Disusun Oleh:
SEM.IV/PGMI-6
MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
dan salam kami persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa risalah Islam
sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan juga di akhirat kelak.
Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan, dengan materi isu nasioanl
dalam pendidikana di Indoenesia. Tugas ini disusun juga bertujuan untuk memahami dan
mengetahui lebih dalam tentang salah satu materi daripada mata kuliah ini.
Dalam penyusunan tugas ini juga tidak luput dari adanya macam sumber seperti
mengenai sebagai referensi untuk memperkuat dan membuka pengetahuan penulis dalam
menganalisis tentang materi dalam karya tulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan mudah dan dapat menyusunnya. Semoga dengan kehadiran tugas ini dapa tmenambah
wawasan dan ilmu tentang hal tersebut. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik senantiasa penulis harapkan. Semoga tugas yang penulis kerjakan dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembacannya Amin.
Medan, 2021
Cover Makalah...........................................................................................................................1
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
1.3. Tujuan 1
Bab II Pembahasan 2
3.1. Kesimpulan 5
3.2. Saran 4
Daftar Pustaka5
BAB I
PENDAHULUAN
Isu pendidikan diarahkan pada masalah peningkatan layanan dan kualitas pendidikan, masalah
ini memunculkan isu-isu yang nyata dalam masyarakat, antara lain pro dan kontra masalah
penyelenggaraan sekolah unggul, rendahnya mutu dilihat dari perolehan nilai hasil ujian nasional
yang dulu kerap dikenal dengan istilah NEM, angka partisipasi pendidikan, tingginya angka
putus sekolah, terbatasnya dana pendidikan di daerah terpencil dan masalah lainnya.
Masalah akan peningkatan fasilitas dan kualitas pendidikan adalah salah satu dampak
keberhasilan kebijakan pemerintah dalam pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini kepada
pendidikan tidak seimbang dengan daya dukung berbagai fasilitas dan usaha kerap melahirkan
isu-isu aktual seperti tersebut di atas. Diantisipasi bahwa masalah ini cenderung semakin
menguat selaras dengan pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual
pendidikan memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab
pendidikan.
1.2. Perumusan Masalah
Berlatar belakang dari latar belakang masalah, perumusan masalah membahas konsep materi
selanjutnya dan akan dibahas sebagai berikut :
PEMBAHASAN
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang
berarti: meliputi seluruh bagian, tersebar kesegala penjuru, dan sama-sama memperoleh jumlah
yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan
pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan
perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan
masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat
memperoleh pendidikan.Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan
keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan (pembangunan nasional. )al
ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh
pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis
kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam propernas yang mengacu kepada kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama
menyebutkan sengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu
tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Inndonesia berkualitas tinggi
dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti dan pada salah satu tujuan
pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
bagi setiap warga negara. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan
merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan dalam membuat kebijakan dalam pemerataan
pendidikan.
Dahulu pada sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru, dan ruangan tempat belajar
dengan beberapa sarana seperlunya, guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia menjadi
pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepadamurid. Cara demikian
dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih
terbatas.
Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Guru mendudukkan
dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya
justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman bacaan, museum, orang-
orang pintar, kebun binatang, toko buku dll. Sebagaimana Comenius pernah mengingatkan
bahwa alam ini adalah buku besar yang sangat lengkap isinya.
Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP),
pustakawan, laboran, dan teknik sumber belajar. Dengan hadirnya petugas lain tersebut guru kini
memiliki cukup waktu untuk mengajarkan hal-hal yang semestinya ia lakukan, tetapi selama itu
tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa menanggulangi kegiatan-kegiatan yang
semestinya dilakukan oleh tenaga-tenaga lainnya.
Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya.
Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan, mendorong
semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa percaya diri, harga
diri, dan tanggung jawab, menghargai waktu, dan kedisiplinan, menghargai orang lain, dan
menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama terabaikan.
Dari sini pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer),
menunjukkan tujuan pembelajaran (director), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran
(coordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator),
menyediakan dan memberikan kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan
belajar (stimulator).
Kekerasan di dunia pendidikan sering terjadi. Beberapa kali kasus selalu terjadi, baik sekolah
kota maupun disekolah yang ada di desa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah kembali
terjadi karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelaku kekerasan di sekolah.
"Guru yang melakukan kekerasan, setahu saya belum ada yang sampai dipecat karena Menteri
menganggap ini hal biasa untuk mendisiplinkan anak. Padahal itu salah," katanya saat
berbincang dengan okezone, Rabu (28/9/2011). Dampaknya, psikologis anak akan menjadi
tertekan. "Itu salah satu proses radikalisme terjadi. Kalau sekolah sudah mengajarkan kekerasan
itu bagian dari menumbuhkan sikap radikal," ujarnya.
Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah
wajib menjadi zona anti kekerasan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap anak tidak
memenuhi syarat psikologis untuk menjadi tenaga pengajar.
Masalah murid pada dasarnya adalah Konsentrasi siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain :
a. Lingkungan
Faktor lingkungan di sini adalah faktor dari sekelilingnya. Misalnya, anak diberi tugas
menggambar. Pada saat yang bersamaan, ia mendengar suara ramai dan itu lebih menarik
perhatiannya sehingga tugasnya pun diabaikan. Berarti lingkungan mempengaruhi
konsentrasinya.
b. Psikologi
Faktor psikologis anak juga bisa mempengaruhi konsentrasi anak. Anak yang mengalami
tekanan, ketika mengerjakan sesuatu ia bisa menjadi tidak konsentrasi sehingga tidak fokus
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Contoh yang berbeda, misalnya “suasana di sekolah yang
berbeda dengan suasana di rumah.
Anak kaget, karena mempunyai teman yang lebih berani, sehingga ketakutan dan kekhawatiran
si anak membuatnya sulit untuk konsentrasi. Akibatnya, konsentrasi di kelas untuk menerima
pelajaran menjadi berkurang.
Jadi, karena faktor psikologis anak yang disebabkan karena kurangnya kemampuan bersosialisasi
bisa membuat anak menjadi kurang berkonsentrasi di sekolah.
c. Internal
Faktor internal adalah faktor dari dalam diri sendiri. Dapat terjadi karena adanya gangguan
perkembangan otak dan hormon yang dihasilkan lebih banyak sehingga anak cenderung menjadi
hiperaktif. Jika anak lamban/lambat disebabkan karena hormon yang dihasilkan oleh
neurotransmitter-nya kurang sehingga bisa mengakibatkan lambannya konsentrasi.
Selain itu, guru yang cenderung kaku dan kurang bersahabat dengan siswanya akan membuat
hubungan terasa ada jarak. Sehingga jika terjadi kebingungan siswa terkadang malu dan takut
untuk bertanya sehingga siswa menjadi pasif.
Solusi dalam interaksi dengan murid yang kaku adalah sebagai berikut :
Guru haruslah bersikap hangat terhadap siswanya dan lebih sering berinteraksi sehingga
hubungan terasa lebih nyaman dan tidak membuat siswa takut bertanya dan memancing
keaktifan siswa.
Menjadikan guru benar-benar sebagai orangtua ke dua di sekolah.
Guru harus mampu mengenali berbagai karakter siswanya sehingga mampu memberikan
solusi atas apapun yang dialami oleh siswa. (red/Vivi Febiyanti (Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa)
Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional selain isu-isu pemerataan,
relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Perubahan UU No. 2 Tahun 1989 menjadi UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas diikuti dengan pemberlakuan kebijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Penjaminan mutu pendidikan formal, non-formal,
dan informal sebagaimana tersurat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 63
Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, merupakan kegiatan yang sistematik
dan terpadu pada penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan
kehidupan bangsa.
Mutu pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tak bisa ditawar-tawar lagi untuk terus
ditingkatkan. Karena suatu negara yang dikatakan maju adalah negara yang memiliki mutu
pendidikan yang baik. Kualitas manusia suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikannya, karena itu adalah sangat wajar jika mereka berlomba-lomba meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan dalam rangka memajukan kualitas sumber daya manusia yang
lebih baik lagi.
Isu tentang peningkatan mutu pendidikan merupakan masalah kontemporer yang akan terus
dijadikan dasar pemikiran dan perumusan kebijakan di bidang pendidikan. Mengapa demikian?
Karena tugas filsafat pendidikan adalah memberikan landasan agar pendidikan memberikan yang
terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan model pendidikan yang bermutu. Di samping itu,
filsafat pendidikan juga mampu merespon dinamika dan tuntutan masyarakat serta
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang keguruan dan pendidikan. Masalah
kontemporer pendidikan di Indonesia seperti terungkap dalam Rembuk Nasional pendidikan
tanggal 4 Februari 2008 yang mengkaji dan membahas isu-isu seputar permasalahan pendidikan
seperti bagaimana meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, bagaimana
peningkatan mutu pendidikan, bagaimana peningkatan relevansi pendidikan, bagaimana
meningkatkan daya saing, bagaimana meningkatkan dan penguatan tata kelola (governance),
serta bagaimana peningkatan akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.
Berdasarkan Rembuk Nasional tersebut, maka isu penting yang dijadikan dasar pemecahan
masalah pendidikan di Indonesia adalah (1) pemerataan dan perluasan akses, (2) peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing, serta (3) penguatan tata kelola (governance), akuntabilitas, dan
citra masyarakat pendidikan. Hal tersebut diidentifikasi merupakan isu-isu pendidikan
kontemporer yang selanjutnya akan dijadikan dasar untuk merumuskan berbagai kebijakan dan
program pemerintah dalam pembangunan pendidikan nasional.
Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu
pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan
berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu
untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini
diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana,
dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan
Isu peningkatan mutu pendidikan masih menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah.
Bagaimana posisi mutu pendidikan Indonesia di antara negara ASEAN? Apabila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah sebagaimana
dilaporkan Human Development Indek (HDI). Laporan tahun 2003 menunjukan bahwa
Indonesia di posisi ke-112 (0,682) dari 175 negara. Posisi ini jauh di bawah Singapura yang
berada di posisi ke-28 (0,888), Brunei Darussalam di posisi ke-31 (0,872), Malaysia di posisi ke-
58 (0,790), Thailand di posisi ke-74 (0,768), dan Filipina di posisi ke-85 (0,751).
Kendati laporan HDI tersebut bukan hanya mengukur status pendidikan saja, tetapi juga
ekonomi dan kesehatan, namun laporan tersebut dapat dijadikan dokumen rujukan yang valid
guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara. Kondisi mutu
pendidikan ini terkait pula dengan kualitas guru dan tenaga kependidikan seperti pengelola
pembelajaran, bahan ajar, media dan alat bantu pembelajaran. Semua unsur saling terkait dan
sangat menentukan mutu pendidikan. Dengan demikian, isu peningkatan mutu pendidikan perlu
memperhatikan mutu dari setiap unsur tersebut. Oleh karena itu isu peningkatan mutu bukanlah
hal yang sederhana.
Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat, bahwa peningkatan mutu pendidikan pada akhirnya
bermuara kepada tersedianya tenaga pendidik yang bermutu. Menurut Abuddin Nata pada
bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam, bahwa tersedianya dana yang besar, fasilitas yang
lengkap, serta komponen pendidikan lainnya yang serba baru, belum menjamin tercapainya
tujuan peningkatan mutu pendidikan. Guru adalah permasalahan utama dalam menentukan wajah
pendidikan. Guru merupakan promotor yang mampu menggerakkan arah pendidikan menuju
tujuannya yaitu pembentukan manusia utuh yang mempunyai daya untuk menjalani hidupnya
sesuai dengan fitrah kehidupannya sebagai manusia.
Rendahnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. faktor terpenting yang
mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem
pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat
dimonitor secara ojektif dan teratur.!ji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan
daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian
pendidikan belum ber"ungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar
menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk
kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarangini juga
tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar
menjadi lebih inovatif. Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah
cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan
masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan
materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum
yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Rendahnya mutu pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian
dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding
negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia
memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah
kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat.
Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu
lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembag penelitian atau industri, maka kualitas dan
mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi
industri
Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor
rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan
komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan.
1. Peningkatan Mutu Lulusan
Dalam penjelasan, telah ditetapkan strategi pembaharuan pendidikan tentunya dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Strategi tersebut meliputi:
Strategi diatas jika konsisten pelaksanaannya sungguh merupakan upaya besar bangsa Indonesia
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Asalkan tidak hanya sebatas kebijakan belaka. Di
samping itu, pemerintah perlu segera mengambil tindakan aktif sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang
berbudaya, berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan siap menyongsong
globalisasi.
Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk melakukan tindakan aktif tersebut dalam
peningkatan mutu pendidikan, antara lain:
Sistem pendidikan disesuaikan dengan pasar kerja yang tersedia saat ini.
Sistem pendidikan disusun dengan tujuan untuk memenuhi lapangan kerja.
Sistem pendidikan disusun dengan menyesuaikan perkembangan ilmu-ilmu baru,
membina progam pendidikan dan mengembangkan teknologi.
Untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia bukan perkara mudah. Perlu
adanya kerjasama dari berbagai lini. Mulai dari pembuat kebijakan hingga pelaksana pendidikan
di lapangan. Kurikulum dalam Pasal 1 butir 9 UUSPN adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggara kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pasal 27 UUSPN menyebutkan bahwa
kurikulum disusun untuk tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan
peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum yang pertama terjadi pada tahun 1994 sebagai hasil penyesuaian
kurikulm 1984. Pengembangan dilakukan dengan penyederhanaan kurikulum. Penyederhanaan
dilakukan pada jumlah mata pelajaran, penyederhanaan bahasa agar mdah dipahami oleh gur,
dan penggunaan istilah baku yang sesuai dengan format perundang-undangan dan GBPP.
Kurikulum 1984 dikembangkan lagi menjadi kurikulum 2004 yang kita kenal sebagai Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang
dipelajarinya.
Namun, pada praktiknya KBK belum sepenuhnya berhasil dan masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, pemerintah menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP memungkinkan partisipasi dari semua elemen
sekolah mulai dari guru sampai pengelola sekolah. Guru dan pengelola sekolah diberi
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. KTSP
memberikan kemandirian penuh kepada lembaga pendidikan terkait. Bahkan, guru dituntut untuk
mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sehingga, peserta didik
setingkat RSBI dengan peserta didik “sekolah pinggiran” mendapatkan materi ajar yang berbeda
disesuaikan dengan kemampuannya.
2. Pemberdayaan Lulusan
Hal ini yang menjadi kelemahan yang didapat dari kegiatan pemberdayaan alumni, dan juga
dapat menjadi faktor penghambat dari kegiatan- kegiatan pemberdayaan alumni di sebuah
institusi terdapat peluang yang diperoleh dari kegiatan ini, peluang tersebut dapat dimanfaatkan
oleh sekolah untuk membantu kegiatan pemberdayaan alumni dan memajukan sekolah.
Dalam kegiatan pemberdayaan alumni tentunya mempunyai tantangan yang harus dihadapi,
tantangan ini juga dapat menjadi penghambat dalam kelancaran kegiatan pemberdayaan alumni
dalam sebuah institusi. Tantangan tersebut antara lain:
Sulit mengatur waktu para alumni untuk mengikuti kegiatan sekolah karena alumni
mempunyai kesibukan masing-masing
Apabila ingin membuat acara sekolah harus merencanakan dari jauh-jauh hari sehingga
dapat menyesuaikan dengan waktu para alumni
Alumni belum mempunyai organisasi yang solid Tantangan-tantangan ini harus diatasi
sehingga kegiatan pemberdayaan alumni dapat berjalan dengan baik.
Kegiatan pemberdayaan alumni yang dijalankan, tentunya sekolah mempunyai strategi yang
tepat untuk melancarkan kegiatann tersebut, strategi-strategi tersebut antara lain:
Strategi yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan alumni ini dapat membantu sekolah
untuk memajukan sekolah sekolah karena alumni merupakan salah satu komponen yang dapat
memajukan sekolah.
Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau transformasi masukan
produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu cara menentukan mutu transformasi
pendidikan adalah mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikian (educational wastage),
dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah, mengulang
atau selesai tidak tepat waktu. Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai
tetapi mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efisiensi
pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan juga terjadi di perguruan tinggi. Masalah tersebut
dapat diketahui dari adanya para mahasiswa yang sebenarnya potensial tetapi putus kuliah dan
gagal menyelesaikan pendidikannya pada waktu yang tepat.
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Efektivitas institusi pendidikan terdiri
atas dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personal
lainnya, siswa, kurikulum, sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan
masyarakat, pengelolaan bidang khusus lainnya, yang hasil nyatanya merujuk pada hasil yang
diharapkan, bahkan menunjukkan kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dan yang
diharapkan.Efektivitas adalah kemampuan menghasilkan hasil yang diinginkan atau kemampuan
untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Ketika sesuatu dianggap efektif, itu berarti ia
memiliki hasil yang diharapkan atau diharapkan, atau menghasilkan kesan yang mendalam dan
jelas.
Sondang p. siagian memberikan definisi efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan
dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.3 Beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pendidikan adalah tingkat keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan oleh sebuah lembaga pendidikan.
Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan
pengajaran, yaitu:
Presentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM.
Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa.
Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi
keberhasilan belajar) diutamakan.
Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.
Sedangkan menurut Tim Penyusun Didaktik Metodik kurikulum IKIP Surabaya, bahwa demi
ketepatan dan keobjektivan di dalam pengamatan dan penilaian terhadap proses belajar mengajar
seorang guru, maka perlu digunakan sebuah daftar pertimbangan dan penilaian efektivitas
mengajar karena kriteria efektivitas mengajar yang perlu diperhatikan oleh para pengajar yaitu
sebagai berikut:
Persiapan: seperti peralatan mengajar dan buku pegangan.
Sikap, gaya dan suara mengajar.
Perumusan tujuan intruksional.
Bahan pelajaran.
Penguasaan bahan pelajaran.
Penguasaan situasi kelas.
Pilihan dan pelaksanaan metode mengajar.
Penggunaan alat-alat peraga pengajaran.
Jalan pengajaran.
Tekhnik evaluasi
Pendidikan yang efektif akan terwujud jika didukung oleh komponen-komponen yang juga
efektif. Komponenkomponen yang dimaksud adalah sekolah, kepala sekolah, guru, dan murid
yang efektif. Efektivitas sekolah merupakan ukuran terhadap taraf atau tingkat pencapaian tujuan
sekolah. Semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan sekolah maka semakin efektif manajemen
sekolah yang dilakukan. Dalam kajian total quality management (TQM), ukuran efektivitas
manajemen dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Efektivitas sekolah melihat apakah pelanggan
sekolah merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah.8 Efektivitas organisasi
termasuk organisasai layanan masyarakat, seperti lembaga pendidikan dapat dilihat dari beberapa
indikator berikut:
Efektivitas keseluruhan, berhubungan dengan bagaimana organisasi melaksanakan
seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya.
Kualitas, menyangkut jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi.
Produktivitas, menyangkut volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi.
Produktifitas dapat diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok dan
keseluruhan organisasi.
Kesiagaan, berhubungan dengan penilaian meenyeluruh tentang kemungkinan bahwa
organisasi mampu menyelesaikan suatu tugas khusus dengan baik jika diminta.
Efisiensi, mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk
menghasilkan prestasi tersebut.
Laba atau penghasilan, berkaitan dengan penanaman modal yang dipakai untuk
menjalankan organisasi dilihat dari sudut pandang si pemilik.
Pertumbuhan, berkaitan dengan penambahan, seperti tenaga kerja, fasilitas, harta,
penjualan, laba, bagian pasar, dan penemuan-penemuan baru. Pertumbuhan ini dilihat
dari suatu perbandingan keadaan organisasi sekarang dengan keadaan masa lalu.
Pendayagunaan lingkungan, berkaitan dengan batas keberhasilan organisasi berinteraksi
dengan lingkungannya, memperoleh sumber daya yang langka, dan berharga, yang
diperlukan untuk efektivitas operasional. Hal ini dipandang dari rencana jangka panjang
yang optimal bukan dalam rencana jangka pendek yang maksimal
Stabilitas, berkaitan dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya sepanjang
waktu, khususnya dalam periode-periode sulit.
Perputaran atau ke luar masuknya pekerja, menyangkut frekuensi atau jumlah pekerja
yang ke luar atas permintaannya sendiri.
Semangat kerja, berkaitan dengan kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih
keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi, termasuk perasaan terikat. Semangat kerja
adalah gejala kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan
perasaan memiliki (sense of belonging)
Motivasi, berkaitan dengan kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri
dalam kegiatan dan bersedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.
Kepuasan, berkaitan dengan tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan
atau pekerjaannya dalam organisasi.
Penerimaan tujuan organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan oleh setiap pribadi
atau unit-unit dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan tersebut benar dan
layak.
Keluwesan dan adaptasi, berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk mengubah
prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mencegah kebekuan ransangan
lingkungan.
Penilaian oleh pihak luar, menyangkut penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi
oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan, yakni pihak dengan siapa
organisasi ini berhubungan, kesetiaan, kepercayaan, dan kelompok, seperti pemasok,
pelanggan, pemegang saham, para petugas, dan masyarakat umum
Efisiensi merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen sekolah karena sekolah
umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh
terhadap kegiatan manajemen. Kalau efektivitas membandingkan antara rencana dengan tujuan
yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya
dengan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. Pemanfaatan sumber dana secara
optimal terhadap tercapainya tujuan merupakan maksud dari efisiensi tersebut.
Darma mengemukakan bahwa efisiensi mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang
langka oleh organisasi. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input dan output, tenaga
dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya, serta kesenangan yang dihasilkan. Efisiensi
berkaitan dengan cara membuat sesuatu dengan benar, sedangkan efektivitas berkaitan dengan
tujuan. Dengan kata lain, efektivitas adalah perbandingan antara rencana dan tujuan yang
dicapai, sedangkan efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan input/ sumber daya dengan
output. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan sumber daya yang minimal. Efisien pendidikan merupakan cara mencapai tujuan
pendidikan dengan memerhatikan tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga, dan sarana.22sehingga
dapat disimpukan bahwa Efisien merupakan pencapaian suatu tujuan dengan menggunakan
sumber daya seminimal mungkin.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Demikianlah yang dapat yang penulis uraikan tentang isu-isu aktual yang terjadi di dunia
pendidikan, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam
lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai media yang
tersedia. Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan, dan penulis
mengharapkan kritik dan dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Joni, T. Raka. (2005) Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM-Cakrawala
Indonesia.
Redja Mudyahardjo. (2001) Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.