Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ISLAM DAN NASIONALISME


MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA
Dosen Pengampu : Dr. Muskinul Fuad, M.Ag

Disusun Oleh
Laudza Adzin Adil Hakim Barts _P1337430323109

PRODI RADIOLOGI PURWOKERTO PROGRAM DIPLOMA TIGA


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
serta hidayah kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang berjudul "Islam dan nasionalisme". Tujuan penulisan
makalah ini untuk memenuhi tugas PAI.

Kami dari kelompok 6 atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada.

- Bapak Dr. Muskinul Fuad M.Ag, selaku dosen pengampu Pendidikan Agama Islam yang
telah memberikan bimbingan, saran, ide, dan juga kesempatan untuk pembuatan makalah.

- Bapak Ulul Aedi M.Ag, selaku dosen pengampu Pendidikan Agama Islam, yang memberikan
dorongan dan masukan kepada penulis.

- Semua pihak yang tidak dapat penulis rinci satu per satu yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 13 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I ............................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II.............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
2.1 Hakikat Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam .............................................. 3
2.2 Wujud Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam Error! Bookmark not defined.
2.3 Tujuan Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam ............................................... 5
BAB III ............................................................................................................................................ 9
PENUTUP........................................................................................................................................ 9
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 9

3.2 Saran ................................................................................................................................ 9


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara bangsa atau nation state sebagai fakta politik Indonesia sekarang merupakan
hasil perjuangan para pemimpin terdahulu. Negara bangsa yang merupakan perkembangan
termodern mulai muncul pertama kali di dunia Barat pada abad 18. Kehadiran negara
bangsa merupakan pengganti negara dinasti yang mulai pudar semenjak revolusi Perancis
dan revolusi Industri di Inggris, Italia, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.
Perkembangan ini dimungkinkan oleh munculnya paham kebangsaan atau nasionalisme
yang mengikat kesatuan dan solidaritas masyarakat yang tergabungdalam kesadaran itu.
Dengan demikian, antara negara bangsa dan nasionalisme merupakan elemen yang saling
menunjang, dimana satuan geografis tertentu sekaligus menjadi batasan bangsa.
Nasionalisme menjadi faktor penentu yang mengikat semangat serta loyalitas untuk
mewujudkan cita bersama mendirikan sebuah negara bangsa. Landasan nasionalisme
dibangun oleh kesadaran sejarah, cinta tanah air dan cita politiknya.
Cinta tanah air merupakan fitrah manusia. Cinta tanah air ibaratkan cinta pada diri
sendiridan jiwanya, meskipun apa adanya, bahkan sering kali bangga akan keindahan dan
kebagusan dirinya. Dasarnya menurut Mas mashur adalah:
“Tiap jiwa mempunyai roh, dan tiap-tiap roh itu bertanah air pada jiwanya, tidak
ubahnya sebagai saya yang bertanah air pada jiwa dan badan saya. Dan kewajiban bagi saya
untuk menjaganya, memeliharanya, mencintainya kepada tanah air yang bertempat pada
jiwa saya itu.”
Dalam hal ini sering juga kita mendengar ungkapan” cinta tanah air sebagian dari
iman”. Apapun yang terkait dengan tanah air kita, sedikitnya perhatikan kita akan terarah
untuk itu. Keinginan untuk senantiasa kembali atau pulang ke tanah air atau kampung sendiri
sering muncul ketika kita berada jauh darinya. Karena ada dasar cinta (dengan segala
aspeknya) yang mengikat dan memanggil.
Wawasan kebangsaan bagi rakyat indonesia, utamanyaumat islam, memiliki peran
penting yang sangat strategis dalam menjaga ketahanan bangsa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Keberagaman budaya dan agama dapat menjadi sumber perpecahan di masyarakat

1
yang tidak mustahil munculnya separatisme. Namun, karena bangsa indonesia merupakan
bangsa yang toleran, religius, dan menyadari bahwa keberagaman merupakan realitas sosial
dan sebuah sunnatullah (ketentuan), maka kekhawatiran itu dapat berubah menjadi sebuah
optimisme untuk membangun persatuan dan kebersamaan yang sebenarnya.
Keyakinan umat terhadap agamanya masing-masing tidak akan mengurangi rasa
kebangsaaanya. Bahkan justru sebaliknya, memperkuat rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Sebab setiap agama mewajibkan setiap pemeluknya dan mendorong penganutnya untuk
membela kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negaranya. Maka ungkapan cinta tanah air
sebagian dari iman sangat berpengaruh dalam membangkitkan semngat bangsa indonesia
khususnya umat islam .
Bagi umat islam, niat untuk menjadi satu adalah hal yang penting. Jika mencintai tanah
air didasarkan kepada kebesaran dan keagungan tanah air di mana ia tinggal, maka dasarnya
keyakinan itu telah menafikan eksistensi Tuhan. Sementara di dalam Islam setiap perilaku
baik ibadah ataupun muamalah haruslah didasarkan kepada keyakinan terhadap Allah SWT.
Hal itulah yang dikhawatirkan oleh kalangan Islam dengan cara merusak tauhid umat Islam
dengan menekankan patriotisme dan pengorbanan untuk tanah air karena motivasi materialis
(kebangsaan sempit).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah yang akan kami
ulas, diantaranya yaitu :
1. Bagaimana hakikat paham kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam?
2. Bagaimana wujud paham kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam?
3. Apa tujuan paham kebangsaan (nasionalisme) dalam islam?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menemukan secara umum konsep
paham kebangsaan. Penulisan ini akan menelusuri konsep tersebut secara tematik.
Sedangkan kegunaan penulisan adalah untuk menambah pengetahuan tentang konsep yang
dimaksud dan dapat menjadi bahan renungan dalam menumbuhkan semangat nasionalisme
kita dalam hidup bermasyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam


Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi
bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk untuk
menentukan nasib sendiri di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia,
termasuk Indonesia, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas menentukan
masa depanya sendiri.
Dalam situasi perjuangan merebut kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai
pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat mengikat
keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Atas dasar pembenaran tersebut,
selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang disebut dengan
nasionalisme.
Nasionalisme berasal dari kata nation yang dipadankan dengan bangsa.bangsa
mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian antropologis serta sosiologis, dan dalam
pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu
masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang berdiri sendiri dan masing-
masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama,
sejarah, dan adat istiadat. Sedangkan yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik adalah
masyarakat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka tunduk pada kedaulatan negaranya
segabai suatu kekuasaan tertinggi.
Rupert Emerson mendefinisikan nasionalisme sebagai komunitas orang-orang yang
merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen signifikan yang mendalam dari
warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan.
Sedangkan menurut Ernest Renan, nasionalisme merupakan unsur yang dominan dalam
kehidupan sisoal-politik sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu
bangsa guna menyatukan kehendak untuk bersatu. Anggapan ini paralel dengan pandangan
islam sebagaiman termaktub dalam Al- quran surah Al-Hujurat, 49:13.
Lebih lanjut dikalangan umat Islam dikenal sebuah pepatah yang berbunyi: hubbul
wathani minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Ini ditegaskan dalam Alquran
yang menghendaki perubahan agar dilakukan oleh masyarakat. QS. 13:11:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah

3
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Orang yang mengendalikan cinta tanah air itu termasuk dari pada iman, adalah hal
yang tidak benar. Memang agama Islam tidak bertanah airtetapi kaum musliminnya yang
bertanah air. Agama Islam tidak ada kebangsaan, tetapi kaum musliminnya berbangsa-
bangsa menurut tempat dan daerahnya.

2.2 Wujud Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam


Islam mengakui perbedaan umat menurut afiliasi agama mereka. Orang
orang Kristen disebut segbagai ummat (komunitas) Yesus, orang-orang Yahudi disebut
sebagai umat Musa, sebagaimana halnya kaum Muslim membentuk umat Nabi
Muhammad. Ibrahim sendiri dinamakan sebagai umat yang patuh kepada Tuhan (QS. Al-
Nahl 16:120), dan setiap umat memiliki satu perangkap ibadah yang dipilihkan oleh
Allahuntuk mereka, Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan suatu ibadah (QS. Al-
Hajj 22:34). Pada awalnya hanya ada satu umat, manusia dahulunya adalah satu umat (QS.
Yunus 10:19), tetapi seiring dengan perjalanan sejarah, berbagai macam umat terbentuk dan
setelah itu banyak yang hilang atau hancur. Islam menggambarkan secara detail istilah
muncul, hilang, dan kejatuhan berbagai umat, yang biasa disebut sebagai bangsa-bangsa.
Kenyataanya, Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang
waktunya, mereka tidak dapat mengundurkanya barang sesaat pun dan tidak (dapat)
pulamemajukannya (QS. Al-A’raf 7:34).
Menurut Islam, umat (komunitas), makna dasarnya adalah suatu kolektivitas atau
kumpulan manusia yang mereka semuua disatukan oleh tali agama, dan agama di dalamnyya
berfungsi sebagai fondasi bagi hubungan sosial, hukum, politik, ekonomi, dan etika di antara
anggota-anggotanya. Dalam periode sejarah, tidak hanya ada satu, tetapi banyak umat atau
bangsa, yang artinya banyak agama, dan ini diterangkan dalam Alquran sebagai kondisi yang
diinginkan oleh Tuhan, karena, Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Allah menjadikan
mereka satu umat saja (QS. Al- Syura 42:8). Dalam konteks dunia dengan umat yang
beragam inilah, yang semua dipandang Islam dalam kerangka religius, konsepsi Islam
tentang dirinya sebagai satu ummat harus diletakan dan dipahami.
Mengaitkan Islam dengan kebangsaan dapat dijelaskan dalam dua perspektif. Pertama,
dari prespektif pluralisme dalam persatuan, Islam dan nasionalisme mempunyai hubungan
positif. Islam mempunyai pengalaman panjang dan bahkan pioneer terbentuknya
nasionalisme yang melahirkan negara bangsa. Negara madinah yang didirikan Nabi
Muhammad adalah negara bangsa pertama di dunia. Kedua, dari perspektif uneversalisme,
4
menurut Mansur, kebangsaan bertentangan dengan Islam. Sebagai agama universal, Islam
tidak membatasi peruntukan bagi wilayah geografis dan etnis tertentu. Namun demikian,
Islam tidak menafikan kenyataan bahwa setiap orang mempunyai afiliasi terhadap tanah air
tertentu. Maka pepatah yang mengatakan “cinta tanah air sebagian dari iman”, seperti
dikataakan sebelumnya, sangat mempengaruhi pandangan kaum muslimin pada umumnya.
Maka benarkah Mansur bahwa memang Islam tidak bertanah air, tetapi kaum musliminnya
bertanah air. Dan umat Islam berkewajiban menjaga, mencintai, dan membela tanah airnya.
Realitas kebangsaan dalam tubuh umat Islam merupakan implementasi dari misi
“rahmatan lil alamin” sehingga eksklusifitas mereka harus diminimalkan. Sikap
kebangsaan bagi mereka juga cermin dari faham monotheis yang menjadi fundamental
keyakinannya, dimana semua realitas itu- termasuk eksklusifitas dan individualitas- haruslah
dinegasikan dan hanya Allah yang menjadi esensi sesungguhnya, “la ilaha illallah”. Norma
tersebut kemudian diaplikasikan oleh Rasulullah SAW. Dalam membangun masyarakat
Madinah di bawah panji “Piagam Madinah”. Dalam perjanjian luhur yang mengikat Yahudi,
Kristen, Muslim dan Paganis tersebut kata Islam dan Alquran sama sekali tidak pernah
ditampilkan. Karakter ini diperkuat dengan risalah terakhir dalam Islam yang disampaikan
Nabi saw. Dalam Haji Wada’. Dalam satu-satunya ibadah haji yang pernah dilakukan
Rasulullah semasa hidup tersebut, beliau berpesan kepada seluruh umat manusia untuk
selalu menghormati kehormatan dan hak-hak seseorang, mengangkat kehormatan wanita,
menghindarkan pertumpahan darah dan seterusnya.

2.3 Tujuan Paham Kebangsaan (nasionalisme) dalam Islam


Untuk melihat tujuan nasionalisme, maka perlu diperhatiakan konsep-konsep yang
mendasari paham kebangsaan tersebut. Konsep-konsep yang dimaksud di antaranya adalah;
unsur kesatuan/ persatuan, asal keturunan, bahasa, adat istiadat, sejarah, dan cinta tanah air.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam menyerukan persatuan dan kesatuan. Seperti
dijelaskan dalam QS. Al-Anbiya 21 dan Al-Mu’minn 23:52. “sesungguhnya umatmu ini
adalah umat yang satu”.
Semangat nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang hendak
membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar,
mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan
menciptakan keadilan dan kebersamaan. Nasionalisme ini, misalnya membentuk persepsi
dan konsepsi identitas sosial kaum pergerakan Indonesia sebagai suatu kekuatan politik yang
tidak bisa dinegasikan oleh penguasa kolonial. Tjuan nasionalisme ini adalah pembebasan

5
dari penjajahan dan menciptakan masyarakat/negara yang adil, dimana tidak ada lagi
penindasan manusia oleh manusia. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah 2:279
Terjemahannya:
“Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat tentang unsur “persamaan keturunan” dalam


hal kebangsaan, bahkan dengan melihat kenyataan bahwa tidak ada satu bangsa yang hidup
pada masa sekarang di mana seluruh anggota masyarakatnya berasal dari satu keturunan
yang sama.
Alquran menegaskan bahwa Allah swt. Menciptakan manusia dari satu keturunan dan
bersuku-sukuu (demikian juga rumpun dan ras manusia), agar mereka saling mengenal
potensi masing-masing dan memanfaatkannya semaksimal mungkin. Ini mengisyaratkan
bahwa Islam mendukung pengelompokan berdasarkan keturunan, selama tidak
menimbulkan perpecahan. Hal ini dibenarkan dalam QS. Al-A’raf 7:160.
“160. Dan mereka kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya
berjumlah besar dan kami wahyukan kepada musa ketika kaumnya meminta air
kepadanya:”Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah dari padanya dua
belas mata air.
Dalam hal bahasa- sebagai unsur kebangsaan- QS. Al-Rum 30:22 menegaskan sebagai
berikut:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Alquran begitu menghargai bahasa dan keragamannya, hingga mengakui pemakaian
bahasa lisan yang beragam. Dalam konteks paham kebangsaan, Alquran sangat
menghormati bahasa, sebagaimana hadis Nabi Saw.
“Alquran diturunkan, sebagaimana hadis bahasa”.
Pada hakikatnya, bahasa memang bukan digunakan sekedar untuk menyampaikan
tujuan pembicaraan dan yang diucapkan oleh lidah. Bahasa merupakan jembatan penyalur
perasaan dan pikiran.
Pikiran dan perasaan satu kelompok/umat tercermin antara lain dalam adat istiadatnya.
Hal ini dinyatakan dalam QS. Ali-‘Imran 3:104,
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar”
“199. Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta

6
berpalinglah dari pada orang-orang bodoh”.
Penjabaran kebaikan dapat beragam sebagaimana kondisi masyarakat. Sehingga
memungkinkan satu masyarakat berbeda dengan masyarakat lain. Apabila penjabaran
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama, maka itulah yang disebut
‘urf/ma’ruf.
Para pakar hukum menetapkan bahwa adat kebiasaan dalam suatu kelompok
masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam, maka dapat dijadikan
sebagai salah satu pertimbangan hukum (al-adat muhakkimah).
Faktor persamaan sejarah menjadi unsur kebangsaan karena dianggap penting dalam
rangka menyatukan perasaan, pikiran dan langkah masyarakat. Dengan melihat sejarah,
umat, bangsa dan kelompok dapat belajar dari segi positif dan negatif pengalaman masa
lampau untuk menapaki jalan menuju masa akan datang. Fakta sejarah yang cemerlang akan
menjadi motivasi bagi anggota kelompok serta generasi selanjutnya.
Menurut Alquran, tujuan utama dari uraian sejarahnya adalah untuk mengambil
pelajaran, guna menetapkan langkah selanjutnya. Unsur kesejarahan sejalan dengan ajaran
Islam, selama kesejarahan itu diarahkan itu diarahkan guna mencapai kebaikan dan
kemaslahatan.
Selanjutnya unsur cinta tanah air (patriotisme) merupakan pembuktian rasa
kebangsaan. Sudah menjadi tabiat manusia, mencintai negeri tempat ia dilahirkan. Bahkan
kemanapu ia pergi, rasa ingin kembali ke tanah air senantiasa muncul.
Ketika Rasulullah SAW. Berhijrah ke Madinah, beliau sholat menghadap ke Bait Al-
Maqdis. Tetapi, setelah enam belas bulan, rupanya beliau rindu kepada Makkah dan ka’bah,
karena merupakan kiblat leluhurnya dan kebangsaan orang- orang Arab. Wajah beliau
bolak-balik menengadah ke langit, bermohon agar kiblat diarahkan ke Mekkah.maka Allah
merestui dengan turunya ayat:
Sungguh kami (sering) melihat mukamu mengadah ke langit, Maka sungguh kami
akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palinkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu arahnya. Dan sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Khusus mengenai tanah air, Natsir pernah menulis dalam artikel:
“Dan janganlah lupa, bahwa tanah airnya sendiri itu sebahagian dari tanah air
agamanya, dan wajib ia sungguh-sungguh untuk menjadikan kemajuan tanah airnya sebagai

7
wasilah untuk kemajuan dunia Islam”.
Natsir berpandangan, merupakan suatu keharusan dalam perjuangan pembentukan
sebuah negara bangsa. Paham kebangsaan merupakan sebuah alat yang perlu untuk
merealisasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam situasi yang kongkrit.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas mengenai konsepsi paham kebangsaan dalam Islam, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di mana kesetian
seseorang secara total diabadiakan langsung kepada negara, di mana masyarakatnya
dipersatukan karena ras, bahasa, agama, sejarah dan adat. Hal tersebut berdasar pada
penciptaan manusia yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa.Nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang
hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan
kesetiakawanan yang besar.
2. Mencintai tanah air tidak dilarang agama.Yang dilarang adalah mengurus suatu
negara atau mengajak orang lain untuk mengurusnya dengan asa kebangsaan
tanpa mengambil atura Islam. Semangat nasionalisme serta cinta tanah air dan
menyatukannya dengan aturan islam adalah sikap terpuji. Sebagaimana Alquran
surah Al-Hujurat mengakui eksistensi bangsa-bangsa, tapi menolak nasionalisme
sempit yang mengarah kepada Ashabiyah. Kebangsaan adalah suatu fitrah dan
alamiyah.
3. Dengan adanya semangat nasionalisme yang berdasarkan atas persamaan niat dan
tujuan untuk bersatu dan hendak membangun bangsanya menuju masa depan. Dengan
penciptaan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa tidak lain untuk saling
kenal mengenal sehingga tercipta kebersamaan dan keharmonisan dalam kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat.

3.2 Saran
Saran dari kelompok kami dengan dibuatnya makalah tentang Islam dan
Nasionalisme ini bisa meningkatkan pemahaman tentang konsep nasionalisme yang sejalan
dengan ajaran Islam, seperti cinta tanah air dan keberagaman budaya, Mendorong
partisipasi aktif umat Islam dalam kegiatan nasional, seperti upacara bendera dan kegiatan
sosial yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, Menghindari
paham radikalisme dan ekstremisme yang dapat merusak hubungan antarumat beragama

9
dan merusak keutuhan negara, Meningkatkan kerjasama antara umat Islam dan pemerintah
dalam membangun negara yang lebih baik dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia, Menjaga
keberagaman budaya dan agama sebagai kekayaan bangsa, serta menghargai perbedaan
sebagai sumber kekuatan dalam membangun bangsa yang lebih maju dan sejahtera.

10
DAFTAR PUSTAKA

Baqi, Muhammad Fuad Abdul. Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Al-Faz Al-Quran Al-


Karim, Beirut: Dar al Fikri. 1987
Barakwan, Habib Salim. Opini: Tumbuuhkan komitmen Bersama, Fajar: Jumat. 7
Desember. 2007
Dault, Adhiyaksa. Islam dan Nasionalisme, Jakarta:Yadaulu.2003
Dwi Purwoko dkk. Negara Islam, Percikan Pemikiran: H. Agus Salim, KH. Mas Manshur,
Mohammad Natsir, KH. Hasyim Asyari, Depok: Permata Atika Kreasi. 2001
John J. Donohue dan John L. Esposito. Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedia Masala-
masalah diterjemahkan dari buku aslinya yang berjudul, Islam and Tradition: Muslim
Perspectives, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994
M.Natsir, Agama dan Negara Dalam Prespektif Islam, Jakarta: Media Da’wah. 2001 Nasr,
Seyyed Hossein. The Heart Of Islam: Pesan-pesan Universal Islam Untuk
Kemanusian, diterjemahkan oleh Nurasiah Fakih Sutan Harahap dengan judul, The
Heart Of Islam: Enduring Value For Humanity, Bandung: Mizan. 2003

11

Anda mungkin juga menyukai