Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Komunikasi Dalam
Masyarakat Majemuk”, dimana dengan makalah ini dapat menambah wawasan
saya sendiri dan teman-teman seperjuangan saya. Shalawat beserta salam tidak
lupa pula kita hadiahkan kepada junjungan kita yakni Nabi besar Nabi
Muhammad saw. serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak, penulisan makalah
ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Munjiatun, M.Pd sebagai dosen pengampu yang telah
memberikan arahan dan koreksi untuk makalah ini
2. Teman-teman semuanya yang telah memberikan motivasinya serta
semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusun makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini, karena keterbatasan kemampuan yang penyusun miliki.
Oleh karena itu, mohon maaf jika makalah yang kami buat belum memenuhi
kriteria yang diinginkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Pekanbaru, 20 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Masyarakat Majemuk……………………………….. 3
2.2 Ciri-Ciri Masyarakat...................................................................... 4
2.3 Perbedaan Masyarakat Majemuk Dan Multikulturalisme............. 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat majemuk  merupakan suatu topik yang menarik untuk


diuraikan. Bhinneka Tunggal Ika, demikian slogan yang dicengkeram oleh
Garuda, burung lambang negara kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, atas
dasar tersebut, asumsi yang kini terus bertahan adalah Indonesia selalu dianggap
majemuk bukan multikultur. Asumsi ini harus mulai dipertanyakan karena pola
masyarakat majemuk sarat bias kolonial Belanda. Sejumlah ahli kemasyarakatan
Indonesia, semisal Parsudi Suparlan, berupaya mendekonstruksi asumsi majemuk
masyarakat Indonesia menjadi multikultural. Asumsi majemuk dianggap tidak
sehat dalam menciptakan harmoni dan integrasi Indonesia yang ditengarai
berbagai kerusuhan berbias etnis maupun agama. Pada kesempatan ini perlu
dinyatakan kaum intelektual Indonesia pun dianggap bertanggung jawab karena
turut mempertahankan konsepsi masyarakat majemuk Indonesia ke dalam wacana
publik. Dalam multikultural, etnis-etnis yang berbeda setara posisinya dalam
proses hidup dan berpolitik di dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Sebaliknya konsepsi masyarakat majemuk menyiratkan bias konsep dominasi
salah satu etnis atau ras dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Majemuk?
2.Bagaimana ciri-ciri Masyarakat Majemuk?
3.Apa yang membedakan Masyarakat Majemuk dan Mulitikulturalisme?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukan diatas maka maksud
dan tujuan tulisan iniadalah sebagai berikut:
1.Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Majemuk dalam
kehidupan sosial.
2. Untuk mengetahui bagai mana cara pengembangan Masyarakat Majemuk
secara komperhensif dan tujuan Masyarakat Majemuk yang dilakukan dalam
pembagunan sosial.
3.Untuk memenuhi tuntutan akademis, sebagai tugas belajar di Magister Ilmu
Sosial prodi Sosiologi secara khusus mata kuliah Sistem Sosial Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Majemuk Menurut Para-Sosiolog.

Menurut J.S. Furnivall, Masyarakat Majemuk merupakan masyarakat yang


terdiri atas dua atau lebih komunitas maupun kelompok-kelompok yang secara
budaya dan ekonomi trpisah secara memiliki strukutyr kelembagaan yang berbeda
satu dengan lainnya. Nasikun, menyatakan bahwa masyarakat majemuk
merupakan suatu masyrakat yang menganut system nilai yang berbeda di antara
berbagai kesatuan sosial yang menjadi anggotanya. Para anggota masyarakat
tersebut kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahakan kurang
memiliki dasar untuk mengembangkan sikap salaing memahami. Senada dengan
itu, Clifford Geertz, berpendapat bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terbagi atas subsitem-subsistem yang lebih kurang berdiri sendiri dan
dipersatukan oleh ikatan-ikatan primordial.

Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk


Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dapat
dibedakan menjadi empat kategori sebagi berikut :
1.Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk
yang terdiriatas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang memilki kekuatan
kompetitif seimbang.
2.Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakatmajemuk
yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan
kompetitip tidak seimbang.
3.Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara
komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi
mempunyai kekuatan kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik
dan ekonomi.

3
2.2 Ciri-ciri Masyarakat Majemuk

Menurut  Van de Berg, ciri-ciri Masyarakat Majemuk adalah sebagai


berikut :
1. Terintegrasinya masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang
memiliki ciri khas budaya yang berbeda satu sama lain.
2. Adanya lembaga-lembaga sosial yang saling tergantung satu sama lain
karena adanya tingkat perbedaan budaya yang tinggi.
3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat
tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4. Kecenderungan terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu
dengan yang lain.
5. Integrasi sosial tumbuh di antara kelompok sosial yang satu dengan yang
lain.
6. Adanya kekuasaan politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

MASYARAKAT MAJEMUK

Masyarakat Majemuk

Dalam masyarakat majemuk manapun, mereka yang tergolong sebagai


minoritas selalu didiskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal,
seperti yang terjadi di negara Afrika Selatan sebelum direformasi atau pada jaman
penjaajhan Belanda dan penjaajhan Jepang di Indonesia. Dan, ada yang
didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah
nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini.
Dalam tulisan singkat ini akan ditunjukkan bahwa perjuangan hak-hak minoritas
hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia kita perjuangkan
untuk dirubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat
multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai. Tulisan ini akan
dimulai dengan penjelasan mengenai apa itu masyarakat Indonesia majemuk,
yang seringkali salah diidentifikasi oleh para ahli dan orang awam sebagai
masyarakat multikultural.

4
Uraian berikutnya adalah mengenai dengan penjelasan mengenai apa itu
golongan minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan golongan dominan,
dan disusul dengan penjelasan mengenai multikulturalisme. Tulisan akan diakhiri
dengan saran mengenai bagaimana memperjuangkan hak-hak minoritas di
Indonesia.

2.3 Perbedaan Masyarakat Majemuk dan Multikulturalime

Pada banyak buku sering orang menyamakan antara kedua istilah tersebut.
Masyarakat majemuk adalah masyarakat multikultural. Memang bila dikaji
secara bahasa ringan, kedua kata tersebut sekilas sama "majemuk" dan "multi-
kultur". Mengapa demikian? Pendapat tokoh yang mempopulerkannya dan kita
tanpa menelaah lebih panjang lagi mengadopsi apa adanya. Konsepnya :
masyarakat majemuk adalah dasar terbentuknya masyarakat multikultural.
Masyarakat multikultural sudah pasti masyarakat majemuk.
Penjelasannya : Masyarakat majemuk adalah suatu kondisi dimasyarakat
yang terdiri dari berbagai perbedaan (diferensiasi sosial) yang terdiri dari
berbagai strata, ekonomi, ras, suku bangsa, agama dan budaya yang berjalan
dengan apa adanya. Masyarakat ini masih seperti masyarakat pada umumnya
dengan berbagai realitas sosial, masih terdapat konflik, pertentangan dan realitas
sosial lainnya.Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu kondisi
masyarakat yang majemuk yang telah tercapai sebuah keteraturan dan
keharmonisan dalam masyarakat. Pada masyarakat ini, dengan banyaknya
diferensiasi sosial masyarakat tercipta suatu keharmonisan, saling menghargai,
kesederajatan dan mempunyai kesadaran tanggungjawab sebagai satu kesatuan.
Contohnya : Masyarakat Indonesia dapat dikategorikan masyarakat majemuk,
dengan segala perbedaan dan konflik yang senantiasa menghiasi dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara kita.  Sedangkan masyarakat multikultural
dapat kita contohkan masyarakat pada zaman para-Nabi. Dengan banyaknya
perbedaan, sikap rukun saling menghargai, hidup berdampingan dan saling
membantu adalah cita-cita setiap masyarakat didunia.

5
Hubungan Dominan dan Minoritas Dalam Masyarakat Majemuk

Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena ciri-ciri fisik tubuh


atau asal-usul keturunannya atau kebudayaannya dipisahkan dari orang-orang
lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajad atau tidak adil dalam masyarakat
dimana mereka itu hidup. Karena itu mereka merasakan adanya tindakan
diskriminasi secara kolektif. Mereka diperlakukan sebagai orang luar dari
masyarakat dimana mereka hidup. Mereka juga menduduki posisi yang tidak
menguntungkan dalam kehidupan sosial masyarakatnya, karena mereka dibatasi
dalam sejumlah kesempatan-kesempatan sosial, ekonomi, dan politik. Mereka
yang tergolong minoritas mempunyai gengsi yang rendah dan seringkali menjadi
sasaran olok-olok, kebencian, kemarahan, dan kekerasan. Posisi mereka yang
rendah termanifestasi dalam bentuk akses yang terbatas terhadap kesempatan-
kesempatan pendidikan, dan keterbatasan dalam kemajuan pekerjaan dan profesi.
Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan dan pertentangannya
dengan kelompok dominan, yaitu mereka yang menikmati status sosial tinggi dan
sejumlah keistimewaan yang banyak. Mereka ini mengembangkan seperangkat
prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam masyarakatnya.
Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya (1) perasaan superioritas
pada mereka yang tergolong dominan; (2) sebuah perasaan yang secara intrinsik
ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan minoritas yang rendah derajadnya
itu adalah berbeda dari mereka dantergolong sebagai orang asing; (3) adanya
klaim pada golongan dominan bahwa sebagai akses sumber daya yang ada adalah
merupakan hak mereka, dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang
tergolong minoritas dan rendah derajadnya itu akan mengambil sumberdaya-
sumberdaya tersebut.
Dalam pembahasan tersebut di atas, keberadaan dan kehidupan minoritas
yang dilihat dalam pertentangannya dengan dominan, adalah sebuah pendekatan
untuk melihat minoritas dengan segala keterbatasannya dan dengan diskriminasi
dan perlakukan yang tidak adil dari mereka yang tergolong dominan. Dalam
perspektif ini, dominan-minoritas dilihat sebagai hubungan kekuatan. Kekuatan
yang terwujud dalam struktur-struktur hubungan kekuatan, baik pada tingkat
nasional maupun pada tingkat-tingkat lokal.

6
Bila kita melihat minoritas dalam kaitan atau pertentangannya dengan
mayoritas maka yang akan dihasilkan adalah hubungan mereka yang populasinya
besar (mayoritas) dan yang populasinya kecil (minoritas). Perspektif ini tidak
akan dapat memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi. Karena besar
populasinya belum tentu besar kekuatannya.
Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada
tindakan-tindakan perlakuakn yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang
berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan
sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan
sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan
umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas,
atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang
tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum
berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap
dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas
biasanya tidak mempan, karena golongan dominan mempunyai kekuatan berlebih
dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan
militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan berbagai
cara lain yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang
dominan. Menurut pendapat saya, cara yang terbaik adalah dengan merubah
masyarakat majemuk (plural society) menjadi masyarakat multikultural
(multicultural society), dengan cara mengadopsi ideologi multikulturalisme
sebagai pedoman hidup dan sebagai keyakinan bangsa Indonesia untuk
diaplikasikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Masyarakat Majemuk Menuju Kesederajatan

Masyarakat Majemuk adalah sebuah ideologi yang menekankan


pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup
dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara
individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan
sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi
multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan

7
proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku
secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau
masyarakat setempat.
Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi
multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau
harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi
demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang.
Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung
jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa
dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai
umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau
kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara
logika menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-wenang oleh kelompok atau
masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi
multikulturalisme perlu  dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah
Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui tulisan  ini saya juga ingin
mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan
dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang
yang sejenis.
Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok
minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena
perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan
dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan
kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada
kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat
dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai
sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan.
Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal
di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya.Logika
yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.

8
Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas
di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat
dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi
multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk
menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak
lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok
dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup.

Masyarakat Majemuk Indonesia

Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-


masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional, yang biasanya dilakukan secara
paksa (by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah negara. Sebelum Perang
Dunia kedua, masyarakat-masyarakat negara jajahan adalah contoh dari
masyarakat majemuk. Sedangkan setelah Perang Dunia kedua contoh-contoh dari
masyarakat majemuk antara lain, Indonesia, Malaysia, Afrika Selatan, dan
Suriname. Ciri-ciri yang menyolok dan kritikal dari masyarakat majemuk adalah
hubungan antara sistem nasional atau pemerintah nasional dengan masyrakat suku
bangsa, dan hubungan di antara masyarakat suku bangsa yang dipersatukan oleh
sistem nasional. Dalam perspektif hubngan kekuatan, sistem nasional atau
pemerintahan nasional adalah yang dominan dan masyarakat-masyarakat suku
bangsa adalah minoritas. Hubungan antara pemerintah nasional dengan
masyarakat suku bangsa dalam masyarakat jajahan selalu diperantarai oleh
golongan perantara, yang posisi ini di hindia Belanda dipegang oleh golongan
Cina, Arab, dan Timur Asing lainnya untuk kepentingan pasar. Sedangkan para
sultan dan raja atau para bangsawan yang disukung oleh para birokrat (priyayi)
digunakan untuk kepentingan pemerintahan dan penguasaan. Atau dipercayakan
kepada para bangsawan dan priyayi untuk kelompok-kelompok suku bangsa yang
digolongkan sebagai terbelakang atau primitif.
Dalam masyarakat majemuk dengan demikian ada perbedaan-perbedaan
sosial, budaya, dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai
konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang
menjadi lawan dari yang minoritas. Dalam masyarakat Hindia Belanda,

9
pemerintah nasional atau penjajah mempunyai kekutan militer dan polisi yang
dibarengi dengan kekuatan hukum untuk memaksakan kepentingan-
kepentingannya, yaitu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Dalam
struktur hubungan kekuatan yang berlaku secara nasional, dalalm penjajahan
hindia Belanda terdapat golongan yang paling dominan yang berada pada lapisan
teratas, yaitu orang Belanda dan orang kulit putih, disusul oleh orang Cina, Arab,
dan Timur asing lainnya, dan kemdian yang terbawah adalah mereka yang
tergolong pribumi. Mereka yang tergolong pribumi digolongkan lagi menjadi
yang tergolong telah menganl peradaban dan meraka yang belum mengenal
peradaban atau yang masih primitif. Dalam struktur yang berlaku nasional ini
terdapat struktur-struktur hubungan kekuatan dominan-minoritas yang bervariasi
sesuai konteks-konteks hubungan dan kepentingan yang berlaku.
Dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia, pemerintah penajajahan
Jepang yang merupakan pemerintahan militer telah memposisikan diri sebagai
kekuatan memaksa yang maha besar dalam segala bidang kehidupan masyarakat
suku bangsa yang dijajahnya. Dengan kerakusannya yang luar biasa, seluruh
wilayah jajahan Jepang di Indonesia dieksploitasi secara habis habisan baik yang
berupa sumber daya alam fisik maupun sumber daya manusianya (ingat
Romusha), yang merupakan kelompok minoritas dalam perspektif penjajahan
Jepang. Warga masyarakat Hindia Belanda yang kemudian menjadi warga
penjajahan Jepang menyadari pentingnya memerdekakan diri dari penjajahan
Jepang yang amat menyengsarakan mereka, kemerdekaan diri pada tanggal 17
agustus tahun 1945, dipimpin oleh Soekarno-Hatta.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, yang disemangati oleh
Sumpah Pemuda tahun 1928, sebetulnya merupakan terbentuknya sebuah bangsa
dalam sebuah negara yaitu Indonesia tanpa ada unsur paksaan. Pada tahun-tahun
penguasaan dan pemantapan kekuasaan pemerintah nasional barulah muncul
sejumlah pemberontakan kesukubangsaan-keyakinan keagamaan terhadap
pemerintah nasional atau pemerintah pusat, seperti yang dilakukakn oleh DI/TII di
jawa Barat, DI/TII di Sulawesi Selatan, RMS, PRRI di Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan, Permesta di Sulawesi Utara, dan berbagai pemberontakan dan
upaya memisahkan diri dari Republik Indonesia akhir-akhir ini sebagaimana yang

10
terjadi di Aceh, di Riau, dan di Papua, yang harus diredam secara militer. Begitu
juga dengan kerusuhan berdarah antar suku bangsa yang terjadi di kabupaten
Sambas, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan
Maluku yang harus diredam secara paksa. Kesemuanya ini menunjukkan adanya
pemantapan pemersatuan negara Indonesia secara paksa, yang disebabkan oleh
adanya pertentangan antara sistem nasional dengan masyarakat suku bangsa dan
konflik di antara masyarakat-masyarakat suku bangsa dan keyakinan keagamaan
yang berbeda di Indonesia.
Dalam era diberlakukannya otonomi daerah, siapa yang sepenuhnya
berhak atas sumber daya alam, fisik, dan sosial budaya, juga diberlakukan oleh
pemerintahan lokal, yang dikuasai dan didominasi administrasi dan politiknya
oleh putra daerah atau mereka yang secara suku bangsa adalah suku bangsa yang
asli setempat. Ini berlaku pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten
dan wilayah administrasinya. Ketentuan otonomi daerah ini menghasilkan
golongan dominan dan golongan minoritas yang bertingkat-tingkat sesuai dengan
kesukubangsaan yang bersangkutan.

11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Meliahat penguraian diatas, sangat jelas fakta sosial yang ada dalam
masyarakat, yaitu  masyarakat majemuk yang bersifat multidimensional itu akan
dan telah menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat terintegrasi
secara horizontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang diwujudkan oleh
masyarakat Indonesia akan memberikan bentuk pada integrasi nasioanal yang
bersifat vertical.Untuk menyipulkan tulisan ini, saya akan memulainya dengan
mengigat kembali beberapa karakteristik yang ada dalam masyarakat sebagai sifat
dasar dari suatu masyarakat majemuk sebagaimana yang dikemukakan oleh van
den Berght, yaitu:
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang
seringkalai memiliki kebudayaan, atau lebih tepat subkebudayaan, yang
berbeda satu sama lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang
bersifat non-komplementer.
3. Kurang mengembangkan consensus di antara para anggota masyarakat
tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4. Secara relative seringkali terjadi konflik di antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
5. Secara relative integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok
lain.
Sebab dan akaibat kemajemukan atau kemajemukan itulah yang
merupakan bahan utma dalam diskursus multikulturalime.Jarak antara sebab dan
akibat memunculkan banyak hal yang perlu dipahami untuk bisa melihat
kenyataan secara jernih, agar perjalanan ke masa depan dapat dijalani dalam
kemajemukan yang benar.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nasikun. 2007. Sistem Sosial Indonesia.  Jakarta: PT. Raja Garafindo.

Sumartana. 2005. Pralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia.


Yogyakara: Pustaka Pelajar.

13

Anda mungkin juga menyukai