Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MULTIKULTURALISME

“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultural”

Oleh Kelompok 2;

Ikhfa Permatasari 2201022

Isra Anggella 2201026

Dosen Pengampu :

Rahmanita M,Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)

SYEKH BURHANUDDIN PARIAMAN

1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Multikulturalisme” tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas dari Ibuk Rahmanita M. Pd selaku dosen Pendidikan Multikultural. Selain
itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Pariaman, 12 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang..............................................................................................................1

Rumusan Masalah.........................................................................................................1

Tujuan Pembahasan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Multikulturalisme....................................................................................... 2

Konsep Multikuturalisme............................................................................................. 7

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...................................................................................................................12

Saran............................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Multikulturalisme merupakan pengakuan bahwa banyaknya budaya yang berbeda-beda


tetapi bisa hidup berdampingan dan saling menguntungkan satu sama lain. Indonesia adalah
bangsa yang memiliki beragam suku, keragamanya terlihat dari banyaknya pulau, ras, warna
kulit, budaya, etnis, agama, dan bahasa yang bersatu di bawah kekuasaan negara.
Multikulturalisme itu mengacu pada sebuah tanggapan normatif atas fakta itu. Artinya, ketika
berbicara tentang multikulturalisme, kita berbicara tentang aspek keanekaragaman itu ditanggapi
dan disikapi secara normatif.

Multikulturalisme tak hanya berhenti ditataran konseptual tetapi lebih penting bagaimana
praktik nilai-nilai multikuturalisme diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan atau
realita bahwa elemen-elemen disebuah masyarakat memiliki tingkat keberagaman atau diversitas
yang tinggi, namun juga sebuah ideologi sekaligus proyek politis agar keragaman tersebut dapat
diperoleh dengan baik. Multikulturalisme adalah upaya jujur untuk menata masyarakat yang
plural (majemuk) menjadi masyarakat multikulturalistik yang harmonis sekaligus dinamis karena
adanya penghargaan terhadap kebebasan dan kesetaraan manusia. Multikulturalisme muncul
sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang memiliki aneka ragam budaya agar bisa
hidup bersama secara damai dan harmonis. Dalam masyarakat dengan beranekaragam budaya,
sering timbul konflik-konflik destruktif yang justru merusak tatanan kehidupan bersama.
Kebersamaan itu tentu saja tidak di maksudkan untuk merusak dan untuk menambah masalah,
melainkan membuat hidup bersama nyaman dan harmonis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Multikulturalisme?


2. Apa Konsep Multikulturalisme?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Multikulturalisme


2. Untuk Mengetahui Konsep Multikulturalisme

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah sebuah diskursus budaya. Multikulturalisme adalah sebuah


paham tentang kultur yang beragam. Abdullah menyatakan multikulturalisme sebagai sebuah
paham yang menekankan kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa
mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain penekanan utama
multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya. Multikulturalisme sebenarnya juga merupakan
konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman,
perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, etnis maupun agama. Sebuah konsep yang
memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa
yang dipenuhi dengan keanekaragaman budaya (multikultur). Bangsa yang multikultur adalah
bangsa dengan kelompok-kelompok etnik atau budaya (etnic and cultural groups) yang ada dapat
hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan
untuk menghormati budaya lain. Dalam pengertian semacam ini maka multikulturalisme itu
meskipun tidak sama persis sejajar dengan pengertian pluralisme.1

Multikulturalisme bukan melulu soal perbedaan dan identitas pada dirinya sendiri namun
juga menyangkut hal-ihwal yang tertanam dan ditunjang oleh budaya; yaitu seperangkat
kepercayaan dan praktek yang melalui jalan sekelompok orang yang memahami jati diri mereka
dan mengatur hidup baik individu maupun kolektif. Tidak seperti perbedaan yang datang dari
pilihan-pilihan yang bersifat individual, perbedaan-perbedaan yang berakar pada budaya
membawa ukuran otoritas tertentu dan dipolakan, distrukturkan berkat ketertancapannya dalam
sebuah sistem makna dan signifikansi (pemberian makna pada tanda dan benda tertentu) yang
diyakini bersama dan punya nilai historis. Kejelasan konsep antara dua jenis perbedaan ini
menggunakan istilah keragaman (diversity) untuk menyebut perbedaan yang berakar pada
budaya. Dengan demikian, multikulturalisme adalah tentang keragaman budaya atau perbedaan-
perbedaan yang berakar pada budaya. Karena teramat mungkin berbicara tentang macam-macam
perbedaan yang tidak harus didasarkan pada perbedaan yang mengakar pada budaya, dan juga
sebaliknya, maka tidak semua pejuang politik pengakuan harus bersimpati pada
multikulturalisme. Meskipun bagian dari politik pengakuan, multikulturalisme adalah sebuah
gerakan yang jelas (distinct) yang mempertahankan posisi yang ambivalen (mendua, atau
bernilai lebih dari satu).

1
Abdurrahman, Islam Sebagai Kritik Sosial, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003, hlm. 149

2
Multikulturalisme di Indonesia semakin mengemuka setelah terjadinya Reformasi di awal
tahun 1998, yang ditandai dengan euforia keterbukaan dan kebebasan di berbagai bidang
kehidupan di Indonesia terlebih di bidang politik dan sosial budaya yang melahirkan multi partai.

Multikulturalisme tak lain adalah sebagai salah satu bentuk pengejawantahan semboyan
"Bhinneka Tunggal Ika", berbeda-beda namun dalam satu kesatuan. Multikulturalisme
dipersepsi berhembus dari Barat, maka ditanggapinya secara sangat berhati-hati oleh masyarakat
Indonesia yang mayoritas muslim. Padahal Multikulturalisme di Indonesia adalah sebuah realitas
yang tak terbantahkan. Namun, sebagian besar para pemeluk agama belum memasukkannya
pada tataran aktual-implementatif sehingga di berbagai daerah masih sering terjadi keretakan
sosial, gesekan fisik-psikologis, bahkan tidak jarang terjadi konflik.

Fahruroji memahami multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan


pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman dan berbagai macam budaya
(multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya,
kebiasaan, dan politik yang mereka anut. "Multikulturalisme" pada dasarnya adalah pandangan
dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural dalam
kehidupan masyarakat. Multikultural juga dapat dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.2

Sikap para pemuka agama terhadap multikulturalisme menjadi kunci utama dalam
menyosialisasikan kepada masyarakat pendukung atau penganut agama mereka. Dengan
demikian, kesadaran atas keberagaman serta pengakuan akan entitas dari masing-masing pemuka
dan penganut agama akan terwujud, sehingga terbangun masyarakat yang "pluralis-
multikulturalis" yang menghargai dan mengapresiasi keberagaman keyakinan, sosial-budaya,
etika-moral, rasial-etnis dan adat-istiadat masing-masing individu maupun komunitasnya.3

Pada hakekatnya multikulturalisme adalah suatu keniscayaan pada setiap kelompok


masyarakat yang ada. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Faktor geografis,
faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan suatu masyarakat. Maka dalam
suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam
masyarakat (multikultural). 2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab
terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing
kemungkinan akan terpengaruh pola pikir (mind set) mereka dan menjadikan perbedaan antara
kelompok masyarakat yang satu dengan lainnya. 3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya
2
Fahruroji dan Marwan Setiawan, Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Zahir, 2022), hal.2-5.
3
Ibid., h. 8.

3
hampir sama dengan perbedaan letak geografis suatu daerah akan menimbulkan perbedaan-
perbedaan.

Seiring dengan isu globalisasi yang tengah mencuat, isu tentang multikulturalisme juga
mendampinginya pada tahun 1980- an di Kanada. Menurut Kamus Longet Oxford Dictionary
istilah "multiculturalism" merupakan derivasi dari kata "multicultural" Kamus ini menyitir
kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal
sebagai masyarakat multicultural dan multilingual.4

Akhir-akhir ini, istilah multikulturalisme tidaklah asing lagi di telinga kita. Di beberapa
media elektronik, seperti televisi dan internet seringkali membahas konsep multikulturalisme.
Bahkan, istilah multikulturalisme telah membudaya dalam kehidupan pendidikan. Siswa-siswi
seringkali dihadapkan dengan berbagai kasus multikulturalisme dalam mata pelajaran, seperti
PKN, Antropologi, Bahasa Indonesia, dan Sosiologi.

Pada hakikatnya, multikulturalisme tumbuh di dalam masyarakat yang memiliki sifat


terbuka. Multikulturalisme diyakini sebagai pandangan terhadap realitas ragam kehidupan
manusia yang menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, bahkan politik yang dianut dalam suatu
masyarakat. Multikulturalisme berkembang pula seiring dengan perubahan dalam masyarakat.

Ketika di sekolah dasar, guru sering menyajikan kisah ragam budaya masyarakat kita,
mulai dari tari-tarian, senjata adat, pakaian adat, dan kebiasaan-kebiasaan beberapa suku bangsa
tertentu. Hal ini sebenarnya merepresentasikan keragaman budaya di negeri kita. Benar saja, hal
ini didukung pula dengan adanya sensus yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010 yang
menyatakan bahwa jumlah etnis atau suku bangsa di Indonesia sebanyak 1.340 macam.5
Multikulturalisme lebih menekankan relasi antar-kebudayaan dengan pengertian bahwa
keberadaan suatu kebudayaan harus mempertimbangkan keberadaan kebudayaan lainnya. Dari
sini lahir gagasan kesetaraan, toleransi, saling menghargai, dan sebagainya. Membangun
masyarakat multikulturalisme Indonesia berarti membangun suatu ideologi yang menempatkan
kesetaraan dalam perbedaan pada posisi sentral.

Multikulturalisme bukanlah doktrin politik pragmatik melainkan sebagai cara pandang


atau semacam ideologi dalam kehidupan manusia. Oleh karena hampir semua negara di dunia
tersusun dari anekaragam kebudayaan, artinya perbedaan menjadi asasnya dan gerakan manusia
dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi semakin intensif, maka multikulturalisme sebagai
ideologi itu harus diterjemahkan ke dalam kebijakan multikultural sebagai politik pengelolaan
perbedaan kebudayaan warga negara dengan mengutamakan kesetaraan dan saling menghargai.

4
Ibid., h. 110-111.
5
Unsiyah Anggraeini, Multikulturalisme Makanan Indonesia, (Jakarta Timur : Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, 2018), h. 1-2.

4
Sebagaimana dikemukakan di atas multikulturalisme adalah suatu ideologi jalan keluar
dari persoalan mundurnya kekuatan integrasi dan kesadaran nasionalisme suatu bangsa sebagai
akibat dari perubahan-perubahan di tingkat global. Indonesia, khususnya, mengalami perubahan
tersebut belakangan ini. Setidak-tidaknya kekhawatiran terjadinya kemunduran dalam kesadaran
nasionalisme telah terbukti akhir-akhir ini. Contoh yang paling nyata adalah semakin
meningkatnya keinginan beberapa daerah tertentu untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, meskipun sebegitu jauh pemerintah masih mampu meredam kehendak
tersebut sehingga perceraian daerah-daerah tersebut belum terwujud pada saat ini. Selain itu,
konflik-konflik yang terjadi akibat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi juga meningkat.

Sebagian orang berpendapat bahwa konflik-konflik itu terjadi karena kontrol negara yang
selama otoriter telah melonggar, tetapi menjadikan kontrol itu kembali ketat nampaknya bukan
jalan keluar yang terbaik karena Indonesia (pemerintah) akan berhadapan dengan arus kekuatan
global yang lebih menyukai demokrasi, sehingga secara politik negara ini akan tersingkir dari
pergaulan dunia. Akan tetapi, membuka lebih lebar lagi “keran-keran” keterbukaan juga
mengandung risiko jangka panjang, yakni kemungkinan tercerai-berainya negara-bangsa ini
menjadi sejumlah negara-negara yang lebih kecil. Hal ini yang mendorong sebagian ahli untuk
memikirkan alternatif solusi terbaik agar tidak terjebak kedalam perpecahan, yakni jalan
multikulturalisme.6

Ruang pendidikan sebagai media transformasi ilmu pengetahuan hendaknya mampu


memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai dan menghormati atas
realitas yang beragam baik latar belakang maupun basis sosial budaya yang melingkupinya.7

Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme


dibentuk dari kata 'multi' yang berarti plural; banyak; atau beragam, kultur yang berarti budaya,
dan Isme (aliran atau paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat
manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik.

Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab
untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan diakui
(politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan.

Ada tiga hal pokok yang menjadi aspek mendasar dari multikulturalisme, yakni: Pertama,
sesungguhnya harkat dan martabat manusia adalah sama. Kedua, pada dasarnya budaya dalam
masyarakat adalah berbeda-beda. Ketiga, pengakuan atas bentuk perbedaan budaya oleh semua
elemen sosial-budaya, termasuk juga Negara.

6
Achmad Fedyani Syaifuddin, Membumikan Multikulturalisme Di Indonesia, Vol. II, Jurnal Antropologi Sosial
Budaya, 2006, h. 5-8.

7
Abdul Khobir, dkk, Multikulturalisme, (Pekalongan : Penerbit NEM, 2019), h. 1-2.

5
Multikulturalisme berarti juga pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia,
ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan adanya penerimaan terhadap realitas
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat
berkaitan dengan sistem nilai-nilai, budaya, kebiasaan dan politik yang mereka anut.

Gerakan multikulturalisme bertujuan mengurangi praktik diskriminasi di tempat-tempat


publik, di rumah, di tempat-tempat kerja dan di lembaga-lembaga pendidikan, yang dilakukan
kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.8

Pada perkembangannya, multikulturalisme menjadi isu yang semakin penting bahkan


utama seiring masih sering munculnya berbagai konflik sosial, etnik, dan agama yang marak di
masyarakat. Pemahaman secara dewasa dalam menyikapi masalah perbedaan ini menjadi sebuah
keniscayaan. Multikulturalisme secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah pengakuan
bahwa sebuah bangsa atau masyarakat adalah entitas yang sangat beragam dan majemuk, dan ini
adalah sunnatullah yang tidak dapat dibantah. Dapat pula dipahami bahwa multikulturalisme
adalah kepercayaan pada normalitas dan penerimaan atas keragaman.9

Parekh menyatakan bahwa istilah multikulturalisme pada umumnya digunakan untuk


merujuk pada satu masyarakat yang menunjukkan keanekaragaman sub-kultural,
keanekaragaman perspektif, dan keanekaragaman komunal.

Di Indonesia, istilah multikulturalisme mulai mendominasi wacana publik pada awal


tahun 2000-an, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berlarut-larut. merebaknya konflik
kekerasan antar etnik, dan gerakan-gerakan separatisme sebelum istilah multikulturalisme
populer dalam wacana publik dan wacana akademik di Indonesia, istilah yang banyak dipakai
adalah pluralisme. Esensi kedua istilah itu pada prinsipnya sama, yakni sama- sama mengandung
makna kejamakan, kemajemukan, namun perbedaannya terletak pada wilayah kejamakan.
Multikulturalisme mengandaikan kejamakan antar etnik atau bangsa atau entitas, sedangkan
pluralisme mengandaikan kejamakan dalam satu etnik atau bangsa dalam satu entitas.

Dalam konteks kebudayaan, multikulturalisme bisa berarti berlakunya lebih dari satu
identitas budaya dalam sebuah tatanan masyarakat. Meski demikian, perlu ditegaskan bahwa
pengertian lebih dari satu yang bersumber dari kata "multi" bukan berarti bahwa
multikulturalisme bersifat kuantitatif.10

8
Ibid., h. 18-22.
9
Mohamad Kholil, Paradigma Multikulturalisme dan Moderasi Dunia Pesantren, (Jawa Barat : Yayasan Wiyata
Bestari Samasta, 2022), h.1.

10
Ibid., h. 20-22.

6
2. Konsep Multikulturalisme

Tidak ada satu pun konsep yang bisa berdiri sendiri tanpa fondasi pengetahuan yang
memadai. Hal yang sama kiranya berlaku dengan konsep multikulturalisme. Konsep
multikulturalisme berdiri di atas dua pijakan konsep lainnya, yakni konsep self dan konsep kultur.
Artinya refleksi tentang hakekat dari self manusia dan kultur yang menjadi konteksnya sudah
selalu inheren di dalam wacana multikulturalisme, dan sekaligus menentukan bagaimana konsep
multikulturalisme tersebut dipahami. Orang tidak akan bisa memahami secara tepat problematika
yang dibuka oleh wacana multikulturalisme, tanpa sungguh memahami konsep self dan konsep
kultur. Konsep self adalah salah satu konsep yang menjadi tema perdebatan abadi di dalam
filsafat, psikologi, maupun teori-teori sosial lainnya.11

Sementara itu, dari sudut pandang psikologi antar budaya (cross cultural psychology),
konsep kultur seringkali dideinisikan dengan dua cara. Pertama kultur dipandang sebagai latar
belakang yang tidak terdeinisikan dari fenomena psikologis manusia (undeined background to
psychological phenomena). Kedua kultur juga bisa dibayangkan sebagai kumpulan dari variabel-
variabel yang singular (collection of singular variables). Variabel-variabel ini mencakup
perlakuan orang tua kepada anaknya, nilai-nilai yang diyakini, cara hidup, dan pandangan dunia
suatu masyarakat.12

Multikulturalisme mengandaikan adanya perubahan di dalam semua dimensi kehidupan


manusia. Multikulturalisme bukan hanya soal identitas dan perbedaan identitas semata, tetapi
tentang segala sesuatu yang tertanam di dalam kultur, yakni susunan kepercayaan dan praktek-
praktek sosial, dimana suatu kelompok dapat memahami siapa diri mereka, dunia, serta dapat
menata kehidupan mereka, baik kehidupan individual maupun sosial. Pada level ini perbedaan
tidak lagi hanya berada di level pilihan-pilihan individual saja, tetapi juga perbedaan-perbedaan
di level kultural. Perbedaan di level kultural memiliki logika yang lebih rumit, karena perbedaan
itu terkait dengan otoritas kultural, yang dibentuk dan tertanam di dalam suatu sistem makna
(system of meaning) yang memiliki historitas serta diwariskan turun temurun.13

Biasanya konsep multikulturalisme menjadi wacana umum pada masyarakat yang


berhadapan perbedaan kultural komunal di dalamnya. Orang-orang yang hidup di dalam
masyarakat tersebut sudah lama meyakini, bahwa mereka memiliki satu kultur nasional yang
harus dianut bersama. Akan tetapi di dalam perjalanan waktu, mereka kaget, ternyata banyak
kelompok, baik pendatang baru maupun orang yang sudah lama tinggal di dalam masyarakat

11
Reza, Multikulturalisme Untuk Indonesia, (Yogyakarta : Kanisius, 2010), h. 11-12
12
Ibid., h. 36-37.
13
Ibid., h. 46.

7
tersebut, yang tidak bisa hidup di dalam kultur nasional itu. Hal ini menghasilkan tantangan yang
baru bagi masyarakat itu secara keseluruhan.

Tentu saja proses untuk menjadi suatu negara multikultural bukanlah sebuah proses yang
sederhana. Pada awalnya menurut Parekh, ada beberapa kemungkinan alternatif bagi suatu
masyarakat, ketika masyarakat itu berhadapan dengan orang yang berasal dari komunitas dengan
kultur yang berbeda. Pertama masyarakat tersebut kemungkinan akan menerima dan memuji
kultur yang berbeda itu, dan menghormati kultur yang baru tersebut secara utuh. Kedua
masyarakat itu kemungkinan akan mengasimilasi kultur baru tersebut, dan menjadikannya
sebagai bagian dari keseluruhan kultur dominan masyarakat itu. Kedua masyarakat tersebut
adalah masyarakat multikultur, namun hanya pertamalah yang sungguh dapat disebut sebagai
masyarakat yang menganut paham multikulturalisme.

Konsep masyarakat multikultur lebih mengacu pada fakta kehidupan bahwa manusia
memiliki kultur yang berbeda-beda. Sementara konsep multikulturalisme lebih mengacu pada
suatu pemikiran normatif tentang bagaimana cara manusia mengatur keragaman kultur tersebut.
Konsep multikulturalisme lebih merupakan suatu cara untuk menanggapi fakta kehidupan,
bahwa kehidupan manusia terdiri banyak kultur yang saling berbeda satu sama lain.14

konsep self bersifat interdependen sebagai pengandaian antropologis di dalam relfeksi


multikulturalisme. Artinya self manusia itu selalu tertanam dan berakar di dalam konteks
kulturalnya masing-masing, dan hanya bisa dipahami juga di dalam konteks kulturalnya. Tidak
ada self yang sungguh otonom dan bersifat atomistik.

Konsep self yang berakar pada konteks kultural tersebut membawa kita pada pertanyaan
dasar, apakah yang dimaksud dengan kultur, Setidaknya ada empat hal yang merupakan deinisi
mendasar dari kultur, yakni kultur sebagai artifak kehidupan manusia yang dibentuk secara sosial,
kultur sebagai aktivitas sosial yang bersifat rutin, kultur sebagai nilai-nilai kultural yang diyakini
di dalam kehidupan bersama, dan kultur sebagai tindakan sosial. Hanya dengan memahami
manusia di dalam keempat dimensi kultur itulah kita bisa mempunyai pemahaman yang cukup
mendalam tentang manusia dalam wacana multikulturalisme.

Jika self selalu terkait dengan kultur, maka multikulturalisme dapat dipandang sebagai
suatu paham yang menegaskan bahwa setiap orang memiliki karakter selfnya yang unik, yang
hanya bisa dipahami di dalam konteks kulturalnya. Dan kini perjuangan untuk mendapatkan
pengakuan terhadap keunikan identitas itulah yang mendorong lahirnya wacana
multikulturalisme dan politik pengakuan. Jadi, multikulturalisme adalah suatu ide normatif
tentang bagaimana cara kita menghadapi pluralitas konsep self dan kultur yang ada di dalam

14
Ibid., h. 49-51.

8
kehidupan manusia. Tentu saja perjuangan ini tidak hanya di tataran akademis saja, tetapi juga
menyentuh level politis dan kultural.15

Gagasan konsep multikulturalisme memiliki tiga komponen. Pertama terkait dengan


budaya; Kedua, konsep ini terkait dengan pluralisme budaya; Dan ketiga, konsep tersebut
mencakup cara khusus untuk menghadapi keragaman ini. Oleh karena itu, multikulturalisme
bukanlah doktrin politik praktis, melainkan suatu cara pandang atau semacam idealisme dalam
kehidupan manusia.

Kemajemukan kebudayaan, merupakan ciri yang melekat pada negara-bangsa Indonesia,


dan menjadi faktor pendorong dikembangkan dan diterapkannya model kebijakan masyarakat
majemuk karena model itu dapat diharapkan mampu mengikat keanekaragaman yang ada. Model
multikulturalisme Indonesia mempererat persatuan dan integrasi bangsa. Nasionalisme menjadi
landasan persatuan yang signifikan dalam mempersatukan seluruh rakyat dalam batas-batas
wilayah negara, bangsa, dan dalam memobilisasi rakyat untuk melawan pihak atau bangsa lain
yang mengancam kedaulatan.

Konsep multikulturalisme tidak terlepas dari perbedaan pemahaman. Menurut Bikhu


Parekh yang dikutip oleh Fedyani istilah multikulturalisme memiliki tiga komponen, yaitu
Pertama, konsep yang berkaitan dengan budaya; Kedua, konsep ini mengacu pada keragaman
budaya; dan Ketiga, konsep tersebut mengandung beberapa tanggapan terhadap bentuk jamak ini.
Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah teori politik pragmatis, melainkan suatu pandangan
atau ideologi dalam kehidupan manusia Karena sebagian besar negara di dunia terdiri dari
budaya yang beragam yaitu, perbedaannya adalah bahwa basis dan pergerakan orang dari satu
tempat ke tempat lain di bumi semakin luas, multikulturalisme sebagai ideologi harus
diterjemahkan. Menjadi kebijakan multikultural sebagai kebijakan pengelolaan budaya,
perbedaan warga negara dengan mengutamakan kesetaraan dan saling menghormati.

Multikulturalisme terbagi menjadi 5 kategori, yaitu: Pertama, multikulturalisme adaptif.


Multikulturalisme adaptif melibatkan orang-orang dari budaya dominan yang membuat
penyesuaian dan adaptasi tertentu terhadap kebutuhan budaya etnis minoritas. Komunitas di sini
mengembangkan dan menegakkan hukum, peraturan, dan pengaturan yang peka terhadap budaya.
Masyarakat juga memberikan kebebasan kepada minoritas untuk memelihara dan
mengembangkan budayanya. Di sisi lain, minoritas tidak mempersoalkan budaya dominan.
Kedua, multikulturalisme otonom. Multikulturalisme otonom mencakup masyarakat pluralistik,
dengan kelompok budaya utama berjuang untuk kesetaraan dan tidak menginginkan dominasi
kelompok dalam masyarakat agar setara. Ketiga, multikulturalisme kritis atau interaktif,
mencakup masyarakat multikultural dimana kelompok budaya memiliki sedikit atau tidak ada
minat dalam kehidupan budaya yang mandiri. Sebaliknya, mereka membentuk kreasi kolektif
yang mencerminkan dan menegaskan sudut pandang khas mereka sendiri. Keempat,

15
Ibid., h. 56-57.

9
multikulturalisme isolasionis. Multikulturalisme jenis ini terjadi pada masyarakat dengan budaya
yang berbeda hidup secara mandiri dan sangat sedikit berinteraksi satu sama lain. Kelima,
multikulturalisme kosmis. Multikulturalisme kosmis mencakup upaya untuk menghilangkan
batas-batas budaya untuk menciptakan masyarakat yang tidak lagi terikat pada budaya tertentu.
Dan sebaliknya, untuk berpartisipasi secara bebas dalam pengalaman antarbudaya dan pada saat
yang sama mengembangkan kehidupan budayanya sendiri.

Perbedaan interpretasi dan tren perkembangan konsep dan praktik multikulturalisme yang
diungkapkan oleh para ahli membuat seorang bernama Parekh membedakan lima jenis
multikulturalisme: Pertama, multikulturalisme isolasi mengacu pada kehidupan masyarakat
budaya yang berbeda hidup secara mandiri dan mengurangi berinteraksi satu sama lain. Kedua,
multikulturalisme kompatibel adalah masyarakat dengan budaya dominan yang melakukan
penyesuaian dan adaptasi tertentu dengan kebutuhan budaya kelompok minoritas. Ketiga,
multikulturalisme otonom, masyarakat pluralistik dimana kelompok budaya utama berusaha
mencapai kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan yang mandiri dalam
kerangka politik yang diterima dan dibagikan. Perhatian utama dari budaya-budaya ini adalah
untuk melindungi cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan;
mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan masyarakat dimana semua
kelompok dapat hidup sebagai mitra yang setara. Keempat, multikulturalisme interaktif atau
kritis, yaitu masyarakat pluralistik di mana kelompok budaya tidak terlalu mementingkan
kehidupan budaya yang otonom; melainkan untuk membentuk kreasi kolektif yang
mencerminkan dan menegaskan sudut pandang mereka yang berbeda. Kelima, multikulturalisme
kosmik berusaha untuk menghapuskan batas-batas budaya sepenuhnya untuk menciptakan
masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu, tetapi bebas untuk
berpartisipasi dalam pengalaman antar budaya, sambil mengembangkan kehidupan budaya
mereka sendiri. Dalam realitas sosial, strategi antar budaya juga membutuhkan citra positif tetapi
tidak menyediakan kondisi untuk asimilasi. Namun, kelompok etnis akan memiliki status yang
sama dan akan memiliki hak untuk melestarikan warisan budaya mereka. Cris Barker
menjelaskan bahwa multikulturalisme adalah tentang "Merayakan Perbedaan".

Sejarah multikulturalisme adalah sejarah masyarakat multikultural. Amerika Serikat,


Kanada, dan Australia merupakan komunitas imigran yang serius mengembangkan konsep dan
teori multikulturalisme dan pendidikan multikultural karena tidak dapat menghalangi partisipasi
imigran lain. Namun, negara-negara tersebut adalah contoh negara yang masyarakatnya telah
berkembang menjadi multietnis, dimana mereka dapat membangun identitas nasional tanpa
kehilangan atau kehilangan identitas budaya sebelumnya atau budaya nenek moyang mereka.

Pendidikan multikultural bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan


multikulturalisme sebagai pengalaman manusia yang normal. Persepsi ini berpotensi bagi
pendidikan multikultural untuk menghindari dikotomi dan memperdalam pemahaman melalui
kemampuan budaya yang ada pada peserta didik.

10
Dapat disimpulkan bahwa dapat dipahami bahwa Negara dan masyarakat beragam dalam
keberagaman. Di sisi lain, tidak ada negara yang memiliki budaya nasional tunggal di satu
negara. Oleh karena itu, multikulturalisme adalah Sunnatullah, yang tidak dapat disangkal bagi
setiap negara di dunia.

Multikulturalisme menurut Ahida secara fundamental merupakan pandangan yang


menuntut penghormatan terhadap fakta kehidupan yang sangat berbeda dan multikultural, baik
etnis, agama, ras maupun sosial budaya. Gambaran sebenarnya dari multikulturalisme masih
ambigu, tetapi untuk memberikan hak yang sama kepada semua kelompok budaya di ruang
publik dan pribadi. Kesetaraan ini mencakup kesempatan yang sama dalam arena sosial,
ekonomi dan politik bagi semua kelompok budaya untuk tumbuh dan berkembang secara adil.
Salah satu upaya yang dapat kita lakukan untuk memperjuangkan multikulturalisme adalah
pendidikan multikultural.

Multikulturalisme mengakui bahwa suatu negara atau masyarakat adalah beragam dan
plural, dan bahwa keragaman ini diterima. Kohesi komunitas ditandai dengan kombinasi
berbagai bentuk perbedaan sehingga kita dapat hidup bersama. Koeksistensi yang terencana
diharapkan dapat mengatasi dampak dari fenomena sosial seperti konflik yang masih terjadi di
masyarakat.16

Di Indonesia pada umumnya keberagaman melekat dalam identitas suku, Konsep


multikulturalisme tidaklah sama dengan konsep keanekaragaman dari segi suku bangsa atau
kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena konsep multikulturalisme
menekankan keanekaragaman dan kesederajatan. Multikulturalisme mengulas berbagai
permasalahan yang tidak hanya menyangkut perbedaan budaya tetapi juga mengandung ideologi,
politik. demokrasi, penegakan hukum, keadilan, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak
budaya komunitas golongan minoritas dan prinsip-prinsip etika.

Sampai dengan saat ini masih ada orang-orang dari kelompok tertentu yang diperlakukan
secara tidak adil maupun susah memperoleh akses ke berbagai bidang kehidupan. Berbagai
kenyataan tersebut melahirkan sebuah pandangan baru mengenai multikulturalisme. Melalui
pandangan baru ini diharapkan manusia dunia memiliki cara pandang yang baru terhadap
keberagaman, yaitu semua manusia dalam kepelbagaian/keberagamannya memiliki hak yang
sama untuk diterima, dihargai dan dipenuhi hak-hak asasinya sebagai manusia. Setiap orang
memiliki hak untuk diberikan akses ke berbagai bidang kehidupan.17

16
Ramedlon, dkk, Gagasan Dasar dan Pemikiran Multikulturalisme, Vol. 4, Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset
Sosial Humaniora, 2021, h. 181-188.

Janse Belandina Non-Serrano dan Julia Suleeman Chandra, Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti, (Jakarta :
17

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018), h. 72-74.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Multikulturalisme adalah konsep yang mengakui keragaman budaya dalam


masyarakat dan mendorong kesetaraan serta saling menghormati antara budaya-budaya
tersebut. Ini bukan sekadar tentang perbedaan identitas individu, tetapi juga tentang
perbedaan yang berakar dalam budaya. Multikulturalisme mengajarkan kita untuk
menghargai keanekaragaman budaya yang ada dalam sebuah masyarakat, termasuk agama,
bahasa, dan tradisi. Ini adalah pandangan dunia yang mencoba mengatasi tantangan yang
muncul akibat perbedaan budaya dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil bagi
semua kelompok budaya.
Multikulturalisme adalah sebuah pandangan dan paham yang menekankan pentingnya
kesetaraan budaya, pengakuan terhadap keragaman, dan penghargaan terhadap berbagai
budaya, baik dalam konteks lokal maupun kebangsaan. Konsep ini menjadi semakin relevan
dalam konteks masyarakat yang memiliki keragaman budaya yang signifikan.
Pandangan multikulturalisme berfokus pada penghormatan terhadap hak dan
eksistensi budaya lokal tanpa mengabaikan budaya yang ada. Konsep ini berakar dalam
pemahaman bahwa masyarakat yang majemuk adalah masyarakat yang dipenuhi dengan
keanekaragaman budaya. Ini mendorong prinsip co-existence, di mana kelompok etnik atau
budaya yang berbeda dapat hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati.
Multikulturalisme tidak hanya mencakup perbedaan dalam identitas individu, tetapi
juga melibatkan aspek budaya yang melekat dalam sebuah komunitas. Dalam hal ini,
multikulturalisme menekankan keragaman budaya atau perbedaan yang berakar dalam
budaya.

B. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan makalah di atas, makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh Karena itu, segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangatlah kami harapkan terutama bagi Ibuk yang membimbing
mata kuliah Pendidikan Multikultural, dan rekan rekan pembaca sekalian demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Semoga makalah ini menambah wawasan
kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Islam Sebagai Kritik Sosial, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003.

Anggraeini, Unsiyah, Multikulturalisme Makanan Indonesia, Jakarta Timur : Badan


Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2018.

Belandina Non-Serrano, Janse dan Julia Suleeman Chandra, Pendidikan Agama Kristen
dan Budi Pekerti, Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.

Fahruroji dan Marwan Setiawan, Masyarakat Madani, Yogyakarta: Zahir, 2022.

Fedyani Syaifuddin, Achmad, Membumikan Multikulturalisme Di Indonesia, Vol. II, Jurnal


Antropologi Sosial Budaya, 2006.

Khobir, Abdul, dkk, Multikulturalisme, Pekalongan : Penerbit NEM, 2019.

Kholil, Mohamad, Paradigma Multikulturalisme dan Moderasi Dunia Pesantren, Jawa


Barat : Yayasan Wiyata Bestari Samasta, 2022.

Ramedlon, dkk, Gagasan Dasar dan Pemikiran Multikulturalisme, Vol. 4, Jurnal


Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora, 2021.

Reza, Multikulturalisme Untuk Indonesia, Yogyakarta : Kanisius, 2010.

13

Anda mungkin juga menyukai