Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN PLURAL

INTEGRASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM


PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK

Cover

Oleh:

SUGYARTO M. UMATERNATE
200401042

Dosen Pengampu : Dr. Abidin Wakano, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dan dapat mempresentasikannya
kepada pembaca tepat pada waktunya. Tak lupa pula penulis haturkan salawat serta salam
kepada junjangan Nabi Besar Nabi Muhammad SAW yang mana dari Beliaulah kita dapat
mengenal akan akhlak dan budi yang baik sebagai seorang manusia.
Penulis menyadari bahwa makalah yang berjudul “Integrasi Pendidikan Multikultural
Dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak” ini masih belum maksimal dalam pembuatannya dengan
beberapa kekurang referensi atau kurangnya beberapa rujukan yang berkaitan dengan materi
namun penulis berusaha sepenuh hati untuk dapat menyempurnakan makalah ini dengan
pegembangan gagasan sehingga makalah ini dapat disajikan dengan sebaik-baiknya dan
disampaikan tepat pada waktu yang sudah ditentukan.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sebuah penulsan makalah, maka dari itu besar harapan penulis agar pembaca
sekalian berkenan memberikan kritik dan saran guna untuk penyempurnaan makalah ini
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Akhir kata
penulis sampaikan terimaka kasih

Waalaikumsalam warahmatullahi wabaraktu

Penulis

Sugyarto M. Umaternate
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3
BAB II Pembahasan
2.1 Nilai-Nilai Multikultural ..................................................................................... 4
2.2 Integrasi Nilai-Nilai Multikultural ...................................................................... 4
2.3 Pembelajaran Aqidah Akhlak ............................................................................. 6
2.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Aqidah Akhlak ................................................... 7
2.5 Ranah Integrasi Nilai-Nilai Multikultural Dalam
Pembelajaran Aqidah Akhlak............................................................................. 8

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 10
3.2 Saran .................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bangsa Indonesia merupakan sebuah bentuk bangsa yang multikulturlal yang kaya akan
keragama, hal ini bisa dilihat dengan kemajemukan yang ditampilkan dari tiap-tiap daerah yang
ada, baik dari segi budaya, suku, ras, agama, bahasa, dan lain-lainnya. Keragaman ini sejak lama
sudah menjadi nilai-nilai luhur wajah nusantara. Setidaknya apa yang ada selama ini
menunjukkan betapa indahnya komponen bangsa ini dengan kekayaan ragam yang menyatu.
Keragaman masyarakat Indonesia yang demikian merupakan konsekuensi logis dari hukum
alam, sesuatu yang alamiah, bahkan bisa terjadi di Negara lain1
Namun realitasnya, banyak sekali konflik bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antargolongan) terjadi beberapa tahun di Indonesia beberapa tahun silam, seperti kasus Ambon,
Poso, Dayak, Sampit, dan sebagainya. Bahkan, kasus bernuansa pendidikan yang cukup
memprihatinkan di negeri ini, seperti tawuran pelajar yang sudah seringkali mewarnai media
masa nusantara. Tawuran pelajar terjadi, dimana pelaku (peserta didik) masih menggenakan
seragam sekolah yang memberikan notabene negatif terhadap pendidikan.
Ironisnya, lembaga pendidikan yang seharusnya mampu menjadi wadah aspirasi siswa
serta dapat mencetak generasi muda yang sesuai dengan visi Pendidikan Nasional itu pun justru
lalai dalam membina dan mendidik putra-putri bangsa. Hal ini dapat digambarkan dengan
adanya beberapa konflik yang marak terjadi di kalangan remaja sekolah,, khususnya di
lingkungan sekitar kita. Konflik tersebut tidak hanya berasal dari siswa, melainkan gru yang
seharunya menjadi panutan pun terlibat dalam beberapa kasus.
Realita tersebut sangat bertentangan dengan praktek Pendidikan di Indonesia yang telah
diatur oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003
yang menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan secara demokratis, tidak
deskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.

1
Abdurahman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Pediidikan Agama Islam dari Proklamasi ke Reformasi,
(Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005),, hlm.262
Selain itu, tindakan-tindakan tersebut tentu bertentangan dengan apa yang menjadi ajaran
agama (khususnya agama Islam), yaitu Alquran dan Hadits serta kitab-kitab lain yang
mengajarkan untuk bersikap saling menghargai ragam perbedaan. Yang menjadi garis bawah
disini adalah keterlibatan pelajar dalam konflik tersebut, serta kurangnya perhatian khusus dari
beberapa pihak terkait. Konflik tersebut juga sangat berlawanan dengan konsep nilai dalam
pendidikan multicultural yang seharusnya tertanam dalam masing-masing individu, seperti nilai
demokrasi, toleransi, dan HAM.
Oleh karena itu, dalam rangka mengantisipasi konflik tersebut, perlu adanya paradigma
pendidikan multicultural yang dituangkan melalui pembelajaran multicultural. Karena paradigma
multikulturalisme mengedepankan prinsip persamaan, saling menghargai, menerima, dan
memahami serta adanya komitmen moral terhadap keadaan sosial2.
Farida Hanum dan Sisca Rahmadonna dalam artikel “multicultural” mengatakan bahwa,
pelaksanaan pembelajaran multicultural tidak harus merubah kurikulum. Pelajaran untuk
pendidikan multicultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan
pedoman (model) bagi guru untuk menerapkannya. Yang utama, siswa perlu diajari apa yang
dipelajari mereka mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratis, dan saling menghargai3.
Salah satu bentuk Integrasi Multikultural pada bidang keagamaan yang bisa disampaikan
adalah pada pembelajar Akidak Akhlak. Nilai-nilai multicultural yang diintegrasikan pada
proses pembelajaran Akidah Akhlak tersebut dilaksanakan sebagai upaya preventif atas
kegelisahan dari guru terhadap siswa terhadap merosotnya atau kurangnya nilai-nilai agama pada
siswa. Alasan lainnya adalah karena kurang baiknya pergaulan di luar saat ini, juga menjadi
kekhwatiran jika akhlak dan etika siswa semakin menurun.
Selain itu, alas an diintegrasikan nilai-nilai multikultrural dalam pembelajaran akidah
akhlak adalah materi dalam pembelajaran akidah akhlak sudah mengandun nilai-nilai pendidikan
multicultural, seperti toleransi, kebersamaan, kesetaraan, keadilan, dan lain-lain, sehinga tugas
guru adalah mengembangkan nilai-nilai tersebut dan dikontekstualisasikan dengan realita yang
ada, sehingga mereka mampu menghidupkan nilai multicultural dalam wujud akhlakul karimah.

2
Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem Sosial (Yoogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), hlm. VIII
3
Farida Hanum dan Sisca Rahmadonna, Implementasi Model Pembelajaran Multikultural di Sekolah Dasar di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dalam Artikel “Multikultural –Stranas” 2009. Hlm 04.
Rumusan Masalah
Adapun dalam penulisan makalah ini penulis mengangkat lima rumusan masalah, yang
mana penulis berfikir ini berkaitan erat dengan judul yang penulis sampaikan. Rumusan masalah
itu diantaranya
1. Nilai-nilai mulltikultural
2. Integrasi nilai-nilai multikultural
3. Pembelajaran Aqidah Akhlak
4. Ruang lingkup pembelajaran aqidah akhlak
5. Ranah integrasi nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran aqidah akhlak

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan:
1. Apa itu nilai-nilai multikultural
2. Apa itu Integrasi nilai-nilai multikultural
3. Bagaimana pembelajaran aqidah akhlak
4. Bagaimana ruang lingkup pembelajaran aqidah akhlak
5. Dan bagaimana ranah integrasi nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran aqidah akhlak
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nilai-Nilai Multikultural


Multikultural merupakan pengakuan adanya keberagaman budaya yang berimplikasi pada
politik, sosial, dan ekonomi dalam suatu konteks kebangsaan yang dapat menerima serta
mengakui kemajemukan, perbedaan dan keberagaman, baik ras, etnis, serta agama. Bangsa yang
multikultural adalah bangsa yang mampu menampung keberagaman, hidup berdampingan
dengan rasa aman, damai, saling menghormati antar budaya, paham atas situasi dan kondisi
tanpa ada kecemburuan. Sehingga dalam multikultural muncullah empat nilai yaitu: nilai
toleransi, nilai demokrasi, nilai kesetaraan, dan nilai keadilan.
Multikulturalisme meliputi tiga hal yaitu: pertama multikulturalisme berkenaan dengan
budaya,; kedua, berkenaan dengan pada keberagaman yang ada; ketiga, berkenaan dengan
tindakan spesifik pada respon terhadap keragaman tersebut. Multikulturalisme merupakan suatu
konsep yang mengedepankan kemajemukan nilai-nilai, mekanisme dan struktur sosial dalam
bingkai human being. Pada kenyataannya manusia dihadapkan pada proses pembelajaran yang
terus menerus bergulir sepanjang hidupnya terhadap sesuatu di luar pribadi dan identitas
monokulturnya.
Nilai-nilai multikultural sejatinya akan mucul, jika seseorang membuka diri untuk
menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural sebagaimana mestinya hidup yang
sudah ditentukan. Nilai-nilai plural dalam kehidupan pribadi yang multidimensi, maupun dalam
kehidupan masyarakat yang kompleks, akan muncul kesadaran bahwa keanekaragaman dalam
realitas dinamika kehidupan adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditolak, diingkari, apalagi
dimusnahkan.

2.2 Integrasi Nilai-Nilai Multikultural


Integrasi nilai merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa untuk mencapai
tujuan. Integrasi nilai merupakan upaya pengembanan beberapa nilai ke dalam sebuah praktek
pembelajaran agar peserta didik memiliki kesadaran dan bertanggung jawab dalam
pengembangan potensinya.
Dari pemahaman tersebut., integrasi hanyalah sebagai suatu cara atau strategi yang
menunjang tujuan akhir kurikulum mata pelajaran. Integrasi nilai-nilai multicultural ini perlu
mendapatkan perhatian yang serius dari lembaga pengelolaan pembelajaran. Karena model
integrasi tersebut merupakan wujud preventif untuk mengembalikan nilai-nilai moral yang telah
hilang dari jiwa anak-anak.
Secara etimologi, integrasi berasal dari bahasa Inggris yaitu integrate, integrated,
integrating, integrates, diterjemahkan menjadi menggabungkan, menyatupadukan, dan
mengintregasikan. Sedangkan dalam kamus pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, kata
integrasi memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat4.
Multikultural sendiri secara sederhana bermakna keberagaman budaya. Istilah
multicultural dari aspek kebahasaan mengandung dua pengertian yan kompleks, yaitu multi yang
berarti banyak, dan culture yang berarti budaya atau kultur. Istilah kultur memiliki arti yang
berjenis-jenis, bukan sekedar pengakuan akan adanya yang berjenis-jenis tetapi juga pengakuan
tersebut memiliki implikasi-implikasi yang sangat luas karena berhubungan denan idiologi,
politik, dan ekonomi. Semakin banyak kelompok masyarakat yang berdatangan dan muncul,
maka semakin beragam pula kultur yang ada.
Adapun macam-macam nilai multikultur antara lain: nilai demokrasi dan kesetaraan, nilai
kebersamaan dan keadilan, dan nilai toleransi. James A Banks menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran multicultural memiliki beberapa dimensi yang salingg berkaitan
antara satu dengan yang lain, yaitu:
a. Content integration yaitu mengintregasikan berbagai budaya dan kelompok atau
mengilustrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk menjelaskan koonsep dasar, teori-
teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu.
b. The knowledge contruction process yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi
budaya kedalam sebuah mata pelajaran atau disiplin ilmu.
c. En equity peadagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa
dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam, baik dari segi ras,
budaya, ataupun sosial.
d. Predujice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode
pengajaran mereka. Kemudian, melatih dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis
dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan iklusif.

4
Manuk Hardaniwati dkk., Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm, 251-252.
e. Empowering school culture, yaitu pemberdayaan sekolah, yakni melatih kelompok untuk
berpartisipasi dalam kegiatan belajar, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang
berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik.
Teori yang dikemukakan oleh James A Banks diatas sangat efektif dijadikan fondasi dan
konsep dalam mengintegrasikan nilai-nilai multicultural dalam sebuah pembelajaran dan
merupakan salah satu dimensi yang harus dilakukan. Berpengang dengan teori tersebut, nilai
multikultural secara bertahap akan tertanam dalam diri anak didik sehingga akan tercipta sebuah
kedamaian, toleransi antar suku, ras, agama, budaya, dan lain sebagainya. Seorang guru juga
dituntut untuk kreatif dan professional dalam mengintegrasikan sebuah pembelajaran, agar siswa
dapat memahami secara lugas terkait penyampaian guru.

2.3 Pembelajaran Akidah Aklak


Dalam kehidupan manusia yang paling penting adalah pendidikan, karena pendidikan
merupakan suatu yang dibutuhkan oleh manusia. Pendidikan juga sebagai proses upaya
meningkatkan nilai peradaban idividu atau masyarakat dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu
keadaan yang lebih baik, peranan dan fungsinya dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
Pendidikan adalah segala usaha untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan
berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. Ada tiga unsur yang
terdapat dalam proses pendidikan yaitu pertama pendidik (orang tua, guru, ustads, dosen, ulama,
dan pemimbing), yang kedua peserta didik (anak, santri, mahasiswa, dan mustami), dan yang
ketiga adalah ilmu atau pesan yang disampaikan (nasehat, materi pelajaran, kuliah, ceramah,
bimbingan) (Heri Jauhari Muchtar, 2005:14).
Kata aqidah secara etimologi berasal dari kata “aqadah-ya’ qidu-aqdan-aqidata” yang
berarti ikatan, simpul, perjanjian, dan kokok. Setelah terbentuk menjadi kata “aqidah” maka
berarti keyakinan. Relevansi antara kata aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di
dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Sedangkan akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta,
membuat atau menjadikan titik. Akhlak kata yang berbentuk kata mufrad, jamaknya adalah
khalakun yang berarti perangai, tabiat, adat, atau khalakun yang berarti kejadian, buatan atau
ciptaan5.
5
Ali Zainudin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta. PT Bumi Aksara, 2008). Halm. 29
Pembelajaran akidah akhlak merupakan mata pelajaran yang bertujuan agar peserta diidik
memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan yang benar terhadap hal-hal yang harus
diimani oleh orang Islam, sehingga dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik bersikap dan
bertingkah laku berdasarkan Al-qur’an dan Hadits. Pembelajaran akidah akhlak diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada siswa agar mau menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam tentang akhlak, baik yang berkaitan dengan dirinya, dan manusia dengan alam
lingkungannya.
Adapun tujuan pembelajaran aqidah akhlak dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Menumbuh kembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan
pengetahuan, pengahayatan, pengalaman, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik
tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan
dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
2. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai
manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam.
Dengan demikian pembelajaran akidah akhlak sangatlah penting bagi siapupun terutama
untuk kalangan remaja dalam berpiralaku di masyarakat, pembelajaran aqidah akhlak
mengaharapkan remaja memiliki pengetahuan, penghayatan, dan keinginan yang kuat untuk
mengamalkan akhlak yang baik dan berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkan akhlak yang
buruk, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, diri sendiri, dan masyarakat sosia antar
manusia maupun hubungannya dengan alam lingkungan.

2.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak


Ruang lingkup pembeljaran akidah akhlak sejatinya adalah pada pembelajaran agama
terkhususnya adalah pada Pembelajaran Agama Islam. Di dalam pendidikan agama Islam sendiri
sebagaimana dikutip oleh Muhaimin bahwa pada dasarnya mengandung tujuh unsur pokok:
Yaitu Al-quran Hadits, Keimanan, Syariah, Ibadah, Muamalah, Tarikh dan Akhlak.
Aspek Alquran Hadits menekankan pada pengembangan kemampuan mereka membaca
teks, memahami arti dan menggali maknanya secara tekstual dan kontekstual untuk diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Aspek keimanan atau akidah menekankan pada pembinaan
keyakinan kepada Tuhan adalah asal-usul dan tujuan hidup manusia, termasuk peradaban dan
ilmu pengetahuannya untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aspek ibadah menekankan
pada pemahaman dan pengalaman ajaran ritual dalam Islam. Aspek syariah (fiqih) menekankan
pada pengembangan tata aturan dan hukum dalam Islam yang bersifat dinamis dan untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Aspek tarikh menekankan pada apa yang diperbuat oleh
kaum Muslim sebagai katalisator proses perubahan dan perkembangan budaya umat, serta
pengambilan ibrah terhadap sejarah atau peradaban umat Islam. Sedangkan aspek akhlak
menekankan pada pembinaan moral dan etika Islam sebagai keseluruhan pribadi Muslim untuk
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari
Ruang lingkup merupakan obyek utama dalam pembahasan pendidikan aqidah akhlak.
Maka ruang lingkup pendidikan aqidah akhlak menurut Moh. Rifai meliputi:
1. Hubungan manusia dengan Allah. Hubungan vertikal antara manusia dengan KhaliqNya
mencakup dari segi aqidah yang meliputi: keimanan kepada ke-6 yang ada.
2. Hubungan manusia dengan manusia. Materi yang dipelajari meliputi: akhlak dalam
pergaulan hidup sesama manusia, kewajiban membiasakan berakhlak yang baik terhadap
diri sendiri dan orang lain, serta menjauhi akhlak yang buruk.
3. Hubungan manusia dengan lingkungannya. Materi yang dipelajari meliputi akhlak manusia
terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan dalam arti luas, maupun makhluk hidup
selain manuusia, yaitu binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
Sedangkan menurut Departemen Agama, pendidikan aqidah akhlak pada sebuah jenjang
pendidikan cakupan pembahasannya antara lain sebagai berikut:
1. Aspek aqidah, terdiri atas keimanan kepada sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimanan
kepada kitab Allah, rasul Allah, sifat-sifat dan mu’jizatnya, dan hari kiamat.
2. Aspek akhlak yang terpuji terdiiri atas khauf, raja’, taubat, tawadhu, ikhlas, bertauhid,
inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, ta’aruf, ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur,,
adil, amanah, menepati janji dan bermusyawarah.
3. Aspek akhlak tercela meliputi kompetensi dasar kufur, syirik, munafik, namimah, dan
ghadabah.

2.5 Ranah Integrasi Nilai-Nilai Multikultural dalam Pembelajaran Akidah Akhlak


Pendidikan multikultural adalah salah satu model pembelajaran pendidikan yang
didalamnya terdapat berbagai keberagaman. Dalam multikultural didalamnya memuat nilai-nilai
kemanusian yang diajarkan dalam pembelajaran, nilai-nilai luhur bangsa yang dijadikan sebagai
sarana untuk mempersatukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga terjalin
hubungan harmonis, saling toleransi, menghargai baik satu golongan maunpun golongan yang
lain.
Tilaar berpendapat bahwa pendidikan Multikultural adalah sebuah pendekatan pada
pengajaran dan pembelajaran atas dasar menilai terhadap kepercayaan demokratis dan melihat
keberagaman sosial sebagai bagian dari pluralitas budaya. Multikultural dan pendidikan
merupakan rangkaian kata yang berisikan esensi dan konsekuensi yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam multikulturalisme terdapat materi kajian dasar pijakan pelaksanaan pendidikan yang
keduanya sama-sama penting. Dalam pendidikan terdapat fondasi dan akar-akar kultural yang
berisikan nilai-nilai kultur masyarakat.
Proses integrasi nilai-nilai multikultural di semua jenjang pendidikan ini bisa dilakukan
pada semua bidang studi, khusunya pada pembelajaran akidah akhlak. Dalam menginntegrasikan
nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran akidah akhlak, tentunya guru harus menyesuaikan
dengan tingkat perkembangan anak dalam kelas, disesuaikan dengan materi atau mata pelajaran
yang disampaikan, dan sesuai dengan metode pembelajaran yang digunakan.
Salah satu aplikasi pengintegrasian nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran akidah
akhlak misalnya, apabila di lingkungan sekolah itu terdapat siswa dengan jenis kulit berbeda,
bahasa yang berbeda, dan terdapat siswa yang bertengkar dengan teman lainnya. Maka tugas
guru adalah memberikan pemahaman terkait multikultural kepada siswa ketika proses
pembelajaran akidah akhlak berlangsung. Memberikan pemahaman kepada siswa bahwa setiap
individu adalah saudara, setiap manusia diciptakan sama akan tetapi karena beberapa factor yang
menjadikannya berbeda secara fisik, dan juga pemahaman tentang sikap tercela dan dampaknya
terhadap kehidupan sehari-hari, kemudian dianjurkan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Ranah integrasi nilai-nilai multikultural ke dalam kegiatan pembelajaran akidah akhlak
melipputi materi akidah akhlak yang berhubungan dengan multikultural, model penyajian teks
yang berhubungan dengan multikultural, dan arah pembelajaran teks pembelajaran akidah akhkal
yang berhubungan dengan multikultural.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan Multikultural adalah sebuah model pendidikan yang dilaksanakan untuk
menghasilkan ouput pendidikan yang memiliki kesadaran toleransi tinggi, menerima perbedaan
yang terjadi di masyarakat dan mengagumi hak-hak asasi manusia. Pendidikan multikultural
secara konseptual dapat dilaksanakan sebagaimana system pendidikan lainnya. Melalui
perubahan dimensi kurikulum, pola mengajar dan system evaluasi. Pendidikan multikultural
seyogyanya juga diikuti dengan kebijakan sosial yang inklusif terhadap perbedaan. Pendidikan
multikultural tidak perlu dihadapkan kepada realitas-realitas keagamaan yang jauh dari nilai-nilai
nasionalisme.
Dalam konteks Pendidikan Islam atau lebih tepat dalam pembelajaran Akidah Akhlak,
pendidikan multikultural bisa diimplementasikan dengan syarat kesadaran masyarakat Islam
akan multikulturalisme lebih awal tumbuh. Hingga saat ini, kesadaran multikulturalisme
masyarakat hanya terjalin dalam kaitan etnis dan kebudayaan, tidak pernah mengawinkan aspek
keberagaman dan keberagaman ritual keagaaman. Pembelajaran Akidah akhlak berintegrasi
dengan multikultural, berarti harus menngembalikan kepada sejarah Nabi Muhammad SAW
yang mana ketika itu Beliau bisa merangkul seluruh suku, golongan, dan agama melalui ‘Piagam
Madinah’, sebuah Undang-Undang Islam kedua setelah Al-qur’an. Karena piagam tersebut hasil
dari dialektika Nabi dengan kondisi suatu zaman.

3.2 Saran
Keberagaman dalam kehidupan bernegara menjadikan kita sebagai Negara yang
majemuk dan plural. Meski demikian meskipun banyak terjadinya perbedaan bukan berarti harus
menimbulkan perselisihan. Nilai-nilai multikultural mengajarkan kita untuk menghargai
perbedaan dan nilai akhlak mengajarkan kita untuk menghormati. Menurut saya ini adalah
sebuah keharmonisan jika kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari. Akan jauh
lebih ini jika ini dipertahankan dan dijadikan bagian dari hidup kita. Mempelajari multikurtural
dan aqidah akhlak bukan hanya sebagai teori dan konsep saja, tetapi meminta kita untuk menjadi
pribadi yang baik dengan cara mengaplikasikannya dalam kehidupan kita masing-masing
DAFTAR PUSTAKA

Ali Zainudin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta. PT Bumi Aksara, 2008). Halm. 29
Banks, James A dan Cherry A. McGee Banks. (2010). Multicultural Education :Issues and
Perspectives. United States of America : John Wiley & Sons, Inc
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang system pendidikan nasional.
Departemen Agama RI, Peraturan Perundang Perwakafan, Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam, 2006
Farida Hanum dan Sisca Rahmadonna, Implementasi Model Pembelajaran Multikultural di
Sekolah Dasar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam Artikel “Multikultural –
Stranas” 2009. Hlm 04.
H.A.R. Tilaar. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan: Kajian Menejemen Pendidikan Nasional
dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rinika Cipta
Manuk Hardaniwati dkk., Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2003), hlm, 251-252.
Muchtar, Heri Jauhari. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja RosdakaryaMuchtar, Heri
Jauhari. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rifai, M (2002), Administrasi dan Supervisi Pendidikan Bandung: Jemmars
Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai
Problem Sosial (Yoogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. VIII

Anda mungkin juga menyukai