Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN PKN DAN TEORI PENDIDIKAN &

KEWARGANEGARAAN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Konsep Dasar Pkn SD


Dosen Pengampu:Frita Devi Assriyanti,M.PD.

DI SUSUN OLEH :

EVI SRI WAHYUNINGSIH

NPM: (19186206012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS BHINNEKA PGRI TULUNGAGUNG

2020
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’aikum Wr.Wb

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirast alloh SWT yang telah banyak
memberikan beribu-ribu nikmat kepada umatnya .rahmat beserat salam tetap
tercurahkan kepada junjungang kita,pemimpin akhr zaman.yang sanngat dipatuhi
oleh pengikutnya yakni nabi Muhammad SAW.”KONSEP DASAR PKN SD “
ini sengaja dibahas karena sangat penting untuk kita khususnya sebagai mahasiswa yang ingin
lebih mengenal mengenai konsep dasar pkn sd .
Selanjutnya,penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
Telah memberikan pengarahan-pengarahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.tidak lupa juga kepada bapak dosen dan teman-teman
yang lain untuk memberikan sarannya.kepada penyusun agar penyusun dapat lebih baik lagi bagi.
Demikian semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
semua yang membaca makalah ini.

Wasalamu’laikum Wr.Wb

2
DAFTAR ISI

BAB 1 ............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

A. LATAR BELAKANG ............................................................................................................ 4

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................... 4

C. TUJUAN MAKALAH ........................................................................................................ 4

BAB II............................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5

A. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN ................................................................. 5

B. LATAR BELAKANG KEWARGANEGARAAN ........................................................ 5

C. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI


INDONESIA ........................................................................................................................... 7

D. TEORI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN ........................................................ 11

BAB III ......................................................................................................................................... 15

PENUTUP..................................................................................................................................... 15

A. KESIMPULAN............................................................................................................... 15

B. SARAN ........................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kewarganegaraan dalam bahasa lain disebut Civics, selanjutnya dari kata Civic ini
dalam bahasa inggris artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic
lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan.

Pelajaran Civics diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka
“mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization.
Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika
Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga
negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran civics membicarakan masalah
goverment, hak dan kewajiban warga negara dan civics merupakan bagian dari ilmu politik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Kewarganegaraan

2. Latar Belakang Kewarganegaraan

3. Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia

4. Teori Pendidikan Kewarganegaraan

C. TUJUAN MAKALAH
Untuk mengetahui bahwa negara kita negara yang bertanggung jawab dan bisa menjunjung
tinggi kebangsaan Indonesia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEWARGANEGARAAN
Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya,kata Civicus
diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civic yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic
Education , yaitu Pendidikan Kewarganegaraan.

Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya. Selaku
warga masyarakat,warga bangsa dan negara,secara berguna dan bermakna serta mampu
mengantisipasi hari depan mereka yang selalu berunah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya,bangsa,negara dan hubungan international,maka pendidikan tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehidupan yang mengglobal yang digambarka sebagai perubahan kehidupan
yang penuh dengan paradoksal dan ketidak keterdugaan.

B. LATAR BELAKANG KEWARGANEGARAAN


Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama
penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan
hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai
dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang.
Kesamaan nilai-nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu
tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuaan
Republik Indonesia dalam wadah nusantara.

5
Semangat perjuangan bangsa yang tak kenal menyerah telah terbukti pada Perang Kemerdekaan
17 Agustus 1945. Semangat perjuangan bangsa tersebut dilandasi oleh keimanan serta
ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan
perjuangan tersebut merupakan nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia.

Semangat perjuangan bangsa merupakan kekuatan mental spiritual yang dapat melahirkan sikap
dan perilaku heroik dan patriotic serta menumbuhkan kekuatan, kesangupan, dan kemauan yang
luar biasa. Semangat perjuangan bangsa inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu, nilai-nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam
memecahkan setiap permasalahan dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara serta sudah
terbukti keandalannya.

Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia dalam perjuangan fisik merebut, mempertahankan, dan
mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami
penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain pengaruh globalisasi.

Globalisasi ini ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatann internasional,


Negara-negara maju yang ikut mengatur perpolitikan, perekonomian, sosial budaya serta
pertahanan, dan keamanan global. Kondisi ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan,
baik antara negara maju dan Negara berkembang, antara Negara berkembang dan lembaga
internasional, maupun antara Negara berkembang. Disamping itu, isu global yang mengikuti
demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan
nasiaonal.

Globalisasi yang juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi membuat dunia jadi transparan
seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas Negara. Kondisi ini menciptakan
struktur baru, yaitu struktur global. Kondisi ini akan mempengaruhi struktur dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia, serta akan mempengaruhi pola piker, sikap
dan tindakan masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kondisi tersebut akan mempengaruhi kondisi
mental spiritual bangsa Indonesia.

6
Semangat perjuangan bangsa yang merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan
kekuatan yang luar biasa dalam masa Perjuangan Fisik. Sedangkan dalam menghadapi
globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi kemerdekaan, kita memerlukan Perjuangan
Non Fisik sesuai denagn bidang profesi masing-masing. Perjuangan inipun dilandasi oleh nilai-
nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran
bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan
bangsa dalam rangka bela Negara demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing tersebut memerlukan sarana
kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai
calon cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI


INDONESIA

Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami


perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat
dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan
kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan
berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran
Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran
Civics ataukewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih
dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak
asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah
Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam
Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957
terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata
7
pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai
pemerintahan.

Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan
Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam
Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai
nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan
civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968
digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi
termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran
Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945.
Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang
isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan
dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara
umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme,
patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298).

Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan
dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan
missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini
merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata
pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya
Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975
(Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu
berorientasi pada value inculcationdengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)

Dalam perkembangan Kurikulumnya, Pendidikan Kewarganegaraan beberapa kali


diperbaharui. Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan
tambahan materi demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara,
ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Kemudian, Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No.
8
38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan dengan MKP, demokrasi, HAM,
wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) dalam dunia
Perguruan Tinggi.

Hal ini ditetapkan pada Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/kep/2000 tanggal 10 Agustus,
menentukan antara lain:

1) Mata Kuliah PKn serta PPBN merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan
dari MPK.

2) MPK termasuk dalam susunan kurikulum inti PT di Indonesia.

3) mata Kuliah PKn adalah MK wajib untuk diikuti oleh setiap mahasiswa pada PT untuk
program Diploma/Politeknik, dan Program Sarjana.

Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para
mahasiswa dalam mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut
berpatisipasi dalam membangun bangsa.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan


Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994
mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya,
Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan
butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi
lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept
development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran
nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya


didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat

9
dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila.
Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan
nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk
memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku
sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).

Dengan diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,


diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004
dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadiKewarganegaraan. Tahun 2006
namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak
terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan
pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana


diuraikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang
sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya
krisis operasional kurikuler.

Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :

a) Kewarganegaraan (1956)

b) Civics (1959)

c) Kewarganegaraan (1962)

d) Pendidikan Kewarganegaraan (1968)

e) Pendidikan Moral Pancasila (1975)

f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)

g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)

10
Dari penggunaan istilah tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam
mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana
terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang
bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan
untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku
pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari
penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi
karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih
belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya
suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara
nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.

D. TEORI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki ciri pendekatan interdisipliner berlandaskan
pada teori-teori disiplin ilmu-ilmu sosial, yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu
politik.

Melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya akan terbentuk


perilaku warga negara sebagaimana dengan teori-teori berikut:

1. Teori Emile Durkheim

Emile Durkheim, seperti para ilmu yang lainnya, mengemukakan pengaruh kelompok dan
kekuatan masyarakat terhadap apa yang selalu dipandang sebagai kekuatan tindakan pribadi.

Beberapa teori Durkheim yang terkenal tentang kehidupan masyarakat sebagai berikut:

a. Teori Anomi

Teori ini merupakan sebuah kondisi manusiawi yang ditandai oleh ketiadaan peraturan
sosial, yang sekaligus sebagai pandangan bentuk kemanusiaan yang asosial, non-rasional dan tak
berbentuk. Anomi juga merupakan penemuan konseptual yang paling khas dari Durkheim dalam
teori sosialnya.
11
b. Teori Konsensus

Teori ini menyatakan bahwa fakta-fakta sosial tidak dapat direduksi ke taraf kenyataan
yang lebih rendah seperti yang dipelajari dala biologi dan psikologi khususnya individu. Ia
berasumsi bahwa masyarakat sebagai sebuah kenyataan organis yang independen memiliki
hukum-hukumnya sendiri, perkembangan dan hidupnya sendiri.

c. Teori Solidaritas atau kesadaran kolektif

Durkheim mengemukakan dalam bukunya Division of Labor in society bahwa


pertumbuhan dalam pembagian kerja meningkatkan struktur sosial dari sosidaritas mekamik ke
solidaritas organik.

2. Teori-teori Thomas Hobbes

Hobbes sangat populer karena kritikan dan kesalahan yang dituduhkan kepadanya oleh
ilmuan sosial yang satu generasi dan generasi setelahnya, terutama mengenai pemikiran filsafat
poltik, analisis moralitas, dan faham ‘ateis’-nya, namun karya-karyanya banyak dibaca secara
luas khusunya di Inggris dan Eropa umumnya.

Beberapa teori Hobbes yang terkenal tentang kehidupan sosial dan warga negara sebagai
berikut:

a. Teori Kontrak Sosial

Teori ini bertolak dari asumsi mengingat individu cenderung mencari perdamaian bagi
kelangsungan dirinya dan karena akal menetapkan bahwa kehidupan yang teratur tidaklah
memungkinkan selama masih berlangsungnya keadaan alamiah.

Menurut ajarannya , manusia tidak dapat dipercaya dalam memegang perjanjiannya tanpa adanya
kekuatan eksternal.

b. Teori Kedaulatan

Teori ini menyatakan bahwa pihak yang menyerahkan kekuasannya kepada seseorang di
mana seseorang tersebut bisa menjadi penguasa. Penguasa terlepas dari kritik dan kebijakannya

12
yang bebas dari debat publik, steril, dari sensor terhadap semua pendapat dan doktrin yang
diserahkan kepadanya. Sebagaimana dinyatakan Hobbes (1651):

Kekuasaan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain tanpa persetujuannya. Ia tidak bisa
kehilangan kekuasaannya. Ia tidak bisadituduh melakukan penganiayaan oleh bawahan-
bawahanny, Ia adalah orang yang memutuskan apa yang perlu diakatakan untuk perdamaian. Ia
adalah satu-satunya legalisator dan hakim perselisihan yang tertinggi, dan hakim pada masa
perang dan damai. (Pherson, 1968;26).

c. Teori Indiviualisme

Teori ini menyatakan bahwa pihak yang menyerahkan kekuasaanya kepada seseorang di
mana seorang tersebut bisa menjadi penguasa.

3. Teori-teori John Locke

Teori-teori Locke yang terkenal tentang kehidupan sosial dan kewarganegaraan sebagai
berikut:

a. Teori Kekuasaan Negara yang Terbatas

Bila menurut Hobbes pemerintah tidak meiliki kewajiban kepada rakyat karena tidak
pernah membuat kontrak dengan rakyat, hal ini muncul lebih merupakan sebagai hasil
sampingan kesepakatan di antara rakyatnya.

Meskipun manusia mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam keadaaan alamiah,


berbagai kekurangan atau kondisi adanya masalah serius dalam sistem sosial mendorong
manusia untuk bersatu dalam mayarakat politik.

b. Teori liberalisme Modern

Locke memang pendiri pandangan liberal modern mengenai hak individu manusia. Ia
memberi pandagan tentang hak alamiah di mana setiap orang, karena hukum alam, berhak atas
kehidupan, kebebasan serta hak milik agar dapat bertahan hidup dan berkembang.

13
Lockedan membedakan antara politik dan keluarga yang diibaratkan antara orang dewasa
dan kanak-kanak. Dikemukakan bahwa all men by Nature adalah setara (equal), bebas (free) dan
rasional.

4. Teori-teori Jean-Jacques Rousseau

Rousseau adalah seorang tokoh aliran romantisme, yakni gerakan pemikiran sebagai
pemberontakan terhadap zaman rasionalisme yang menentang standar moral dan estetik yang
sudah dierima.

Beberapa teori Rousseau antara lain adalah:

a. Teori Kontrak Sosial

Rousseau dalam teorinya yang ditulis dalam Du Contract Social (1762) mengemukakan
bahwa “manusia terlahir bebas, dan di mana-mana ia mengenakan rantai.” Bagi Rousseau
manusia terlahir bebas dan masyarakat sipil adalah suatu kebutuhan, serta persetujuan adalah
satu-satunya dasar yang absah bagi kekuasaan politik.

b. Teori Romantisisme

Dalam tulisannya yang berjudul On the origin and foundation of inequality among man,
second discourse (1754). Rousseau berekpekulasi tentang asal-usul masyarakat dan kebangkitan
pemerintahan yang pesimistik.

Demikianlah beberapa teori ilmu-ilmu sosial yang telah dikemukakan oleh para
pelopornya yang banyak mempengaruhi perilaku kewarganegaraan. Teori-teori tersebut telah
menjadi landasan berpikir bagi warga negara dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan dan
kewarganegaraan.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hal ini menjelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sangat dibutuhkan oleh para
mahasiswa dalam mengembangkan jati dirinya sebagai warga negara Indonesia yang ikut
berpatisipasi dalam membangun bangsa.

B. SARAN
Walaupun Mata Kuliah Pendidikan telah banyak mengalami perubahan baik secara istilah
maupun secara sisi yang diajarkan namun hal itu bertujuan agar mampu membentuk suatu
Pendidikan yang nantinya berguna untuk mengembangkan pribadi generasi muda dalam
membangun bangsa sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Perubahan-perubahan tersebut terus
disesuaikan dengan keadaan dan kemajuan dunia agar jati diri bangsa Indonesia tidak
tergoyahkan dan mampu berinteraksi dengan dunia Internasional.

15
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, Shofiatul. Dra., M.Pd. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Bukan Mata Kuliah
Baru.

Sakon, Shima. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan, [Online]. Tersedia:


http://shimakyoki.blogspot.co.id/2014/03/pendidikan-kewarganegaraan.html [diakses 12 Maret
2014].pukul 06.52 WIB

Lemhanas, (2000), Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai