Anda di halaman 1dari 8

Masyarakat Multikultur

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang

tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang

penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang

ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan

politik yang mereka anut.

Definisi

Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi

dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu. [1]

 “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat

diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang

penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat

dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai

pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi

Azra, 2007)[2]

 Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam

kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi

mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta

kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural

communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world,

system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and

practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).[3]


 Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas

budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis

orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174)[4]

 Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan

baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay

2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000)[5]

 Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan

tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama

dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat

kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan

kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).[6]

Sejarah Multikulturalisme

Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi

norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19.

Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah

'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum

terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan

untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi

perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru.

Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-

speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971.[7] Kebijakan ini kemudian

diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai

konsensus sosial di antara elit.[rujukan?] Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara

Eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan
monokulturalisme.[8] Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di

Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara lainnya?

Jenis Multikulturalisme

Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktek

multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh

(1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian

Parekh):

1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok

kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya

minimal satu sama lain.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang

membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur

kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang,

hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan

kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan

kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur

dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.

3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural

utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan

menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa

diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara

hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka

menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana

semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.


4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-

kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom;

tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan

perspektif-perspektif distingtif mereka.

5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama

sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat

kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-

percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-

masing. [9]

Multikulturalisme di Indonesia

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat

kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah

mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang

telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan

dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu

(Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki

makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti

apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan

dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai

sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki

kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat

dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-

masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.


Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme,

diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat

diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan

terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan

masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang

kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence

Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan

dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya

etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat

ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan

penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang

lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan

yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap

orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi

sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis,

Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok

manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah

kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan

kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.

Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat

yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang

menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat

berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.


Kelompok sosial

Kelompok sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan

keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat.

Kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya.

Macam kelompok sosial

Menurut Robert Bierstedt, kelompok memiliki banyak jenis dan dibedakan berdasarkan ada

tidaknya organisasi, hubungan sosial antara kelompok, dan kesadaran jenis. Bierstedt

kemudian membagi kelompok menjadi empat macam:

 Kelompok statistik, yaitu kelompok yang bukan organisasi, tidak memiliki hubungan

sosial dan kesadaran jenis di antaranya. Contoh: Kelompok penduduk usia 10-15

tahun di sebuah kecamatan.

 Kelompok kemasyarakatan, yaitu kelompk yang memiliki persamaan tetapi tidak

mempunyai organisasi dan hubungan sosial di antara anggotanya.

 Kelompok sosial, yaitu kelompok yang anggotanya memiliki kesadaran jenis dan

berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi tidak terukat dalam ikatan organisasi.

Contoh: Kelompok pertemuan, kerabat.

 Kelompok asosiasi, yaitu kelompok yang anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan

ada persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama. Dalam asosiasi,

para anggotanya melakukan hubungan sosial, kontak dan komunikasi, serta memiliki

ikatan organisasi formal. Contoh: Negara, sekolah.


Faktor pembentuk

Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau

juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga

yang merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan

tersebut adalah kedekatan dan kesamaan.

Kedekatan

Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam

sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang

di sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun

atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua

orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya,

kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang

memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan menumbuhkan interaksi, yang

memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan.

Kesamaan

Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga

kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang leih suka

berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang

dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-

karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama dalam memilih calon

pasangan untuk membentuk kelompok sosial yang disebut keluarga.


Pembentukan norma kelompok

Perilaku kelompok, sebagaimana semua perilaku sosial, sangat dipengaruhi oleh norma-

norma yang berlaku dalam kelompok itu. Sebagaimana dalam dunia sosial pada umumnya,

kegiatan dalam kelompok tidak muncul secara acak. Setiap kelompok memiliki suatu

pandangan tentang perilaku mana yang dianggap pantas untuk dijalankan para anggotanya,

dan norma-norma ini mengarahkan interaksi kelompok.

Norma muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di antara anggota kelompok.

Pada saat seseorang berprilaku tertentu pihak lain menilai kepantasasn atau ketidakpantasan

perilaku tersebut, atau menyarankan perilaku alternatif (langsung atau tidak langsung).

Norma terbetnuk dari proses akumulatif interaksi kelompok. Jadi, ketika seseorang masuk ke

dalam sebuah kelompok, perlahan-lahan akan terbentuk norma, yaitu norma kelompok.

Anda mungkin juga menyukai