Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 2 TUTORIAL ONLINE

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

NAMA:DEWI RATNASARI
NIM:044631964

UNIVERSITAS TERBUKA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ini dengan baik.Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR.Adapun
judul makalah ini “multikulturalisme dalam era globalisasi”. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan pengetahuan,
pengalaman serta referensi yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik
demi perbaikan pada masa-masa yang akan mendatang.Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan
terimakasih

Jakarta,10 NOVEMBER 2022

DEWI RATNASARI
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah...............................................................................................3
BAB II Pembahasan...................................................................................................3
2.1 multikulturalisme dalam era globalisasi ...................................................................3
BAB III Penutup........................................................................................................3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen. Artinya, bila kita melihat
masyarakat Indonesia dan membedahnya secara vertikal maka keberagaman dapat kita lihat dari
berbagai kelas sosial yang hidup berdampingan. Dalam bidang politik keberagam itu, dapat kita
temukan adanya kelompok yang perkuasa dan yang tidak memiliki kekuasaan, sedangkan jika
masyarakat kita bedah secara horizontal maka keberagaman lebih banyak ditunjukkan dari aspek
budaya. Secara horizontal, keberagaman terlihat dari adanya berbagai kelompok etnis, agama,
atau jenis kelamin yang harus hidup berdampingan dalam kesatuan unit politik-politik, yaitu
negara Indonesia.

Sepanjang sejarah pertumbuhan masyarakat Indonesia, kita dapat melihat, dan bahkan
mengalami bahwa hidup berdampingan dengan begbagai kelompok yang berbeda secara budaya,
ekonomi, dan politik tidaklah mudah. Banyak konflik yang terjadi di dalam masyarakat kita yang
melibatkan isu perbedaan identitas kelompok etnis, agama, atau jenis kelamin.Sebut.saja.konflik-
konflik sosial yang mengusung isu identitas kultural, seperti Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta,
yang melibatkan kelompok etnis Tionghoa dan kelompok. pribumi, konflik antara kelompok
etnis Dayak dan Madura di Kalimantan, atau konflik.di Maluku yang mengusung isu Kristen dan
Islam. Bahkan, dalam banyak kasus, tumpang tindihnya berbagai identitas, seperti orang Dayak,
cenderung beragama Kristen dan oran: Madura sebagian besar beragama Islam, membuat
masalah hubungan antar kelompok menjadi semakin kompleks.

Seiring dengan hal tersebut, memasuki era globalisasi manakala batas-batas negara dan
kelompok semakin cair maka persoalan pertemuan berbagai kebudayaan yang berbeda, akan
semakin sulit untuk-dihindari. Seperti yang diungkapkan oleh Samuel Hutington bahwa dunia
akan menghadapi perang peradaban. Menurutnya masa Pasca Perang Dingin, perbedaanaan
yang paling antara umat manusia bukan ideologi politik, atau ekonom mainkan perbedaan
budaya.Hal ini juga membawa pengaruh pada bentuk-bentuk konflik berbahaya, yang terjadi
antaraumat manusia bukan antara kelas sosial melainkan antara kelompok-kelompok
budaya,sebagaimana uraian pada cuplikan berikut

In this new world the most pervasive, important, and dangerous conflicts will not be
between social classes, rich and poor, or other economically defined groups, but between peoples
belonging to different cultural entities. Tribal wars and ethnic conflicts will be occurred within
civilizations. Violence between states and groups from different civilizations, however, carries
with it the potential for escalation as other states and groups from these civilizations rally to the
support Of their kin countries.2

Kemajuan teknologi membuat semakin cairnya batas-batas negara sehingga justru


membuka ruang untuk pertemuan sebagai kebudayaan Masalahnya pertemuan berbagai
kebudayaan ini, tidak selalu berjalan mulus banyak perbedaan-perbedaan yang muncul di
permukaan yg belum tentu dapat diterima kelompok lain di samping itu demokratisasi yang
mengusung nilai-nilai kebebesan berekspesi justru menjadi ladang yg subur untuk tumbuhnya
kesadaran-kesadaran kelompok budaya baik itu etnis, agama, maupun jenis kelamin

Pada persimpangan jalan inilah, konsep multikulturalisme menjadi penting untuk dibahas
dan dikaji,baik secara praktis dalam kehidupan sehari-hari beberapa ahli,seperti will ky
mlicka,bikhu parekh ,atau parsudi suparlan memandang multikulturalisme sebagai jawaban
untuk menjebatani pertemuan-pertemuan budaya yang semakin marak dan tidak dapat dihindari .

1.2 TUJUAN
Mengetahui multikulturalisme dalam era globalisasi
Memberikan perbandingan antara konsep multikulturalisme dengan kesetaraan dan disertai
dengan contoh yang berkaitan dengan sosiologi dan budaya di Indonesia.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana multikulturalisme dalam era globalisasi
Bagaimana perbandingan antara konsep multikulturalisme dengan kesetaraan
Apa contoh yang berkaitan dengan sosiologi dan budaya di Indonesia

BAB 5
PEMBAHASAN
Kesadaran multikultural berarti seseorang mempunyai kesadaran serta kebanggaan
memiliki karakteristiknya sendiri, namun demikian dia akan hidup berdampingan secara damai,
bahkan saling bekerja sama dan saling menghormati. Contohnya adalah program pertukaran
pemuda yang bertujuan untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan.

2.1 multikulturalisme dalam era globalisasi


Menurut H.A.R. Tilaar, mullikulturalisme dalam zaman modern, terutama dalam era
globalisasi, mempunyai perbedaan dengan multikulturalisme di masa lalu. Multikulturalisme
modern di dalam era globalisasi berkarakter terbuka dan melihat ke luar.

BAB 5
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari paparan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Dalam pelaksanaannya maka
multikulturalisme tidak dapat dipisahkan dengan negara, oleh karena itu berbagai cara dan model
diperkenalkan oleh para ahli untuk menjamin kesetaraan dalam masyarakat multikultur. Salah
satu prinsip dalam multikulturalisme adalah bagaimana menjamin kesetaraan. Kesetaraan tidak
sama dengan sama atau seragam untuk semua kelompok budaya yang hidup dalam masyarakat.
Contohnya Will Kymlica mengenalkan 3 prinsip dasar yang harus diperhatikan, seperti,
pemerintahan sendiri, terjaminnya hak-hak polietnis, dan prinsip keterwakilan dalam ruang-
ruang politik, ekonomi, hukum. Tokoh lain Bhikhu Parekh, juga mengenalkan 3 model, seperti
proceduralist, civic assimiliationist, dan millet model.

Menjamin kesetaraan tidaklah mudah apalagi menerapkan multikulturalisme dalam


suatu masyarakat, walaupun multikulturalisme mungkin sebuah jawaban untuk menjembatani
perbedaan budaya dalam masyarakat. Salah satu tokoh Anne Philips, mengungkapkan beberapa
hal yang perlu dijadikan titik perhatian dalam menerapkan multikulturalisme, seperti
melemahnya identitas nasional, orang semakin fokus pada perbedaan kelompok bukan pada
kesamaan, solidaritas sosial terhadap kelompok yang berbeda cenderung lemah.

Akhirnya dalam menghadapi keberagaman dan perbedaan budaya, multikulturalisme


perlu mencari keseimbangan antara keseragaman dalam bentuk kebijakan publik untuk menuju
identitas nasional tanpa ada penyeragaman budaya atau asimilasi secara paksa.
DAFTAR PUSTAKA
Anne Phillips. 2007. Mulriculturalism without Culture. Princeton and Oxford: Princeton
University Press.

Bhikhu Parekh. 2002. Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory.
Massachusetts: Harvard University Press.

H.A.R. Tilaar. 2004. Mengindonesia: Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia, Tinjauan dari
Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Indonesia: Negeri Seribu Raja. Foresight.

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Lance Castle. 2007. Profil Etnis Jakarta. Jakarta: Masup.

Parsudi Suparlan. 2004. Hubungan Antar Suku Bangsa. YPKIK.

Peter J. M. Nas dan Kees Grijns. 2007. Jakarta-Batavia: Sebuah Sampel Penelitian Sosio-Historis
Mutakhir, dalam Jakarta-Batavia: Esai Sosio-Kultural. KITLV

Jakarta.

Robert W. Hefner (ed). 2007. Politik Multikulturalisme: Menggugat Realitas Kebangsaan.


Yogyakarta: Impulse dan Penerbit Kanisius.

Samuel P. Huntington. 1998. The Clash of Civilizations and The Remaking of World Order.
London: Touchstone Books.

Sinisa Malesevic. 2004. The Sociology of Ethnicity. London: Sage.


UNSFIR Discussion Paper No.4/03-E, Pattern of Collective Violence in Indonesia (1990-2003).

Will Kymlicka. 2003. Kewargaan Multikultural: Teori Liberal tentang Hak-Hak Minoritas.
Jakarta: LP3ES.

Zulyani Hidayah. 1997. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Anda mungkin juga menyukai