Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

LANDASAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

DOSEN PENGAMPU:
Yelli Ramalisa, S.Pd., M.Sc.
Khairul Anwar, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:


Dewi Sri Wulandari AC1223006
Rianci Nainggolan A1C223011
Nadia Rinji Aulia Pratiwi A1C223019
Hefti Rahma Salsabila A1C223042
Tria A1C223067
Eka Suyatmi A1C223074
Elisa Rotama Br Manurung A1C223089
Nakesza Tamba A1C223090

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaiakan tugas makalah yang berjudul “landasan
pendidikan multikultural” dengan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari


dosen pengampu. Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan
wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal
Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan Seperti Mendeskripsikan Dan Menganilisis
Sejarah Lahirnya Filsafat Pendidikan.

Kami sebagai penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Yelli
Ramalisa, S.Pd., M.Sc. dan Bapak Khairul Anwar, S.Pd., M.Pd. selaku dosen
pengampu. Tidak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain yang telah mendukung
penyusunan makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya
sempurna. Maka dari itu kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa
membangun kemampuan kami, agar pada tugas berikutnya bisa menulis makalah
dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Jambi, 25 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................
Daftar Isi ……..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar Belakang ...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................................
D. Manfaat ..........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................
A. Keberagaman Di Kelas .................................................................................................
B. Budaya ..........................................................................................................................
1. Ciri-Ciri Budaya.......................................................................................................
2. Budaya Dominan......................................................................................................
3. Identitas Budaya.....................................................................................................
C. Pluralisme Dalam Masyarakat .....................................................................................
1. Asimilasi ...............................................................................................................
2. Etnosentrisme ........................................................................................................
3. Relativisme Budaya ..............................................................................................
4. Multikulturalisme ..................................................................................................
D. Kesetaraan Dan Keadilan Sosial Dalam Demokrasi.....................................................
1. Meritokrasi.............................................................................................................
2. Pesamaan ...............................................................................................................
3. Keadilan Social......................................................................................................
4. Hambatan Terhadap Kesetaraan Dan Keadilan Sosial...........................................
E. Pendidikan Multikultural..............................................................................................
1. Evolusi Pendidikan Multikultural..........................................................................
2. Pendidikan Multikultural Saat Ini..........................................................................
3. Kemahiran Multikultural Untuk Guru ..................................................................
4. Merefleksikan Pengajaran Multikultural ...............................................................

iii
BAB III PENUTUP.................................................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telah banyak pakar pendidikan mendefenisikan konsep pendidikan
multikultural. Secara etimologi istilah pendidikan multikultural terdiri dari dua term,
yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui
pengajaran, pelatihan, proses dan cara mendidik. Sedangkan multikultural diartikan
sebagai keragaman kebudayaan, aneka kesopanan. Sedangkan secara terminologi,
pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya,
etnis, suku dan aliran (agama). Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang
sangat luas dalam pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir
atau proses sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural
menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan
martabat manusia.
Ainul Yakin (2005) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara
menggunakan perbedaan-perbedaan budaya yang ada pada para siswa seperti
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan umur agar
proses belajar menjadi efektif dan mudah. Adapun pentingnya pendidikan
multikultural yaitu sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik
diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat
relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.

B. Rumusan Masalah
5. Apa itu pendidikan multikultural?
6. Bagaimana keberagaman dalam kelas?
7. Apa itu kebudayaan?

5
8. Bagaimana pluralisme dalam masyarakat?
9. Bagaimana Kesetaraan dan keadilan sosial dalam demokrasi?
10. Apa itu pendidikan multikultural?

C. Tujuan
1. Untuk memahami apa aitu pendidikan muktikultural
2. Untuk memahami bagaimana keberagakaman dalam kelas
3. Untuk memahami ap aitu kebudayaan
4. Untuk memahami bagaimana pluralism dalam masyarakat
5. Untuk memahami bagaimana kesetaraan dan keadilan social dalam masyarakat
6. Untuk memahami ap aitu pendidikan multicultural
7.
D. Manfaat
Makalah ini bermanfaa tsebagai penambah wawasan dan sebagai referensi bagi
para pembaca untuk dapat digunakan kembali mengenai landasan Pendidikan
multicultural.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keberagaman Di Kelas
Kehidupan masyarakat Indonesia penuh dengan keberagaman baik
keberagaman budaya, suku, bangsa, agama dan kepercayaan. Berbagai persoalan di
masyarakat terkait dengan isu perbedaan, seperti perbedaan antar kelompok,
kekerasan antar kelompok, tawuran antar pelajar, bullying pada anak sekolah dengan
sesama temannya menunjukan betapa sedihnya rasa kebersamaan dalam
keberagaman yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa. Persoalan ini tidak bisa
dibiarkan terjadi scara terus menerus, apalagi dikalangan anak sekolah dasar yang
masih membutuhkan penguatan mental dan karakternya.
Pendidikan multikultural merupakan media yang sangat tepat untuk
mengenalkan nilai-nilai multikultural. Berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003, maka pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang
budaya peserta didik perlu mendapatkan perhatian serius. Langkah yang dapat di
ambil yakni melalui pendidikan multikultural di sekolah.
Penelitian mengenai pelaksanaan pendidikan multikultural telah dilakukan oleh
beberapa peneliti antara lain oleh Lincoln (2011), Sudrajat (2014), dan Najmina
(2018). Riset Lincoln (2011) menunjukan kesetaraan pendidikan selalu relatif pada
proses menuju tingkat yang lebih tinggi secara kuantitas (nilai) dan kualitas (mutu)
pada sejarah dan sosial tertentu. Pemerataan pendidikan adalah cita-cita yang sulit
dicapai karena karakteristik masing-masing siswa, dalam hal latar belakang bahasa
dan budaya, tingkat kognitif, kemampuan, dan gaya belajar dan keterbatasan
pengetahuan, keterampilan dan profesionalisme guru.
Dalam hal ini diperlukan paradigma baru yaitu pendidikan multikultural,
sebagai proses dalam pengembangan sikap dan perilaku, untuk saling menghargai
perbedaan dan keberagaman budaya peserta didik,yakni suku, agama, ras, bahasa
daerah dan menghargai budaya-budaya lain. Perbedaan disini merupakan kekayaan
bengsa yang mana pendidikan multikultural diharapkan dapat mencapai hasil sikap
yang baik dalam lingkungan sekolah. Multikultural seharusnya diperkuat dalam

7
pendidikan, yang mencakup nilai-nilai dasar yang dibawa Pancasila berupa kejujuran,
keadilan, persatuan, cinta tanah air. kerja keras, saling membantu dan gotong royong.
Menurut Suryana & Rusdiana, 2015, nilai-nilai inti dalam pendidikan
multikultural meliputi:
1. Nilai demokratizani, suatu nilai yang menyeluruh alam segala bentuk baik
keadilan budaya, sosial, dan politik;
2. Nilai humanism nilai akan pengakuan pluralitas, heterogenitas, serta keragaman;
3. Nilai pluralisme, pandangan yang mengakui akan keragaman suatu bangsa.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan maltikultural dalam
pelaksanaanya adalah integrasi pelajaran nilai pengetahuan, dan keterampilan dalam
suatu masyarakat, serta disusun sesuai jenjang dan tahapan perkembangan peserta
didik sehingga tercapainya nilai-nilai internalisasi. Pendidikan multikultural
dikatakan berhasil jika nilai-nilai didalamnya dapat diujudkan kedalam diri peserta
didik dan di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pasalnya, ruang kelas ini merupakan persiapan untuk peserta didik atau
mahasiswa-mahasiswa dalam mengahadapi dunia luar, yaitu dunia kerja. Karena di
dalam kelas peserta didik akan berhubungan atau berinteraksi dengan peserta didik
yang berbeda-beda baik agama, suku, budaya, bahasa dan lain sebaginya. Disinilah
peserta didik akan di latih untuk bisa berinteraksi satu dengan yang lain, karena di
dunia kerja kita tidak bisa memilih rekan kerja seperti yang kita inginkan. Peserta
didik harus bisa menempatkan diri ketika berhadapan dengan seseorang yang
mempunyai pandangan dan pengalaman yang berbeda.
Menyampaikan kepada orang lain tentang keunikan yang dimiliki, meyakinkan
orang lain bahwa keunikan yang di miliki bukanlah suatu masalah, malah menjadikan
sesuatu yang berharga untuk kelas. Sebagai contoh suatu ruang kelas berisi sejumlah
peserta didik yang berbeda-beda, baik itu dari gaya belajar, sosioekonomi, latar
belakang keluarga, agama. Sebagai guru pasti memiliki kesulitan dalam mengajar,
namun berbagai upaya di lakukan guru supaya anak didik nya bisa merasakan aman
dan nyaman ketika didalam kelas. Guru juga memberi kebebasan kepada peserta
didik untuk saling mengajari satu sama lain bahwa perbedaan itu memang ada, serta

8
membentuk sudut pandang orang mengenai suatu hal dan identitas. Jika seorang guru
telah mengajarkan kepada peserta didiknya tentang menghargai suatu keunikan, maka
guru telah mengajarkan kepada peserta didik menghubungkan suatu ikatan yang akan
membawa satu kesatuan.

B. Budaya
1. Ciri-Ciri Budaya
Budaya mendefinisiskan siapa kita. Itu memengaruhi pengetahuan, keyakinan,
dan nilai-nilai kita. Pada umumnya kita merasa nyaman dengan otrang lain ynag
memiliki budaya yang sama dengan kita. Hal ini dikarenakan kita tahu arti kata-kata
dan tindakan mereka. Budaya mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kita
sehingga kita tidak menyadari bahwa tidak semua orang memiliki cara berpikir dan
berprilaku yang sama. Budaya biasanya kita pelajari dari orang-orang terdekat kita.
Cara kita digendong, dibenci, berpakaian, dan diajak berbicara sejak bayi ditentukan
secara budaya. Cara kita berpakaian, apa yang kita makan,cara berbicara dan
pikiranberdampak dari budaya. Kepantasan berjabat tangan, membungkuk atau
mencium orang saat menyapa berbeda-beda setiap budaya. Budaya juga menentukan
cara berjalan, duduk, berdiri, baring memberi syarat dan menari. Bahasa adalah
cerminan budaya dan cara pandang seseorang pada dunia. Bahasa pada masing-
masing budaya sangat berbeda. Oleh karena perbedaan bahasa ini bisa menimbulkan
kesalahpahaman. Misalnya, lelucon seseorang dianggap kritik oleh orang lain.
Konsep kebudayaan harus dilihat fungsinya bagi keidupan manusia.

2. Budaya Dominan
Kebudayaan adalah suatu kumpulan gagasan yang berisi tentang pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat dan segala kemahiran dan kebiasaan lain
yang didapat manusia sebagai seorang masyarakat. Kebudayaan juga terdiri dari
kepercayaan, simbol dan interpretasi dalam kelompok manusia. Nilai-nilai inilah
yang membedakan seseorang dari orang yang lain dari masyarakat manusia. Jadi,

9
kebudayaan dominan adalah gabungan dari nilai yang digunakan secara serentak oleh
semua masyarakat.
Nilai luar biasa dari budaya dominan adalah individualisme, yang dicirikan
dengan keyakinan bahwa setiap individu adalah tuannya sendiri, mengendalikan diri
sendiri, dan akan maju atau mundur dalam masyarakat hanya berdasarkan dirinya
sendiri. Individualisme ini didasarkan pada pandangan dunia barat yang dapat
dikendalikan oleh individu.
3. Identitas Budaya
Identitas budaya adalah kesamaan atau kesatuan dengan yang lain dalam suatu
wilayah atau hal-hal tertentu. Selain mengandung kesamaan, identitas juga
mengandung makna perbedaan. Identitas juga dapat diartikan sebagai suatu
kepribadian yang membedakan suatu perorangan atau kelompok lainnya. Dengan
demikian, ada dua makna dari identitas, yaitu bermakna ikatan persamaan dan ikatan
perbedaan. Identitas budaya merupakan kesadaran dasar terhadap karakteristik khusus
kelompok yang dimiliki seseorang dalam kebiasaan hidup, adat, bahasa dan lain-lain
(Dorais, 1988). Contoh dari identitas budaya yang ada di Indosenia adalah bahasa,
adat istiadat, musik, tarian, makanan. Untuk salah satu contohnya yaitu bahasa.
Sebagai yang kita ketahui, banyak sekali perbedaan bahasa yang ada diindonesia. Di
Indonesia memiliki banyak suku dan disetiap suku memiliki bahasa yang berbeda,
maka dari itu bahasa juga termasuk dari identitas budaya karena mengandung
perbedaan.

C. Pluralisme Dalam Masyarakat


Secara etimologi, kata pruralisme berasal dari bahasa latin yaitu ‘plures’ yang
berarti beberapa dengan implikasi yang perberbedaan, sedangkan dalam bahasa
inggris adalah ‘pluralism’ yang berasal dari kata ‘plural’ yang berarti kemajemukan
dan keragaman. Secara terminologi, plurarisme dapat diartikan sebagai paham atau
wacana keragaman agama.
Pengertian mendasar tentang apa itu plurarisme, yaitu sebagai paham
kemajemukan, keragaman dalam beragama, dan sebuah realita yang harus diterima.

10
Seseorang baru dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat berinteraksi
secara positif dalam lingkungan kemajemukan. Dengan kata lain, pengertian
plurarisme adalah meniscayakan bagi tiap-tiap pemeluk agama agar bukan saja
mengakui keberadaan dan hak agama lain untuk ada, melainkan juga terlibat secara
aktif dalam usaha memahami perbedaan maupun persamaan guna tercapainya
kerukunan dalam kebhinekaan untuk membangun harmoni. Meskipun terdapat
banyak persamaan antar kelompok budaya, terdapat perbedaan dalam cara orang
belajar, nilai-nilai yang mereka junjung, pandangan dunia perilak, dan interaksi
mereka dengan orang lain.
Fenomena pluralisme ditengah masyarakat, saat ini sering dipandang sebagai
masalah yang cukup serius, diantara persoalan sosial yang lainnya. selain menyimpan
akar-akar keragaman primordial yang kuat baik etik maupun agama, pada masyarakat
yang prural tersebut juga menyimpan potensi konflik. Terlebih jika dalam masyarakat
tersebut belum terbentuk kesadaran multikulturalisme. Adanya pluralisme ini
menimbul kan hal-hal sebagai berikut, yaitu:
1. Asimilasi
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya
ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan yang baru. Asimilasi
pernah dipakai dalam menyikapi dampak keragaman. Seorang warga negara asing
dimasukkan kedalam budaya yang dominan seperti situasi di Afrika Pra-Columbus
atau Pra-kolonial. Asimilasi gagal dalam asumsi proses ini menyadarkan orang bahwa
tak seorang pun yang dapat diwajibkan mengadopsi identitas yang berbeda (Portera,
1995, dalam Portera 2011:15).
Contoh yang sering digunakan untuk menjelaskan proses asimilasi adalah orang
Indonesia yang menyukai tarian Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan
orang Amrerika Latin dan bisa tarian tradisionalnya Amerika Latin (Tango). Karena
keduanya terus menerus berinteraksi maka terjadilah percampuran budaya yang
menghasilkan budaya baru yang merupakan hasil penyatuan tarian Bali dan Tango,
tetapi tarian baru tersebut tidak mirip sama sekali dengan tarian Bali atau Tango.

11
2. Etnosentrisme
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia melalui filter budaya
sendiri. Istilah ini sering dipandang negatif, yang didefinisikan sebagai ketidak
mampuan untuk melihat orang lain dengan cara diluar latar belakang budaya anda
sendiri. Sebuah definisi terkait etnosentrisme memiliki kecenderungan untuk menilai
orang dari kelompok, masyarakat atau gaya hidup yang lain sesuai dengan standar
dalam kelompok atau budaya sendiri, sering kali melihat kelompok lainnya sebagai
interior (lebih rendah) (healey, 1998: Noel, 1968). Etnosentrisme dapat diartikan pula
sebagai sikap yang menganggap cara hidup bangsanya merupakan cara hidup yang
paling baik (Virmanto, 2014).
Ketika suku bangsa yang satu menganggap suku bangsa yang lain lebih rendah,
maka sikap demikian akan menimbulkan konflik. Konflik tersebut misalnya kasus
sara yaitu pertentangan didasari oleh Suku, Agama, Ras, dan antar golongan. Dampak
negatif yang lebih luas dari sikap etnosentrisme antara lain:
1. Mengurangi ke objektifan ilmu pengetahuan;
2. Menghambat pertukaran budaya;
3. Menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda;
4. Memacu timbulnya konflik sosial.
Salah satu bukti sikap etnosentrisme adalah hampir setiap individu merasa
bahwa kebudayaan yang lebih baik dan lebih tinggi dibanding kebudayaan lainnya,
misalnya:
1. Bangsa Amerika bangga akan kekayaan materialnya;
2. Bangsa Mesir bangga akan peninggalan kepurbakalaan yang bernilai tinggi;
3. Bangsa Francis bangga dengan bahasanya;
4. Bangsa Italia bangga dengan musiknya.
Dampak positif dari etnosentrisme yaitu dapat mempertinggi semangat
patriotisme, menjaga keutuhan, dan stabilitas kebudayaan, serta mempertinggi rasa
cinta kepada bangsa sendiri. Jika dilihat dari fungsi sosial, etnosentrisme dapat
menghubungkan seseorang dengan kelompok sehingga dapat menimbulkan

12
solidaritas kelompok yang sangat kuat. Dengan memiliki rasa solidaritas, setiap
individu akan bersedia memberikan pengorbanan secara maksimal. Salah satu contoh
etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut
Latief Wiyata, carok adalah upaya atau tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh
seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok
dianggap perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep
carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang
beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan
dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi (Mulyadin, 2012). Namun, bagi
masyarakat Madura harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu
dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu terjadi perbedaan penafsiran
mengenai carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena
tidak adanya pemahaman atas konteks budaya terjadinya perilaku carok tersebut
dalam budaya masyarakat madura.
Etnosentrisme terjadi karena adanya permasalahan sosial budaya. Maka dari itu
solusi yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Menghidupkan kembali kearifan lokal masyarakat;
2. Menanamkan paham multibudaya;
3. Menanamkan nilai nasionalisme;
4. Mengurangi fanatisme yang berlebihan;
5. Bersikap toleransi;
6. Menumbuhkan empati;
7. Menumbuhkan sikap inklusif.

3. Relativisme Budaya
Ide utama Ruth Benedict dalam buku “The Pattern of Culture” sebenarnya
menjelaskan “Relativisme Budaya” dan hubungan antogonis antara masyarakat
dengan kebudayaan. Relativesme budaya merupakan teori yang menyatakan bahwa
moral individu didasarkan pada masyarakat dimana individu berada karena individu
merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Bahwa apa yang anda pikirkan dan

13
lakukan merupakan bagian dari efek pemilikan kebudayaan yang membuat Anda
melihat dan melalukan hal-hal tersebut.
“Jangan pernah menilai orang lain sebelum Anda berjalan satu mil dengan
mengenakan sepatu mokasinnya”. Pepatah India Amerika Utara ini menunjukkan
pentingnya memahami latar belakang budaya dan pengalaman orang lain daripada
menilai mereka berdasarkan standar budaya kita sendiri. Prinsip relativisme budaya
adalah melihat suatu budaya seolah-olah kita adalah bagian dari budaya tersebut. Ini
merupakan pengakuan bahwa cara berperilaku dan berpikir orang lain adalah valid.
Kemampuan ini menjadi penting di dunia saat ini ketika negara- negara dan budaya
menjadi lebih saling bergantung. Dalam upaya menjaga hubungan positif dengan
orang- orang di komunitas kita dan juga di seluruh dunia, kita tidak boleh
merendahkan budaya selain budaya kita sendiri ke status yang lebih rendah.
Kesalahpahaman antar budaya antar kelompok terjadi bahkan ketika tidak ada
hambatan bahasa dan ketika sebagian besar budaya dominan dimiliki oleh orang-
orang yang terlibat. Anggota suatu kelompok sebagian besar tidak mengetahui
budaya kelompok lain, sehingga tidak memberikan kredibilitas atau rasa hormat.
Kurangnya pengetahuan kita tentang orang lain menyebabkan kesalahpahaman yang
diperburuk oleh perbedaan status berdasarkan ras, jenis kelamin, kelas, bahasa,
agama, dan kemampuan. Relativisme budaya menyarankan bahwa kita perlu
memiliki pengetahuan tentang budaya kita sendiri. Hal itu harus dilanjutkan dengan
kajian dan interaksi dengan kelompok budaya lain. Proses antarbudaya ini membantu
seseorang mengetahui bagaimana rasanya menjadi anggota budaya kedua dan
memandang dunia dari perspektif lain. Agar dapat berfungsi secara efektif dan
nyaman dalam budaya kedua, budaya tersebut harus dipelajari.

4. Multikulturalisme
Multikultural adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya. Maka, konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Multikulturalisme
merupakan sebuah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaaan

14
yang mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, ras, suku, etnis,
agama, dan lain sebagainya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa
sebuah bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi budaya budaya
yang beragam (multikultural).
Multikultural adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budayanya
yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip coexistence yang
ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain. Harus diakui bahwa
multikulturalisme bangsa Indonesia belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga
masyarakat selaku given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Memang
masyarakat telah memahami sepenuhnya bahwa setiap manusia terlahir berbeda, baik
secara fisik maupun non fisik, tetapi nalar kolektif masyarakat belum bisa menerima
realitas bahwa setiap individu atau kelompok tertentu memiliki sistem keyakinan,
budaya, adat, agama, dan tatacara ritual yang berbeda. Pendidikan multikultural
hendaknya dijadikan strategi dalam mengelola kebudayaan dengan menawarkan
strategi transformasi budaya yang ampuh yakni melalui mekanisme pendidikan yang
menghargai perbedaan budaya (different of culture).
Individu yang memiliki kompetensi dan dapat beroperasi dengan sukses dalam
dua atau lebih hal yang berbeda budaya bersifat bikultural atau multikultural dan
seringkali juga bilingual atau multibahasa. Memiliki kemahiran dalam berbagai
budaya memungkinkan kita memanfaatkan berbagai kemampuan dan membuat
pilihan yang ditentukan oleh situasi tertentu.
Karena kita berpartisipasi dalam lebih dari satu kelompok budaya, kita telah
menjadi mahir dalam berbagai sistem untuk memahami, mengevaluasi, memercayai,
dan bertindak sesuai dengan pola berbagai kelompok di mana kita berada. Kita sering
bertindak dan berbicara secara berbeda ketika kita melakukannya berada di
komunitas tempat kita dibesarkan dibandingkan saat kita berada dalam lingkungan
profesional.
Multikulturalisme menghargai identitas budaya berbagai kelompok sebagai
anggota yang berpartisipasi dan berinteraksi dengan budaya dominan. Masyarakat
yang mendukung multikulturalisme mengedepankan keberagaman etnis, gender,

15
orientasi seksual, bahasa, agama, dan identitas kelompok lainnya. Keberagaman di
tempat kerja, sekolah, universitas, atau komunitas dihargai dan diupayakan secara
afirmatif. Hal ini memungkinkan individu untuk memilih keanggotaan dalam
kelompok budaya dan sosial yang paling sesuai dengan identitas mereka, tanpa rasa
takut akan pengucilan atau isolasi baik dari kelompok asli atau kelompok baru.
Pendidik menetapkan batasan budaya di kelas ketika semua aktivitas didasarkan pada
budaya guru.
Di negara kita yang luas dan beragam, sangatlah penting bagi para pendidik
untuk dapat berpartisipasi secara efektif dalam lebih dari satu budaya. Saat kita
belajar untuk berfungsi dengan nyaman dalam budaya yang berbeda, kita harus
mampu beralih dari satu perspektif yang terkait dengan dominasi budaya. Kita harus
mampu melintasi batas budaya dan mengintegrasikan budaya siswa ke dalam kelas.
Memahami isyarat budaya dari kelompok yang berbeda meningkatkan kemampuan
kita untuk bekerja dengan semua siswa dan membuat kita lebih peka terhadap
pentingnya perbedaan budaya dalam mengajar secara efektif.

D. Kesetaraan Dan Keadilan Sosial Dalam Demokrasi


Egalitarianisme kepercayaan terhadap hak dan keistimewaan sosial, politik, dan
ekonomi bagi semua orang dianut sebagai prinsip utama yang mendasari demokrasi.
Salah satu kekuatan demokrasi adalah warga negara membawa banyak perspektif,
berdasarkan sejarah dan pengalaman mereka sendiri, untuk mejawab pertanyaan dan
praktik kebijakan. Pada umumnya, kita lebih memilih berjuang dengan dengan
berbagai perspektif dan menentkan apa yang terbaik bagi kita sebagai individu dalam
masyarakat demokratis daripada memaksakan satu perspektif pada kita.
Individuslisme dan kesetaraan telah lama menjadi hal yang penting dalam masyarakat
demokrasi.
1. Meritokrasi
Dalam meritrokasi, para pendukungnya menerima teori sosiobiologi atau
fungsionalisme atau keduanya, yang memandang ketidaksetaraan sebagai akibat
alami dari perbedan individu. System kepercayaan yang mendasari meritokrasi

16
setidaknya memiliki tiga dimensi yang konsisten dengan nilai-nilai budaya dominan.
Pertama, individu lebih dihargai daripada kelompok. Kedua menekankan perbedaan
melalui persaingan. Dimensi ketiga menekankan karateristik internal seperti motivasi
dan intuisi.
Setara, atau akses yang setara terhadap pendidikan, akan menerapkan
meritokrasi pada pendidikan. Kritik terhadap meritrokasi menunjukkan bahwa anak-
anak dari keluarga berpenghasilan rendah tidak memiliki peluang sukses dalam hidup
yang sama dengan anak-anak dari keluarga kaya.

2. Persamaan
Pola-pola ketidaksetaraan bukanlah produk dari individu-individu yang korup,
melainkan cerminan bagaimana sumber daya ekonomi, kekuasaan politik, dan
dominasi budaya serta sosial dibangun ke dalam sistem politik ekonomi. Kesetaraan
menyiratkan keadilan dalam distribusi kondisi dan barang yang mempengaruhi
kesejahteraan semua anak dan keluarga. Kesetaraan lebih dari sekedar memberikan
kesempatan yang sama atau peluang yang setara kepada anggota kelompok yang
tertindas.
Secara tradisional diyakini bahwa Pendidikan dapat mengatasi kesenjangan
yang ada dalam Masyarakat. memberikan kesempatan Pendidikan yang sama bagi
semua siswa, tidak menjamin hasilyang sama diakhir sekolah menengah atas atau
perguruan tinggi. Kesetaraan disekolah berarti bahwa siswa di komunitas miskin akan
dijamin memiliki guru yang berkuslifikasi tinggi sepeti guru di distrik sekolah kaya.
Kesetaraan memerlukan dukungan finansial untuk menyediakan pengajaran
berkualitas.

3. Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah salah satu elemen demokrasi yang didasarkan pada
harapan bahwa warga negara akan memberi manfaat bagi mereka yang tidak
menguntungkan. Di sekolah, keadilan sosial memerlukan kritik terhadap terhadap
pratik-pratik yang mengganggu kesetaraan antar kelompok. Untuk menciptakan

17
keadilan sosial diperlukan perubahan paradigma yang nantinya akhirnya akan
menghasilkan masyarakat yang dimana setiap orang mempunyai tempat tinggal yang
layak, tidak ada anak yang sekolah dengan kelaparan, dan pelayanan Kesehatan yang
layak serta pendidik yang berkualitas bagi semua orang.

4. Hambatan Terhadap Kesetaraan Dan Keadilan Sosial


Perbedaan-perbedaan dalam suatu individua atau kelompok merupakan salah
satu hambatan dalam terciptanya kesetaraan dan keadilan sosial. Perbedaan-
perbedaan tersebut menyebabkan berbagai keslahpahaman sehingga seringkali
menimbulkan konflik. Adapun beberapa hambatan terhadap kesetaraan dan keadilan
soial yaitu:
1. Konflik antar kelompok
2. Perbedaan Bahasa
3. Prasangka, diskriminasi, dan hak istimewa
Orang yang berprasangka buruk memiliki sikap negative terhadap anggota
kelompok selain kelompoknya sendiri. Diskriminasi mengarah pada penolakan hak
istimewa dan penghargaan kepada anggota kelompok tertentu. Hak istimewa
memberikan keuntungan dan kekuasaan kepada kelompok yang mempunyai sumber
daya dan status melebihi kelompok lain. Prasangka dapat terjadi apabila seseorang
kurang memahami sejarah, pengalaman, dan persepsi orang lain. Prasangka didasari
pada sikap. Sedangkan diskriminasi berfokus pada prilaku. Diskriminasi terjadi pada
tingkat individu dan tingkat institusional. Beberapa orang berpendapat bahwa
deskriminasi institusional sudah tidak ada lagi karena undang-undang saat ini
mensyaratkan akses yang sama terhadap manfaat bagi Masyarakat.

E. Pendidikan Multikultural
1. Evolusi Pendidikan Multikultural
Evolusi pendidikan multikultural merujuk pada perkembangan pendekatan
pendidikan yang menghargai dan memahami keragaman budaya, latar belakang, dan

18
identitas siswa. Ini melibatkan pengintegrasian pemahaman tentang berbagai budaya
ke dalam kurikulum, pengajaran, dan lingkungan sekolah. Seiring waktu, pendekatan
ini telah berkembang dari pengakuan sederhana terhadap keragaman menjadi
pendekatan yang lebih komprehensif, berfokus pada pemberdayaan siswa untuk
berinteraksi dengan dunia yang semakin terhubung secara global. Contoh evolusi
dalam pendidikan multikultural pengakuan keragaman (Awal Abad ke-20). Pada
awalnya, pendekatan pendidikan multikultural hanya mencakup pengenalan singkat
tentang budaya-budaya yang berbeda. Ini mungkin melibatkan penggunaan buku-
buku teks yang menggambarkan budaya-budaya yang secara permukaan. Perubahan
ini mencerminkan bagaimana pendidikan multikultural terus berkembang untuk
menghadapi tantangan dan peluang dalam masyarakat yang semakin kompleks dan
terhubung secara global.

2. Pendidikan Multikultural Saat Ini


Pendidikan multikultural menyeruak ke permukaan pada awal tahun 1970-an,
ketika pendidikan bagi kaum minoritas menjadi lebih vokal menyuarakan bahwa
persekolahan atau pendidikan di Amerika Serikat adalah etnosentris dan monokultur,
alias belum demokratis.Tahun 1990 an ditandai dengan berkembangnya standar
standar yang menimbulkan pendebatan antara fundamentalis dan multikulturalis
terutama seputar standar penganut fundamentalisme bahwa standar tersebut harus
menekankan apa yang mereka yakini sebagai landasan demokrasi patriotisme da
pahlawan sejarah.
Pendidikan multikultural terkadang dikritik karena berfokus pada perbedaan
dibandingjan persamaan antar kelompok. Pendidikan multikultural mendorong
pemikiran kritis untuk memastikan bahwa pendidikan melayani kebutuhan semua
kelompok secara adil. Pendidikan multikultural berupaya untuk mengintegrasikan
pedagogi kritis, pendidikan antirasis, dan teori ras kritis ketika berbagai kelompok
didiskusikan. Namun setelah delapan dekade kepedulian terhadap hak-hak sipil dan
asasi manusia dalam pendidikan rasisme masih terus berlanjut. Rasisme bermula pada
tahun 1950-an di Amerika Serikat hanya dikenal kebudayaan dominan dan mayoritas

19
yang rasialis, yaitu kebudayaan kulit putih. Jumlah siswa yang berasl dari kelompok
terkenal berkemungkinan mendapat nilai yang lebih tinggi dari kelompok yang tidak
terlalu dikenal. Jumlah siswa berkulit warna dan siswa berpenghasilan rendah terlalu
sering ditawarkan sedikit atau tidak ada dorongan untuk mendaftar dikursus lanjutan
yang diperlukan untuk berhasil diperguruan tinggi. Untuk menarik perhatian pada
ketidaksetaraan ini, aliansi nasional pendidik sekolah hitam menyatakan “pendidik
adalah hak sipil”.
Pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk negara yang
demokrasi pada masa sekarang ini. Pendidikan multikultural di Indonesia menjadi
wacana akademik yang menarik sejaka awal tahun 2000. Terdapat beragam forum
akademik yang betemakan pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural yang
berkembang di Indonesia sejalan dengan perkembangan demokrasi yang dijalankan
sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang berjalan
seiring dengan tumbangnya era orde baru yang sentralistik. Di negara yang
memperjuangkan persamaan hak dan kesempatan bagi individu untuk memperbaiki
kondisinya, para pendidik ditantang untuk membantu semua siswa berprestasi secara
akademis. Pada awal abad ke 21, gerakan standar berfokus pada mengidentifikasi apa
yang harus diketahui dan dapat dilakukan oleh setiap siswa. Dalam konteks ini,
terdapat undang-undang federal untuk sekolah dasar dan menengah, No Child Left
Behind (NCLB) yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademik seluruh
siswa.

3. Kemahiran Multikultural Untuk Guru


pendidikan guru dan sikap positif guru terhadap pendidikan multikultural
memiliki peran penting untuk hidup dalam rasa toleransi, sehingga tercipta
kedamai dan penuh rasa saling menghormati untuk menerima semua identitas
dengan kekayaan budaya mereka tanpa takut akan pemisahan (Yılmaz, 2016).
Seorang guru diharapkan memiliki keahlian dalam membantu semua siswa memenuhi
standar negara bagian seperti standar inti umum. Standar negara bagian untuk lisensi
guru mencerminkan standar nasional yang meliputi:

20
1. Pengenbangan peserta didik
Guru memhami bagaimana siswa tumbuh dan berkembang, serta memahami cara
memodifikasi pengajaran;
2. Perbedaan pembelajaran
Guru memahami tentang perbedaan individudan beragam budaaya serta beragam
budaya komunitas;
3. Lingkungan belajar
Guru beekrja dengan orng lain untuk menciptakan lingkungna yang mendukung
individu dan pembelajaran kolaboratif;
4. Pengetahuan konten
Guru menyadari bagaimana mengintegrasikan konten dan mengetahui
pengetahuan bukanlah sekumpulan fakta yang tetap;
5. Penerapan konten
Guru memahami bagaimana menghubungkan konsep dan menggunakan
perbedaan perspektif;
6. Penilaian
Guru memahami dan menggunakan berbagai metode penilaian untuk melibatkan
siswa dalam perkembangan mereka sendiri;
7. Perencanaan intruksi
Guru memahami teori belajar, perkembangan manusia, keanekaragaman budaya
dan individu;
8. Strategi instruksional
Guru memahami dan menggunakan berbagai strategi pengajaran untuk
mendorong pelajar mengembangkan pemahaman mendalam;
9. Pembelajaran professional dan praktek etis
Guru terlibat dalam pembelajaran professional berkelanjutan dan menggunakan
bukti untuk terus mengevaluasi praktiknya;
10. Kepemimpinan dan kolaborasi
Guru mencari peran kepemimpinan yang sesuai dan peluang untuk menganbil
tanggung jawab atas pembelajaran siswa.

21
Penting bagi guru untuk mengembangkan watak yang mendukung
keberagaman dan perbedaan dalam mneghadapi siswa yang berasal dari kelompok
suku, ras, bahasa, dan agama yang berbeda. Dengan begitu, siswa percaya bahwa
mereka dapat belajar dengan layak dan dengan cepat menyadari pendidik yang
menghormati budaya mereka.
Adapun Peran seorang guru dalam pendidikan multikkultural yaitu:
a. Seorang guru harus mampu bersikap demokratis, baik dalam sikap maupu
perkataannya sehingga tidak menimbulkam diskriminatif;
b. Seorang guru seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-
kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama;
c. Seorang guru harusnya mampu menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah
menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia;
d. Seorang guru mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog dan
musyawarah dalam memecahkan berbagai pemasalahan yang berkaitan dengan
keberagaman budaya, etnis, dan agama;
e. Seorang guru juga mampu memberikan contoh dari perkataan dan perbuatan
sehingga menjadi tauladan bagi peserta didiknya.

4. Merefleksikan Pengajaran Mutikultural


Pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang
kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia.
Pendekatan yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural
adalah pendekatan kajian kelompok tunggal (Single Group Studies) dan pendekatan
Perspektif ganda (Multiple Perspektives Approach). Pendidikan multikultural di
Indonesia pada umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Guru
sebaiknya menggunakan metode mengajar yang efektif, dengan memperhatikan
referensi latar budaya siswanya. Sebelum menciptakan pendidikan multikultural pada
siswanya, Guru diharapkan terlebih dahulu bertanya pada dirinya, sendiri, apakah ia
sudah menampilkan perilaku dan sikap yang mencerminkan jiwa multikultural. Guru
yang merefleksikan dan menganalisis praktik mereka sendiri melaporkan bahwa

22
pengajaran mereka meningkat lembur. Bagian penting dalam pengajaran adalah
menentukan apa yang berhasil dan apa yang tidak. Guru yang efektif mampu
mengubah strategi pengajarannya ketika siswa tidak sedang belajar. Seorang guru
akan memanfaatkan pengalaman dan budaya siswa mereka untuk membuat materi
pelajaran relevan bagi mereka. Dalam meningkatkan pengajaran, refleksi diri akan
menjadi keterampilan penting.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
pendidikan multikultural berarti proses pengembangan seluruh potensi manusia
yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku dan aliran (agama). Pendidikan multikultural merupakan media
yang sangat tepat untuk mengenalkan nilai-nilai multikultural. Di Kehidupan
masyarakat Indonesia penuh dengan keberagaman. Budaya mempunyai dampak yang
sangat besar terhadap kita sehingga kita tidak menyadari bahwa tidak semua orang
memiliki cara berpikir dan berprilaku yang sama.
Dalam pendidikan multikultural, terdapat pembahasan mengenai plurarisme
yang diartikan sebagai paham atau wacana keragaman agama. Adanya pluralisme ini
menimbulkan hal-hal berupa asimilasi, etnosentrisme, relativisme budaya, dan
multikulturalisme. Dalam konteks multikultural, tentunya dibutuhkan kesetaraan dan
keadilan sossial. Untuk mencapai kesetaraan, diperlukan dukungan finansial untuk
menyediakan pengajaran berkualitas. Sedangkan Untuk menciptakan keadilan social
diperlukan perubahan paradigma.
Evolusi pendidikan multikultural merujuk pada perkembangan pendekatan
pendidikan yang menghargai dan memahami keragaman budaya, latar belakang, dan
identitas siswa. Pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk negara
yang demokrasi pada masa sekarang ini. Seorang guru memiliki peran penting
dalam pendidikan multikkultural. Dimana seorang guru harus mampu bersikap
demokratis, peduli, dan memberikan contoh yang baik bagi siswanya. Pendekatan
yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah
pendekatan kajian kelompok tunggal (Single Group Studies) dan pendekatan
perspektif ganda (Multiple Perspektives Approach).

24
A. Saran
Dengan adanya keberagaman baik itu budaya, ras, suku, warna kulit, dan lain
sebagainya, diharapkan hal tersebut dijadikan alat pemersatu, bukan alat untuk
menimbulkan rasisme. Selain itu juga diharapkan bagi para pendidik untuk terus
mengajarkan dan mengenbangkan pendidikan multikultural, sehingga tercipta
keharmonisan dan kebersamaan dalam lingkup pelajar maupun lingkup pendidik itu
sendiri.

25
DAFTAR PUSTAKA

M. Gollnick, Donna dan C. Chinn, Philip. 2017. Multicultural Education in a


Pluralistic Society. Los Angeles: Pearson.

Nurcahyono, Okta Hadi. 2018. Pendidikan Multikultural Di Indonesia: Analisis


Sinkronisasi Dan Diakronis. Jurnal Prndidikan, Sosiologi antropologi. Vol. 2,
No. 1. Page: 105-115.

Nurasmawi dan Ristiliana. 2021. Pendidikan Multikultural. Pekanbaru: Asa Riau.

Latifah, Nur. 2021. Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan


Dasar Nusantara. Vol. 6, No. 2. Page: 42-51.

Rimba Kurniawan, Agung, dkk. 2019. Guru Dalam Menumbuhkan Nilai


Kebersamaan Pada Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar. Jurnal Gentala
Pendidikan Dasar. Vol. 4, No. 2. Page 232-244.

Rahmawati, Heni, dkk. 2021. Signifikan Kebudayaan Dalam Pendidikan: Refleksi


Identitas Keberagaman Di Ruang Kelas. Jurnal Belantika Pendidikan. Vol. 4,
No. 2. Page: 64-70.

Agustian, Murniati. 2019. Pendidikan Multikultural.. Jakarta: Universitas Katolik


Indonesia Atma Jaya.

Betaubun, Restu. 2023. Komunikasi Budaya Lokal. Jawa Tengah: PT Nasya


Expanding Management.

26

Anda mungkin juga menyukai