Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMAHAMI MULTIKULTURALISME DAN MASYARAKAT MULTIKULTURAL

GURU PEMBIMBIN :

Arman, S.Pd.

DISUSUN OLEH:

1. Anisa 4. Febrianti

2. Hafiza 5. Lisni
3. Suriadi 6. Muslimin

SMAN 1 MAWASANGKA TENGAH


KAB. BUTON TENGAH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang " Memahami Multikulturalisme dan Masyarakat
Multikultural

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Lakorua, Januari 2023


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
………………………………………………………………………………………………………………
………………… i

KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………………………………………………
……………… ii

DAFTAR ISI ……………………………………..


…………………………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………..


………………….……..…………… 1

1.1. Latar Belakang


………………………………………………………………………………………………………….…..
…………….. 1

1.2. Rumusan Masalah


…………………………………………………………………………………………………..…..
…………….. 3

1.3. Tujuan
………………………………………………………………………………………………………………
……….……..…………… 4

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………...


……………………………………………………………………… 7

2.1. Sejarah Perkembangan Multikulturalisme …………………………………………………….


……………….…………8

2.2. Pengertian dan Bentuk- Bentuk Multikulturalisme ……………………………………………….


…….............8

2.3. Karakteristik Masyarakat Multikultural …………………………………………………….


…………….................10

2.4. Tantangan dalam Mewujudkan Masyarakat Multikultural …………………….


…………………............13
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………….
…………………………..............14

3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………….


………………………...…………….………… 14

3.2. Saran
………………………………………………………………………………………………………..
…………………........……… 16

DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………………………………………….......……..
…………………. 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara dengan status negara berkembang,Indonesiajuga merupakan negara
yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah Cina,Amerika, dan India. Tidak hanya itu,
Indonesia juga memiliki jumlah pulau yangsangat banyak, lebih dari 15.000 pulau kecil dan 5 pulau besar
yang terhampar darisabang sampai merauke. Dengan jumlah penduduk yang besar dan juga
jumlahpulau yang sangat banyak, memungkinkan terjadinya perbedaan diberbagai bidang,mulai dari
agama, suku, ras, dan bahasa. Hal tersebut dianggap wajar, karena setiapgolongan memiliki pendapat
dan juga pandangan yang berbeda-beda. Dampak dariperbedaan tersebut beragam, mulai dari yang
positif hingga dampak negatif yangberakibat pada tejadinya konflik. Konflik yangberkepanjangan
dapatmengakibatkan perpecahan dan juga disintegrasi bangsa yang berbuntut padadendam turun-
temurun tanpa pernah ada solusinya.

Selain konflik, permasalahan-permasalahan yang terjadi diIndonesia jugasemakin beragam dan semakin
berkembang disetiap tahunnya, hingga menjadi pusatperhatian dari semua kalangan.

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskanpandangan seseorang tentang


ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakankebudayaan yang menekankan tentang penerimaan
terhadap adanya keragaman, danberbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan
masyarakat.Dalam arti ini keberagaman bukan sekedar keberagaman suku, ras, ataupun
agama,melainkan keberagaman bentuk-bentuk kehidupan, termasuk di dalamnya adalahkelompok-
kelompok subkultur.

Oleh karena itu, sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia memilikiPancasila sebagai sebuah
pegangan dalam bertindak untuk menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada dalam multikulturalisme

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka rumusanmasalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah dari Multikulturalisme

2. Apa pengertian dan bentuk- bentuk Multikulturalisme

3. Apa saja karakteristik Multikultural

4. Bagaimana tantangan dalam mewujudkan masyarakat multikultural

1.3. Tujuan

Adapun tujuan disusunnyamakalah ini sebagai berikut :


1. Memberikan pemahaman kepada pembaca terkait sejarah perkembangan Multikulturalisme

2. Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai pemahaman akan pengertian dan bentuk-
bentuk Multikulturalisme

3. Memberikan pemahaman kepada pembaca agar mengetahui karakteristik masyarakat multikultural

4. Memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai tantangan dalam mewujudkan masyarakat


multikultural

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Perkembangan Multikulturalisme

Multikulturalisme pertama kali digunakan secara luas pada tahun 1970-an, pertama-tama oleh negara
Kanada (1971), kemudian disusul oleh Australia (1973) sebagai bagian dari kebijakan warga negara
mendampingi dan mengelola keanekaragaman etnis yang berada di wilayah pemerintahannya. Dilihat
dari konteks ini, munculnya terminologi multikulturalisme adalah sebentuk kesadaran kolektif yang
kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan negara atas lahirnya sejumlah konsekuensi baik sosial
maupun kultural, terutama konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan sebagai akibat dari
gelombang migrasi berskala besar yang terjadi pada dekade 1960-an dan akhir tahun 1970-an.

Sejak pertama kali dicetuskan oleh Komisi Kerajaan Kanada (Canadian Royal Commission) pada 1995,
penggunaan ‘multikuturalisme’ secara formal oleh negara mendapatkan dukungan dari para
politikus dan akademisi yang menggagas dan mempromosikannya. Mereka menyebut kebijakan ini
sebagai sebuah ’keharusan’ (imperatif) politik yang bersifat progresif dan ekspresi resmi dari
keyakinan akan keunggulan nilai-nilai liberal seperti kesamaan, toleransi dan sikap inklusif
(inclusiveness) terhadap para pendatang (migrants) yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda-
beda. Berikut kutipan dari salah seorang pejabat pemerintah Kanada berkaitan dengan kebijakan
“Multikulturalisme yang diberlakukan di Kanada adalah sesuatu yang fundamental bagi kepercayaan
kita bahwa setiap warga negara adalah ‘sama’ (equal). Multikulturalisme menjamin setiap warga
negara untuk tetap mempertahankan indentitas mereka, berbangga atas leluhur mereka, dan
mempunyai ‘rasa’ kepemilikan yang mendalam’ (a sense of belonging)”.

Sementara itu, Australia mendeklarasikan diri multikultural dan memeluk paham multikulturalisme di
awal 1970-an sebagai tanggapan terhadap ‘meningkatnya jumlah orang-orang Asia yang datang dan
bermukim di situ’ dan ‘kehadiran para pendatang dari wilayah di luar Australia yang tidak bisa
digolongkan ke dalam tipe atau kategori tertentu’ . Hal yang kurang lebih sama juga terjadi di Kanada,
USA, Israel, Inggris, dan Jerman, meskipun unsur-unsur penyusun multikultural di masing-masing negara
ini berbeda-beda.

Di awal abad ke-21, sudah lazim bagi negara-negara Barat yang menganut paham demokrasi liberal
untuk menyebut diri mereka sebagai masyarakat multikultural (multikultural societies), meskipun tidak
semuanya menetapkan ‘kebijakan multikultural yang resmi’ (official policies of mulculturalism).
Bahkan sejumlah negara-bangsa yang secara tradisional dikenal sebagai masyarakat yang homogen
secara budaya, seperti Jerman dan Jepang, tidak lagi bisa menyangkal fakta bahwa populasi mereka
diwarnai dan dipengaruhi oleh kemajemukan rasial dan etnis yang relatif tinggi dalam dua-tiga dekade
terakhir ini. Sebagai salah satu dampak akut dari migrasi global yang semakin intensif , “dunia menjadi
tempat bagi negara-negara yang multi etnis , dengan komposisi lebih dari 30% populasi berasal dari
masyarakat di luar negara tersebut.”

Indonesia memiliki sejarah multikulturalisme selama puluhan abad. Di Indonesia, multikulturalisme telah
ada di negeri ini jauh sebelum merdeka. Diterimanya kehadiran para pendatang eropa yang akhirnya
menjadi penjajah, dan kehadiran pedagang dari Timur Tengah yang kemudian ikut membangun dan
mengukir sejarah megeri ini, merupakan bukti bahwa telah ada unsur multikultural dalam hati bangsa
ini.

Sejarah kontemporer telah mencatat adanya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1908, lima sila Pancasila,
pasal 32 UUD 1945, simbol Bhineka Tunggal Ika pada lambang burung Garuda Pancasila, dan semangat
gotong royong, merupakan bukti tak terbantahkan tentang jiwa dan semangat multikultural pada
bangsa ini.

Secara historis, sejak jatuhnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya yang kemudian diikuti dengan masa
yang disebut sebagai “era reformasi”, kebudayaan Indonesia cenderung mengalami disintegrasi.
Dalam pandangan Azyumardi Azra, bahwa krisis moneter, ekonomi dan politik yang bermula sejak akhir
1997, pada gilirannya juga telah mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan
bangsa dan negara. Jalinan tenun masyarakat (fabric of socirty) tercabik-cabik akibat berbagai krisis yang
melanda masyarakat.

Krisis sosio budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi dan dislokasi
banyak kalangan masyarakat kita, misalnya: disintegrasi sosio-politik yang bersumber dari euphoria
kebebasan yang nyaris kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi
realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah melakukan tindakan kekerasan dan anarki,
merosotnya penghargaan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial, semakin
meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya, berlanjutnya konflik dan
kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa politis, etnis dan agama seperti terjadi di Aceh,
Kalimantan Barat dan Tengah, Maluku Sulawesi Tengah, dan lain-lain.

Dari perspektif politik Indonesia, berakhirnya sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru
memaksakan “mono-kulturalisme”, monokulturalitas, keseragaman, memunculkan reaksi balik, yang
bukan tidak tidak mengandung sejumlah implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang
pada hakikatnya multi-kultural. Bersamaan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan
pemerintahan, terjadi pula peningkatan gejala “provinsialisme dan etnisitas”.

Pemahaman terhadap kultur subjektif masyarakat menjadi sangat penting mengingat selama 32 tahun
perbedaan dianggap memiliki potensi destruktif yang berbahaya dan mengancam kesatuan bangsa.
Sehingga, realitas sosiologis dari keberagamaan masyarakat direpresi dan didekonstruksi sesuai dengan
arah kebijakan negara Orde Baru. Rekonstruksi wacana etnisitas gaya Orde Baru memandang bahwa
perbedaan dan keanekaragaman etnis merupakan penghambat utama pembangunan nasional.

Derivasi dari kebijakan yang unfairness tersebut menyumbat terciptanya ruang publik (free public
sphere) bagi masyarakat dalam membangun dialog lintas kultural, bersosialisasi, berinteraksi, dan saling
komunikasi antar kelompok masyarakat multi-etnik. Padahal, penyeragaman dan penihilan entitas lokal
justru menjadi “bara dalam sekam” yang setiap saat siap meledak, menjelma menjadi konflik
sosialkamanusiaan yang menelan korban jiwa anak bangsa.

Cultural engineering yang dilakukan negara lewat meretraadisionalisasi budaya etnis selama masa
pembangunan Orde Baru, diredusir untuk mengikuti laju perkembangan proyek modernisasi politik
negara. Salah satunya, mencampuradukkan komposisi penduduk Indonesia agar bisa menjaga
pertahanan nasional (lewat program wawasan nusantara) yang berdampak langsung pada proses
inkulturasi antar etnis di Indonesia menjadi kurang alamiah. Sehingga, solidaritas bangsa sebagai unit
budaya dan politik yang berangkat dari pengakuan cultural distinctiveness unsur-unsur pembentukan
bangsa tidak berkembang dengan baik.

Pemerintahan Orde Baru secara sistematik telah mengkooptasi potensi kelompok etnis untuk
berkembang secara optimal. Tidak hanya itu, distribusi kekuasaan dan marginalisasi pembangunan
melalui eksploitasi sumber daya alam dan ekonomi, membangun struktur penindasan baru yang sangat
hegemonik. Kekerasan politik yang dibangun negara menjadi precipitating event terbentuknya herarki
kekerasan dilapisan masyarakat bawah. Benih disintegrasi sosial yang tumbuh dan berkembang dalam
tubuh masyarakat ikut dibentuk oleh kekuatan negara melalui pranata sosial dan instrument politiknya
yang tidak berfungsi secara maksimal.

Berangkat dari asumsi historis di atas, dibutuhkan rekonstruksi paragdimatik dalam memaknai
perbedaan dan pergeseran yang berlaku dalam komunitas kultur. Membangun pemahaman kultur
subjektif antar kelompok etnik adalah salah satu pondasi dalam upaya membangun jalan resolusi konflik
dan perdamaian dalam masyarakat.

Menurut analisis Muhaemin el-Ma’hady, akar sejarah multikulturalisme bisa dilacak secara historis,
bahwa sedikitnya selama tiga dasa warsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat
terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan,
membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan secara terbuka,
rasional dan damai.

Kenyataan yang sulit diingkari, bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok
etnis, budaya, agama dan lain-lain, sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut
sebagai masyarakat multicultural.

Walaupun multikulturalisme itu telah digunakan oleh para pendiri bangsa ini untuk mendesain
kebudayaan Indonesia, bagi pada umumnya orang Indonesia kini multikulturalisme adalah sebuah
konsep yang masih asing

2.2. Pengertian dan Bentuk - Bentuk Multikulturalisme

a. Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah situasi di mana semua kelompok budaya atau ras yang berbeda dalam suatu
masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama, dan tidak ada yang diabaikan atau dianggap tidak
penting.

Multikulturalisme biasanya terbentuk dalam skala nasional atau dalam komunitas pada suatu bangsa
dan negara. Hal ini dapat terjadi baik secara alami melalui imigrasi, atau secara artifisial ketika yurisdiksi
budaya yang berbeda dipersatukan melalui keputusan legislatif, seperti dalam problem Perancis dan
Inggris Kanada.

b. Bentuk-bentuk Multikulturalisme

1. Multikulturalisme Isolasi

Masyarakat jenis ini, biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang
saling mengenal satu sama lain. Kelompok tersebut pada dasarnya menerima keragaman, namun pada
saat yang sama berusaha mempertahankan udaya mereka secara terpisah dari masyarakat umumnya
lainnya.

2. Multikulturalisme Akomodatif

Masyarakat ini memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian- penyesuaian dan akomodasi-
akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.Masyarakat ini merumuskan dan
menerapkan undang-undang hukum dan ketentuan yang sensitif secara kultur, dan memberikan
kebebasan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan dan mempertahankan budayanya,
sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.

3. Multikulturalisme Otonomi

Adalah Kelompok-kelompok kultural utama yang berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif
dapat diterima. Prinsip dari multicultural ini adalah mempertahankan cara hidup mereka masing-masing
yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok dominan.

Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat agar semua
kelompok bias sama.

4. Multikulturalisme Kritikal / Interaktif

Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural. Mereka tidak terlalu ingin kehidupan otonom
mereka lebih ingin pada menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif
distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini

tentunya menolak, bahkan berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan
mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas.

5. Multikulturalisme Kosmopolitan

Kelompok ini berusaha menghapuskan segala macam batas-batas kultur tujuannya untuk menciptakan
masyarakat yang setiap individunya tidak lagi terikat dengan budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya
menjadi individu bebas dengan kehidupan lintas kultural untuk mengembangkan kehidupan kultural
masing-masing.

2.3. karakteristik Masyarakat Multikultural

• memiliki struktur budaya lebih dari satu.

• nilai2 yang dasar adalah kesepakatan sulit berkembang.

• sering terjadi konflik sosial yang berbau sara.


• struktur sosialnya lebih sifatnya nonkomplementer.

• proses intregasiyg terjadi langsung secara lambat.

2.4. Tantangan dalam Mewujudkan Masyarakat

Tantangan multikultural yang terjadi terutama yang ada di Indonesia banyak yg berkaitan dengan relasi
agama dan pelayanan publik. Dalam tantangan di bidang agama, banyak sekali masyarakat yang kurang
bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada sehingga konflik mengenai agama masing-masing yang
dianut terus-terusan terjadi. Sedangkan tantangan Pelayanan Publik:

• Kurangnya pemahaman mengenai UU No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan Permenpan
No.36 tahun 2012 tentang petunjuk teknis penyusunan, penetapan dan penerapan standar pelayanan.

• Komitmen pimpinan.

• Standar Pelayanan Publik belum ada.

• Sumber daya Manusia.

• Kemauan dan itikad pelaksana.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing
mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Ciri-ciri masyarakat multikultural
yaitu :Terjadi segmentasi, Memilki struktur, Konsensus rendah, Relatif potensi ada konflik, Integrasi
dapat tumbuh dengan paksaan dan Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain. Penyebab
timbulnya masyarakat multikultural sbb: Faktor geografis, Pengaruh budaya asing, Kondisi iklim yang
berbeda, Keanekaragaman Suku Bangsa, Keanekaragaman Agama danKeanekaragaman Ras. Konflik
yang muncul karena adanya keanekaragamaan, seperti konflik antar etnis. Penyelesaiannya dengan
menggunakan kearifan lokal dan kearifan nasional.

3.2. Saran

Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang diterapkan dalam menghadapikeragaman dalam


kehidupan masyarakat. Melalui pendidikan multikultural diharapkan segala konflik dan permasalahan
yang terjadi akibat perbedaan etnis, agama, ras dan antar golongan dapat diminimalisir. Pendidikan
multikultural memberikan kontribusi terhadap kesadaran siswa untuk belajar menghargai dan
memahami segala perbedaan dalam kehidupanbermasyarakat. Salah satu faktor untuk mencapai tujuan
pendidikan sekolah dan peningkatan kinerja sekolah perlu dibangun budaya organisasi di sekolah.
Perlunya pembahasan mengenai dimensi sosial dan budaya dalam proses pembelajaran. Hal ini senada
dengan apa yang disampaikan oleh menteri pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa proses
belajar yang mengandalkan siswa belajar secara individualistis dan bersaing secara kompetitif
individualistis harusditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok dan bersaing secara
kelompok dalam situasi positif. Dengan cara demikian, perbedaan antar individu dapat dikembangkan
sebagai suatu kekuatan kelompok, dan siswa terbiasa hidup dengan berbagai budaya, sosial,
Intelektualitas, ekonomi, dan aspirasi politik.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.coretanzone.id/2018/05/sejarah-perkembangan-multikulturalisme.html?m=1

https://s3ilmusosial.fisip.unair.ac.id/analisis-multikulturalisme-dan-prospek-dialog-lintas-budaya/

https://www.husnuls492.com/2019/12/bentuk-bentuk-multikulturalisme.html?m=1

https://brainly.co.id/tugas/16028648?
utm_source=android&utm_medium=share&utm_campaign=question

https://brainly.co.id/tugas/27351496?
utm_source=android&utm_medium=share&utm_campaign=question

Anda mungkin juga menyukai