Anda di halaman 1dari 12

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan
makalah Sejarah Sumpah Pemuda.
Harapan saya agar Makalah ini dapat menambah khasanah dan wawasan,
peninggalan-peninggalan, kebudayaan serta sejarah bangsa kita sendiri agar kita
semua dapat lebih mengenal dan mencintai sejarah perjuangan bangsa kita dan
memupuk rasa Nasionalisme yang semakin terkikis oleh derasnya arus Globalisasi
yang semakin deras mendera bangsa kita.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu
guru atas bimbingannya selama di Sekolah, serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Makalah ini sampai selesai.
Dan saya menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dari makalah
yang saya susun ini, untuk itu saya mengharapkan kritik dan sarannya demi
kesempurnaan Makalah saya dimasa yang akan datang.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG MASALAH.....................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................4
C. TUJUAN..............................................................................................................................5
D. MANFAAT..........................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................6
A. PANCASILA SEBAGAI JATI DIRI BANGSA..................................................................6
B. PENGARUH JATI DIRI BANGSA TERHADAP REMAJA..............................................7
C. PENGERTIAN JADI DIRI BANGSA.................................................................................9

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................11
A. KESIMPULAN....................................................................................................................11
B. SARAN................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jati diri bangsa Indonesia meupakan cerminan atau tampilan karakter bangsa
Indonesia,dimana karakter bangsa merupakan sinergi dari karakter individu anak bangsa yang
berproses secara terus menerus yang mengelompok menjadi bangsa Indonesia.Setiap individu
memiliki jati diri yang dipancarkan dari dalam dirinya. Jati diri yang terpancar beraneka
ragam ada yang dominan baik ada yang kurang baik pun ada yang tidak baik yang
kesemuanya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan lingkungan dimana ia tinggal. Setiap
orang berhak memancarkan jati diri yang positif yang berproses karena jati diri merupakan
pemberiaan (given) dari yang maha kuasa dan merupakan fitrah manusia.

Dalam dunia pendidikan dan dalam lingkungan bermasyarakat sedang demam


terjangkitnya penyakit ketidakjujuran, semua orang berlomba-lomba untuk memenuhi
kebutuhan hidup dengan pelbagai cara agar kebutuhannya dapat terpenuhi dan
mengesampingkan pihak-pihak yang akan dirugikan, kenapa peneliti mengatakan demikian
karena hal ini dapat dibuktikan contohnya saja banyak pedagang yang mengolah makanan
untuk di dagangkan tanpa mempertimbangkan resiko dari perbuatannya, contohnya
pedagang ayam goreng yang memakai minyak kelapa dicampur dengan pelastik agar
menghasilkan rasa ayam yang renyah, pedagang baso ikan yang menggunakan bahan baku
yang sudah tidak layak lagi dengan mencampurkan ikan busuk kedalam adonannya. Semua
yang dilakukannya penuh dengan kesadaran tanpa merasa bersalah, hal ini merupakan
penyakit moral yang dapat berakar menjadi kejahatan. Dalam dunia pendidikan pun
kejujuran merupakan barang yang langka, fenomena korupsi dan kolusi sudah banyak
terjadi.

Seiring dengan maraknya persitiwa besar lainnya, bangsa ini makin terpuruk dan mulai
kehilangan rasa malu dan kehormatan yang selama ini telah mewarisi tradisi besar (the great
tradition) sebagai bangsa yang toleran, ramah, religius sebagaimana melekat dalam
kepribadian bangsa. Dalam kontek yang lebih spesifik selaku komunitas atau warga negara,
bangsa ini telah kehilangan karakter jati diri yang kuat dan berstandar moralitas yang kokoh.

Kesadaran akan disiplin dalam berlalu lintas, budaya antri, budaya baca sampai
budaya hidup bersih dan sehat pun merupakan hal yang sangat sulit dan keinginan untuk
menghargai lingkungan masih jauh di bawah standar. Kebanggaan kita terhadap jati diri dan
budaya sendiri juga sangat rendah hal ini di buktikan dengan orang Indonesia yang lebih
mencintai barang bermerk luar negeri di bandingkan dengan barang bermerk dalam negeri.
Dalam hal ini orang Indonesia tertipu akan kepintarannya dalam memilih suatu produk untuk
di konsumtif dan ini menjadi kebiasaan yang akhirnya membudaya baik bagi banyak
kalangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka rumusan permasalahan yang
didapatkan pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana jati diri Bangsa itu terbentuk ?

2. Bagaimana pengaruh jati diri bangsa terhadap anak remaja ?

4
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui arti penting dari jati
diri bangsa Indonesia

D. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari hasil penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui arti penting dari jati diri bangsa Indonesia
2. Dapat mengambil hikmah dari jati diri bangsa Indonesia
3. Menambah wawasan kita terhadap sejarah perjuangan bangsa.

5
BAB II
PEMBASAHAN
A. Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa

Di tengah perdebatan ideologi yang kembali marak di masyarakat, suasana ini


berdampak kepada ketahanan negara kita. Perbedaan pendapat yang berlarut-larut berulang
kali mencuat di tengah degradasi karakter nasionalisme anak bangsa. Jangan lupakan bahwa
idealnya setiap bangsa harus memiliki suatu konsepsi (ide maupun cita-cita).
Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada 30 September 1960, Presiden
Soekarno memperkenalkan Pancasila kepada dunia. Soekarno mengingatkan pentingnya
konsepsi dan cita-cita bagi suatu bangsa.
“arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu
konsepsi dan cita-cita. jika mereka tak memilikinya atau konsepsi dan cita-cita. Jika mereka
tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa
itu adalah dalam bahaya”. (Soekarno, 1989: 64)

Konsepsi kenegaraan dan hukum setiap negara bangsa memiliki kekhasannya masing-
masing sesuai dengan latar belakang kesejarahan, kondisi sosial-budaya, serta karakteristik
bangsa yang bersangkutan. Salah satu karakteristik Indonesia yakni sebagai negara-bangsa
yang besar, luas dan majemuk.
Sebuah negara-bangsa yang mengikat lebih dari lima ratus suku bangsa dan bahasa, ragam
agama, budaya, serta kelas strata sosial di sepanjang sekitar 17.508 pulau, yang membentang
dari 6’08’ LU hingga 11’15’ LS, dan dari 94′ 45′ BT hingga 141’05’ BT. oleh karena itu
diperlukan suatu konsepsi, kemauan, dan kemampuan yang kuat untuk menompang
kebesaran, keluasan, dan kemajemukan ke-Indonesiaan.

Di atas segala kebesaran, keluasan, dan kemajemukan itu, bangsa Indonesia harus
merumuskan konsepsi tentang dasar negara yang dapat meletakkan segenap elemen bangsa di
suatu landasan yang statis sekaligus sebagai pemandu segenap elemen bangsa. Para pendiri
bangsa berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan konsepsi negara persatuan
(kekeluargaan) yang berwatak gotong royong, bukan negara perseorangan seperti dalam
konsepsi liberalisme-kapitalisme.

Dalam ungkapan Soekarno, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang,
bukan satu negara untuk golongan walaupun golongan kaya. tetapi kita mendirikan negara ‘
semua buat semua’ ‘satu buat semua’ ‘semua buat satu’. Negara persatuan yang mengatasi
paham perseorangan dan golongan, serta melindungi segenap bangsa Indonesia dalam
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan. Hal tersebut dilakukan
dengan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan semangat kekeluargaan itu, konsepsi tentang dasar (falsafah) negara


dirumuskan dengan merangkum lima prinsip utama sebagai “titik temu” (yang
mempersatukan keragaman bangsa), “titik tumpu” (yang mendasari ideologi, norma, dan
kebijakan negara), serta ” titik tuju” yang memberi orientasi kenegaraan dan kebangsaan
indonesia, kelima prinsip utama itu dikenal dengan sebutan Pancasila kelima dasar itu yakni:

 Ketuhanan Yang Maha Esa


 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Mari kembali kelima dasar falsafah negara kita agar tidak gampang digoyahkan sebagai
bangsa, dan tidak mudah lupa arah dan tujuan. Apapun tantangan ideologi di luar sana tak

6
akan berdampak apapun bila kita kembali ke dasar falsafah jati diri indonesia yakni
Pancasila. Mari resapi, hayati dan amalkan agar kita lebih mendekat kepada tujuan di
dirikannya Bangsa Indonesia.

B. Pengaruh Jati diri Bangsa Terhadap Remaja

Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010), ada 10 aspek degradasi


moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran
suatu bangsa. Kesepuluh tanda tersebut adalah:
1. meningkatnya kekerasan pada remaja
2. penggunaan kata-kata yang memburuk
3. pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan
4. meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas
5. kaburnya batasan moral baik-buruk,
6. menurunnya etos kerja
7. rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
8. rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara
9. membudayanya ketidakjujuran
10. adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Dari kesepuluh tanda tersebut kebobrokan moral berakar dari Ketidak jujuran, sikap
tidak jujur menjadi santapan sehari-hari agar keinginannya dapat tercapai. Sulit sekali orang
berkata jujur dan bahkan ketidak jujuran menjadi barang langka di negeri ini, sangat
menyedihkan sekali.Atas dasar itulah maka pendidikan karakter menjadi amat penting.
Pendidikan karakter menjadi tumpuan harapan bagi terselamatkanya bangsa dan negeri ini
dari jurang kehancuran yang lebih dalam. Meskipun belum ada rumusan tunggal tentang
pendidikan karakter yang efektif, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mengikuti nasihat
dari Character Education Partnership bahwa untuk dapat mengimplementasikan

Program pendidikan karakter yang efektif, seyogyanya memenuhi beberapa


prinsip berikut ini:
1. Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti
etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
2. Sekolah berusaha mendefinisikan “karakter” secara komprehensif, di
dalamnya mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling), dan melakukan
(doing).
3. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif, dan
proaktif dalam pengembangan karakter.
4. Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian
tinggi.(caring)
5. Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk
melakukan berbagai tindakan moral (moral action).
6. Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan
menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik,
mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk
meraih berbagai kesuksesan.
7. Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat
8. Staf sekolah ( kepala sekolah, guru dan TU) adalah sebuah komunitas
belajar etis yang senantiasa berbagi tanggung jawab dan mematuhi nilai-
nilai inti yang telah disepakati. Mereka menjadi sosok teladan bagi para
siswa.
9. Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan dukungan
penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka panjang.
10. Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
upaya pembangunan karakter
11. Secara teratur, sekolah melakukan asesmen terhadap budaya dan iklim
sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah, dan

7
sejauh mana siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.

Sekaitan dengan peningkatan nilai-nilai inti etika di sekolah, saya berharap agar
sekolah-sekolah dapat menempatkan kejujuran sebagai prioritas utama dalam pengembangan
program pendidikan karakter di sekolah. Gordon Allport menyebutkan bahwa kejujuran
adalah mahkota tertinggi dari system kepribadian individu. Jadi sehebat apapun kepribadian
seseorang jika di dalamnya tidak ada kejujuran, maka tetap saja dia hidup tanpa mahkota,
bahkan mungkin justru dia bisa menjadi manusia yang berbahaya dan membahayakan.

Berangkat dari permasalahan tersebut dan tujuan pendidikan yang belum tercapai
maka pendidikan yang berbasis karakter barangkali perlu dipertimbangkan sebagai pilihan
yang tepat untuk membendung meluasnya degradasi kehancuran bangsa yang semakin akut.
Konsep pendidikan yang berbasis karakter adalah konsep pendidikan yang bertumpu pada
sifat dasar manusia dengan menggunakan tiga pilar utama, yaitu fitrah manusia

Kecenderungan berbuat baik, setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-


beda, setiap aktifitas hendaknya mempunyai tujuan. Implementasi aspek
tersebut dapat dilakukan melalui langkah-langkah:
1. pembentukan moral
peserta didik melalui pembiasaan dan pendampingan
2. memberikan slogan
yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah laku di
masyarakat dan sekolah
3. pemantauan secara kontinyu atau pendampingan
oleh guru terhadap peserta didik setiap saat.

Inovasi Pembelajaran Berbasis Karakter Sejak bergulirnya fenomena di atas, pada


tahun tahun belakangan ini dunia pendidikan terus mendapatkan sorotan dan “pressure” dari
berbagai kalangan seiring dengan rendahnya kualitas prestasi belajar siswa yang dihasilkan
oleh lembaga pendidikan formal, khususnya di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Kondisi ini ditengarai sebagai akibat dari iklim akademik yang tidak kondusif. Implikasi dari
merosotnya kualitas prestasi belajar siswa tersebut berdampak pada kurang siapnya para
lulusan pada level-level tersebut untuk berkiprah secara mandiri di masyarakat.

Nilai-nilai etika dan estetika telah terbonsai dan terkerdilkan oleh gaya hidup instan
dan konstan. Banyak pejabat yang korup dan semakin merajalela, banyak dokter yang mall
praktik, guru yang tidak professional dengan mengabaikan tugasnya sebagai guru dibuktikan
dengan banyaknya guru-guru yang ada di mal-mal pada saat jam sekolah, dan penghianat
intelektual lainnya. Ini merupakan kenyataan dan harus menjadi pemerhati dari berbagai
aspek dimulai dengan membangun jati dirinya sendiri.

Seorang pendidik mengingini peserta didik yang mempunyai jati diri yang positif ini
dapat tercapai dimulai dengan jati diri seorang pendidik tersebut, setiap yang ia katakan harus
bersesuaian dengan norma dan harus menjadi contoh yang baik. Diharapkan kata karakter
jangan hanya menjadi asupan gizi saja tetapi harus diterapkan dan harus berproses dengan
melakukan perubahan kearah yang lebih baik dari individu masing-masing yang nantinya
akan berakumulasi dan menjadi sinergi bagi bangsa Indonesia.

Pembinaan karakter terhadap peserta didik merupakan kewajiban yang harus


dilakukan oleh pendidik untuk membangun kembali atau mewujudkan jati diri bangsa yang
merupakan pancaran atau tampilan karakter bangsa, kita harus menyepakati terlebih dahulu
tentang arti dan peran penting karakter serta pemahaman membangun karakter untuk dapat
melakukan kegiatan membangun kembali jati diri bangsa. Bangsa yang didorong oleh
semangat dan karakter bangsanya akan menjadi bangsa yang maju dan jaya, sedangkan
bangsa yang menjadi kehilangan karakter bangsanya akan terhapus dari muka bumi.

8
C. Pengertian Jati diri Bangsa

Percakapan mengenai jati diri bangsa menyembunyikan asumsi mengenai kesejatian


yang bercokol pada fundamen sebuah bangsa. Bangsa dipersepsi sebagai entitas yang
memiliki hakekat yang dengannya dia dibedakan dengan bangsa lain. Jati diri bangsa adalah
sesuatu yang membuat kita lekas mengenali kebangsaan seseorang dari tutur kata, perilaku
dan pandangannya. Jati diri, singkatnya, adalah semacam moralitas publik yang menjadi
pegangan kehidupan orang per orang dalam sebuah bangsa. Jati diri, bukan sesuatu yang
genetik dalam sebuah bangsa.
Dia hadir dalam sejarah. Dan sejarah pun bukan sesuatu yang singular. Bangsa
Indonesia, misalnya, terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kesejarahannya masingmasing.
Kesejarahan tersebut membentuk jati diri primordial yang berbeda satu dengan lainnya.
Persoalan mengenai jati diri bangsa menyentuh sebuah perkara yang sangat fundamental:
bagaimana keragaman sejarah dan tradisi dan konsekuensinya yaitu jati diri dapat
membentuk kebangsaan yang utuh dan mengecualikan? Saya teringat saat Bung Karno
berpidato panjang lebar mengenai Pancasila tanggal 1 juni 1945.
Beliau menggali Pancasila dari kekayaan budaya bangsa Indonesia yang sudah
berumur ratusan, bahkan ribuan tahun. Pancasila dalam bahasa Sansekerta dapat berarti
ganda. Pertama adalah ”berbatusendi jang lima” atau lima fundamen bangsa. Kedua adalah
”lima peraturan tingkah laku jang penting”. Sila dapat juga diartikan sebagai kesusilaan 1
Disampaikan pada Seminar Etnopedagogik dan Pengembangan Budaya Sunda yang
diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda Sekolah
Pascasarjana UPI tanggal 23 September 2010 atau tingkah laku yang bermoral. Pancasila
adalah lima panduan moral bagi perilaku orang per orang yang mengaku bangsa Indonesia.
Bung Karno memeras Pancasila menjadi satu yakni gotong royong. Dalam gotong royong
tersembunyi panduan sila lainnya: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan
keadilan sosial. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan namun tetap tolong
menolong sesama pemeluk agama yang berbeda.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak sekadar mementingkan diri sendiri namun
juga membantu bangsa lain atas nama kemanusiaan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
menjalankan demokrasi dengan panduan moralitas publik yang jelas dan tegas. Demokrasi
tidak sama dengan individualisme. Kompetisi dalam mendapatkan kekuasaan tidak membuat
orang terasing satu sama lain melainkan tetap dalam ikatan kebangsaan yang kokoh.
Terakhir, bangsa Indonesia adalah bangsa yang menempatkan keadilan sosial di atas
pengejaran kemakmuran tanpa batas.
Kemakmuran perorangan harus memiliki konsekuensi sosial bagi mereka yang kurang
beruntung. Dalam sejarah intelektualitas Indonesia pernah terjadi perdebatan antara Sutan
Takdir Alisjahbana dengan Sanusi Pane, dua pemikir kebudayaan yang cukup disegani. Sutan
Takdir Alisjahbana menginginkan adanya keterputusan antara jati diri baru bangsa Indonesia
dengan jati diri lama yang terkandung pada berbagai suku bangsa. Beliau mengatakan,
”Indonesia yang dicita-citakan oleh generasi baru bukan sambungan Mataram, bukan
sambungan kerajaan Banten, bukan kerajaan Minangkabau atau Banjarmasin.” (Polemik
Kebudayaan, 1998: 5)
Bangsa Indonesia dalam membangun jati dirinya harus mampu mencerna kebudayaan
Barat yang dinamis seperti saat dirinya mencerna kebudayaan Hindu dan Arab. Bagi Takdir,
sudah bukan waktunya mempertentangkan antara Timur yang halus budi dengan Barat yang
egois, materialis dan intelektualis. Para pendiri bangsa ini mendapat pendidikan di Barat
(Belanda) dan pikiranpikiran modern mereka-lah yang kemudian mendobrak kolonialisme
yang sudah bercokol selama berabad lamanya. Takdir berpendapat kalaupun ada elemen-
elemen dari ”Indonesia lama”, semua itu harus dimaknai dalam terang baru bernama
modernitas. Beliau mengatakan, ”sementara tetap akan hidup kebudayaan pra-Indonesia yang
berupa kebudayaan setempatsetempat...malahan boleh jadi beberapa dari padanya akan
mendapat kemajuan pula” (Polemik Kebudayaan, 1998: 10)
Takdir yakin bahwa jati diri baru bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan bahkan
sebaliknya jutru memajukan kebudayaan-kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Sanusi
Pane berpendapat sebaliknya. Kebudayaan baru jangan mengadopsi prinsip-prinsip
kehidupan Barat secara mentah-mentah. Barat menurut Pane melahirkan kebudayaan yang

9
berbasis intelektualisme (mengedepankan akal budi), individualisme (mementingkan diri
sendiri) dan materialisme (memuja segala sesuatu yang bersifat jasmani). Semua itu
melahirkan persaingan tanpa batas dalam ekonomi dan pemujaan seni untuk seni (l’art pour
l’art) dalam estetika.
Pane menganjurkan adanya keterpaduan antara Barat dan Timur, antara materialisme
dan spiritualisme, antara intelektualisme dan kehalusan emosi, antara individualisme dan
kolektivisme. Dalam bahasa Pane, ”antara Faust dan Arjuna”. Dengan kata lain, segala adat
ketimuran yang tertanam dalam berbagai tradisi tidak untuk dikesampingkan. Jati diri baru
bangsa Indonesia bukan sesuatu yang lepas sama sekali dari kekayaan tradisi lama yang
sudah dikandung bangsa ini selama ratusan bahkan ribuan tahun. Kebudayaan Barat bukan
menggantikan melainkan memperluas jati diri kultural bangsa Indonesia yang sudah
terbentuk dari berbagai anak sungai kebudayaan yang ada.
Pane mengatakan, ”kewajiban kita ialah memetik zat yang sebaik-baiknya dan yang
sesubur-suburnya, yang sesuai dengan zaman sekarang dan waktu yang akan datang, dari
segala hasil kemajuan yang tersebut itu dan membuatnya menjadi dasar Indonesia Raya (yang
harus diperluas dengan azas Barat).” (Polemik Kebudayaan, 1998: 18)
Di luar segala perbedaan yang tampak, Pane dan Takdir sesungguhnya berbicara hal
yang sama mengenai jati diri bangsa kita. Mereka berbicara bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang toleran dan terbuka terhadap perbedaan. Buktinya, dalam sejarah ditemukan bagaimana
bangsa kita sangat terbuka dan bahkan mengambil alih secara kontekstual
kebudayaankebudayaan besar dunia (India, Arab, dan Eropa).
Bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang sangat kreatif mengolah kebudayaan-
kebudayaan pendatang guna akhirnya menjadi bagian integral dari jati diri bangsa. Bangsa
Indonesia selama puluhan abad sudah membutikan diri sebagai bangsa yang tidak sekadar
mengonsumsi melainkan memproduksi kebudayaan. Kisah ”Mahabarata” di India tidak sama
dengan kisah yang sama di tanah Jawa. Masalahnya, jati diri bangsa kita sebagai produsen
kreatif kebudayaan, saat ini, berhadapan secara frontal dengan globalisasi kebudayaan
berselubung globalisasi ekonomi.
Ketika semua bangsa di dunia ketiga menjadi konsumen bagi produk-produk dunia
pertama, sebuah pertanyaan mengenai keindonesiaan menjadi relevan kembali untuk
dipertanyakan: masih adakah jati diri bangsa yang mampu menjadi benteng pertahanan
kultural menghadapi globalisasi satu arah yang meratakan dan menyingkirkan lokalitas? Saya
sendiri yakin bahwa jati diri tersebut masih tertinggal dalam bangsa Indonesia.
Dalam bidang ekonomi, misalnya, bangsa ini membuktikan diri sebagai pelaku
ekonomi kreatif yang diakui dunia. Produk-produk ekonomi kreatif mampu menyaingi
produk-produk ekonomi global. Produsen makanan siap saji lokal mampu bersaing dengan
waralaba internasional. Produsen garmen lokal mampu menyedot pelanggan lokal bahkan
internasional. Semua itu membuktikan bahwa bangsa ini masih memiliki jati diri yang
mampu membuatnya bertahan sampai sekarang.
Semua sekarang terpulang kehendak kita bersama untuk menggelar strategi
kebudayaan, sesuatu yang sesungguhnya sudah dilakukan nenek moyang kita saat
mengadopsi segala sesuatu yang positif dan dinamis dari kebudayaan asing. Strategi
kebudayaan yang membuat kita kembali menjadi bangsa yang berdikari namun tetap
mengedepankan sifat gotong royong guna kemaslahatan bersama.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jati diri bangsa sangat besar pengaruhnya bagi bangsa Indonesia. Rasa
persatuan dan kesatuan semakin tebal yang semakin meluas tidak hanya
dikalangan pemuda saja tetapi juga dikalangan masyarakat luas. Sifat
kedaerahan yang sebelumnya sangat kuat menjadi berganti dengan sifat
Nasionalisme yang mengakar pada semangat persatuan untuk terwujudnya
bangssa Indonesia yang merdeka dari belenggu penjajahan.

B. Saran
Sebaiknya generasi penerus lebih bisa menyaring segala bentuk
jajahan yang bisa merusak bangsa ini. Salah satu caranya yaitu apabila pemuda
dan masyarakat luas merasa kurang dengan kinerja petinggi negeri ini maka
ikutilah cara sejarah yang sudah tercetak ampuh. Dengan mengadakan kongres
penolakan dan menunjukan kegiatan yang positif dari kongres tersebut. Atau
dengan cara negosiasi secara mufakat agar bangsa ini tidak dikenal sebagai
bangsa yang agresif.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://iain-surakarta.ac.id/jati-diri-bangsa-indonesia/
https://mail.google.com/mail/u/1/#inbox?projector=1

12

Anda mungkin juga menyukai