur negara. Negara tidak mencampuri agama dan sebaliknya.
Persoalan?
3. Koordinasi
• Hubungan yang tidak berada dalam pemisahan secara mutlak,
tetapi juga tidak saling mengatasi. Dalam Koordinasi, agama dan
negara masing-amsing otonom tetapi otonomi terbatas.
Keduanya sama-sama disubordinasikan pada suatu otoritas yang
sama, yaitu otoritas hukum.
*Hukum mengatur dan menjamin hubungan keduanya sehingga
keduanya saling mendukung.
• Persoalan: siapa yang mengatur hukum, dan hukum agama mana
yang diakomodir dalam hukum tersebut?

C. Negara dan Agama di Indonesia: Negara Pancasila


*Seperti sudah dikemukakan, founding fathers telah menetapkan
negara ini sebagai ‘Negara Pancasila’. Artinya ia bukan ‘Negara
Agama’ dan bukan pula negara yang memiliki “Agama Negara’.
Ia pun bukan Negara sekuler tapi meyakini keberadaan Tuhan.
Di negara Pancasila, negara tidak boleh mencampuri masalah
agama
tetapi sedapat mungkin membantu perkembangannya dan negara
bertanggung jawab untuk memelihara kerukunan hidup antar
umat beragama. Demikian juga agama tidak boleh mencampuri
urusan negara tetapi bukan berarti agama tidak punya peranan
dalam kehidupan negara.
* Persoalan: dalam prakteknya, negara terlalu banyak campur
tangan dalam kehidupan agama-agama; dan agama juga
mencampuri urusan negara terlalu jauh dengan memasukkan
ketentuan suatu agama ke dalam urusan negara.
* Contoh percampuran antara tugas wewenang negara dan agama:
- Penetapan hari-hari raya keagamaan
- Penetapan agama-gama yang diakui negara.
- Pembentukan departemen Agama
- diwujudkannya hukum agama untuk satu agama tertentu
hingga ada dualisme hukum di satu negara.
- pelarangan pernikahan beda agama, hingga harus dilakukan di
luar negri.
D. Perilaku Politik Umat Beragama Di Indonesia
• Hubungan agama dan negara dalam kontek PANCASILA di
Indonesia telah melahirkan sikap beragama dan politik yang
berbeda-beda, yaitu:
1. Fundamentalisme
Faham ini berpendirian bahwa negara harus diatur dan didasari
dengan keyakinan dan hukum agama tertentu. Faham ini
menolak Pancasila karena tidak mendasarkan diri pada agama,
jadi sama dengan sekuler. Contoh pemberontakan DI /TII dan
pemaksaan pemberlakuan syariat Islam di wilayah-wilayah
tertentu.
2. Taktis-reformis
Ada keyakinan bahwa hukum agama perlu diberlakukan dalam
kehidupan sosial masyarakat, tetapi yang penting bukan secara
formal melainkan substansial. Sikap ini menolak tegas sikap
frontal, pemberontakan dan tidak menolak Pancasila. Pancasila
tidak perlu diubah, yang penting ‘bagaimana agama
diberlakukan’ dalam kehidupan masyarakat.
* Cara yang ditempuh kelompok ini > membuka diri dengan
pemerintah, bekerjasama, sebagai strategi dalam rangka
memperjuangkan pemberlakuan ajaran agama dalam kehidupan
masyarakat. Cara ini banyak membawa hasil terbukti dengan
diberlakukannya beberapa UU yanng berdasar agama tertentu
seperti: UU Peradilan Agama, UU Pendidikan, UU Peradilan
Agama, UU Perbankan, dan otonomi daerah berdasar agama.
3. Akomodasionis
Bagi sikap ini, Pancasila sudah final. Mereka :
- menolak pemberlakuan hukum agama baik dengan cara frontal
atau pun taktis-reformis.
- agama perlu menyesuaikan dengan masyarakat Indonesia
yang plural.
- Nilai agama yang partikularis(berlaku di kalangan sendiri) hanya
untuk pribadi, sedang yang untuk umum harus yang bersifat
universal.
Agama-agama perlu bekerjasama dan berdialog untuk
menghasilkan nilai-nilai universal.

Anda mungkin juga menyukai