Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MULTIKULTURALISME: DARI STUDI KONFLIK MENUJU


PERDAMAIAN
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Pendidikan Multikultural”
Dosen Pengampu : Annisa Fatmayanti, S.Hum., M.Pd

Disusun Oleh :

Sunarti Rahabaf (019111038)

Wa Ode Lisdayanti (019111043)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) FATTAHUL
MULUK PAPUA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang merupakan salah satu
tugas kelompok mata kuliah “Pendidikan Multikultural”, makalah ini disusun
dengan judul “Multikulturalisme dari Studi Konflik Menuju Perdamaian”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan senantiasa kami terima
dengan senang hati. Dengan segala keterbatasan, kami menyadari bahwa makalah
ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari banyak pihak.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan dan senantiasa
mencurahkan hidayah dan taufik-Nya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Jayapura, 17 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
A. Hakikat Masyarakat Multikulturalisme.......................................................3
B. Konflik dalam Pendidikan Multikulturalisme..............................................4
C. Nilai-nilai perdamaian pada Masyarakat Multikulturalisme.......................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................12


A. Simpulan......................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki tingkat keragaman
tertinggi di dunia. Negara kepulauan ini dalam dirinya terkandung keragaman
budaya dan agama yang menjadi kekayaan tersendiri dan membanggakan.
Sebagai sebuah Negara multikultural, Indonesia diperhadapkan pada tantangan
luar biasa untuk menjaga keragaman ini agar tidak menjadi sesuatu yang bersifat
destruktif. Oleh karena itu, meletakkan nilai utama pada penghargaan kepada
kemajemukan dan penetapan ideology Pancasila, menjadi langkah preventif untuk
melindungi bangsa ini dari perpecahan dari dalam maupun ancaman dari luar yang
berupaya memecah belah bangsa ini.
Pancasila sebagai dasar Negara telah meletakkan nilai dasar semangat
multikulturalitas yakni semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Nilai idealisme yang
terbangun dari semboyan ini mengandaikan terciptanya suasana kedamaian di atas
keberagaman, suasana kerukunan atas keberbagian dan interaksi dialogis diatas
perbedaan. Bahwa dalam Negara kesatuan Republik Indonesia terdapat banyak
suku bangsa, budaya dan keyakinan keberagamaan adalah fakta namun pada
dasarnya tidak satupun dari budaya dan keyakinan keberagamaan mengklaim diri
sebagai yang paling baik untuk mengelola kehidupan berkebangsaan. Semangat
mendirikan Negara berbasis etnik dan agama merupakan hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai dasar Pancasila dan bertentangan dengan semangat ke-
Indonesia-an.
Salah satu permasalahan saat ini yang dihadapi oleh negara dan bangsa
Indonesia dengan masyarakat multikultural antara lain yaitu seringkali terjadi
konflik antar kelompok masyarakat. Bahkan konflik telah dianggap sebagai
modus untuk menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaan yang mereka
hadapi. Penggunaan modus konflik dalam perkara apa pun sebenarnya tidak akan
menyelesaikan pokok awal perkaranya . Bahkan mungkin dengan penggunaan
modus semacam itu, konflik itu sendiri bisa cenderung meluas tanpa batas waktu
penyelesaiannya secara tuntas.

1
Penulisan artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman, tentang
hakikat masyarakat multikulturalisme, konflik yang terjadi dalam multikulralisme,
dan nilai-nilai perdamaian pada masyarakat multikulturalisme dalam mengurai
permasalahan konflik yang sudah seringkali terjadi di lingkungan masyarakat
Indonesia yang multikultur.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat masyarakat multikulturalisme?
2. Bagaimana konflik yang terjadi dalam multikulralisme?
3. Apa saja nilai-nilai perdamaian pada masyarakat multikulturalisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat masyarakat multikulturalisme
2. Untuk mengetahui konflik yang terjadi dalam multikulralisme
3. Untuk mengetahui nilai-nilai perdamaian pada masyarakat multikulturalisme

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Masyarakat Multikulturalime
Menurut Usman Pelly dalam Gunawan, K., & Rante, Y. (2011)
masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat negara,
bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang
terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam
kesederajatan. Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang
terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur
budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak
bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola
hubungan sosial antar individu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima
kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu
sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya.
(Gunawan, K., & Rante, Y. 2011). Oleh Multikulturalisme dijadikan sebagai
acuan utama terbentuknya masyarakat multikultural yang damai, masyarakat
multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat
menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan
sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama terjadi di berbagai negara termasuk
Indonesia seperti konflik poso.
Dengan demikian, inti multikulturalisme adalah kesediaan menerima
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan
budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama. Sedangkan fokus multikulturalisme
terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan perbedaan sosial budaya, baik
secara individual maupun kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini individu
dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya. Bagi Indonesia,
multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi sosial di mana
keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan
secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme (memisahkan diri) dan
disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau
ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat,

3
tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah yang lebih
menjamin persatuan bangsa.
Dengan demikian multikulturalisme adalah paham dan gerakan yang
menuntut penghargaan dan pengakuan yang bersifat vertikal (antar komunitas)
dan horizontal (komunitas dengan negara). Indonesia yang multikultur secara
suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa sebagaimana ciri masyarakat majemuk,
belum sepenuhnya memahami multikulturalisme, karena multikulturalisme
menekankan keanekaragaman kebudayaan tersebut dalam kesedarajatan.
Demikianlah bahwa multikultutralisme memberikan pengandaian akan adanya
kesadaran bagi setiap komunitas dengan identitas kultural tertentu dan posisinya
sebagai bagian dari harmoni kehidupan. Adapun multikulturalisme dibangun atas
kesadaran kolektif sebuah komunitas yang mengarah pada pembentukan
masyarakat madani yang multi etnik, keragaman agama dan identitas sosial yang
lain demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ikut andil dalam
menciptakan perdamaian dunia sebagaimana telah tertuang dalam isi pembukaan
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 alinea ke-Empat.
B. konflik yang terjadi dalam multikulralisme
1. Hakikat Konflik
Beberapa konflik bisa bersifat sementara dan laten. Namun, keduanya
mempunyai konsekuensi yang sama, yaitu: a) apabila konflik dapat
diselesaikan secara damai dan tuntas pasti tidak akan menimbulkan dampak
ikutan; dan b) apabila konflik tidak dapat diselesaikan secara damai dan tuntas
akan ditindaklanjuti dengan tindakan secara terbuka melalui perseteruan,
tawuran, atau peperangan. Hal itu sangat penting untuk dipahami agar dapat
menyepakati apa yang dimaksud dengan konflik dan apa yang bukan konflik.
Pada kenyataannya memang tidak mudah dan tidak sederhana untuk
memahami konflik, karena dikalangan para ahli itu sendiri berbeda pandangan
mengenai pengertian konflik. Namun demikian, untuk tujuan praktis, konflik
dapat dipahami sebagai suatu himpunan khusus unsurunsur yang saling terkait
secara kontekstual, yaitu: pihak-pihak yang berseteru atau bersilang pendapat,
isu yang menjadi awal perseteruan, dinamika perseteruan, dan durasi
perseteruan.

4
Definisi konflik Bartos menunjukkan bahwa dalam konflik menyangkut
sekurang-kurangnya empat peristilahan: 1) pelaku; 2) perilaku atau tindakan
konflik; 3) tujuan yang tidak selaras; dan 4) perbuatan yang tidak
menyenangkan. Pelaku adalah orang atau kelompok yang berperan dalam suatu
peristiwa. Konflik adalah perbuatan tertentu yang jahat dan tidak jahat.
Perbuatan tidak selaras adalah ketidakmampuan hidup untuk berkumpul atau
bersama-sama dalam kedamaian dan keselarasan. Perbuatan yang tidak
menyenangkan adalah tindakan yang bertentangan dengan akal sehat sebagai
dorongan emosi yang berlebihan, seperti marah cenderung terjadi secara
spontan dan cepat. Alasan utama mengapa tindakan rasional dan emosional
sering bertentangan adalah bahwa tindakan rasional memperhitungkan seluruh
konsekuensi, sedangkan tindakan emosional tidak mempertimbangkan
kemungkinan timbulnya risiko yang akan dihadapi. Bartos (2002)
mendefinisikan bahwa “konflik sebagai suatu situasi di mana para pelaku
menggunakan perilaku konflik melawan setiap yang lainnya untuk mencapai
tujuan yang tidak cocok dan/atau untuk menunjukkan penyangkalan mereka”.
Avrunin (1988) mendefinisikan bahwa “konflik merupakan ketidak-sepakatan
yang kuat dari kecenderungan tanggapan perilaku, yang mungkin dalam
seseorang atau dalam orang-orang yang berbeda”. Pengertian ini meliputi
konflik seperti suatu konflik seseorang yang menghadapi suatu pilihan antara
dua pekerjaan yang ditawarkan, konflik antara ahli mesin dan para ahli
perancang dalam merencakan suatu mobil baru, atau konflik antara dua negara
berdaulat yang berrtengkar mengenai hak menangkap ikan atau salah satu yang
ingin berkuasa terhadap yang lainnya.
2. Timbulnya Konflik dalam Masyarakat multikulturalisme
Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya
masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut.
Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri,
sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan rumit karena kemajemukan suku
bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat multikultural Indonesia
adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme
atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur

5
masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Berkaca dari masyarakat
multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari penyebab terbentuknya
masyarakat multikultural
Masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang
berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang
multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada
tingkat nasional dan lokal. Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa
Indonesia, kita akan mempelajari penyebab terbentuknya masyarakat
multikultural.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa jadi merupakan sebuah
”monumen” betapa bangsa yang mendiami wilayah dari Sabang sampai
Merauke ini memang merupakan bangsa yang majemuk, plural, dan beragam.
Majemuk artinya terdiri atas beberapa bagian yang merupakan kesatuan, plural
artinya lebih dari satu, sedangkan beragam artinya berwarna-warni. Bisa
dibayangkan bagaimana wujud bangsa Indonesia. Mungkin dapat diibaratkan
sebagai sebuah pelangi. Pelangi itu akan kelihatan indah apabila beragam unsur
warnanya bisa bersatu begitu pula dengan bangsa kita. Indonesia akan menjadi
bangsa yang damai dan sejahtera apabila suku bangsa dan semua unsur
kebudayaannya mau bertenggang rasa membentuk satu kesatuan. Kita mencita-
citakan keanekaragaman suku bangsa dan perbedaan kebudayaan bukan
menjadi penghambat tetapi perekat tercapainya persatuan Indonesia. Namun,
kenyataan membuktikan bahwa tidak selamanya keanekaragaman budaya dan
masyarakat itu bisa menjadikannya pelangi. Keanekaragaman budaya dan
masyarakat dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru
bagi bangsa Indonesia.
Keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru
atau konflik dalam masyarakat (Nurdin Hasan (2011) sebagai berikut.
a. Keanekaragaman Suku Bangsa. Indonesia adalah salah satu negara di dunia
yang memiliki 6 kekayaan budaya yang luar biasa banyaknya. Yang
menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan
berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa
membayangkan apa jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu

6
mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain.
Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang
bersangkutan mungkin tidak menjadi masalah. Permasalahan baru muncul
ketika suku bangsa itu harus berinteraksi sosial dengan suku bangsa yang
lain.
b. Keanekaragaman Agama. Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di
antara dua Samudra dan Benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting
bagi munculnya keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan didukung
oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia menjadi sasaran
pelayaran dan perdagangan dunia. Agama-agama besar pun muncul dan
berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda.
Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang,
karena tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan.
c. Keanekaragaman Ras. Salah satu dampak terbukanya letak geografis
Indonesia, banyak bangsa luar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan
bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India, Korea, Cina, Amerika
dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa mercari bagaimana asal usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi
juga mampu berkembang secara turun-temurun membentuk golongan sosial
dalam masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi dengan penduduk
pribumi dari waktu ke waktu.
3. Penanganan Konflik melalui Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural telah berkembang sejak tahun 1960-an seiring
dengan munculnya kesadaran gerakan hak sipil sebagai koreksi terhadap
kebijakan yang menyatukan kelompok minoritas ke dalam budaya yang
berpengaruh (melting pot), seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Hal itu
ditunjukkan oleh May (1999) bahwa “bertahun-tahun, pendidikan multikultural
telah menjanjikan banyak dan menyerahkan sesuatu yang kecil”. Sejak
popularitasnya di akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, para pendukung telah
membantah bahwa pendidikan multikultural, dan gagasan pluralism kultural,
dapat mencapai semua kebiasaan. Klaim utama bahwa pendidikan

7
multikultural telah dapat mendorong interaksi, perubahan, dan harmosiasi
kultural yang lebih besar, baik di sekolah maupun di luar itu.
Menanggapi konflik merupakan bagian dari keterampilan hidup
sebagaimana yang dikemukakan oleh Bartos (2002) bahwa menangani konflik
merupakan salah satu yang sederhana dari keterampilan hidup yang kita
pelajari dan praktikkan. Beberapa dari kita dapat melakukan lebih baik dari
yang dilakukan olah yang lainnya. Berita baiknya adalah bahwa dengan
menyelesaikan konflik secara sukses, kita dapat menyelesaikan banyak
masalah yang telah membawa ke permukaan.
Dengan demikian, penanganan konflik perlu menjadi salah satu kajian
yang sangat penting dalam pendidikan multikultural . Peranan pendidikan
multikultural dalam menangani konflik seperti yang dikemukakan oleh Bartos
adalah:
1. Meningkatkan pemahaman: diskusi diperlukan untuk menyelesaikan konflik
dengan menambah kesadaran orang-orang mengenai situasi, memberikan
mereka suatu pandangan ke dalam bagaimana mereka dapat mencapai
tujuan sendiri tanpa mengurangi percaya diri orang-orang lain;
2. Meningkatkan keeratan kelompok: ketika konflik diselesaikan secara
efektif, anggota tim dapat mengembangkan penghargaan kuat bersama dan
keyakinan yang terbaharui kembali dalam kemampuan mereka untuk
bekerja bersamasama.
3. Memperbaiki pengetahuan-diri: konflik mendorong individu untuk
mengkaji tujuan mereka dengan rincian akhir, membantu mereka
memahami sesuatu yang paling penting bagi mereka, menajamkan fokus
mereka, dan memperbaiki efektivitas mereka.
Pada intinya, pendidikan multikultural dapat berperan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap situasi konflik dan kesadaran untuk segera
menyelesaikannya, meningkatkan keeratan kelompok kultural agar apabila
terjadi konflik dapat diselesaikan secara efektif berdasarkan pada saling
menghargai secara bersama-sama, dan menyempurnakan pengetahuan diri
sendiri untuk mengkaji secara lebih dalam dan dekat agar dapat membantu
untuk memberikan pemahaman dan menajamkan fokus terhadap segala

8
permasalahan yang mengawali terjadinya konflik, dan meningkatkan
keefektivan mengatasi suatu konflik.
C. Nilai-Nilai Perdamaian pada Masyarakat Multikultutalisme
Kedamaian selalu menjadi citacita orang yang cinta akan perdamaian.
Kedamaian hanya akan terwujud bila orang peduli dan menaruh empati. Dengan
demikian, orang tidak lagi didasari sikap egois, sikap ingin menang sendiri, sikap
iri hati dan merendahkan yang lain. Untuk terciptanya suasana kedamaian tentu
dibutuhkan suatu usaha untuk saling mengenal, baik antar pribadi maupun
lembaga dan komunitas. Ada pepatah “tak kenal maka tak sayang”, pepatah ini
kiranya menjadi kunci bagi kita dalam usaha saling mengenal, memahami dan
toleran dengan pihak lain. Karena sudah kita ketahui bahwa wajah budaya
Indonesia dikenal dengan ke-bhineka-annya, maka dari sanalah kita dituntut untuk
mempunyai toleransi yang tinggi dari setiap anggota masyarakat. Sikap toleransi
tersebut harus dapat diwujudkan oleh semua anggota dan lapisan masyarakat
sehingga terbentuklah suatu masyarakat yang kompak tapi beragam sehingga kaya
akan ide-ide baru (Maman Imanulhaq Faqih, 2010: 17). Sehingga perbedaan di
Indonesia bisa berkembang dalam berbagai dimensi yang ada dan menumbuhkan
perdamaian di bumi Indonesia.
Perbedaan keyakinan tidak membatasi atau melarang kerjasama antara
agama yang satu dengan agama yang lainnya, terutama dalam hal-hal yang
menyangkut kepentingan umat manusia. Penerimaan akan kerjasama itu tentunya
akan dapat diwujudkan dalam praktek kehidupan apabila ada dialog antaragama.
Dengan kata lain kerjasama tidak akan terlaksana tanpa dialog, oleh karena itu
dialog antaragama juga menjadi kewajiban (Abdurrahman Wahid, 2002 : 133-
134). Islam misalnya mengajarkan tentang pluralitas, seperti yang terdapat dalam
QS. al-Hujurat: 13. Ayat tersebut menunjuk kepada perbedaan yang senantiasa
ada antara laki-laki dan perempuan serta antar berbagai bangsa atau suku bangsa.
Dengan demikian, perbedaan merupakan sebuah hal yang diakui Islam, sedangkan
yang dilarang adalah perpecahan dan keterpisahan. Tentu saja adanya berbagai
keyakinan itu tidak perlu dipersamakan secara total, karena masing-masing
memiliki kepercayaan atau aqidah yang dianggap benar. Demikian pula
kedudukan penafsiran-penafsiran tentang aqidah. Umat Katholik sendiri

9
memegang prinsip itu. Seperti dalam Konsili Vatikan II1 yang dipimpin Paus
Yohannes XXIII dari tahun 1962-1965, menyebutkan bahwa para Uskup yang
menjadi peserta menghormati setiap upaya mencapai kebenaran, walaupun tetap
yakin bahwa kebenaran abadi hanya ada dalam ajaran agama mereka. jadi
keyakinan masing-masing tidak perlu diperbandingkan atau dipertentangkan.
Disinilah nantinya terbentuk persamaan antar agama, bukannya dalam ajaran atau
aqidah yang dianut, namun hanya pada tingkat capaian materi. Karena ukuran
capaian materi menggunakan bukti-bukti kuantitatif seperti tingkat penghasilan
rata-rata masyarakat yang bisa diaplikasikan dalam pembelajaran agar saling
toleransi dan menghormati antar umat beragama sehingga terwujudnya
perdamaian.
Melalui perdamaian seorang bisa diantarkan untuk dapat memandang
pluralitas, multikultural dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, sosial, dan
agama sebagai kekayaan spiritual bangsa yang harus dijaga kelestariannya.
Ainurrofiq Dawam (2003: 104-105) memberikan kerangka orientasi Pluralisme
atau Multikultural agar tidak kehilangan arah dan dibangun berdasarkan orientasi
nilai dasar multikulturalisme guna terwujudnya perdamaian, yaitu:
1. Orientasi Kemanusiaan
Kemanusiaan atau humanisme merupakan sebuah nilai kodrati yang menjadi
landasan sekaligus tujuan perdamaian. Kemanusiaan bersifat universal, global
di atas semua suku, aliran, ras, golongan, dan agama.
2. Orientasi kebersamaan. Kebersamaan yang dibangun adalah kebersamaan yang
sama sekali lepas dari unsur kolutif maupun koruptif. Kebersamaan yang
dibangun adalah kebersamaan yang tidak merugikan diri sendiri, orang lain,
lingkungan, negara, bahkan Tuhannya. Dengan demikian diharapkan muncul
manusia yang aktif, kreatif, toleran, tenggang rasa yang mendalam, dan
terbuka.
3. Orientasi kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud di sini adalah kondisi
sosial yang menjadi harapan semua orang. Konsistensi terhadap kesejahteraan
harus dibuktikan dengan perilaku menuju terciptanya kesejahteraan.
Konsekuensi yang kemudian terjadi adalah adanya kedamaian di mana semua

10
orang merasa aman, dihargai, diakui dan diperlakukan sebagai manusia oleh
semua pihak yang berinteraksi secara langsung atau tidak langsung.
4. Orientasi proporsional. Proporsional merupakan sebuah nilai yang dipandang
dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat proses, tepat
pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran, tepat kualitatif, tepat
kuantitatif dan tepat tujuan. Orientasi inilah yang diharapkan menjadi pilar
multikultural, pluralisme dan perdamaian.
5. Orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan heterogenitas
merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditindas secara fasih dengan
memunculkan sikap fanatisme terhadap sebuah kebenaran yang diyakini oleh
sekelompok orang.
6. Orientasi anti hegemoni dan anti dominasi. Dominasi dan hegemoni adalah dua
istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas. Istilah ini dihindari jauh-jauh
oleh para pengikut faham liberalis, kapitalis, globalis dan neoliberalis.
Hegemoni yang dimaksud adalah hegemoni dalam segalanya; politik,
pelayanan dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan penjelasan di atas, sebagai bangsa yang
multikulturalis dalam membangun masa depan bangsa, dipandang perlu untuk
memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan
agama yang ada di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku
bangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara mewarnai perilaku dan kegiatan masyarakat. Berbagai
kebudayaan itu jalan beriringan, saling melengkapi dan saling mengisi, tidak
berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan dalam
kehidupan sehari-hari.

11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Multikulturalisme adalah paham dan gerakan yang menuntut penghargaan
dan pengakuan yang bersifat vertikal (antar komunitas) dan horizontal (komunitas
dengan negara). Indonesia yang multikultur secara suku bangsa atau kebudayaan
suku bangsa sebagaimana ciri masyarakat majemuk, belum sepenuhnya
memahami multikulturalisme, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan tersebut dalam kesedarajatan.
Beberapa konflik bisa bersifat sementara dan laten. Namun, keduanya
mempunyai konsekuensi yang sama, yaitu: a) apabila konflik dapat diselesaikan
secara damai dan tuntas pasti tidak akan menimbulkan dampak ikutan; dan b)
apabila konflik tidak dapat diselesaikan secara damai dan tuntas akan
ditindaklanjuti dengan tindakan secara terbuka melalui perseteruan, tawuran, atau
peperangan. Keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru
atau konflik dalam masyarakat (Nurdin Hasan (2011) adalah keanekaragaman
suku bangsa, keanekaragaman agama dan keanekaragaman ras. Peranan
pendidikan multikultural dalam menangani konflik seperti yang dikemukakan
oleh Bartos adalah: meningkatkan pemahaman, meningkatkan keeratan kelompok
dan memperbaiki pengetahuan diri.
Ainurrofiq Dawam (2003: 104-105) memberikan kerangka orientasi
Pluralisme atau Multikultural agar tidak kehilangan arah dan dibangun
berdasarkan orientasi nilai dasar multikulturalisme guna terwujudnya perdamaian,
yaitu: orientasi kemanusiaan, orientasi kebersamaan, orientasi kesejahteraan,
orientasi proporsional, orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas dan
orientasi anti hegemoni dan anti dominasi
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan pada makalah ini, ada
beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan masukan bagi pembaca maupun
penulis selanjutnya. Penulis memiliki beberapa saran untuk penulis selanjutnya
agar makalah ini bisa terus berlanjut sehingga memberikan banyak manfaat bagi
masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun
Multikulturalisme Indonesia”, http://www.kongresbud.budpar.go.id

Dawam, Ainurrofiq, 2003. Emoh Sekolah; Menolak Komersialisasi Pendidikan


dan Kanibalisme Intelektual,Menuju Pendidikan Multikultural ,
Yogyakarta: Inspeal Ahimsa Karya Press

Feriyanto. 2018. “Nilai-Nilai Perdamaian pada Masyarakat Multikultural” dalam


Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama Volume 1 (hlm. 23-26). Ciamis:
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Sirnarasa.

Somantrie, Hermana. 2011. “Konflik dalam Perspektif Pendidikan


Multikultural”: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17 (hlm. 662-
669). 120358.

Suardi. 2017. Masyarakat Multikulturalisme Indonesia. Diakses pada 11


December 2017, dari
https://www.researchgate.net/publication/321728030_MASYARAKAT_
MULTIKULTURALISME_INDONESIA

13

Anda mungkin juga menyukai