Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ISU NASIONAL PENDIDIKAN DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Individual

Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Ansari, M.Ag

Disusun Oleh:

SEM.IV/PGMI-6

Muhammad Yusuf Caisar Harahap (0306191036)

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN
2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Pemurah, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
dan salam kami persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang membawa risalah Islam
sebagai pedoman hidup untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan juga di akhirat kelak.

Alhamdulillah, atas izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan, dengan materi isu nasioanl
dalam pendidikana di Indoenesia. Tugas ini disusun juga bertujuan untuk memahami dan
mengetahui lebih dalam tentang salah satu materi daripada mata kuliah ini.

Dalam penyusunan tugas ini juga tidak luput dari adanya macam sumber seperti
mengenai sebagai referensi untuk memperkuat dan membuka pengetahuan penulis dalam
menganalisis tentang materi dalam karya tulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini
dengan mudah dan dapat menyusunnya. Semoga dengan kehadiran tugas ini dapa tmenambah
wawasan dan ilmu tentang hal tersebut. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik senantiasa penulis harapkan. Semoga tugas yang penulis kerjakan dapat bermanfaat
bagi penulis dan pembacannya Amin.

Medan, 2021

Muhammad Yusuf Caisar harahap


DAFTAR ISI

Cover Makalah...........................................................................................................................1

Kata Pengantar ..........................................................................................................................2

Daftar Isi 3

Bab I Pendahuluan 4

1.1. Latar Belakang Masalah 5

1.2. Perumusan Masalah 6

1.3. Tujuan 1

Bab II Pembahasan 2

2.1. Isu Pemerataan 3

2.2. Isu Mutu 4

2.3. Isu Relevansi 5

2.4. Isu Efesiemsi dan Aktifitas 1

Bab III Penutup 4

3.1. Kesimpulan 5

3.2. Saran 4

Daftar Pustaka5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sebagai sarana membentuk karakter bangsa sudah semestinya mampu menjadi ruang
untuk melahirkan intelektual yang nantinya bisa menopang keberlangsungan perjalanan bangsa
yang bersandar pada kesejahteraan rakyat, esensi pendidikan tersebut sepertinya telah jauh dari
harapan yang ada. Keberadaan institusi pendidikan yang ada saat ini malah menjadi institusi
yang menghamba pada modal dan kekuasaan, keberadaan pendidikan tidak lebih sebagai ruang
legitimasi akademik yang dijadikan alat pembenar dalam penerapan kebijakan-kebijakan yang
anti terhadap rakyat. Memahami pralis emansipatoris sebagai dialog-dialog dan tindakan-
tindakan komunikatif yang menghasilkan pencerahan. ) Abermas menempuh jalan konsensus
dengan sasaran terciptanya demokrasi radikal yaitu hubungan sosial dalam lingkup komunikasi
bebas penguasaan.

Isu pendidikan diarahkan pada masalah peningkatan layanan dan kualitas pendidikan, masalah
ini memunculkan isu-isu yang nyata dalam masyarakat, antara lain pro dan kontra masalah
penyelenggaraan sekolah unggul, rendahnya mutu dilihat dari perolehan nilai hasil ujian nasional
yang dulu kerap dikenal dengan istilah NEM, angka partisipasi pendidikan, tingginya angka
putus sekolah, terbatasnya dana pendidikan di daerah terpencil dan masalah lainnya.

Masalah akan peningkatan fasilitas dan kualitas pendidikan adalah salah satu dampak
keberhasilan kebijakan pemerintah dalam pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan. Cepatnya tuntutan ini kepada
pendidikan tidak seimbang dengan daya dukung berbagai fasilitas dan usaha kerap melahirkan
isu-isu aktual seperti tersebut di atas. Diantisipasi bahwa masalah ini cenderung semakin
menguat selaras dengan pencapaian dari keberhasilan pembangunan itu sendiri. Isu-isu aktual
pendidikan memerlukan perhatian dari berbagai pihak, sesuai dengan lingkup tanggung jawab
pendidikan.
1.2. Perumusan Masalah

Berlatar belakang dari latar belakang masalah, perumusan masalah membahas konsep materi
selanjutnya dan akan dibahas sebagai berikut :

a. Apa pengertian Isu Pemerataan


b. Apa maksud dari Isu Mutu
c. Apa pengertian Isu Relevansi
d. Apa defenesi Isu Efesiemsi dan Aktifitas

1.3. Tujuan Penulisan


a. Agar mengetahui masalah isu pemerataan
b. Agar mengetahui Isu kualitas pendidikan di Indonesia
c. Agar mengetahui relevansi dalam pendidikan
d. Untuk mengetahui efesiensi dan aktifitas dalam pendidikan di Indonesia
e. Untuk memperluas wawasan penulis dan pembaca
f. Untuk memenuhi tugas individu mata kuliah sosiologi pendidikan
g. Untuk refernsi bacaan bagi pemabaca
h. Untuk mengenal lebih jauh sosiologi pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Isu Pemerataan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang
berarti: meliputi seluruh bagian, tersebar kesegala penjuru, dan sama-sama memperoleh jumlah
yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan
pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan
perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan
masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.

Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat
memperoleh pendidikan.Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan
keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan (pembangunan nasional. )al
ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh
pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis
kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.

Dalam propernas yang mengacu kepada kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama
menyebutkan sengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu
tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Inndonesia berkualitas tinggi
dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti dan pada salah satu tujuan
pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
bagi setiap warga negara. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan
merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan dalam membuat kebijakan dalam pemerataan
pendidikan.

1. Isu Fasilitas Pendidikan


Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini
menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu
masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga
pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal
ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat
mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan


sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian
sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan
mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.

2. Masalah Peranan Guru

Dahulu pada sekolah sudah dapat beroperasi jika ada murid, guru, dan ruangan tempat belajar
dengan beberapa sarana seperlunya, guru merupakan satu-satunya sumber belajar, ia menjadi
pusat tempat bertanya. Tugas guru memberikan ilmu pengetahuan kepadamurid. Cara demikian
dipandang sudah memadai karena ilmu pengetahuan guru belum berkembang, cakupannya masih
terbatas.

Dengan singkat dikatakan tugas guru adalah “membelajarkan pelajar”. Guru mendudukkan
dirinya hanya sebagai bagian dari sumber belajar. Beraneka ragam sumber belajar yang hanya
justru dapat ditemukan di luar diri guru seperti perpustakaan, taman bacaan, museum, orang-
orang pintar, kebun binatang, toko buku dll. Sebagaimana Comenius pernah mengingatkan
bahwa alam ini adalah buku besar yang sangat lengkap isinya.

Dari sisi kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP),
pustakawan, laboran, dan teknik sumber belajar. Dengan hadirnya petugas lain tersebut guru kini
memiliki cukup waktu untuk mengajarkan hal-hal yang semestinya ia lakukan, tetapi selama itu
tertelantarkan lantaran ketiadaan waktu karena terpaksa menanggulangi kegiatan-kegiatan yang
semestinya dilakukan oleh tenaga-tenaga lainnya.
Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-muridnya.
Pelayanan kelompok dan individual dalam bentuk memperhatikan kebutuhan, mendorong
semangat untuk maju berkreativitas, dan bekerja sama, menumbuhkan rasa percaya diri, harga
diri, dan tanggung jawab, menghargai waktu, dan kedisiplinan, menghargai orang lain, dan
menemukan jati diri. Inilah sisi pendidikan dari tugas seorang guru yang telah lama terabaikan.
Dari sini pembelajaran ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer),
menunjukkan tujuan pembelajaran (director), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran
(coordinator), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar (komunikator),
menyediakan dan memberikan kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan
belajar (stimulator).

3. Masalah Dengan Murid

Kekerasan di dunia pendidikan sering terjadi. Beberapa kali kasus selalu terjadi, baik sekolah
kota maupun disekolah yang ada di desa. Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah kembali
terjadi karena belum ada tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelaku kekerasan di sekolah.
"Guru yang melakukan kekerasan, setahu saya belum ada yang sampai dipecat karena Menteri
menganggap ini hal biasa untuk mendisiplinkan anak. Padahal itu salah," katanya saat
berbincang dengan okezone, Rabu (28/9/2011). Dampaknya, psikologis anak akan menjadi
tertekan. "Itu salah satu proses radikalisme terjadi. Kalau sekolah sudah mengajarkan kekerasan
itu bagian dari menumbuhkan sikap radikal," ujarnya.

Padahal Undang-Udang perlindungan anak tahun 2002 pasal 59 jelas menyebutkan sekolah
wajib menjadi zona anti kekerasan. Guru yang melakukan kekerasan terhadap anak tidak
memenuhi syarat psikologis untuk menjadi tenaga pengajar.

Masalah murid pada dasarnya adalah Konsentrasi siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain :

a. Lingkungan
Faktor lingkungan di sini adalah faktor dari sekelilingnya. Misalnya, anak diberi tugas
menggambar. Pada saat yang bersamaan, ia mendengar suara ramai dan itu lebih menarik
perhatiannya sehingga tugasnya pun diabaikan. Berarti lingkungan mempengaruhi
konsentrasinya.

b. Psikologi

Faktor psikologis anak juga bisa mempengaruhi konsentrasi anak. Anak yang mengalami
tekanan, ketika mengerjakan sesuatu ia bisa menjadi tidak konsentrasi sehingga tidak fokus
dalam menyelesaikan pekerjaannya. Contoh yang berbeda, misalnya “suasana di sekolah yang
berbeda dengan suasana di rumah.

Anak kaget, karena mempunyai teman yang lebih berani, sehingga ketakutan dan kekhawatiran
si anak membuatnya sulit untuk konsentrasi. Akibatnya, konsentrasi di kelas untuk menerima
pelajaran menjadi berkurang.

Jadi, karena faktor psikologis anak yang disebabkan karena kurangnya kemampuan bersosialisasi
bisa membuat anak menjadi kurang berkonsentrasi di sekolah.

c. Internal

Faktor internal adalah faktor dari dalam diri sendiri. Dapat terjadi karena adanya gangguan
perkembangan otak dan hormon yang dihasilkan lebih banyak sehingga anak cenderung menjadi
hiperaktif. Jika anak lamban/lambat disebabkan karena hormon yang dihasilkan oleh
neurotransmitter-nya kurang sehingga bisa mengakibatkan lambannya konsentrasi.

Selain itu, guru yang cenderung kaku dan kurang bersahabat dengan siswanya akan membuat
hubungan terasa ada jarak. Sehingga jika terjadi kebingungan siswa terkadang malu dan takut
untuk bertanya sehingga siswa menjadi pasif.

Solusi dalam interaksi dengan murid yang kaku adalah sebagai berikut :
 Guru haruslah bersikap hangat terhadap siswanya dan lebih sering berinteraksi sehingga
hubungan terasa lebih nyaman dan tidak membuat siswa takut bertanya dan memancing
keaktifan siswa.
 Menjadikan guru benar-benar sebagai orangtua ke dua di sekolah.

 Guru harus mampu mengenali berbagai karakter siswanya sehingga mampu memberikan
solusi atas apapun yang dialami oleh siswa. (red/Vivi Febiyanti (Universitas
Sarjanawiyata Tamansiswa)

2.2. Isi Mutu

Mutu pendidikan merupakan salah satu isu sentral pendidikan nasional selain isu-isu pemerataan,
relevansi, dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Perubahan UU No. 2 Tahun 1989 menjadi UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas diikuti dengan pemberlakuan kebijakan dalam
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Penjaminan mutu pendidikan formal, non-formal,
dan informal sebagaimana tersurat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 63
Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, merupakan kegiatan yang sistematik
dan terpadu pada penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan
kehidupan bangsa.

Mutu pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tak bisa ditawar-tawar lagi untuk terus
ditingkatkan. Karena suatu negara yang dikatakan maju adalah negara yang memiliki mutu
pendidikan yang baik. Kualitas manusia suatu negara sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikannya, karena itu adalah sangat wajar jika mereka berlomba-lomba meningkatkan
kualitas dan mutu pendidikan dalam rangka memajukan kualitas sumber daya manusia yang
lebih baik lagi.

Isu tentang peningkatan mutu pendidikan merupakan masalah kontemporer yang akan terus
dijadikan dasar pemikiran dan perumusan kebijakan di bidang pendidikan. Mengapa demikian?
Karena tugas filsafat pendidikan adalah memberikan landasan agar pendidikan memberikan yang
terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan model pendidikan yang bermutu. Di samping itu,
filsafat pendidikan juga mampu merespon dinamika dan tuntutan masyarakat serta
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang keguruan dan pendidikan. Masalah
kontemporer pendidikan di Indonesia seperti terungkap dalam Rembuk Nasional pendidikan
tanggal 4 Februari 2008 yang mengkaji dan membahas isu-isu seputar permasalahan pendidikan
seperti bagaimana meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, bagaimana
peningkatan mutu pendidikan, bagaimana peningkatan relevansi pendidikan, bagaimana
meningkatkan daya saing, bagaimana meningkatkan dan penguatan tata kelola (governance),
serta bagaimana peningkatan akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.

Berdasarkan Rembuk Nasional tersebut, maka isu penting yang dijadikan dasar pemecahan
masalah pendidikan di Indonesia adalah (1) pemerataan dan perluasan akses, (2) peningkatan
mutu, relevansi, dan daya saing, serta (3) penguatan tata kelola (governance), akuntabilitas, dan
citra masyarakat pendidikan. Hal tersebut diidentifikasi merupakan isu-isu pendidikan
kontemporer yang selanjutnya akan dijadikan dasar untuk merumuskan berbagai kebijakan dan
program pemerintah dalam pembangunan pendidikan nasional.

Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu
pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan
negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan
berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu
untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini
diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana,
dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan

Isu peningkatan mutu pendidikan masih menjadi pusat perhatian masyarakat dan pemerintah.
Bagaimana posisi mutu pendidikan Indonesia di antara negara ASEAN? Apabila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN, mutu pendidikan di Indonesia masih rendah sebagaimana
dilaporkan Human Development Indek (HDI). Laporan tahun 2003 menunjukan bahwa
Indonesia di posisi ke-112 (0,682) dari 175 negara. Posisi ini jauh di bawah Singapura yang
berada di posisi ke-28 (0,888), Brunei Darussalam di posisi ke-31 (0,872), Malaysia di posisi ke-
58 (0,790), Thailand di posisi ke-74 (0,768), dan Filipina di posisi ke-85 (0,751).
Kendati laporan HDI tersebut bukan hanya mengukur status pendidikan saja, tetapi juga
ekonomi dan kesehatan, namun laporan tersebut dapat dijadikan dokumen rujukan yang valid
guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara. Kondisi mutu
pendidikan ini terkait pula dengan kualitas guru dan tenaga kependidikan seperti pengelola
pembelajaran, bahan ajar, media dan alat bantu pembelajaran. Semua unsur saling terkait dan
sangat menentukan mutu pendidikan. Dengan demikian, isu peningkatan mutu pendidikan perlu
memperhatikan mutu dari setiap unsur tersebut. Oleh karena itu isu peningkatan mutu bukanlah
hal yang sederhana.

Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat, bahwa peningkatan mutu pendidikan pada akhirnya
bermuara kepada tersedianya tenaga pendidik yang bermutu. Menurut Abuddin Nata pada
bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam, bahwa tersedianya dana yang besar, fasilitas yang
lengkap, serta komponen pendidikan lainnya yang serba baru, belum menjamin tercapainya
tujuan peningkatan mutu pendidikan. Guru adalah permasalahan utama dalam menentukan wajah
pendidikan. Guru merupakan promotor yang mampu menggerakkan arah pendidikan menuju
tujuannya yaitu pembentukan manusia utuh yang mempunyai daya untuk menjalani hidupnya
sesuai dengan fitrah kehidupannya sebagai manusia.

Mengutip pendapat H. E Mulyasa dalam Manajemen Dan Kepemimpinan Kepala Sekolah:


“Keberhasilan atau kegagalan pendidikan di madrasah sangat bergantung pada guru, kepala
madrasah, pengawas, karena tiga figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta
menggerakkan berbagai komponen dan dimensi madrasah yang lain. Karena itu, upaya
pengembangan mutu pendidik merupakan salah satu titik strategi dalam upaya menciptakan
pendidikan yang berkualitas”. Guru yang berkualitas adalah guru yang profesional. Tenaga
pendidik yang bermutu atau professional antara lain wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi,sertifikasi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogic, pribadi, social,
dan professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Rendahnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. faktor terpenting yang
mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem
pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat
dimonitor secara ojektif dan teratur.!ji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan
daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian
pendidikan belum ber"ungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.

Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar
menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk
kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarangini juga
tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar
menjadi lebih inovatif. Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah
cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan
masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan
materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum
yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Rendahnya mutu pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian
dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding
negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia
memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah
kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat.
Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu
lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembag penelitian atau industri, maka kualitas dan
mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi
industri

2.3. Isu Relevansi

Relevansi pendidikan adalah kecocokan antara pendidikan dengan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi di masyarakat. Contohnya: Lembaga pendidikan tidak dapat
mencetak lulusan yang siap pakai. tidak adanya kesesuaian antara output (lulusan) pendidikan
dengan tuntutan perkembangan ekonomi. Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar.
Dalam kondisi sekarang ini sangat dibutuhkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat terutama dalam hubungannya dengan persiapan kerja.
Upaya peningkatan relevansi dalam sistem pendidikan bertujuan agar hasil pendidikan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam artian proses pendidikan dapat memberikan
dampak pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan dimasyarakat, dan
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi (Kadir, 2012: 155).
Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan
dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga
kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal
untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari
banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi
yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Yaitu masalah yang berhubungan dengan
relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah
dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Contoh: adanya kasus perusahaan-
perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon
karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki ketrampilan kerja seperti yang diharapkan.
Relevan berarti bersangkut paut, kait mengait, dan berguna secara langsung.
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.
Langkah-langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntunan zaman.
Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagainya sering
tidak diramalkan sebelumnya.
Relevansi pendidikan adalah sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan
dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi maka relevansi pendidikan dianggap
tinggi.
Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan
(input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua
macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome).
 Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/ peserta didik, guru/ tenaga pendidik,
sarana-prasarana, dana, dan masukan lain.
 Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk
interaksi dari berbagai input pendidikan.
 Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat
diukur melalui prestasi belajar siswa.
 Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain
melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan jumlah
lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan
faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka
panjang.

Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat dikelompokkan kedalam faktor
rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan
komponen input yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan.
1. Peningkatan Mutu Lulusan

Dalam penjelasan, telah ditetapkan strategi pembaharuan pendidikan tentunya dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Strategi tersebut meliputi:

 Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia


 Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
 Proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis
 Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan
 Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
 Penyediaan sarana belajar yang mendidik
 Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
 Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
 Pelaksanaan wajib belajar
 Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
 Pemberdayaan peran masyarakat
 Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat
 Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional

Strategi diatas jika konsisten pelaksanaannya sungguh merupakan upaya besar bangsa Indonesia
untuk meningkatkan mutu pendidikan. Asalkan tidak hanya sebatas kebijakan belaka. Di
samping itu, pemerintah perlu segera mengambil tindakan aktif sebagai upaya peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tumbuh menjadi masyarakat yang
berbudaya, berkembang sesuai dengan perkembangan IPTEK, dan siap menyongsong
globalisasi.

Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk melakukan tindakan aktif tersebut dalam
peningkatan mutu pendidikan, antara lain:

 Sistem pendidikan disesuaikan dengan pasar kerja yang tersedia saat ini.
 Sistem pendidikan disusun dengan tujuan untuk memenuhi lapangan kerja.
 Sistem pendidikan disusun dengan menyesuaikan perkembangan ilmu-ilmu baru,
membina progam pendidikan dan mengembangkan teknologi.

Untuk mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia bukan perkara mudah. Perlu
adanya kerjasama dari berbagai lini. Mulai dari pembuat kebijakan hingga pelaksana pendidikan
di lapangan. Kurikulum dalam Pasal 1 butir 9 UUSPN adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggara kegiatan belajar mengajar. Sedangkan pasal 27 UUSPN menyebutkan bahwa
kurikulum disusun untuk tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan
peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masing-masing satuan pendidikan.

Perbaikan kurikulum di sini mengacu pada pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum


tidak dapat lepas dari berbagai aspek kehidupan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mulai
dari pemikiran sampai pada pelaksanaannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan peserta didik. Pengembangan kurikulum dimulai dengan suatu proses
perencanaan, yaitu menetapkan berbagai kebutuhan, mengadakan identifikasi tujuan dan sasaran,
menyusun persiapan dan pelaksanaan penyajian yang sesuai dengan persyaratan kebudayaan,
sosial, dan individu. Pengembangan kurikulum di Indonesia telah terjadi berkali-kali. Hal ini
bertujuan agar kurikulum yang digunakan pada sekolah-sekolah mampu menghasilkan produk
pendidikan yang unggul, menguasai IPTEK, berdasarkan IMTAK, dan siap bersaing dengan
dunia luar.

Pengembangan kurikulum yang pertama terjadi pada tahun 1994 sebagai hasil penyesuaian
kurikulm 1984. Pengembangan dilakukan dengan penyederhanaan kurikulum. Penyederhanaan
dilakukan pada jumlah mata pelajaran, penyederhanaan bahasa agar mdah dipahami oleh gur,
dan penggunaan istilah baku yang sesuai dengan format perundang-undangan dan GBPP.
Kurikulum 1984 dikembangkan lagi menjadi kurikulum 2004 yang kita kenal sebagai Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
memfokuskan pada kompetensi tertentu, berupa paduan pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang
dipelajarinya.

Namun, pada praktiknya KBK belum sepenuhnya berhasil dan masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, pemerintah menyempurnakan kurikulum 2004 (KBK) menjadi kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP memungkinkan partisipasi dari semua elemen
sekolah mulai dari guru sampai pengelola sekolah. Guru dan pengelola sekolah diberi
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. KTSP
memberikan kemandirian penuh kepada lembaga pendidikan terkait. Bahkan, guru dituntut untuk
mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kemampuan peserta didik. Sehingga, peserta didik
setingkat RSBI dengan peserta didik “sekolah pinggiran” mendapatkan materi ajar yang berbeda
disesuaikan dengan kemampuannya.

2. Pemberdayaan Lulusan

Kegiatan pemberdayaan alumni mempunyai kekuatan yang dapat mendukung kegiatan


pemberdayaan alumni di setiap institusi, dengan adanya kekuatan dari pemberdayaan alumni ini
dapat membantu pihak sekolah untuk melancarkan kegiatan pemberdayaan alumni ini. Kekuatan
tersebut yaitu: mempunyai rasa memiliki terhadap almamater, mempunyai rasa persaudaraan
yang kuat, rasa kepedulian yang tinggi. Kelemahan yang didapat dari kegiatan pemberdayaan
alumni ini dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan alumni,
kelemahan tersebut antara lain:

 Ikatan alumni masih belum solid


 Dempo alumni center belum dimaksimalkan fungsinya
 Alumni teersebar di berbagai wilayah baik di Indonesia maupun di luar negeri
 Alumni mempunyai kesibukan masing-masing, belum ada koordinasi yang baik di tiap
angkatan
 Setelah lulus tidak semua alumni menuliskan identitas mereka secara lengkap.

Hal ini yang menjadi kelemahan yang didapat dari kegiatan pemberdayaan alumni, dan juga
dapat menjadi faktor penghambat dari kegiatan- kegiatan pemberdayaan alumni di sebuah
institusi terdapat peluang yang diperoleh dari kegiatan ini, peluang tersebut dapat dimanfaatkan
oleh sekolah untuk membantu kegiatan pemberdayaan alumni dan memajukan sekolah.

Peluang tersebut antara lain:

 Menjalin kerja sama yang baik antara alumni dan sekolah


 Dari segi SDM sekolah dapat meminta bantuan alumni untuk menjadi nara sumber dalam
kegiatan yang dijalankan oleh sekolah,
 Alumni dapat mempromosikan sekolahnya karena alumni berasal dari berbagai wilayah
di Indonesia. Peluang yang ada ini harus dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat
memajukan sekolah.

Dalam kegiatan pemberdayaan alumni tentunya mempunyai tantangan yang harus dihadapi,
tantangan ini juga dapat menjadi penghambat dalam kelancaran kegiatan pemberdayaan alumni
dalam sebuah institusi. Tantangan tersebut antara lain:

 Sulit mengatur waktu para alumni untuk mengikuti kegiatan sekolah karena alumni
mempunyai kesibukan masing-masing
 Apabila ingin membuat acara sekolah harus merencanakan dari jauh-jauh hari sehingga
dapat menyesuaikan dengan waktu para alumni
 Alumni belum mempunyai organisasi yang solid Tantangan-tantangan ini harus diatasi
sehingga kegiatan pemberdayaan alumni dapat berjalan dengan baik.

Kegiatan pemberdayaan alumni yang dijalankan, tentunya sekolah mempunyai strategi yang
tepat untuk melancarkan kegiatann tersebut, strategi-strategi tersebut antara lain:

 Sekolah memfasilitasi alumni untuk melakukan reuni per angkatan


 Sekolah melibatkan alumni dalam berbagai kegiatan sekolah
 Sekolah mengirimkan majalah tentang kegiatan dan prestasi lulusan kepada alumni
 Sekolah memaksimalkan media sosial seperti Facebook, Email dan Webside untuk
memberi informasi tentang sekolah kepada alumni,
 Pihak sekolah merespek semuaa kegiatan alumni dengan selalu menghadiri kegiatan
alumni
 Pihak sekolah membuat DAC sebaagai pusat data base alumni
 Melibatkan alumni dalam pemberian beasiswa, melakukan pendataan misalkan ada
alumni yang datang mengunjungi sekolah, sekolah akan mendata ulang alumni tersebut.

Strategi yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan alumni ini dapat membantu sekolah
untuk memajukan sekolah sekolah karena alumni merupakan salah satu komponen yang dapat
memajukan sekolah.

2.4. Isu Efesiensi dan Efektivitas

Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau transformasi masukan
produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu cara menentukan mutu transformasi
pendidikan adalah mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikian (educational wastage),
dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah, mengulang
atau selesai tidak tepat waktu. Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai
tetapi mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efisiensi
pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan juga terjadi di perguruan tinggi. Masalah tersebut
dapat diketahui dari adanya para mahasiswa yang sebenarnya potensial tetapi putus kuliah dan
gagal menyelesaikan pendidikannya pada waktu yang tepat.

Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi. Efektivitas institusi pendidikan terdiri
atas dimensi manajemen dan kepemimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan personal
lainnya, siswa, kurikulum, sarana prasarana, pengelolaan kelas, hubungan sekolah dan
masyarakat, pengelolaan bidang khusus lainnya, yang hasil nyatanya merujuk pada hasil yang
diharapkan, bahkan menunjukkan kedekatan/kemiripan antara hasil nyata dan yang
diharapkan.Efektivitas adalah kemampuan menghasilkan hasil yang diinginkan atau kemampuan
untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Ketika sesuatu dianggap efektif, itu berarti ia
memiliki hasil yang diharapkan atau diharapkan, atau menghasilkan kesan yang mendalam dan
jelas.

Sondang p. siagian memberikan definisi efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan
dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati
sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.3 Beberapa pengertian efektivitas menurut para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pendidikan adalah tingkat keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan oleh sebuah lembaga pendidikan.

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan
pengajaran, yaitu:
 Presentase waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM.
 Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa.
 Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi
keberhasilan belajar) diutamakan.
 Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif.

Sedangkan menurut Tim Penyusun Didaktik Metodik kurikulum IKIP Surabaya, bahwa demi
ketepatan dan keobjektivan di dalam pengamatan dan penilaian terhadap proses belajar mengajar
seorang guru, maka perlu digunakan sebuah daftar pertimbangan dan penilaian efektivitas
mengajar karena kriteria efektivitas mengajar yang perlu diperhatikan oleh para pengajar yaitu
sebagai berikut:
 Persiapan: seperti peralatan mengajar dan buku pegangan.
 Sikap, gaya dan suara mengajar.
 Perumusan tujuan intruksional.
 Bahan pelajaran.
 Penguasaan bahan pelajaran.
 Penguasaan situasi kelas.
 Pilihan dan pelaksanaan metode mengajar.
 Penggunaan alat-alat peraga pengajaran.
 Jalan pengajaran.
 Tekhnik evaluasi

Pendidikan yang efektif akan terwujud jika didukung oleh komponen-komponen yang juga
efektif. Komponenkomponen yang dimaksud adalah sekolah, kepala sekolah, guru, dan murid
yang efektif. Efektivitas sekolah merupakan ukuran terhadap taraf atau tingkat pencapaian tujuan
sekolah. Semakin tinggi tingkat pencapaian tujuan sekolah maka semakin efektif manajemen
sekolah yang dilakukan. Dalam kajian total quality management (TQM), ukuran efektivitas
manajemen dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Efektivitas sekolah melihat apakah pelanggan
sekolah merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah.8 Efektivitas organisasi
termasuk organisasai layanan masyarakat, seperti lembaga pendidikan dapat dilihat dari beberapa
indikator berikut:
 Efektivitas keseluruhan, berhubungan dengan bagaimana organisasi melaksanakan
seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya.
 Kualitas, menyangkut jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi.
 Produktivitas, menyangkut volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi.
Produktifitas dapat diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok dan
keseluruhan organisasi.
 Kesiagaan, berhubungan dengan penilaian meenyeluruh tentang kemungkinan bahwa
organisasi mampu menyelesaikan suatu tugas khusus dengan baik jika diminta.
 Efisiensi, mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk
menghasilkan prestasi tersebut.
 Laba atau penghasilan, berkaitan dengan penanaman modal yang dipakai untuk
menjalankan organisasi dilihat dari sudut pandang si pemilik.
 Pertumbuhan, berkaitan dengan penambahan, seperti tenaga kerja, fasilitas, harta,
penjualan, laba, bagian pasar, dan penemuan-penemuan baru. Pertumbuhan ini dilihat
dari suatu perbandingan keadaan organisasi sekarang dengan keadaan masa lalu.
 Pendayagunaan lingkungan, berkaitan dengan batas keberhasilan organisasi berinteraksi
dengan lingkungannya, memperoleh sumber daya yang langka, dan berharga, yang
diperlukan untuk efektivitas operasional. Hal ini dipandang dari rencana jangka panjang
yang optimal bukan dalam rencana jangka pendek yang maksimal
 Stabilitas, berkaitan dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya sepanjang
waktu, khususnya dalam periode-periode sulit.
 Perputaran atau ke luar masuknya pekerja, menyangkut frekuensi atau jumlah pekerja
yang ke luar atas permintaannya sendiri.
 Semangat kerja, berkaitan dengan kecenderungan anggota organisasi berusaha lebih
keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi, termasuk perasaan terikat. Semangat kerja
adalah gejala kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan
perasaan memiliki (sense of belonging)
 Motivasi, berkaitan dengan kekuatan kecenderungan seorang individu melibatkan diri
dalam kegiatan dan bersedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan.
 Kepuasan, berkaitan dengan tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan
atau pekerjaannya dalam organisasi.
 Penerimaan tujuan organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan oleh setiap pribadi
atau unit-unit dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan tersebut benar dan
layak.
 Keluwesan dan adaptasi, berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk mengubah
prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mencegah kebekuan ransangan
lingkungan.
 Penilaian oleh pihak luar, menyangkut penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi
oleh mereka (individu atau organisasi) dalam lingkungan, yakni pihak dengan siapa
organisasi ini berhubungan, kesetiaan, kepercayaan, dan kelompok, seperti pemasok,
pelanggan, pemegang saham, para petugas, dan masyarakat umum

Efisiensi merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen sekolah karena sekolah
umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh
terhadap kegiatan manajemen. Kalau efektivitas membandingkan antara rencana dengan tujuan
yang dicapai, efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya
dengan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan atau pemakaian sumber daya yang minimal. Pemanfaatan sumber dana secara
optimal terhadap tercapainya tujuan merupakan maksud dari efisiensi tersebut.

Darma mengemukakan bahwa efisiensi mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang
langka oleh organisasi. Efisiensi juga merupakan perbandingan antara input dan output, tenaga
dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya, serta kesenangan yang dihasilkan. Efisiensi
berkaitan dengan cara membuat sesuatu dengan benar, sedangkan efektivitas berkaitan dengan
tujuan. Dengan kata lain, efektivitas adalah perbandingan antara rencana dan tujuan yang
dicapai, sedangkan efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan input/ sumber daya dengan
output. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan sumber daya yang minimal. Efisien pendidikan merupakan cara mencapai tujuan
pendidikan dengan memerhatikan tingkat efisiensi waktu, biaya, tenaga, dan sarana.22sehingga
dapat disimpukan bahwa Efisien merupakan pencapaian suatu tujuan dengan menggunakan
sumber daya seminimal mungkin.

Faktor penyebab terjadinya masalah pendidikan di Indonesia


 Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu tenaga
kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan pembelajaran,
sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya. Demikian pula masalah
efektivitas pendidikan juga dapat terjadi karena faktor tenaga kependidikan, peserta didik,
kurukulum, program belajar dan pembelajaran, serta sarana/prasarana pendidikan.
 Masalah relevansi pendidikan berhubungan dengan : tuntutan satuan pendidikan yang
lebih atas yang terus meningkat dalam upaya mencapai pendidikan yang lebih
berkualitas, aspirasi dan tuntutan masyarakat yang terus meningkat dalam upaya
mencapai kehidupan yang berkualitas, ketersediaan lapangan pekerjaan di masyarakat.
Kesenjangan terjadi jika komponen-komponen sistem pendidikan yang telah disebutkan
di atas tidak mampu memenuhi tuntutan dan aspiranya yang ada.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Masalah efektifitas, efisiensi, pemerataan dan relevansi pendidikan merupakan masalah


yang paling besar dalam pendidikan indonesia . Solusi permasahan efektifitas dan efisiensi
pendidikan adalah Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih pendidikan
sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan kearah perkembangan yang optimal, berkaitan
dengan mahalnya biaya pendidikan, solusi yang dapat diterapkan adalah bebaskan sekolah dari
usaha bisnis, untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar dilaksanakannya berbagai pelatihan
guru yang berkesinambungan, dan mengusahakan isi, metode, dan bentuk pendidikan yang tepat
guna, tepat saat, menarik dan mengesankan.
Contohnya guru hendaknya lebih kreatif, inovatif, terampil, dan berani berinisiatif dalam
mengembangkan model-model pengajaran secara variatif. Solusi permasalahan pemerataan
pendidikan yaitu pemberian beasiswa dengan sasaran yang tepat misalnya untuk siswa yang
berprestasi tetapi dari segi ekonomi kurang mampu, pemberian insentif kepada guru yang
bertugas di wilayah terpencil, pemantapan sistem pendidikan terpadu untuk anak yang memiliki
kelainan, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menunjang pendidikan yang
berkualitas. Solusi permasalahan relevansi pendidikan pembangunan yaitu dapat ditempuh
dengan menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang fungsional untuk kehidupan
dimasyarakat kelak, menunjukan jalan untuk mengembangkan keterampilan hidup dimasyarakat,
seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya tingkat SMA dan Perguruan
Tinggi.
Dengan adanya solusi – solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit
dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber SDM tinggi,
berkepribadian pancasila, bermartabat dan menjadi dambaan setiap manusia. Maka disinilah
dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan
pendidikan di Indonesia.
3.2. Saran

Demikianlah yang dapat yang penulis uraikan tentang isu-isu aktual yang terjadi di dunia
pendidikan, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih dalam
lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai media yang
tersedia. Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari kekurangan, dan penulis
mengharapkan kritik dan dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Problem Aktual Pendidikan. dari http://sancanation.blogspot.com pada tanggal


25 September 2014 pukul 12:16 Wib.

Deswantoro. 2010. Masalah Layanan Dan Mutu Pendidikan. dari


http://deslih101010.blogspot.com pada tanggal 25 September 2014 pukul 12:18 Wib.

Depdiknas. “Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005- 2009”.

Joni, T. Raka. (2005) Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM-Cakrawala
Indonesia.

Lutfi, Ahmad. 2012. Isu-Isu Pendidikan, dari http://lutfiyolutfi.blogspot.com pada tanggal 25


September 2014 pukul 12:21 Wib.

Mulyasa. (2002) Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ngalim Purwanto. (2006) Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Redja Mudyahardjo. (2001) Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.

Anda mungkin juga menyukai