Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEWENAGARAAN

“ISLAM DAN NASIONALISME”


DOSEN PENGAMPU: ROMI FASLAH M.Si

Disusun Oleh : Muhammad Hafiz


NIM : (220501110081)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALIKI
IBRAHIM MALANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah pancasila dapat
diselesaikan tepat waktu, Dan digunakan sebagai tugas mata kuliah Pancasila
Shalawat dan salam kepada Nabi muhammad SAW yang telah Allah utus untuk menjadi
pendidik manusia, dan yang telah mngejawantahkan adanya tanda-tanda tertinggi
dari kemulian dan keagungan-Nya.
Saya mengucapkan terima kasih kerpada bapak Romi Faslah M.Si selaku dosen
mata kuliah pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai mata kuliah yang saya jalani.
Saya menyadari, Makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Malang, 15 Maret 2023

Muhammad Hafiz

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….….1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….…2
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………3
LATAR BELAKANG………………………………………………………………....3
RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………3
BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………………..4
A. Pengertian Islam…………………………………………………………….4
B. Pengertian Nasionalisme…………………………………………………....4
C. Sejarah Munculnya Nasionalisme ………………………………………….5
D. Sejarah Islam Dan Nasionalisme……………………………………………6
E. Konsep Islam Dan Nasionalisme……………………………………………9
F. Dampak Positif Dan Negatif Dari Islam Dan Nasionalisme………………..10
BAB III. PENUTUP…………………………………………………………………..15
A. Kesimpulan………………………………………………………………….15
B. Saran…………………………………………………………………………15

2
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penerapan cinta tanah air harus selalu diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, selain untuk menjunjung tinggi dan menghormati jasa para pahlawan yang telah
berjuang di masa perjuangan, penerapan cinta tanah air dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara juga mencerminkan sikap taat terhadap Al-qur'an dan sunnah hadist, hal tersebut
merupakan contoh implementasi atau penerapan dari sikap para pemimpin dan nabi di masa
lampau. Peran islam dalam membentuk pola pikir cinta tanah air terhadap seluruh masyarakat
juga tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah hadist.. Didalam Al-Qur’an terdapat pada surah
Al-Qashash [28] ayat 85 yang menerangkan bahwa pada zaman kenabiannya dulu, nabi
Muhammad SAW menunjukkan isyarah untuk memiliki sikap cinta tanah air karena sering
kali nabi Muhammad menyebut tanah airnya dalam perjalanan hijrahnya.

Poin atau hal yang menjadi titik berat dalam pembahasan makalah ini adalah
pemahaman lain yang juga mengajarkan tentang nasionalisme. Pemahaman disini dibatasi
dalam konteks pemahaman agama islam. Sebagaimana sejarah yang telah tercatat,
bahwasannya kemerdekaan negara Indonesia tidak pernah terlepas dari campur tangan islam.
Karena dengan islam, kemerdekaan dapat diwujudkan dan menjadi sesuatu yang nyata.
Ditulisnya makalah ini adalah untuk mempelajari sekaligus mengetahui perkembangan sikap
nasionalisme masyarakat Indonesia berkaitan dengan perkembangan islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara baik dari zaman konvensional sampai kepada zaman modernisasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Islam dan Nasionalisme?

2. Apakah terdapat relasi antara Islam dan Nasionalisme?

3. Apa saja nilai-nilai baik dan buruk nya diambil dari konsep dalam relasi Islam dan
Nasionalisme?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari Islam dan Nasionalisme.

2. Untuk dapat mengtahui relasi antara Islam dan Nasionalisme.

3. Agar mengetahui penilaian baik dan buruk tentang relasi Islam dan Nasionalisme.

3
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ISLAM

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan rasul sebagai
utusan-Nya yang terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman 1.
Yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan dimanapun dan kapanpun dandibawa secara berantai
(estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan keangkatan berikutnya, yaitu
sebagai rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman
dan Rahim Allah SWT. Agama Islam adalah satu-satunya agama yang di akui di sisi Allah swt. Ajaran
dan ketentuan-Nya yaituAl-qur’an dan sunnah. Sehingga beruntunglah bagi mereka yang telah
menjadi pengikutnya kemudian dapat pula melaksanakan dan mengamalkan ajaran Islam secara baik
dan benar.

2. PENGERTIAN NASIONALISME

Nasionalisme merupakan rasa cintah tanah air. Cinta tanah air merupakan konsep dan
nilai yang harus di jalankan oleh setiap warga negara agar memililiki loyalitas untuk
membela negaranya. Hal ini merupakan suatu janji yang harusnya ditepati oleh setiap bangsa
yang menempati suatu negara, dengan tujuan untuk membentuk dan melestarikan negara
nasional. Kecintaan terhadap tanah air merupakan suatu kewajiban atas setiap individu,
karena dengan itu setiap bangsa yang ada disuatu negara akan memandang bangsanya sebagai
bagian dari bagian yang lain yang ada di dunia, dengan itu akan muncul kesadaran yang
membentuk kedaulatan yang disepakati sebagai pijakan dalam menjalani kegiatan dalam
kehidupan seperti kegiatan kebudayaan, politik dan juga ekonomi. Nasionalisme adalah satu
paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan
mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Dalam
perkembangannya Nasionalisme di Indonesia tidak saja ditujukan untuk melawan
kolonialisme Barat tetapi untuk melawan semua bentuk kolonialisme, tidak peduli Barat atau
Timur.2 Nasionalisme dalam bangsa menunjukkan bahwa suatu bangsa memiliki identitas dan
jati diri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Nasionalisme melahirkan sebuah kesadaran
melalui anak-anak bangsa untuk menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Harapan inilah

1
H. A.Kadir Sobur, Tauhid Teologis, (Jakarta: Gaung Persada Press Group 2013), hlm. 5
2
Susmihara, Jurnal Rihlah ”ISLAM DAN NASIONALISME DI INDONESIA” , Vol. IV No 1,2016

4
yang membentuk kesadaran masyarakat melawan segala bentuk penjajahan, penindasan,
eksploitasi dan dominasi.

3. SEJARAH NASIONALISME DI INDONESIA

Nasionalisme di Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang


sudah beberapa abad lamanya berkuasa di bumi. Nasionalisme Indonesia sebagai reaksi
terhadap kolonialisme”, karena apa yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia melalui suatu
kebangkitan adalah untuk mau melenyapkan bentuk kekuasaan penjajah. Di Indonesia, mulai
muncul benih-benih nasionalisme sejak abad ke-19 dan abad ke-20. 3Awal kebangkitan
nasionalisme di Indonesia berawal dari lahirnya Budi Utomo yang didirikan oleh Wahidin
Soedirohoesoedo dan Soetomo. Berawal dari embrio yang bersifat kultural, nasionalisme
rakyat Indonesia perlahan mulai berkembang dan terwujud dalam pembantukan organisasi
Budi Utomo. Budi Utomo menjadi pemicu kesadaran para tokoh pergerakan nasionalisme
untuk mulai berjuang dengan cara berorganisasi. Presiden Soekarno dalam setiap pidatonya
saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional menegaskan bahwa Budi Utomo merupakan awal
kesadaran bangsa Indonesia berjuang merebut kemerdekaan dengan jalan berorganisasi fakta
lain yang menunjukkan perkembangan nasionalisme di Indonesia adalah pada saat kongres
nasional Centrale Sarekat Islam (CSI) di Bandung pada tahun 1916. Lahirnya Nasionalisme
di Indonesia selain disebabkan penderitaan panjang pada bidang ekonomi, sosial, Pendidikan,
hukum dan politik juga dipengaruhi oleh meningkatnya semangat bangsa-bangsa yang
terjajah lainnya dalam meraih kemerdekaan, antara lain Filipina dan India. Nasionalisme
yang terdapat di Indoneisa memiliki berbagai yaitu :
A. FASE PERTAMA
Gerakan kebangkitan Nasionalisme Indonesia dalam dinamika sejarah diawali dengan
pergerakan Boedi Oetomo pada tahun 1908. 4
B. FASE KEDUA
Kebangkitan Nasionalisme tahun 1928 yaitu 20 tahun pasca kebangkitan Nasional,
dimana kesadaran untuk menyatukan Negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu Negara. Hal
tersebut telah disadari oleh para pemuda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan organisasi

3
Darwin Une, Jurnal “PERKEMBANGAN NASIONALISME DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH”. Volume 7,
Nomor 1, Maret 2010 ISSN 1693-9034
4
Andri, Utama. 2019. “Nasionalisme”. Buku Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPS, Gol. III

5
kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera, dll. Kemudian diwujudkan
secara nyata dengan menyelenggarakan Sumpah Pemuda pada tahun 1928 1928.
C. FASE KETIGA
Masa revolusi fisik kemerdekaan karena terlihat nyata para pemuda pada masa
revolusi fisik, mereka menyandra Soekarno Hatta ke Rengas Dengklok agar segera
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Mereka sangat bersemangat untuk mewujudkan
Nation State yang berdaulat dalam kerangka kemerdekaan. Keempat,
D. FASE KEEMPAT
Perkembangan Nasionalisme tahun 1966 yang menandai tatanan baru dalam
kepemerintahan Indonesia. Selama 20 tahun pasca Kemerdekaan, terjadi huru-hara
pemberontakan Gestapu dan eksesnya. Tampaknya tanpa peran besar mahasiswa dan
organisasi pemuda serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966, Soeharto dan para
tantara sulit bisa memperoleh kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno. Akan tetapi
saying, penguasa Orde Baru mencampakan para pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi
motor utama pendorong terbentuknya NKRI tersebut dideskriditkan serta bahkan sejak akhir
tahun 1970-an para mahasiswa dibatasi geraknya dalam politik dan didukung ke dalam
ruang-ruang kuliah di kampus.

E. FASE KELIMA

Perkembangan Nasionalisme masa Reformasi. Nasionalisme tidak selesai sebatas masa


pemerintahan Soeharto, melainkan terus bergulir Ketika reformasi menjadi sumber inspirasi
perjuangan bangsa meskipun melalui perjalanan sejarah cukup panjang. 5

4. SEJARAH ISLAM DAN NASIONALISME

Menurut Soekarno, nasionalisme atau perasaan nasionalistis itu “menimbulkan rasa


percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah perlu sekali untuk mempertahankan diri di
dalam perjuangan menempuh keadaankeadaan, yang mau mengalahkan kita.” 6 Dikatakan
juga bahwa “Nasionalisme itu ialah suatu iktikad; suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu
ada satu golongan, satu ‘bangsa’!”3 Dalam perkembangannya, nasioalisme Indonesia tidak
saja ditujukan untuk melawan kolonialisme Barat, tetapi untuk melawan semua bentuk
kolonialisme, tidak peduli Barat atau Timur. Di sini Islam sebagai kekuatan pembebas tidak
5
Andri, Utama. 2019. “Nasionalisme”. Buku Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPS, Gol. III
6
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, 2 jilid. Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera

Revolusi, 1965, I: 3-4. Ejaan disesuaikan dengan ejaan baru yang disempurnakan..

6
saja bergandengan dengan nasionalisme itu, tetapi sekaligus memberikan fondasi spiritual
yang kokoh kepadanya. Watak ini selama Perang Dunia II tidak dipahami dengan baik oleh
Jepang yang masih berpikir bahwa nasionalisme Indonesia hanyalah anti Barat, tidak anti
Jepang. Kesalahapahaman ini telah menempatkan pasukan Jepang pada posisi ruwet dan
rumit dalam berhubungan dengan tokoh-tokoh nasionalis yang sebagian besar menganut
Islam. Islamlah selama berabad-abad yang mengobarkan semangat anti penjajahan ini, baik
dalam teori maupun dalam praktik, seperti telah disinggung di atas. Sebelum membahas
tentang hubungan nasionalisme dengan Islam lebih luas lagi , kita perlu terlebih dahulu
mempunyai pemahaman tentang Islam sebagai kekuatan pembebas berhadapan dengan
kebijakan kolonial Belanda terhadap gerakan-gerakan Islam selama empat dekade pertama
abad ke-20. Bahkan sebenarnya bila ditelusuri lebih mendalam tentang akar sejarah
perlawanan Islam terhadap sistem penjajahan, kita dapat memulainya sejak munculnya
V.O.C. (Vereenigde Oost-Indische Companie) pada permulaan abad ke-17. V.O.C. sebagai
usaha dagang yang telah mengeksploitasi sumber-sumber pribumi melalui cara perniagaan 7

bahkan telah sejak semula mendapat permusuhan dari umat Islam di Indonesia. Permusuhan
itu sudah bercorak laten yang sewaktu-waktu akan muncul ke permukaan. Secara doktrin,
Islam dan sistem penjajahan adalah dua sisi sangat berlawanan. V.O.C. memulai debut
perdagangannya di nusantara pada 1602 dan berakhir pada 1799. Selama hampir 200 tahun
ini, aparatus kolonial Belanda tidak pernah merasa tenang bila berurusan dengan komunitas-
komunitas Muslim di Indonesia. “Pada berbagai kejadian”, tulis Benda, “konsolidasi bagi
perluasan kekuasaan mereka terancam oleh ledakan-ledakan perlawanan yang diilhami Islam,
baik yang dipimpin oleh penguasa-penguasa Indonesia yang telah mengikuti iman Nabi, atau
pada tingkat lokal, oleh para ulama yang fanatik. 8 Fanatisme di sini hendaklah ditafsirkan
sebagai refleksi logis dari kecintaan mereka terhadap kemerdekaan serta kebencian mereka
terhadap kekuasaan dan dominasi asing. Asing dalam perspektif ini tidak saja asing dalam
arti agama, tetapi juga asing dalam arti bangsa. Terlihat di sini semangat agama telah
menyatu dengan semangat bangsa, sekalipun pengertian bangsa pada waktu itu sama
maknanya dengan suku bangsa, seperti bangsa Jawa, bangsa Aceh, bangsa Minang, bangsa
Menado, bangsa Bugis. Perlawanan terhadap sistem kolonial dalam skala besar terjadi pada
abad ke-19. Perang Padri (1821-1837), perang Diponegoro (1825-1830), perang Aceh (1872-
1912), dan banyak yang lain, adalah di antara bentuk perlawanan yang berskala besar itu

7
Harry J. Benda, Continuity and Change in Southeast Asia. New Haven: Yale University

Southeast Asia Studies, 1972, h. 83.


8
Ibid

7
dengan korban yang sangat besar pula pada pihak-pihak yang bertarung. Belajar dari
kegagalan demi kegagalan untuk mendapatkan kemerdekaan dari kekuasaan Asing pada
abad-19 ke abad-209, umat Islam telah merubah strategi perjuangannya dari bentuk perang
fisik kepada bentuk sosio-politik dan sosio-agama. Asumsi dasarnya adalah tanpa umat yang
cerdas akan sulit sekali memahami arah perbuatan zaman dengan salah satunya adanya
organisasi maka umat dilatih untuk terus berjuang secara teratur, berencana, dan
menggunakan rasio sehat maka akan terjadinya proses pencerdasan serta pencerahan berpikir.
Dengan hal ini muncullah pergerakan Islam Modern yang merupakan sebuah terobosan
sejarah. Di antara Gerakan Islam Modern yang muncul selama tiga dekade awal abad yaitu
Sarekat Islam, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dll, hingga
akhirnya mitra terbesar adalah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Selain Gerakan-
gerakan yang berbasis Islam, muncul lagi gerakan kultural Pendidikan dan politik yang tidak
menjadikan agama sebagai pembimbing langkahnya. Sekalipun tokohnya adalah penganut
agama Islam. Seperti Budi Utomo, Indische Partij, Partai Komunis Indonesia, Taman Siswa,
Perhimpunan Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia sama memiliki cita-cita terbentuknya
Indonesia yang merdeka dan berdaulat, kecuali PKI yang selalu bersandar pada kekuatan
asing atau pergerakan sendiri bahkan menyebut bahwa partai nya sebagai paling rdikal dan
revolusioner. Saat PKI dibubarkan dan para pemimpinnya dibuang di melanglangbuana
selama beberapa tahun di negara orang seperti Rusia, Cina, Asia Tenggara, dan Eropa.
Sekalipun ideologi kiri terusir dari Indonesia, SI tidak lagi dapat memperbaiki citra
dirinyasebagai partai pelopor kebangkitan rakyat tertindas. Peluang tersebut diambil alih oleh
Soekarno (1901-1970) dan kawan-kawan para pendiri Partai Nasional Indonesia pada 4 juli
1927 dengan mengembangkan ideologi Nasionalisme sekuler radikal. Secara politik,
Soekarno ingin mendamaikan Islam, Marxisme, dan Nasionalisme demi persatuan bangsa
untuk mempercepat tercapainya kemerdekaan10.

5. KONSEP ISLAM DALAM NASIONALISME


9
Lihat Mohammad Natsir, The Role of Islam in The Promotion of National Resilence. Jakarta:

The Organizing Committee of the Diplomatic Club, 1976, h. 4


10
Tanzil, Hazil (ed.), “Seratus Tahun Haji Agus Salim”. Jakarta: Sinar Harapan,
1984.

8
A. PANDANGAN MUHAMMADIYAH TERHADAP NASIONALISME
Muhammadiyah menegaskan bahwa agama merupakan ajaran yang penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Agama sebagai sumber nilai utama yang
fundamental berfungsi sebagai kekuatan transendental yang luhur dan mulia bagi kehidupan
bangsa. Nilai-nilai intrinsik keagamaan telkah memberi inspirasi bagi para pendiri bangsa dan
perumus cita-cita negara dalam mewujudkan kehidupan kebangsaan yang berbasis pada
ajaran agama. Nilai-nilai agama bahkan tercermin dalam Pancasila sebagai ideologo
11

negara.3 Bahkan agama bukan hanya kumpulan tuntunan ritual ibadah dan doktrin moral
yang terkandung dalam ajaran kitab suci, lebih darin itu, agama merupakan model perilaku
yang tercermin dalam tindakan nyata yang mendorong penganutnya memiliki wataak jujur
dan dipercaya, dinamis, kreatif dan kerkemajuan. Agama tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Allah yang Maha Pnecipta (habl min Allah), tetapi juga mengatur dan
memberi arah kehidupan dalam bubungan antar umat manusia (habl min al-nas) yang
membentuk peradaban hidup yang utama. Muhammadiyah berkaitan dengan nasionalisme di
Indonesia telah membuat keputusan khusus yakni pada Khittah Muhammadiyah tahun 2002,
yaitu Khittah Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan bernegara. Muhammadiya
berpaandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi akidah,
ibadbah akhlak dan mu’amalah dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan
harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban
misingerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan agama
Islam menjadirahmatan lil ‘alamin dalam kehidupan di muka bumi ini. Muhammadiyah
menegaskan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu
pearwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar makruf nahi mungkar
sebagaimana telah menjadi pamggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal
dan setelah kemerdekaan Indonesia.12

B. PANDANGAN NU TERHADAP NASIONALISME


Nahdhatul Ulama (NU) juga memiliki pandangan yang hampir sama dengan
Muhammadiyah. Hanya saja NU, yang dalam berbagai gerakannya tentu sarat dengan kaum
ulama, karena ormas ini awalnya adalah kumpulan para ulama atau kiyai, sehingga ketika ada
sesuatu yang mesti diselesaikan maka para ulamanyapun akan kumpul untuk

11
Nashir, Haedar, Kuliah Kemuhammadiyahan 2 (Jogyakarta: Suara Muham madiyah, cet. Juli 2018)

12
Nur, Acep Zamzam, Zuly Qodir, dkk , NUhammadiyah Bicara Nasionalisme (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)

9
membicarakannya13. Kaitannya dengan nasionalisme, NU telah menga walinya dengan sikap
heroiknya dalam rangka nasionalisme memper tahankan negara RI yang baru saja merdeka
ingin dijajah kembali oleh Belanda. Belanada pada waktu itu membonceng tentara sekutu.
Maka, K.H.Hasyim Asy’ari atas nama Pimpinan PB NU, pada tanggal 22 Oktober 1945
mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang dikenal dengan Resolusi Jihad. Setidaknya
ada 3 (tiga) poin penting dcalam resolusi Jihad, yaitu (1) setiap Muslim wajib memerangi
orang kafir yang merintangan kemerdekaan Indonesia. (2) pejuang yang mati dxalam perang
kemerdekakan layak disebut isyuhada. (3) warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap
sebagai pemecah belah persatuan nasional sehingga harus dihukum mati. Untuk menjaga
eksistensi sekaligus memelihara kesinambu ngan peradaban bangsa Indonesia, agama dan
nasionalisme tidak boleh dipisahkan karena keduanya merupakan faktor kunci yang sangat
vital, demikian kata seorang petinggi Nahdlatul Ulama (NU), K.H.Maman Abd. Ghani. Lebih
lanjut, beliau mengatakan “Apabila pemahaman bahwa agama dan nasionalisme merupakan
satu hal yang tidak bisa dipisahkan sudah mengakar dalam suatu bangsa maka tidak akan ada
perang maupun kekerasan atas nama apa pun”. Nahdhatul Ulama telah berusaha
menghilangkan ketega ngan antara agama dan budaya, yang selanjutnya menjadikan
perjuangan Islam menjadi substantif. Oleh karenanya syariat Islam diwujudkan dengan
mengutamakan pada tujuan (maqashid al-syari’ah) dan prinsip dasarnya (mabadi’ al-
syari’ah). Esensi Inti nilainya terdapat pada kemaslahatan serta moderatisme (wasathiyyah)
yang memungkinkan NU mewujudkan cita bukan dari idealisme, melainkan realisme.
maknanya, untuk mewujudkan tujuan syariah, kaum tradisionalis ini berangkat dari realitas,
baik realitas budaya maupun kenegaraan Indonesia. Ini yang membentuk Islam Nusantara
yang menjadi basis-struktur bagi supra-struktur Islam Indonesia.14

6. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF NASIONALISME TERHADAP UMAT


ISLAM

Paham nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat


suatu bangsa, kemudian mengental dalam kehidupan politik kenegaraan yang berwujud

13
Wawancara dengan peneliti dengan K.H.Maman Abd. Ghani, Senin, 30 Agustus 2018, di kantor PB NU
Jakarta.
14
Wawancara dengan Prof.Dr. Katimin, M.Ag. pada Hari Selasa, 16 Oktober 2018, di Fakultas Ushuluudin dan
Studi isl;am UIN SU. Beliau adalah pengurus NU Wilayah Sumatera Utara, beliau juga Dekan FUSI UIN SU
Medan.

10
nation-state dan bertujuan untuk mempersatukan suatu bangsa.15 Masyarakat dan menjadi
unsur pemersatu di antara mereka. Nilai-nilai itu adalah agama dan keyakinan. Nilai-nilai
agama telah mempengaruhi dan membentuk umat pemeluknya merasa senasib
sepenanggungan dan memiliki kedekatan emosional dalam persaudaraan dengan
mengabaikan perbedaan suku dan keturunan. Persatuan yang dilandasi oleh semangat
kesamaan agama ini sangat kentara, terutama dalam agama Islam. Akibatnya bagi kaum
muslimin, kehadiran paham nasionalisme ini mau tidak mau harus bersentuhan dengan nilai-
nilai agama Islam yang telah lebih lama berada di tengah-tengah masyarakat muslim saat itu.
Sehingga banyak kalangan umat Islam yang senyikapi nasionalisme ini beragam. Di antara
mereka ada yang menerima dan ada yang apriori, bahkan ada yang menolak. Maka dari
sinilah diskursus antara nasionalisme dan agama Islam dimulai,

Para pemikir politik dari Arab dan Turki menggagas bahwa nasionalisme yang murni
adalah nasionalisme yang berwatak Eropa modern dan sekuler. Di Mesir muncul tokoh yang
bernama Abdurrahman al-Kawakibi (1849-1903 M.) yang dianggap sebagai ideolog utama
nasionalisme Arab, dan di Turki ada penulis utama nasionalisme Turki, Ziya Gokalp (1876-
1924 M.). Keduanya mengambil gagasan nasionalisme dari sumber yang sama, yaitu Eropa.
Mereka yakin bahwa hanya nasionalisme model Eropa yang dapat dijadikan energi untuk
melakukan perubahan sosial dan politik di dunia Islam. Basis material “negara-bangsa” yang
semata-mata berpatok pada kriteria etnisitas, kultur, bahasa dan wilayah dengan sendirinya
mengabaikan kategori agama sebagai sebuah ikatan sosial. Hal ini merupakan kekurangan
yang sangat fatal. Penafian agama dalam perumusan nasionalisme inilah yang menimbulkan
kritik pedas dari kalangan aktivis Islam. Mereka percaya, inilah yang menyebabkan lemahnya
dunia Islam dalam menggalang kesatuan di antara mereka. Ali Muhammad Naqvi secara
tegas menyatakan bahwa Islam tidak kompatibel dengan nasionalisme, karena keduanya
saling berlawanan secara ideologis. Kriteria nasional sebagai basis bangunan komunitas sama
sekali ditolak Islam. Basis-basis ini hanya bersifat nasional-lokal, sedangkan Islam
mempunyai tujuan kesatuan universal. Selain itu, karena spirit nasionalisme berupa
sekularisme yang menghendaki pemisahan tegas antara agama dan politik. Ali Muhammad
Naqvi percaya bahwa jika Islam yang berkembang maka nasionalisme akan padam, tetapi
juga sebaliknya, saat nasionalisme bangkit berarti kekalahan Islam

15
Zaman kebangkitan umat Islam disinyalir pada awal periode modern (tahun 1800-an M.), namun menurut
Harun Nasution, pada periode pertengahan pun sebenarnya telah muncul pemikiran pembaharuan di dunia
Islam, terutama di Kerajaan Utsmani (Harun Nasution, 1975: 15).

11
Dalam khazanah intelektual dan pergerakan Islam, muncul seorang pemikir Muslim
dari Mesir, Hasal al-Banna, yang secara komprehensif dan sistematis menggagas konsep
nasionalisme yang disinergiskan dengan konsep kebangkitan Islam global. Kebangkitan itu
dapat dilakukan melalui kekuatan-kekuatan nasional yang telah dijiwai spirit dan falsafah
Islam. Pembaruanpembaruan gerakan Hasan al-Banna dikontekstualisasi sesuai dengan
kebutuhan dan realitas politik yang ada. Oleh karena itu, perwujudan konsep nasionalismenya
pun mengambil bentuk yang plural dan general dengan penekanan kesamaan visi, yaitu
kebangkitan Islam global.16

Lalu paham nasionalisme sekuler yang lahir di Barat telah dimodifikasi sedemikian
rupa oleh kaum muslimin menjadi nasionalisme yang berbasis ukhuwah Islamiyah yang
kemudian dikenal dengan nasionalisme Islam. Paham nasionalisme Islam ini lalu menjadi
senjata ampuh umat Islam untuk bangun dan bangkit dari keterpurukannya di segala bidang,
terutama pembebasan diri dari kolonialisme negara-negara Barat atas dunia Islam. Hal ini
selaras dengan pendapat Rupert Emerson yang menyatakan bahwa nasionalisme sebagai
komunitas orang-orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen penting
yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju
masa depan. Juga pendapat Ernest Renan, bahwa nasionalisme adalah kesatuan solidaritas
yang besar, tercipta oleh perasaan pengorbanan yang telah dibuat di masa lampau untuk
membangun masa depan bersama. Nasionalisme sebagai kehendak untuk bersatu (le dwsire
d’entre ensemble).

16
WAMY 1993. “Gerakan Keagamaan dan Pemikiran”. (Akar Ideologis dan Penyebarannya
(diterjemahkan oleh A.Najiyullah). Al-Ishlahy Press, Jakarta.

12
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Nasionalisme pada hakekatnya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama,


karena nasonalisme menentang segala bentuk penindasan terhadap pihak lain, baik itu orang
per-orang, kelompok-kelompok dalam masyarakat, maupun suatu bangsa. Nasionalisme tidak
membeda-bedakan baik suku, agama, maupun ras. Mencintai tanah air tidak dilarang oleh
agama manapun, yang dilarang adalah merusak dan mengadu domba untuk membuat rusuh
dan hancur negara dengan dalil agama.

2. SARAN

Seluruh generasi muda maupun tuan diharapkan turut menjiwai, menghargai, dan
melestarikan identitas nasional bangsa. Hal ini demi menumbuhkan semangat nasionalisme
serta tidak mudah terbawa arus negative globalisasi yang dapat mengikis semangat
nasionalisme bangsa.

13
14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai