Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMAHAMI WAWASAN KEBANGSAAN


"Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Mata kuliah Pancasila”

Dosen Pengampu

Nama : Dr.Tusriyanto, S.Pd.,SE.,M.pd

Disusun Oleh :
Kelompok 3

1. Lukman Hakim (2301072006)


2. Fajar Shodiq Ibrahim (2301072004)

PROGRAM STUDI TADRIS IPS


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)METRO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga kelompok penulis bisa menyelesaikan tugas makalah
“Memahami wawasan Kebangsaan Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu” sebagai
mana mestinya. Tak lupa pula kelompok 3 ucapkan banyak terima kasih terhadap teman satu
kelompok yang turut ikut andil dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis sadar dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan dalam segi penyusunan
dan sistematika penulisan yang baik dan benar oleh karena itu penulis selaku penyusun
sangat berharap banyak terhadap para pembaca agar memberi saran dan masukkan sehingga
penulis bisa menyempurnakan kekurangan tersebut. Semoga makalah yang penulis susun ini
bermanfaat bagi kita semua terutama terhadap penulis.

Punggur, 21 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I. ........................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................
A...Latar Belakang ..............................................................................................
B...Rumus Masalah .............................................................................................
C...Tujuan Penulisan ...........................................................................................
BAB II........................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................
A...Munculnya wawasan Kebangsaan.................................................................
B...Wawasan Kebangsaan sebagai bagian dari nation and character building....
C...Pola pikir berbangsa dan bernegara...............................................................
D...Proses berbangsa dan bernegara.....................................................................
BAB III.......................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
A...Kesimpulan ...................................................................................................
B...Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wawasan Kebangsaan merupakan pandangan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
mengenai identitas dan tanah airnya, dengan prinsip utama persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Konsep wawasan kebangsaan
merupakan elemen yang paling fundamental bagi bangsa Indonesia, membedakannya dari
bangsa-bangsa lain di dunia. Tujuan dari wawasan kebangsaan adalah membangun dan
mengembangkan persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia. Wawasan kebangsaan juga
berkaitan dengan bagaimana sebuah bangsa mengelola kondisi geografis negara, sejarah,
ekonomi, politik, dan pertahanan untuk mencapai tujuan yang menjamin kepentingan
nasional. Selain itu, wawasan kebangsaan juga menentukan bagaimana suatu bangsa
memposisikan dirinya dalam hubungan dengan bangsa lain di dunia internasional. Salah
satu manfaat dari wawasan kebangsaan adalah munculnya rasa nasionalisme di kalangan
masyarakat Indonesia.

1. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah diatas, ada beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Munculnya Wawasan Kebangsaan
2. Wawasan Kebangsaan sebagai bagian dari Nation and character building
3. Pola pikir pemahaman wawasan kebangsaan
4. Proses berbangsa dan bernegara

2. Tujuan
a) Memahami wawasan Kebangsaan
b) Memperluas pola pikir wawasan Kebangsaan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Munculnya Wawasan Kebangsaan


Wawasan kebangsaan muncul saat bangsa indonesia berjuang untuk membebaskan
diri dari penjajahan, seperti yang dilakukan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang.
Namun, upaya ini belum membuahkan hasil karena belum terdapat persatuan dan
kesatuan, sedangkan penjajah terus menggunakan taktik pemecah belah. Namun, sejarah
perlawanan para pahlawan membuktikan bahwa semangat perjuangan bangsa Indonesia
tidak pernah padam dalam upaya mengusir penjajah dari Nusantara. Selanjutnya, muncul
kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional, berdasarkan persatuan dan kesatuan
seluruh bangsa Indonesia, akan memiliki kekuatan yang nyata. Kesadaran ini kemudian
menjadi nyata dengan munculnya gerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, yang
merupakan titik awal perjuangan nasional bangsa Indonesia, diikuti dengan munculnya
gerakan nasional dalam bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, seni, pers, dan
perempuan. Tekad perjuangan ini semakin jelas dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928 yang menyatakan "Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa
persatuan bahasa Indonesia", dan mencapai puncaknya dengan proklamasi kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama perjalanan sejarah ini, muncul gagasan, sikap, dan
tekad yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa dan didorong oleh cita-cita moral yang
luhur dari rakyat. Sikap dan tekad ini merupakan pengembangan dari wawasan
kebangsaan.

B. Wawasan Kebangsaan sebagai bagian dari Nation and Character building


Rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa , yakni rasa yang lahir secara alami karena
adanya kebersamaan social yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan
masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantanggan sejarah masa kini.
Dinamisasi rasa kebangsaan , yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu
bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan
paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotism.Wawasan
kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta
mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang menyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir
dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiaannya. Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu
bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan member dasar keberadaan
(raison d’entre)bangsa-bangsa di duniah. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah
sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami
bangsa-bangsa lain.

Bagaiamana pun konsep kebangsan ini dinamis adanya. Dalam kedinamisannya,


antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lain saling berinteraksi dan
saling mempengaruhi. Denagan benturan budaya dan kemudian bermetamorgosa dalam
campuran budaya dan sintesannya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis
dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam kebangsaan. Paham kebangsaan
berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam suatu lingkungan masyarakat dengan
lingkungan lainnya.dalam sejarah bangsa-bangsa terlihat betapa banyak paham melandaskan
diri pada kebangsaan. Ada pendekatan rasa tau etnik seperti Nasional sosialisme (Nazizme)
di jerman, atas dasar agama seperti di pecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan
agama seperti Israel-Yahudi, dan konsep Melayu-Isalam di Malaysia, atas dasar ideologi
atau atas geografi atau paham geogpolitik, seperti yang dikemukakan Bung Karno pada
Pidato 1 juni 19454 “Seorang anak kecil pun, jikalau ia melihat deta dunia, ia dapat
menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat di
tunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar; Lautan Pasifik
dan Lautan Hindia, dan diantara 2 benua, yakni Benua Asia dab Benua Australia. Seorang
anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau jawa, Sumtra, Borneo, selebes, Halmahera,
Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil diantaranya, adalah satu kesatuan.
Terhadap peryataan itu, Bung Hatta tidak sepenuhnya sepenuhnya sependapat, terutama
mengenai pendekatan geopolitik itu “Teori geopolitik sangat menarik, tetapi kebenarannya
sangat terbatas. Kalau diterapkan kepada Indonesia, maka Filipina harus dimasukkan ke
daerah Indonesia dan Irian Barat dilepaskan; demikian juga seluruh Kaliamantan harus
masuk Indonesia . Filipina tidak saja serangkai dengan kepulauan kita.”

Menurut Hatta memang sulit memperoleh kriteria yang tepat apa menentukan bangsa. Bangsa
bukanlah didasarkan kesamaaan asal, persamaan bahasa, dan persamaan agama. Menurut
Hatta “bangsa ditentukan oleh sebuah keinsyafan sebagai suatu persatuan yang tersusun jadi
satu, yaitu keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan.
Keinsyafan yang bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama
diderita, mujur yang sma didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama,
pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dn
otak,” Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut diatas sebenarnya
merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa dan wawasan lahir dengan
sendirinya di tenga ruang dan waktu seseorang dilahirkan. Tidak salah bila pandangan
generik itu mengemukakan pentingya menumbuhkan semangat pejuangan, rasa kebanggaan
atas bumi dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya. Wawasan kebangsaan
merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan sendirinya. Ia
sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik (socially and
politically construkcted). Pidato Bung Karno atau perhatian Hatta mengenai wawasan
kebangsaan adalah bagian penting dari konstruksi elit politik terhadap bangunan citra (image)
bangsa Indonesia. Apa pun perbedaan pandangan elit tersebut, persepsi itu telah membentuk
kerangka berfikir masyarakat tentang wawasan kebangsaan. Mengadopsi pemikiran Talcott
Parsons mengenai teori system, wawasan kebangsaan dapat dipandang sebagai suatu falsafah
hidup yang berada pada tataran sub-sistem budaya. Dalam tataran ini wawassan kebangsaan
dipandang sebagai “way of life” atau kerangka/ peta pengetahuan yang mendorong
terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan bagi seseorang, dan pengalaman
merupakan akumulasi dari proses tataran system lainnya, yakni sub-sistem sosial, sub-sistem
ekonomi, dan sub-sistem politik. Pada tataran sub-sistem social berlangsung suatu proses
interaksi sosial yang menghasilkan kohesi sosial yang kuat, hubungan antar individu, antar
kelompok dalam masyarakat yang harmonis. Integrasi dalam system sosial yang terjadi akan
mewarnai dan mempengaruhi bagaimana system budaya (Ideologi/falsafah/pandangan hidup)
dapat bekerja dengan semestinya. Sub-sistem ekonomi dan sub-sistem politik mempunyai
kaitan yang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa paham kebangsaan Indonesia tidak
menempatkan bangsa kita di atas bangsa lain, tetapi menghargai harkat martabat
kemanusiaan serta hak dan kewajiban manusia. Paham kebangsaan berakar pada asas
kedaulatan yang berada di tengah rakyat. Oleh karena itu paham kebangsaan sesungguhnya
adalah paham demokrasi yang memiliki cita-cita keadilan sosial, bersumber pada rasa
keadilan dan menghendaki kesejateraan bagi seluruh rakyat. Namun demikian sangat
dipahami bahwa pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu
penjelmaan dari proses perubahan politik dan sosial. Oleh karena itu keberhasilan
pembangunan di bidang ekonomi tidak dapat lepas dari keberhasilan pembangunan di bidang
politik. Pada masa kini kita menyaksikan betapa pembangunan ekonomi hanya dapat terjadi
secara bekelanjutan di atas landasan demokrasi. Betapa bangsa yang menganut system politik
totaliter, dengan atau tanpa ideology, atau dilandasi oleh ideologi apapun, tidak bias
mewujudkan kesejateraan dan tidak sanggup memelihara momentum kemajuan yang telah di
capai. Sejarah membuktikkan keikutsetaan rakyat dalam pengambilan keputusan merupakan
prasyaratan bagi peningkatan kesejateraan secara berkelanjutan.
Di sisi lain, ada pula yang mengatakan proses demokratisasi tidak akan berlangsung dengan
sendirinya tanpa faktor-faktor yang mengkodisikannya. Dalam hal ini tinggakt kesejateraan
masyarakat secara menyeluruh akan menentukan kualitas demokrasi. Masyarakat yang belum
terpenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar akan sulit dibayangkan dapat ikut
mempengaruhi secara aktif proses perumusan kebijaksanaan pada tingkat mana pun, factor
ekonomi sangat menentukan. Dengan demikian, tingkat partisipasi politik rakyat sangat erat
kaitanya dengan tingkat kemajuan ekonomi, seperti juga jalan menuju pembangunan
ekonomi adalah demokrasi. Ekonomi yang kuat yang antara lain tercermin pada tingkat
pendapatan per kapita dan tingkat pertumbuhan yang tinggi belum menjamin terwujudnya
demokrasi yang sehat apabila struktur ekonomi pincang dan sumber-sumber daya hanya
terakumulasi pada sebagian sangat kecil anggota masyarakat. Dengan demikian, upaya-upaya
pemerata pembangunan yang sekarang diberikan perhatian khusus harus dipadang pula
sebagai langakah strategis dalam rangka pengejawantahan dari wawsan kebangsaan. Dapat
dipahami bila wawasan kebangsaan hanya tumbuh dan dapat diwujudkan dengan energi yang
diberikan oleh sub-system lainnya. Sub-sistem politik akan memberikan energi kepada
bekerjanya sub-sistem ekonomi, untuk kemudian memberikan energi bagi sub-sistem social
dan pada akhirnya kepada sub-sistem budaya. Sebaliknyq, apabila sub-sistem budaya telah
bekerja dengan baik karena energi yang diberikan oleh sub-sistem lainnya, maka sub-sistem
budaya ini akan berfungsi sebagai pengendali (control) atau yang mengatur dan memelihara
kestabilan bekerjanya sub-sistem social. Begitu seterusnya, sub-sistem social akan
memberikan kontrol terhadap sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem akan bekerja sebagai
pengatur bekerjannya sub-sistem politik. (Sustrisno Yudo Husodo, Malang, 2010 Pertemuan
Dasar-Dasar Pendidikan Kewarganegaraan)

C. Pola Pikir Pemahaman Wawasan Kebangsaan


“Kebebasan hukum untuk merumuskan dan mendukung alternative alternatif politik dengan
hak yang sesuai untuk bebas berserikat, bebas berbicara, dan kebebasan-kebebasan dasar lain
bagi setiap orang; persaingan yang bebas dan anti kekerasan di antara para pemimpin dengan
keabsahan periodik bagi mereka untuk memegang pemerintahan; dimasukkannya seluruh
jabatan politik yang efektif di dalam proses demokrasi; dan hak untuk berperan serta bagi
semua anggota masyarakat, apapun pilihan politik mereka. Secara praktis itu berarti
kebebasan untuk mendirikan partai politik dan menyelenggarakan pemilihan umum yang
bebas dan jujura dalam jangka waktu tertentu tanpa menyingkirkan jabatan politis efektif apa
pun dari akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.”
Ada pandangan yang mengatakan bahwa demokrasi di Indonsesia telah hancur lebur sejak
diterapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Penerapan
aturan tersebut justru mematikan pranata-pranata tradisional yang sudah ada yang
sesungguhnya merupakan wahana demokrasi bagi masyarakatnya. Hilangnya konsep nagari
di Sumatera Barat atau otoritas adat di dalam masyarakat di wilayah lainnya merupakan awal
dari ‘kematian’ demokrasi.11Terlepas dari pandangan di atas, sebagaimana dipahami, sistem
politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa
berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional, melainkan
juga terhadap dinamika sistem-sistem lain yang menunjang penyelenggaraan kehidupan
kenegaraan. Dalam suatu negara yang berdasarkan konstitusi sebagai dasar hukum, maka
antara sistem pemerintahan negara, sistem politik dan sistem perekonomian saling berkaitan
dan merupakan satu keterkaitan tentang pandangan hidup dan falsafah dasar negara.
Berlangsungnya mekanisme dan budaya demokrasi pada sub sistem politik akan memberikan
dampak secara langsung bagaimana sub sistem ekonomi berjalan. Bekerjanya sub sistem
ekonomi ini secara signifikan akan memberikan dampak pada peningkatan pendapatan.

D. Proses Berbangsa dan Bernegara


A. Masa Sebelum Kemerdekaan
.Masa sebelum kemerdekaan Proses berbangsa dan bernegara pada zaman sebelum
kemerdekaan lebih berorientasi padaperjuangan dalam melawan penjajah. Dari tinjauan
sejarah zaman Sriwijaya pada abad VII dan Kerajaan Majapahit abad XIII telah ada upaya
untuk menyatukan nusantara. Namun para penguasabelum memiliki kemampuan yang cukup
untuk mempertahankan kejayaan yang telah dicapai yang menyebabkan kehancuran. Di
samping itu kehancuran juga disebabkan karena kerajaan tradisional tersebut belum
memahami konsep kebangsaan dalam arti luas. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara
mulai berkembang sejak Sumpah Pemuda dikumandangkan ke seluruh nusantara. Dalam
periode selanjutnya secara nyata mulai dipersiapkan kemerdekaan Indonesia pada masa
pendudukan Jepang, yaitu dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Dan puncaknya adalah ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945.
B. Proses berbangsa dan bernegara pada masa sekarang

Mempertahankan negara itu sendiri. Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana


yang tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-
h a l y a n g bersangkutan tentang kewarganegaraan pada masyarakat sehingga proses
berbangsa dan bernegara dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Dalam upaya
untuk memahami proses berbangsa dan bernegara, merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahakan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Kesadaran
terhadap sejarah menjadipenting ketika suatu masyarakat mulai menyadari bagaimana
posisinya sekarang dan seperti apajatidiri atau identitasnya serta apa yang dilakukan ke
depan. Penciptaan suatu identitas bersamaberkisar pada perkembangan keyakinan dan
nilai- nilai yang dianut bersama yang dapat memberi suatu perasaan solidaritas sosial
pada suatu masyarakat suatu wilayah tertentu. Suatu identitas bersama menunjukkan
bahwa individu-individu tersebut setuju atas pendefinisian diri mereka yang
saling diakui, yakni suatu kesadaran mengenai perbedaan dengan orang lain, dan suatu
perasaan akan harga diri. Dalam proses berbangsa dan bernegara itu juga diperlukan
penciptaan identitas bersama. Identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat dilihat
pada :
1.Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
2.Lambang negara yaitu Garuda Pancasila
3.Slogan / semboyan yaitu Bhineka Tunggal Ika
4.Sarana komunikasi / bahasa negara yaitu Bahasa Indonesia
5.Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya
6.P a h l a w a n - p a h l a w a n rakyat pada masa perjuangan nasional seperti
P a t t i m u r a , Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan
sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol
kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar
pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan
dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia diatur di dalam bentuk UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang
Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan. Peraturan adalah
petunjuk tentang tingkah laku yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Sedangkan Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mempunyai kekuatan mengikat.
Demikian pula dengan undang-undang atau peraturan negara. Tujuan undang-undang dan
peraturan negara adalah untuk mengatur dan menertibkan perikehidupan berbangsa dan
bernegara. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk mengatur dan
menertibkan pelaksanaan pemerintahan daerah. Peraturan perundang-undangan dan
peraturan memiliki kekuatan yang mengikat, artinya harus dilaksanakan.

B. SARAN
Marilah kita jaga Bhineka Tunggal Ika, walaupun kita berbeda-beda namun keberagaman
ini sudah seharusnya kita jaga sebagai suatu keharmonisan yang luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Nurwardani, P. Saksama, HY., Kuswanjono, A. Munir, M. Mustansyir, R. Nurdin. E.S..
Mulyono, E.. Prawatyani, S.J., Anwar.A.A. Evawany. Priyautama. F.. Festanto, A. (2016).
Pendidikan Pancasila: Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kemristekdikti.
Suparman, S.Pd, (2012), Pancasila, Penerbit PT. Balai Pustaka Pulogadung Jakarta Timur
Irwan Gesmi, S.Sos., M.Si dan Yun Hendri, SH, MH, (2018), Buku ajaran Pendidikan
Pancasila, Uwais Inspirasi Indonesia, Ponorogo
Yanzi, H., Adha, M. M., & Puri,D. S. (2019). Urgensi Nilai-Nilai Pancasila sebagai dasar
pengembangan IPTEK.
Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum. (2021), Pendidikan Pancasila, Kencana, Rawamangun Jakarta
Anhar Gonggong dalam “Diskusi Terbatas,” “Perspektif Sejarah atas Demokrasi
Indonesia,” 11 September 2002, di Bappenas, oleh Direktorat Politik, Komunikasi dan
Informasi.

Anda mungkin juga menyukai