Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

NASIONALISME INDONESIA DAN NEGARA BANGSA INDONESIA

DOSEN PENGAMPUH : ASMARIYAH, S.ST, M.Keb

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

NURASNAH F0G018002

LINDA HARYANI PUTRI F0G018004

LUSIANA F0G018006

AMELIA DEVI FITRIA F0G018034

BELLA MELLANTI LESTARI F0G018038

DEWI KOMALA SARI F0G018054

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul " Nasionalisme Indonesia Dan Negara Bangsa
Indonesia ". Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Asmariyah, S.ST, M.Keb


2. Orang tua tercinta yang selalu memberikan motivasi kepada kami,
serta
3. Teman– teman yang ikut berperan dalam menyelesaikan makalah ini

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Bengkulu, 07 September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar belakang masalah ................................................................................1

B. Rumusan masalah .........................................................................................2

C. Tujuan penulisan ..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................3

A. Nasionalisme Indonesia..................................................................................3

B. Negara Bangsa Indonesia...............................................................................9

BAB III PENUTUP ..........................................................................................14

A. Simpulan ........................................................................................................14

B.Saran ...............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jika seluruh komponen bangsa Indonesia mengamalkan dengan benar nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, dapat dikatakan bahwa tidak ada
permasalahan yang tidak dapat diselesaikan, terkait dengan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Demikian pula, apabila semua warga Indonesia dan khususnya
para pemegang kebijakan yang diposisikan sebagai panutan bangsa ini
menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, bisa jadi bangsa ini
akan terhindar dari berbagai permasalahan, misalnya perpecahan atau disintegrasi,
penjualan aset-aset negara, demokrasi klise, kemiskinan, korupsi, ketergantungan
pada Bank Dunia dan IMF, dan tentu bangsa ini akan menjadi bangsa yang
berwibawa dan mandiri. Melihat fenomena sekarang ini, mestinya perlu
dipertanyakan betulkah rasa dan nilai nasionalisme sudah benar-benar diamalkan
dalam bentuk perbuatan dan tidak hanya dikatakan dalam lisan (Sartono
Kartodirjdo, 2003).
Tampaknya, bangsa ini masih harus banyak lagi belajar dari sejarah. Bangsa
ini harus belajar dari sejarah bagaimana pada masa lalu nasionalisme dapat
dibangun yang akhirnya dapat menjadi alat melepaskan diri dari belenggu
penjajahan, sehingga dapat menjadi suatu negara yang mempunyai wibawa dan
merdeka, dengan terwujudnya dasar negara, yaitu Pancasila. Multidimensi
Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara sejarah, belum
melaksanakan nasionalisme yang sejati, dan belum mengamalkan Pancasila
dengan benar (Sartono Kartodirjdo, 2003).
Untuk itu, tulisan ini mencoba menawarkan terapi terhadap bangsa ini yang
tampak sedang sakit dan menghadapi banyak masalah, yaitu bagaimana agar

1
semua komponen bangsa ini sadar untuk berjiwa nasionalisme yang benar sesuai
dengan cita-cita para pendiri bangsa sehingga tidak menginkari nilai-nilai
Pancasila. Bangsa ini harus sadar, betul bahwa kolonialisme telah hilang dari
bumi indonesia, tetapi jangan lupa bahwa kolonialisme telah muncul kembali
dalam bentuk yang baru, atau sering disebut neokolonialisme. Untuk itu,
tampaknya nasionalisme perlu dibangun kembali, namun tetap berpegang teguh
kepada nilai-nilai Pancasila, sehingga tidak menjadikan Pancasila tanpa makna
(Sartono Kartodirjdo, 2003).

B. Rumusan Masalah
1. Apa nasionalisme Indonesia?
2. Apa negara bangsa indonesia
C. Tujuan
1. Mengetahui nasionalisme Indonesia
2. Mengetahui negara bangsa indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nasionalisme Indonesia

Nasionalisme Indonesia tidak sama dengan nasionalisme barat, karena


nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang bersenyawa dengan
keadilan sosial, anti kolonialisme, yang oleh Bung Karno disebut socio-
nasionalism. Nasionalisme yang demikian adalah nasionalisme yang
menghendaki penghargaan, penghormatan, toleransi kepada bangsa atau suku-
bangsa lain. Dalam konteks Indonesia, pengalaman penderitaan bersama
sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas sebagai satu komunitas
yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka. Semangat tersebut
oleh para pejuang kemerdekaan dihidupkan tidak hanya dalam batas waktu
tertentu, tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.
Berbeda dengan nasionalisme Indonesia, nasionalisme Barat adalah
nasionalisme yang mengarah ke sovinisme, nasionalisme sempit, yang
membenci bangsa atau suku-bangsa lain, menganggap bangsa sendirilah yang
paling bagus, paling unggul sesuai dengan individualisme Barat.
Nasionalisme Eropa yang pada kelahirannya menghasilkan deklarasi hak-hak
manusia berubah menjadi kebijakan yang didasarkan atas kekuatan dan self
interest dan bukan atas kemanusiaan. Dalam perkembangannya nasionalisme
Eropa berpindah haluan menjadi persaingan fanatisme nasional antar bangsa-
bangsa.
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia
memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan Negara
sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial

3
atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan
identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (jurnal pesona
dasar Universitas syiah kuala, 2016).
Dengan demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan suatu
afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan
wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa Latin yang
berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih dengan istilah yang berasal dari
bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya
digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar
konteks politik (Riff, 1995: 193 194) (jurnal pesona dasar Universitas syiah
kuala, 2016).
Beberapa definisi diatas memberi simpulan bahwa nasionalisme
adalah kecintaan alamiah terhadap tanah air, kesadaran yang mendorong
untuk membentuk kedaulatan dan kesepakatan untuk membentuk negara
berdasar kebangsaan yang disepakati dan dijadikan sebagai pijakan pertama
dan tujuan dalam menjalani kegiatan kebudayaan dan ekonomi. Kesadaran
yang mendorong sekelompok manusia untuk menyatu dan bertindak sesuai
dengan kesatuan budaya (nasionalisme) oleh Ernest Gellner dinilai bukanlah
kebangkitan kesadaran diri suatu bangsa namun ia adalah pembikinan bangsa-
bangsa yang sebenarnya tidak ada (Gellner dalam Anderson, 2002:9).
Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi
negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI
(Badan. Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di
dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang merupakan
perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar:
Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda
dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat
disatukan. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap
nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi

4
saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah
sintese yang geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155). Dalam artikel itu,
dia juga menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan
nasionalisme. Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia
dinilai Soekarno tidak bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Dan
sesuai dengan konsep Islam, dia menolak bentuk nasionalisme yang sempit
dan mengarah pada chauvinisme. Dia menambahkan, Islam juga tidak
bertentangan dengan Marxisme, karena Marxisme hanya satu metode untuk
memecahkan persoalan-persoalan ekonomi, sejarah, dan sosial. (jurnal pesona
dasar Universitas syiah kuala, 2016).

Membangun Semangat nasionalisme


Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang integralistik, dalam
arti yang tidak membeda-bedakan masyarakat atau warga negara atas dasar
golongan atau yang lainnya, melainkan mengatasi segala keanekaragaman itu
tetap diakui Persoalan nasionalisme dan patriotisme di era global sebenarnya
bukan hanya masalah yang dialami oleh Indonesia. Amerika Serikat yang
merupakan negara adidaya dengan kekuatan politik, ekonomi, budaya, dan
hankam yang tak tertandingi pun harus berdaya upaya sekeras-kerasnya dalam
membangun semangat nasionalisme dan patriotisme di kalangan warganya.
Demikian pula dengan negara-negara lain. Bahkan Malaysia, misalnya,
beberapa waktu belakangan ini tengah ramai diskusi dan program tentang
pembangunan nasionalisme dan patriotisme di negara tersebut Memperhatikan
kenyataan di atas dimana masalah pembangunan nasionalisme dan patriotisme
saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai upaya-
upaya untuk kembali mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme
dan patriotisme. Apalagi di sisi lain, pembahasan atau Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD) diskusi tentang nasionalisme dan patriotisme di

5
Indonesia justru kurang berkembang (atau mungkin memang kurang
dikembangkan) (jurnal pesona dasar Universitas syiah kuala, 2016).

Pandangan tentang Nasionalisme Indonesia di Era Global


Nasionalisme adalah masalah yang fundamental bagi sebuah negara,
terlebih jika negara tersebut memiliki karakter primordial yang sangat
pluralistik. Klaim telah dicapainya bhinneka tunggal ika, apalagi lewat politik
homogenisasi, sebetulnya tidak pernah betul-betul menjadi realitas historis,
melainkan sebuah agenda nation-building yang sarat beban harapan. Oleh
sebab itu, ia kerap terasa hambar. Dengan penafsiran tersendiri, ini merupakan
bentuk imagined society seperti istilah Benedict Anderson. Benedict
Anderson (1999) menggunakan istilah imajinasi untuk menggambarkan
kemiripan makna tentang fantasi. Penjelasannya lebih condong menggunakan
analisis sejarah politik untuk menjelaskan kaitan antara imajinasi kolektif
yang mengikat suatu komunitas. Orang disatukan sebagai suatu negara karena
persamaan identitas darah, ideologi, dan kepentingan. Kalau mau jujur,
gagasan Indonesia sebagai negara adalah produk kolonialisme. Kesatuan
teritorial dagang di bawah Belanda, Inggris, kemudian diambil alih Jepang
dan diwariskan ke pemerintahan bersama warga lokal yang bernama
Indonesia. Indonesia adalah laboratorium sosial yang sangat kaya karena
pluralitasnya, baik dari aspek ras dan etnis, bahasa, agama dan lainnya. Itu
pun ditambah status geografis sebagai negara maritim yang terdiri dari
setidaknya 13.000 pulau. Bahwa pluralitas di satu pihak adalah aset bangsa
jika dikelola secara tepat, di pihak lain ia juga membawa bibit ancaman
disintegrasi. Karakter pluralistik itu hanya suatu pressing factor dalam realitas
ikatan negara. Negara itu sendiri pada hakikatnya merupakan social contract,
seperti istilah Rousseau, yang secara intrinsik selalu memiliki tantangan
disintegrasi.Yang menjadi soal, seberapa besar derajat ancaman itu dan
seberapa baik manajemen penyelesaiannya. Ada faktor contagion, bahwa

6
langkah yang satu dapat ditiru yang lain, akan memperkuat tekanan itu
terlebih bila masing-masing mengalami pengalaman traumatik yang mirip. .
Konsepsi pembentukan Indonesia sendiri memang lebih relevan, seperti istilah
David Beetham, sebagai sebuah produk historis, bukan a fact of nature. Ini
selaras dengan asumsi bahwa “semua wilayah nusantara bekas jajahan
Belanda adalah wilayah Indonesia”. Dengan demikian masalah legalitas
wilayah terpecahkan secara lebih mudah dan diterima oleh rakyatnya maupun
komunitas internasional. Lewat landasan yang sama, maka rasional untuk
memisahkan diri bagi bagian-bagian wilayah yang termasuk bekas jajahan
Belanda itu tidak kuat. Perlu dicatat bahwa cita-cita kolektif melalui
pembentukan suatu negara antara lain merupakan itikad mulia untuk bekerja
sama senasib sepenanggungan melalui kerangka nasionalisme dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup rakyat. Nasionalisme itu sendiri sebetulnya
adalah pendefenisian identitas kebangsaan dengan siapa kita ingin bekerja
bersama dalam mencapai bonum publicum, apakah karena ikatan etnis,
agama, wilayah/teritorial atau lainnya atau kombinasi sebagian atau
seluruhnya. Seperti kata Ernest Gellner, ada rasional pembangunan sebagai
alasan eksistensi negara. Soekarno dianggap paling mewakili semangat
patriotisme dan nasionalisme generasi muda Indonesia di masanya. Baginya,
martabat dan identitas diri sebagai bangsa merdeka sangat penting.
Proklamator Kemerdekaan Indonesia lainnya, Bung Hatta pernah mengutip
pandangan Prof. Kranenburg dalam Het Nederlandsch Staatsrech, “Bangsa
merupakan keinsyafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu,
yaitu keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan.
Keinsyafan tujuan bertambah besar karena persamaan nasib, malang yang
sama diderita, mujur yang sama didapat, dan oleh karena jasa bersama.
Pendeknya, oleh karena ingat kepada riwayat (sejarah) bersama yang tertanam
dalam hati dan otak” (jurnal pesona dasar Universitas syiah kuala, 2016).

7
Perubahan Tata Nilai dan Sikap akibat melenturnya sikap nasionalisme
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan
pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam
beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju. Tingkat Kehidupan
yang lebih Baik Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi
dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi
penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. (jurnal pesona
dasar Universitas syiah kuala, 2016).
Dapat menimbulkan dampak negatif :
1) Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang
kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik
untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada (jurnal pesona
dasar Universitas syiah kuala, 2016).
2) Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka
merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang
mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial (jurnal pesona dasar
Universitas syiah kuala, 2016).
3) Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia.
Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi
hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai
dance dan lagu barat dibandingkan tarian dari Indonesia dan lagu-lagu
Indonesia, dan lainnya. Hal ini terjadi karena kita sebagai penerus bangsa
tidak bangga terhadap sesutu milik bangsa(jurnal pesona dasar Universitas
syiah kuala, 2016).

8
Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa
individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan
memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang
stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Kesenjangan social
menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat
mungkin bisa merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
(jurnal pesona dasar Universitas syiah kuala, 2016).

B. Negara Bangsa Indonesia

1. Hakikat negara kebangsaan indonesia


Negara kita adalah negara republik indonesia proklamasi 7 agustus
1945 di singkat negara RI proklamasi. Maksudnya adalah bahwa negara
indonesia yng di dirikan ini tidak bisa lepas dari peristiwa proklamasi
kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945. Momen proklamasi 17 agustus 1945
sekaligus menyatakan kepada dunian luar mengenai adanya negara baru, yaitu
Indonesia (Winarno. 2014).
Hakikat dari negara indonesia adalah negara kebangsaan (nation state).
Negara - bangsa (nation state) adalah fenomenal baru mengenai tipe negara
yang mulai bermunculan pada akhir abad ke-20, terlebih pasca perang dunia
II. Negara bangsa (nation state) dibangun, dilandasi, dan diikat oleh semangat
kebangsaan atau di sebut nasionalisme. Nasionalisme diartikan sebagai tekat
dari orang-orang yang ada diwilayah itu (masyarakat bangsa) untuk
membangun masa depan bersama dibawah suatu negara yang sama walaupun
warga masyarakat itu berbeda dalam ras, etnik, agama, ataupun budaya atau
bahkan dalam sejarah sekalipun. Nasionalisme menjadi ideologi bagi negara

9
kebangsaan sekaligus perekat anggota masyarakat dalam menciptakan
loyalitas serta kesetiaan pada identitas (Winarno. 2014).
Para pendiri negara menyadari bahwa negara indonesia yang hendak
didirikan haruslah mampu berada diatas semua kelompok dan golongan yang
beragam. Hal ini dikarenakan indonesia sebagai negara bekas jajahan belanda
merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan ras dengan
wilayah yang tersebar di nusantara. Kesadaran demikian melahirkan paham
nasionalisme atau paham kebangsaan. Paham kebangsaan melahirkan
semangat untuk keluar melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang telah
menciptakan nasip sebagai bangsa yang terjajah, teraniaya, dan hidup dalam
kemiskinan. Selanjutnya nasionalisme memunculkan semangat untuk
mendirikan negara-bangsa dalam merealisasikan cita-cita, yaitu merdeka
pencapaian masyarakat yang adil dan makmur (Winarno. 2014).
Gagasan perlunya membentuk suatu bangsa yaitu bangsa indonesia
berhasil diwujudkan dalam ikrar sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928.
Para pemuda dari berbagai suku dan budaya nusantara tara di wilayah
nusantara berikrar menyatakan diri dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa yaitu indonesia. Jadi meskipun mereka berbeda-beda suku, adat,
budaya, ras, keyakinan, dan daerah tetapi bersedia menyatakan diri sebagai
satu bngsa, yaitu bangsat Indonesia (Winarno. 2014).
Menurut Ir. Soekarno yang dimaksud bnge indonesia adalah seluruh
manusia-manusia yang menurut wilayahnya telah ditentukan untuk tinggal
secara bersama di wilayah nusantara dari ujung barat (sabang) sampai ujung
timur (Merauke) yang memiliki "lebih desir d'etre ensemble (kehendak akan
bersatu)" ( pendapat ernes renang) dan "charaktergemeinschaft" (pendapat oto
van bauer) yang telah menjadi satu. Tujuan dari paham kebangsaan
(nasionalisme) sendiri adalah menciptakan negara bangsa yang wilayah dan
batas-batasnya menyerupai atau mendekati makna bangsa (Winarno. 2014).

10
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa indonesia (Winarno. 2014) :
a. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan
bangsa asing yang kurang lebih selama 350 tahun,
b. Adanya keinginan bersama untuk merdeka,melepaskan diri dari belenggu
penjajahan,
c. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang
membentang dari sabang sampai merauke, dan
d. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan
sebagai suatu bangsa.
Frans magnis suseno (1995) menyatakan bahwa kesatuan bangsa
indonesia tidak bersifat alamiah tetapi historis, persatuan bangsa indonesia
tidak bersifat etnik melainkan etis. Bersifat historis karena bangsa indonesia
bersatu bukan karena kesatuan bahasa ibu, budaya ataupun agama. Tetapi
yang mempersatukan bangsa indonesia adalah sejarah yang dialami bersama,
yaitu sejarah penderitaan, penindasan, perjuangan kemerdekaan, dan tekad
untuk kehidupan bersama (Winarno. 2014).
Jadi, hakikat negara kesatuan republik indonesia adalah negara
kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang
pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasioalisme,
yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama
dibawah satu negara yang sama walaupu warga masyarakat tersebut berbeda-
beda agama, ras, etnik atau golongannya (Winarno. 2014).

2) proses terbentuknya negara Indonesia


Terbentuknya Negara Indonesia merupakan suatu rangkaian tahap-
tahap yang berkesinambungan. Rangkaian tahap perkembangan tersebut
digambarkan sesuai dengan keempat alinia pembukaan UUD 1945 (Winarno.
2014).

11
Secara teoritis, perkembangan terbentuknya Negara indonersia sebagai
berikut (Winarno. 2014) :

a) Terbentuknya Negara tidak sekedar dimulai dari proklamasi, tetapi


adanya pengakuan akan hak setiap bangsa untuk memerdekakan
dirinya.bangsa Indonesia memiliki tekad kuat untuk mengahapus segala
penindasan dan penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain. Ini menjadi
sumber motivasi perjuangan. (alinia I pembukaan UUD 1945).
b) Adanya perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan. Perjuangan
bangsa Indonesia menghasilkan proklamasi menghantarkan kepintu
gerbang kemerdekaan. Negara yang kita cita-citakan adalah merdeka
bersatu, berdaulat, yang makmur. (alinia II pembukaan UUD 1945).
c) Terbentuknya Negara Indonesia adalah khendak bersama seluruh bangsa
Indonesia, sebagai suatu keinginan luhur bersama. (alinia III pembukaan
UUD 1945).
d) Negara Indonesia perlu menyusun alat-alat kelengkapan Negara yang
meliputi tujuan, bentuk system pemerintahan UUD, dan dasar Negara.
Dengan demikian semangkin sempurna proses terbentuknya Negara
Indonesia.

3) Cita-cita, tujuan, dan visi Negara Indonesia

Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan Negara yang bersatu,


berdaulat, adil, dan makmur. Dengan rumus yang singkat, Negara Indonesia
bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarakan pancasila dan UUD 1945 (Winarno. 2014).

Adapun tujuan Negara Indonesia terjabar dalam alinea ke-4 pembukaan UUD
1945 (Winarno. 2014) :

a) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia

12
b) Memajukan kesejahteraan umum
c) Mencerdaskan kehiduoan bangsa
d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia


yang damai, demokrasi berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam
wadah Negara kesatuan republic Indonesia yang didukung oleh indonesiayang
sehat mandiri ,beriman, bertaqwa, berakhlak indiah, cinta tanah air,
bersadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan alam dan
tehnologi serta berdisiplin (Winarno. 2014).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaruh kebudayaan barat bagi Bangsa Indonesia bahwa kebudayaan
barat itu dapat berpengruh positif apabila orang-orang Indonesia mampu
memilih pergaulan yang baik dan benar dari kebudayaan barat misalnya
meniru dalam sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari, mempelajari
teknologi informasi dengan baik dan benar sebagai media belajar.
Pengaruh kebudayaan barat bagi Bangsa Indonesia bahwa kebudayaan
barat bersifat negatif karena kebanyakan orang-orang barat bertingkah laku
yang melanggar norma-norma yang berlaku di Indonesia seperti misalnya
pergaulan bebas baik itu pada anak remaja maupun pada orang tua, minum-
minuman keras, mabuk-mabukan, memakai tindik, dan bertato. Proses filtrasi
perlu dilakukan supaya kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia tidak akan
merusak identitas kebudayaan nasional bangsa kita. Semua dampak positif
dan dampak negatif masuknya budaya asing di Indonesia tergantung
bagaimana kita menyeleksi budaya asing tersebut. Pentingnya peran
masyarakat dan pemerintah dalam mempertahankan nilai-nilai budaya
Indonesia agar tidak terpengaruh oleh budaya asing yang sifatnya negatif.

B. Saran

Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pembelajaran


mata kuliah pendidikan kewarganegaraan

14
DAFTAR PUSTAKA

Kartodirdjo, Sartono. 2003. Multidimensi Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme


Dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisius.

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) JURNAL PESONA DASAR Universitas


Syiah Kuala Vol. 3 No.4, Oktober 2016, hal 65 – 72 ISSN: 2337-9227
Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah Di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.

15

Anda mungkin juga menyukai