Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAGEMENT KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN

“MASYARAKAT MULTIKULTURAL INDONESIA”


Dosen pengampu : Dr.Abdul Wahid, M.Ag.,M.Pd.

Di susun oleh kelompok 2 :

1. SRI RATU RAHMI (180602032)


2. MEI LIDIA SAFITRI ( 180602035)
3. KHUSNUL HAFIZIN (180602045)
4. MUHAMMAD HERI FEBRIADI (180602037)
5. ARJU RIDALLAH (180602060)

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULIDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
MATARAM
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Masyarakat Multikultural Indonesia tepat pada waktunya Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu, Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnyadi akhirat nanti.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan itu bisa teratasi.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Kami mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 14 maret 2021

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Multikultural
B. Sejarah Multikultural
C. Multikultural di Indonesia
D. Pengertian Masyarakat Multikultural
E. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural
F. Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural
G. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman
H. Pemecahan Masalah Keanekaragaman
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa indonesia sering disebut sebagai bangsa paling majemuk di dunia. Di negara
dengan jumlah pendududk lebih dari 200 juta jiwa ini, berdiam tidak kurang dari 300 etnis
dengan identitas kulturalnya masing-masing, lebih dari 250 bahasa dipakai, beraneka adat
istiadat, serta beragam agama dianut. Kendati demikian, kehidupan berjalan apa adanya
selama bertahun-tahun. Orang dengan suku berbeda dapat hidup rukun dengan suku lain
yang berbeda adat, bangsa, agama, dan kepercayaan.

Istilah Multikultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan


berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki
Indonesia dianggap faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau SARA yaitu suku,
agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku dan
berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di satu
sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga
muncullah konsep multikulturalisme. Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama
terbentuknya masyarakat multikultural yang damai.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Multikultural ?
2. Sejarah Multikultural?
3. Multikultural di Indonesia?
4. Pengertian Masyarakat Multikultural?
5. Ciri-ciri Masyarakat Multikultural?
6. Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural?
7. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman?
8. Pemecahan Masalah Keanekaragaman?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Multikultural
2. Mengetahui Sejarah Multikultural
3. Mengetahui Multikultural di Indonesia
4. Mengetahui Masyarakat Multikultural.
5. Mengetahui Ciri-ciri Masyarakat Multikultural.
6. Mengetahui Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural.
7. Mengetahui Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman.
8. Mengetahui Pemecahan Masalah Keanekaragaman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Multikultural
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang
menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam
budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai,
sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Konsep multikulturalisme sebetulnya adalah istilah yang relatif baru.
Sebagaimana dilaporkan oleh Bhikku Parekh dalam bukunya Democracy, Difference,
and lustice (1998) , seperti dikutip oleh Mun’im A.Sirry, bahwa gerakan
multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia, Amerika serikat, Inggris,
dan Jerman sekitar tahun 1970-an 1
Secara akademis, konsep ini adalah gagasan umum dalam ranah cultural
Studies, yang secara optimistik ingin menggambarkan realitas keragamaan ras yang
yang dibayangkan dapat hidup dalam sebuah harmoni. Multikulturalisme
menyediakan wadah untuk penampakan “yang lain” (the otber). Kehadiran “yang
lain” itu harus dipahami tanpa reduksi atau distorsi. Ia harus tampil dalam solidaritas
dan keutuhannya masing-masing (Benny Yohanec, 2005). Adanya berbagai
perbedaan dan kemajemukan haruslah diterima sebagai sarana relasi, bukan ancaman
destruktif atau dijadikan alasan untuk menjalankan tindak represi. Dalam perspektif
multikulturalisme, harga kesetaraan ditinggalkan , sebaliknya penyeragaman adalah
hal bodoh yang harsu dihindari.
Di bidang pendidikan , multikulturalisme telah memberi inspirasi bagi
lahirnya konsep pendidikan multikultural. Menurut Tilaar (dalam Muhaimin. 2005),
pendidikan multikultural merupakan perkembangan lanjut dari gagasan dan kesadaran
tentang “interkulturalisme” pasca perang kedunia kedua, interkulturalisme ini selain
terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan
dari kolonialisme, diskriminasi rasia, dan lain-lain, juga disebabkan oleh
meningkatnya pluralitas negara-negara Barat sendiri. Fokus pendidikan multikultural
tak lagi diarahkan pada kelompok rasial, agama, dan kultur yang mainstream,
sebagaimana pada interkultural, tetapi memayungi berbagai keragaman. Karena jika

1
Abdul Wahid,Pluralisme Agama(Paradigma Dialog untuk Mediasi Konflik dan Dakwa),:IAIN
Mataram,2016,hlm.3-4
perlakuan seperti model interkultural, maka yang terjadi adalah pendistorsian dan
pengintegrasian minoritas ke dalam mainstream mayoritas. Pendidikan multikultural
sebenarnya merupakan sikap “peduli” atau semacam politik pengakuan (politic of
recognition) terhadap kelompok minoritas agat tidak mengalami pengalaman pahit
hidup bersama
Dalam konteks keagamaan, perspektif mulkulturalisme memberikan
penyadaran dan penegasan untuk tidak hanya saling menghormati “yang (agama)
lain”, tetapi memberi dan memfasilitasi “yang lain” tersebut untuk
mengaktualisasikan apa yang selama ini diyakininy. Selain itu, multukulturalisme
juga mengajak umat beragam untuk menghargai unsur-unsur lokal dan
menjadikannya sebagai upaya memperkarya historitas keberagaman seseorang.2
B. Sejarah Multikulturalisme

Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang


telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad
ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya
secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan
homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara
itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih
kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga
tercipta sebuah kebudayaan baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-
Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Afrika pada tahun 1999.
Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai
kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun
belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Inggris dan Perancis, mulai mengubah
kebijakan mereka ke arah kebijakan multikulturalisme. [8] Pengubahan kebijakan
tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa
negara lainnya?
Jenis Multikulturalisme Berbagai macam pengertian dan kecenderungan
perkembangan konsep serta praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para
ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183-185) membedakan lima
macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh)

2
Ibid
1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat di mana berbagai
kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi
yang hanya minimal satu sama lai
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan
yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan
kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-
undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan
memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas
tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa
negara Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok
kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya
dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang
secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan
kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra
sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana
kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan
kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan
dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama
sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi
terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam
percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan
kultural masing-masing.
C. Multikulturalisme di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman
yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut
dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat
sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama
sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep
masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang
sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa
sebenarnya masyarakat multikultural itu.3
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan
masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu
kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
multikulturalisme di masyarakat.Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
1. Letak geografis indonesia
2. perkawinan campur
3. iklim
D. Pengertian Masyarakat Multikultural
Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas
berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture)
yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen,
namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu
di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup
berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan
yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah
masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal
yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut.
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism,
membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat
negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah,
yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam
kesederajatan.
E. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural
1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam
suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah
suatu konsep yang disebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai
suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negeri maupun luar negeri,

3
Lukman Surya Saputra.Aa Nudiaman,Salikun, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,(Jakarta:Pusat
Kurikulum dan Perbukuan,2017),hlm.83-84
dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial
kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah
dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam
menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya
persatuan yang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsensus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adanya
suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama
itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit
sekali dalam pengambilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari
berbagai macam suku adat dan kebiasaan masing-masing. Dalam teorinya
semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya
konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah.
5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas,
bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian,
maka jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara
seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat
multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi
maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka
dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.
F. Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural
Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya
masyarakat multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut.
Keragaman ras, etnis, suku, ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri,
sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan rumit karena kemajemukan suku
bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat multikultural Indonesia adalah
sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalisme atau
Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur
masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari
penyebab terbentuknya masyarakat multikultural. Keanekaragaman budaya dan
masyarakat dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru bagi
bangsa Indonesia. Faktor penyebab terciptanya masyarakat multikultural adalah
sbb :
1. Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana
kebiasaan suatu masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki
kondisi geografis yang berbeda maka akan terdapat perbedaan dalam
masyarakat (multikultural).
2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab
terjadinya multikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui
budaya-budaya asing kemungkinan akan terpengaruh mind set
mereka.
3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga
perbedaan letak geografis suatu daerah.
4. Keanekaragaman Suku Bangs
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan
budaya yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah
keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan berkembang di
berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa
jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter,
adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain.
5. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra
dan dua benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi
munculnya keanekaragaman masyarakat dan budaya. Dengan
didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia
menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di
dalamnya telah terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran
antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu adalah
masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan kebudayaan. Selain
melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu,
Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi
setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-
agama besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan
jumlah penganut yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama
menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena tidak satu agama
pun yang mengajarkan permusuhan.
6. Keanekaragaman Ra
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak
bangsaluar yang bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa
Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India, Persia, Cina, Hadramaut,
dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal
usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga
mampu berkembang secara turun-temurun membentuk golongan sosial dalam
masyarakat kita. Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu
ke waktu. Bahkan ada di antaranya yang mampu mendominasi kehidupan
perekonomian nasional. Misalnya, keturunan Cina.
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri
atas berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan
konflik sosial. Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga
kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
a. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika
seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan
kepentingan etnis maupun budaya.
b. Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang
digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik
dalam bentuk materiil maupun nonmaterial.
c. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku,
sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini
dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu,
etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling
mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan
perbedaan adalah berkah.4
G. Konflik yang Muncul Akibat Keanekaragaman
4
Ibid
Gesekan dan konflik memang kerap terjadi karena memang hal itu bagian dari
dinamika masyarakat, namun semua gesekan yang ada masih dalam tahap
terkendali. Keadaan berubah ketika masyarakat pendukung tak mampu menyikapi
dan mengelola perbedaan dan konflik yang menjadi “ energi sosial” bagi
pemenuhan kepentingan bersama
Sebagaimana telah dijelaskan di depan bahwa keragaman suku bangsa yang
dimiliki Indonesia adalah letak kekuatan bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu,
keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki nilai tambah di mata dunia. Namun,
di sisi lain realitas keanekaragaman Indonesia berpotensi besar menimbulkan
konflik sosial berbau sara (suku, agama, ras, dan adat). Oleh karena itu,
kemampuan untuk mengelola keragaman suku bangsa diperlukan guna mencegah
terjadinya perpecahan yang mengganggu kesatuan bangsa. Konflik-konflik yang
terjadi di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat keanekaragaman etnis,
agama, ras, dan adat, seperti konflik antaretnis yang terjadi di Kalimantan Barat,
Sulawesi Tengah, Papua, dan lain-lain.5
Di Kalimantan Barat adanya kesenjangan perlakuan aparat birokrasi dan
hukum terhadap suku asli Dayak dan suku Madura menimbulkan kekecewaan
yang mendalam. Akhirnya, perasaan ini meledak dalam bentuk konflik
horizontal. Masyarakat Dayak yang termarginalisasi semakin terpinggirkan oleh
kebijakan-kebijakan yang diskriminatif. Sementara penegakan hukum terhadap
salah satu kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan di Poso,
Sulawesi Tengah konflik bernuansa sara mula-mula terjadi pada tanggal 24
Desember 1998 yang dipicu oleh seorang pemuda Kristen yang mabuk melukai
seorang pemuda Islam di dalam Masjid Sayo. Kemudian pada pertengahan April
2000, terjadi lagi konflik yang dipicu oleh perkelahian antara pemuda Kristen
yang mabuk dengan pemuda Islam di terminal bus Kota Poso. Perkelahian ini
menyebabkanterbakarnya permukiman orang Pamona di Kelurahan Lambogia.
Selanjutnya, permukiman Kristen melakukan tindakan balasan.
Dari dua kasus tersebut terlihat betapa perbedaan mampu memicu
munculnya konflik sosial. Perbedaan-perbedaan yang disikapi dengan antisipasi
justru akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan banyak orang. Oleh
5
Ketut,S.Apresiasi Estetika Dan Etnis Multikultural Di Indonesia,(Mencegah
Disharmoni,Menjaga kebertahanan NKRI): Jurnal Seni Budaya,2007.
karena itu, bagaimana kita bersikap dalam keanekaragaman benar-benar perlu
diperhatikan.
H. Pemecahan Masalah Keanekaragaman
1. Menggunakan Kearifan Lokal
Ada sisi positif dan negatif dari kehadiran ratusan suku bangsa di Indonesia.
Selain bisa memperkaya khazanah kebudayaan nasional, juga menjadi pemicu
munculnya disintegrasi sosial. Sering kita dengar terjadinya perang antarsuku
atau konflik sosial antaretnis di Indonesia. Ada banyak alasan yang
mendasarinya. Tetapi, yang menarik adalah ternyata banyak suku bangsa yang
mempunyai mekanisme atau cara di dalam menyelesaikan permasalahan itu.
Kisah tentang kehidupan masyarakat di Lembah Baliem, bisa jadi merupakan
contoh kearifan lokal yang dapat kita jadikan referensi dalam upaya mencarikan
solusi atas permasalahan antaretnis atau antarsuku bangsa di Indonesia.
2. Menggunakan Kearifan Nasional
Pada saat kita dihadapkan pada beragam konflik dan sengketa yang terjadi di
antara etnis atau suku bangsa yang ada di Indonesia, belajar dari sejarah adalah
cara yang paling tepat. Pada masa penjajahan Belanda kita merasakan betapa sulit
merangkai nilai persatuan untuk sama-sama menghadapi bangsa penjajah. Hingga
ketika kita mulai menyadarinya di tahun 1928. Saat itu kita mengakui Indonesia
sebagai identitas bersama, yang mampu mengatasi sejumlah perbedaan
kebudayaan di antara suku bangsa yang ada. Nasionalisme Indonesia pun
terbentuk dalam wujud pengakuan bahasa, tanah air, dan kebangsaan.
Dampaknya adalah perjuangan menghadapi kolonialisme Belanda semakin
menampakkan hasilnya.
Puncak dari pencarian identitas itu ditemukan pada saat Pancasila disepakati
sebagai dasar negara dan petunjuk/arah kehidupan bangsa. Kompleksitas
keragaman masyarakat dan budaya di Indonesia pun bisa diakomodasi bersama.
Dasar negara inilah yang digunakan oleh para founding fathers kita pada saat
mendirikan sebuah Negara nasional baru. Disebut negara nasional karena negara
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang bisa hidup berdampingan dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang
masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Ciri-ciri
masyarakat multikultural yaitu :Terjadi segmentasi, Memilki struktur, Konsensus rendah,
Relatif potensi ada konflik, Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan dan Adanya dominasi
politik terhadap kelompok lain. Penyebab timbulnya masyarakat multikultural sbb: Faktor
geografis, Pengaruh budaya asing, Kondisi iklim yang berbeda, Keanekaragaman Suku
Bangsa, Keanekaragaman Agama danKeanekaragaman Ras. Konflik yang muncul karena
adanya keanekaragamaan, seperti konflik antar etnis. Penyelesaiannya dengan menggunakan
kearifan lokal dan kearifan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid.2016. Pluralisme Agama (paradigma Dialog untuk Resolusi Konflik dan
Dakwa). IAIN Mataram:Lembaga Pengkajian-Publikasi Islam & Masyarakat
(LEPPIM)
Ketut,S.2007. Apresiasi Estetika Dan Etnis Multikultural Di Indonesia: Mencegah
Disharmoni, Menjaga Kebertahanan NKRI. Jurnal Seni Budaya
Lukman Surya Saputra, Aa Nurdiaman, Salikun. 2017.Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan
http://makalahcyber.blogspot.com/2012/04/makalah-masyarakat-multikultural.html

Anda mungkin juga menyukai