Anda di halaman 1dari 21

KOMPETENSI MULTIKULTURAL

A. Pengertian Multikultural

Kultural adalah sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan. Jadi,

segala sesuatu yang ada kaitanya dengan unsur budaya disebut kultural.

Banyak hal yang berkaitan dengan kultural. Dalam berbagai segi kehidupan

manusia, makna kultural melekat erat, misal dalam bidang pendidikan,

sosiologi, dan sebagainya. Kultural budaya adalah segala cakupan budaya yang

sudah secara turun temurun yang meliputi bidang seni, pengetahuan, hukum,

kepercayaan, adat istiadat, pola kebiasaan masyarakat dan hal terkait lainnya

yang ada di suatu wilayah masyarakat tertentu.

Kata lain kultural adalah sesuatu hal yang terkait dengan kebudayaan

kelompok tertentu serta kebiasaan mereka yang meliputi kepercayaan, tradisi,

dsb atau hal-hal yang berkaitan dengan seni rupa seperti musik, teater, melukis

dll. Kultural juga merupakan suatu landasan yang lebih menekankan kepada

nilai-nilai kebudayaan bangsa yaitu suatu kultur budaya yang menjadi jati diri

bangsa yang telah ada sejak jaman dahulu dan tidak terpengaruh oleh unsur

budaya bangsa lain. Multikultural adalah istilah yang digunakan untk

menggambarkan pandagan seseorang tentang berbagai kehidupan di bumi, atau

kebijakan yang menekankan penerimaan keragaman budaya, dan berbagai

budaya nilai-nilai (multikultural) masyarakat, sistem, budaya, adat istiadat, dan

politik yang mereka pegang.

1
Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan

pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan

kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya

keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam

kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan

politik yang mereka anut. Multikultural masyarakat terdiri dari beragam

budaya dan bangsa yang dianut dalam suatu kelompok.

Multikultural dijadikan sebagai istilah yang dipakai dalam

menggambarkan pandangan atau anggapan seseorang mengenai berbagai

kehidupan di bumi, atau kebijakan yang menekankan penerimaan keragaman

budaya, serta beragam budaya, beragam nilai (multikultural) masyarakat,

sistem, budaya dan politik yang mereka anut. Multikultural berhubungan

dengan budaya, memiliki kemungkinan untuk dinatasi oleh konsep nilai-sarat

atau mempunyai kepentingan tertentu. Sedangkan multikulturalisme adalah

bisa juga diartikan sebagai pandangan atau anggapan dunia yang selanjutnya

direalisasikan ke dalam bentuk kesadaran politik (Azyumardi, 2007).

Multikultural termasuk di dalamnya adalah apresiasi, pemahaman, serta

penilaian terhadap budaya seseorang, dan penghormatan serta rasa

keingintahuan mengenai budaya etnis dari orang lain (Lawrence Blum, dikutip

Lubis (2006:174).

Pengertian multikultural secara umum yaitu masyarakat yang merujuk

pada suatu masyarakat yang saling menerima realitas tentang keragaman jenis

2
kelamin, ras, suku bangsa, agama, atau etnik, agama, serta kebudayaan dalam

satu kesederajatan yang sama rata dan sama rasa.

Berbeda dengan multikultural, monokultural merupakan budaya

tunggal yang telah diyakini oleh penduduk atau masyarakat dan pemerintah

berlaku sebagai acuan dalam menjalankan kehidupan. Secara bahasa

monokultural dapat diartikan sebagai budaya tunggal yang diyakini oleh

masyarakat dan pemerintah sebagai acuan dalam menjalani hidup, atau dapat

juga diakatakan monokultural itu merupakan bentuk adanya kesatuan budaya

yang sifatnya normatif diantara masyarakat dimana stiap lapisan masyarakat

dituntut untuk memakai cara yang sama, saling memahami satu sama lain dan

berbagai aspirasi yang sama serta tidak memunculkan pluralisme.

B. Individu Multikultural

Inidividu dapat dikatakan multikultural karena, pada dasarnya individu

hidup di lingkungan sosial, dimana masyarakat yang berada di sekitar individu

tersebut turut memberikan warna atas kepribadian individu itu sendiri.

Misalnya seperti etnis, budaya, agama, mata pencaharian, dan media. Sebagai

bangsa yang pluralistik, dalam membangun masa depan bangsa dipandang

perlu untuk memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan suku bangsa dan

kebudayaan agama yang ada di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari,

kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan

pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan

3
masyarakat. Berbagai kebudayaan itu jalan beriringan, saling melengkapi dan

saling mengisi, tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling

menyesuaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks itu pula maka ribuan suku bangsa sebagai masyarakat

yang multikultural yang terdapat di Indonesia serta potensi-potensi budaya

yang dimilikinya harus dilihat sebagai aset negara yang dapat didayagunakan

bagi pembangunan bangsa ke depan. Intinya adalah menekankan pada

pentingnya memberikan kesempatan bagi berkembangnya masyarakat

multikultural yang masing-masing harus diakui haknya untuk mengembangkan

dirinya melalui kebudayaan mereka. Hal ini juga berarti bahwa masyarakat

multikultural harus memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga dan

mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan

pendayagunaan yang lebih baik.

Unsur-unsur budaya lokal yang bermanfaat bagi diri sendiri bahkan

perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat menjadi bagian dari kebudayaan

bangsa, memperkaya unsur-unsur kebudayaan nasional. Meskipun demikian,

misi utamanya adalah mentransformasikan kenyataan multikultural sebagai

aset dan sumber kekuatan bangsa, menjadikannya suatu sinergi nasional,

memperkukuh gerak konvergensi, keanekaragaman. Oleh karena itu, walaupun

masyarakat multikultural harus dihargai potensi dan haknya untuk

mengembangkan diri sebagai pendukung kebudayaannya di atas tanah

kelahiran leluhurnya, namun pada saat yang sama, mereka juga harus tetap

diberi ruang dan kesempatan untuk mampu melihat dirinya, serta dilihat oleh

4
masyarakat lainnya yang sama-sama merupakan warga negara Indonesia,

sebagai bagian dari bangsa Indonesia, dan tanah leluhurnya termasuk sebagai

bagian dari tanah air Indonesia.

Hal tesebut dapat membangun dirinya, membangun tanah leluhurnya,

berarti juga membangun bangsa dan tanah air tanpa merasakannya sebagai

beban, namun karena ikatan kebersamaan dan saling bekerjasama. Adapun

karakteristik masyarakat kultural Menurut Van Den Berghe, ada 6 karakteristik

yang dimiliki oleh masyarakat multikultural:

1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok sosial

Keberagaman yang terdapat dalam masyarakat dapat membuat

masyarakat membentuk kelompok tertentu berdasarkan identitas yang sama

sehingga menghasilkan sub kebudayaan berbeda satu dengan kelompok

lain. Misalnya, di pulau Jawa terdapat suku Jawa, Sunda, dan Madura di

mana ketiga suku tersebut hidup di pulau Jawa dan memiliki kebudayaan

yang berbeda.

2. Memiliki pembagian struktur sosial ke dalam lembaga-lembaga yang

bersifat non-komplementer.

Masyarakat yang beragam membuat struktur masyarakat pun

mengalami perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain.

Perbedaan struktur masyarakat itu dapat dilihat melalui lembaga-lembaga

sosial yang bersifat tidak saling melengkapi. Misalnya, pada lembaga agama

di Indonesia yang menaungi beberapa agama memiliki stuktur yang

5
berbeda. Lembaga-lembaga agama tersebut tidak saling melengkapi karena

karakteristik dari keberagaman masyarakat (agama) pun berbeda.

3. Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan bersama).

Masyarakat yang beragam memiliki standar nilai dan norma berbeda

yang diwujudkan melalui perilaku masyarakat. Hal itu disebabkan karena

karakteristik masyarakat yang berbeda kemudian disesuaikan dengan

kondisi lingkungan fisik dan sosial. Karena kondisi masyarakat yang

beragam tersebut, kesepakatan bersama cenderung susah untuk

dikembangkan.

4. Relatif sering terjadi konflik.

Perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat menjadi salah satu

pemicu terjadinya konflik. Konflik yang terjadi bisa sangat beragam, mulai

dari konflik antar individu sampai konflik antar kelompok. Hal ini bisa

disebabkan oleh minimnya toleransi satu sama lain, baik antar individu

maupun antar kelompok.

5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh karena paksaan dan saling

ketergantungan di bidang ekonomi.

Jika masyarakat multikultural bisa terkoordinasi dengan baik, maka

integrasi sosial sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, integrasi sosial di

masyarakat timbul bukan karena kesadaran, melainkan paksaan dari luar diri

atau luar kelompok. Contoh: aturan tentang anti-diskriminasi dalam

penggunaan fasilitas publik. Selain itu, masyarakat memiliki

ketergantungan dalam bidang ekonomi yang dapat mendorong terjadinya

6
integrasi karena kebutuhannya. Contohnya adalah individu yang bekerja

pada individu atau perusahaan lain membuat dirinya harus mematuhi segala

aturan yang dibuat. Terjadinya kondisi patuh dan integrasi timbul karena

adanya aturan yang mengikat individu dalam melaksanakan pekerjaannya

dan hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

6. Adanya dominasi politik

Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat multikultural dapat

memiliki kekuatan politik yang mengatur kelompok lain. Hal ini menjadi

bentuk penguasaan (dominasi) dari suatu kelompok kepada kelompok lain

yang tidak memiliki kekuatan politik.

C. Teori Multikultural

Pendapat para ahli mengenai definisi multikultural, antara lain

adalah sebagai berikut:

1. Lawrence Blum

Pengertian multikultural menurut Blum ialah suatu keyakinan dalam

bentuk idiologi untuk bisa menerima perbedaan agama, politik, etnis, dan

perbedaan lainnya. Baik dilakukan secara individual atau dilakukan dalam

kelompok sosial tertentu.

2. Parekh

Definisi masyarakat multikutural ialah adanya kesepakatan dalam

masyarakat yang dilakukan untuk mengantisipasi konflik sosial melalui

7
kerjasama. Kesepakatan tersebut yang dilakukan adanya kesempatan

mengenai beragam perbedaan, seperti kebiasaan serta adat.

3. Matsumoto

Peristiwa alami karena bertemunya berbagai budaya,

berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa perilaku

budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Keragaman konseli

seperti berbeda budaya, latar belakang keluarga, agama, dan etnis tersebut

saling berinteraksi dalam komunitas sekolah dan hal tersebut memerlukan

pemahaman budaya.

4. Azyumardi Azra, (2007)

“Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang

kemudian dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan kebudayaan

yang menekankan penerimaan realitas pluralitas agama dan multikultural

yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme juga dapat

dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam

kesadaran politik.

5. Suparlan 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000

Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan

dalam kesetaraan baik individu dan budaya.

6. Rifai Harahap 2007, mengutip M. Atho ‘Muzhar

Gagasan multikulturalisme, perspektif, kebijakan, sikap dan

tindakan, oleh orang-orang dari negara, beragam dalam hal etnis, budaya,

8
agama dan sebagainya, tetapi bercita-cita untuk mengembangkan semangat

kebangsaan yang sama dan kebanggaan untuk membela pluralitas.

Teori tentang konseling multikultural merupakan kebutuhan

besar untuk dikembangakan secara meneyeluruh atau komprehensif. Sejauh

ini kontribusi besar teori multikultural masih terbatas dalam lingkup-

lingkup tertentu, seperti teori adaptasi budaya Cultural adaptation theories,

teori pengembangan identitas identity development theroies, penerapan dari

teori internal atau eksternal dari lokus kontrol aplication of internal/external

locus of control theory to multicultural counseling dan lain sebagainya yang

menggunakan teori multikultural sebagi dasar teori dalam mengembangkan

disiplin ilmu tertentu.

Bidang kajian tentang teori multikultural yang sangat luas

tersebut perlu dikaji oleh konselor multikultural. Hal yang perlu

diperhatikan konselor adalah konsep teori multikultural sangat erat

kaitannya terhadap tingkat kesadaran konselor terhadap budaya, penilaian

individu berbasis budaya konseli, proses adaptasi budaya, pengembangan

identitas budaya, pengaruh sosial politik diantara konselor dan konseli,

penerapan teknik konseling yang masih tradisional dan teknik yang berasal

dari daerah, dan hubungan yang kompleks antara klien, konselor dan

konteks sosial.

Pengembangan teori multikultural komprehensif saat ini yang

ditulis oleh Derald Sue, Allen Ivey dan Paul Pedersen yang berjudul “ A

Theory of Multicultural Counseling and Theraphy”. Ketiga peneliti tersebut

9
memberikan kontribusi yang substansial terhadap bidang konseling

multikultural. Konselling multikultural tidak hanya sebatas fokus pada

salah satu bidang seperti perasaan, pikiran, perbuatan atau sistem sosial dan

mengabaikan bidang lain seperti pengaruh biologi, kepercayaan, politik dan

pengaruh budaya.Jauh lebih luas mereka mencoba melihat konseling

multikultural secara menyeluruh komprehensif. Hal ini yang memunculkan

tentang sudut pandang metateori konseling multikultural.

Konseling multikultural dilihat dari banyak sisi, sehingga dikenal

istilah Metatheory of multicultural counseling and theraphy (MCT).

Metatheory multikultural konseling dan terapi (MCT) yang mereka

rencanakan memiliki enam dasar proposisi. Proposisi atau pendapat

pertama menyatakan bahwa MCT teori tentang berbagai macam teori dan

menawarkan sebuah kerangka kerja organisasi atau pandangan alternatif.

Usul kedua mengakui beberapa tingkat pengalaman (individu, kelompok,

dan universal) dan konteks (individu, keluarga dan lingkungan budaya)

yang mempengaruhi konselor. Proposisi ketiga mengakui pentingnya

pengembangan identitas budaya.

Proposisi keempat menyarankan untuk memanfaatkan tujuan

pengobatan dan modalitas secara konsisten sesuai dengan budaya klien.

Menurut Lee (1996), proposisi nomor 5 dan 6 yang paling radikal

dibandingkan dengan teori-teori tradisional konseling. Proposisi kelima

memperluas peran konselor di luar pengobatan langsung secara individual,

Keluarga, atau grup untuk memasukkan pencegahan dan sistem intervensi.

10
Proposisi keenam fokus kembali pada tujuan dasar konseling “ Kesadaran

akan kebebasan” atau liberation of consciousness dalam konteks

memanfaatkan budaya barat dan negara-negara non eropa dalam kegiatan

menolong seperti konseling.

D. Keterampilan atau Kompetensi Multikultural

Interaksi sosial di dalam situasi kelompok sosial merupakan salah satu

hal yang ada dan dibutuhkan di dalam multikultural pada umumnya seseorang

berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik,

psikis, maupum rohaniah. Menyesuaikan diri berarti mengubah diri sesuai

dengan situasi lingkungan (autoplastis). Tetapi juga mengubah diri sesuai

dengan keadaan (keingginan) dirinya (aloplastis). Di dalam situasi sosial yaitu

situasi-situasi dimana terdapat saling hubungan di antara manusia satu dengan

lainnya, terdapat tata hubungan-tata hubungan tingkah laku dan di antara

anggota-anggotanya.

Interaksi sosial sangat erat hubunganya dengan keragaman budaya

(multikultural) merupakan peristiwa alam karena bertemunya berbagai busaya,

berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa prilaku

budaya memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Keragaman konseling

seperti berbeda budaya latar belakang keluarga, agama, dan etnis tersebut

saling berinteraksi dalam komunitas sekolah dan hal tersebut memperlukan

pemahaman budaya (Matsumoto,1996). Dalam hal ini maka di perlukan

kompetensi dan keterampilam dalam menghadapi multikultural di dalam

11
konteks lintas budaya. Pentingnya kesadaran multikultural dalam menghadapi

perbedaan, sekecil apapun perbuatan tersebut.

Istilah kompetensi perlu di pertegas terlebih dahulu sebelum

membicarakan kompetensi multikultural, Richard Boyatzis (1982).

Sebagaimana dikutip Muna dan Zennie , mendefinisikan kompetensi sebagai

karakteristik yang mendasar dari seseorang, baik berupa motif, sifat,

keterampilan, aspek citra diri seseorang atau peran sosial, atau tubuh

pengetahuan yang ia gunakan.

Menurut Dupraw & Axner (2002) Kompetensi multikultural sangat

penting untuk dikuasai oleh seseorang karena berkaitan dengan apa yang kita

lihat, bagaimana kita memahami apa yang kita lihat, dan bagaimana kita

mengekspresikan diri. Kurangnya pemahaman tentang identitas budaya, dan

bagaimana dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan, dapat

menjadi konflik dan hambatan besar dalam hubungan interpersonal seseorang

lebih lanjut DuPraw daan Axner (2002) menyatakan seringkali kita tidak sadar

bahwa budaya mempengaruhi kita. Kadang –kadang kita bahkan tidak

menyadari bahwa kita memiliki nilai-nilai budaya atau asumsi-asumsi yang

berbeda dari orang lain. Dalam. Dalam mengembangkan kompetensi

multikultural menurut moule (2012) ada 4 komponen atau tahapan yang perlu

diperhatikan :

1. Awareness (Kesadaran)

12
Dalam kemponen kesadaran diharapkan mampu menyadari reaksi

pribadi terhadap orang lain yang berbeda.

2. Knowledge (Pengetahuan)

Komponen pengetahunan diperlukan karena nilai-nilai dan

keyakinan serta perbedaan pandangan terhadap orang lain sering

mempengaruhi prilaku kita dan sering kali kita tidak menyadari hal itu.

Banyak orang yang sering berprasangka terhadap orang lain yung baru

dikenal sehingga komponen pengetahuan menjadi sangat penting dalam

pengembangan kompetensi multikultural, dalam komponen pengetahuan di

bagi lagi menjadi 2 :

a. Attitude (Sikap)

Komponen sikap di perlukan dalam pengembangan kompetensi

multikultural individu hati-hati memriksa keyakinan dalam nilai-nilai

dan keyakinan serta perbedaan budaya.

b. Kepercayaan

Segala nilai kepercayaan harus tetap utuh. Nilai budaya klien harus tetap

diterapkan upaya sejalagaya kebudayaanya.

3. Skills (Keterampilan)

Komponen keterampilan diperlukan untuk melatih komunikasi,

isyarat dan non verbal yang cenderung bervariasi antar budaya. komponen

multikultural perlu dikembangkan karena keharmonisan dan kesatuan antar

kelompok tercipta ketika mampu saling berinteraksi dan mampu membuka

diri satu sama lain. Banyak kasus radikalisme berlatar belakang perbedaan

13
etnis, budaya, agama dan pemahaman keprcayaan serta perbedaan lainnya

disebabkan ketidak siapan individu atau kelompok untuk hidup dalam

lingkungan yang plural. Untuk hidup dalam lingkungan yang plural. Ketika

masyarakat Indonesia memiliki pemahaman yang kliru tentang konsep

multikulturalisme ini maka bisa diperkirakan terjadi keruntuhan bangsa dan

tidak terciptanya kondisi yang kondusif bagi NKRI..

Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi sinyal keruntuhan

bangsa adalah melalui pendidikan, utamanya pengembangan sanse of

humanity dan sanse of respect melalui penanaman nilai dan sikap saling

menghargai. Pendidikan semestinya mengembalikan manusia pada berbagai

potensi yang dimiliki fungsi impreratif diharapkan mampu memasuki

wilayah cultural, edukasi, dan ideologis serta memberikan nilai-nilai etnis

di tingkatkan masyarakat. Penanaman nilai ini dapat di hujudkan baik dari

pendidikan formal, informasi maupun non formal. Mulai dari sekolah dasar

hingga perguruan tinggi . perguruan tinggi merupakan salah satu subsistem

pendidikan nasional yang keberadaanya dalam kehidupan bangsa dan

Negara berperan penting melalui penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi

merupakan tiga pilar dasar pola piker dan menjadi kewajiban bagi konselor

sebagai bagian dari perguruan tinggi, karena konselor memiliki posisi

penting sebagai pejuang terhadap dalam perubahan bangsa kita kearah yang

lebih baik,

Konselor dituntut memiliki kompetensi multikultural karena

interaksi sosial dengan keragaman budaya jelas tidak dapat mereka di

14
hindari. Para konselor berasal dari beragam budaya yang berbeda dan

memasuki dunia kampus dengan membawa sejumalah pengetahuan yang

dimiliki sebelumnya, dimana pengetahuan tersebut sangat terkait erat

dengan latar belakang kelompok budaya, dan pengetahuan tersebut akan

mempengaruhi interaksi sosial dengan orang lain.

KONTEN KURIKULUM PELATIHAN MULTIKULTURAL

Kesadaran 1. Meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu


rasisme, seksisme, homofobia,
transgenderphobia, ageism, dan ablism
2. Budaya kesadaran diri dari background(s) etnis
konselor sendiri dan potensi reaksi klien dan
implikasi lain untuk konseling
3. Budaya kesadaran diri sendiri konselor jenis
kelamin, orientasi seksual, identitas jenis
kelamin, usia, dan kelas sosial dan potensi reaksi
klien dan implikasi lain untuk konseling
4. Budaya kesadaran diri dari Cacat fisik dan mental
konselor sendiri dan potensi reaksi klien dan
implikasi lain untuk konseling
5. Menghormati perbedaan budaya

Pengetahuan 1. Tuntas konseling, termasuk penindasan,


diskriminasi, dan rasisme, hambatan, dan
penyebab sosial tekanan psikologis
2. Budaya dan ras bias dalam pengujian masalah
3. Model pengembangan identitas budaya
4. Akulturasi masalah
5. Budaya variasi dalam pola-pola perkembangan,
ekspektasi klien keluarga make-up, dilihat dari
kesehatan dan penyakit
6. Kemampuan untuk kritik teori-teori yang ada
untuk relevansi budaya (pandangan)
7. Kefasihan bahasa kedua
8. Pengetahuan budaya karakteristik normatif dari
kelompok budaya tertentu
9. Pengetahuan budaya within-group perbedaan
penyembuhan

15
10. Undang-undang tentang pelecehan seksual,
membenci kejahatan, perumahan dan
diskriminasi kerja
11. Etis pengetahuan dan praktek (misalnya,
pedoman etika untuk penggunaan teknik lokal)
12. Pencegahan masalah
Keterampilan 1. Keterampilan wawancara untuk berbicara
tentang perbedaan budaya
2. Pemeriksaan latar belakang budaya dan masalah
3. Pengembangan orientasi teoritis individual
4. Menampilkan perilaku budaya responsif
5. Berkomunikasi empati secara budaya diakui oleh
klien
6. Penanganan klien perlawanan
7. Konsultasi keterampilan untuk komunikasi
dengan adat penyembuh
8. Manajemen kasus keterampilan
9. Keterampilan advokasi untuk mempengaruhi
organisasi
10. Keterampilan penjangkauan / organisasi
komunitas
11. Kelompok keterampilan resolusi konflik
12. Pengajaran keterampilan untuk pendidikan
masyarakat

E. Peranan Konseling Dalam Menghadapi Multikutural

Kesadaran budaya merupakan salah satu dimensi yang penting dalam

memahami masyarakat dengan keragaman budaya. Hal ini membantu dalam

memberikan makna akan pemahaman mengenai perbedaan yang muncul.

Indonesia merupakan Negara yang mempunyai kekayaan baik alam maupun

budaya, seperti yang diketahui bahwa Indonesia memiliki lebih dari 300

kelompok etnik atau suku bangsa , lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa

di tanah air menurut sensus BPS tahun 2010. Dengan ini dalam upaya

mengatasi multikulturalisme yang ada di Negara kita ter khusus di pendidikan,

16
terutama bimbingan dan konseling lah yang harus memberikan kontribusi

lebih. Karena bimbingan sendiri adalah proses untuk membantu seseorang

untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidup nya serta

mengembangkan pandangan-pandangannya sendiri secara bertanggung jawab.

Sedangkan konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam

memecahkan masalah kehidupannya secara tatap muka.

Konselor sebagai pendidik psikologis memiliki peran strategis

daalam menghadapi keragaman dan perbedaan budaya, Oleh sebab itu

bimbingan dan konseling harusnya mampu menunjukan peran lebih dalam

kompetensi serta menguasai bentuk intervensi psikologis baik secara pribadi

maupun lintas budaya dalam upaya menghadapi multikulturalisme . Bimbingan

dan konseling dalam memberikan arahan kepada siswa khususnya, harus pula

memahami teori-teori pendidikan multikultural agar dapat

memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang

ada di balik otaknya dan pada kedalama jiwanya, melainkan dari asal usul

tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang didasari oleh sejarah hidupnya

(Moll & Greenberg).

Pemahaman mengenai perilaku dan proses interaksi dalam kehidupan

bermasyarakat menjadi faktor penting dalam mewujudkan kesadaran budaya

dalam pendidikan formal maupun informal, dengan mengetahui kondisi sosial

dan sejarah hidup seseorang tentunya dapat lebih mempermudah peranan

bimbingan dan konseling untuk menghadapi multikultural khusus nya di

kalangan peserta didik.

17
Faktor utama yang harus dimiliki konselor adalah kemampuan

berinteraksi dan berkomunikasi dengan kemajemukan dan keberagaman

budaya, konselor harus peka terhadap kemajemukan budaya yang dimiliki

individu memiliki pemahaman mengenai rasial dan warisan budaya dan

bagaimana hal tersebut secara personal dan professional mempengaruhi

pengertian dan hal yang bisa terjadi dalam proses konseling, serta memiliki

pengetahuan mengenai pengaruh sosial terhadap orang lain.

Bimbingan dan konseling dapat saja melakukan evaluasi program

terhadap berjalannya proses pendidikan di dalam multikulturalisme yang salah

satu contohnya dengan menggunakan teori belajar sosiokultur. Bukankah tugas

bimbingan adalah membantu? Dalam hal ini bukan semata – mata untuk dan

tidak mengedepankan perbantuan yang dilakukan oleh konselor kepada

konseli, melainkan dengan ini membantu merupakan usaha memberikan

pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang

timbul dalam kehidupan manusia.

Konselor disini juga sebaiknya dapat mengingatkan penghargaan

diri terhadap perbedaan budaya, sehingga menyadari streotipe yang ada dalam

dirinya dan memiliki persepsi yang jelas mengenai pandangannya terhadap

kelompok – kelompok minioritas sehingga dapat mengingatkan kemampuan

untuk menghargai secara efektif dan pemahaman yang sesuai dengan

perbedaan budaya (Brown &Williams, 2003).

Melalui proses bimbingan inilah diharapkan ada usaha lebih giat dari

bimbingan dan konseling untuk menanamkan sikap mau menerima perbedaan

18
kepada seluruh peserta didik, dan sebagai konselor pun bimbingan dan

konseling juga sangat diharapkan mampu menanamkan sikap menghargai dan

mau menerima budaya lain sebagai obyek yang dapat dipelajari dengan segala

kelebihan dan kekurangannya, tidak kemudian mengganggap budayanyalah

yang paling baik, dengan ini maka peranan bimbingan dan konseling harus bisa

menahan ego atau budayanya sendiri apabila bertentangan ataupun sejalan

dengan budaya klien, karena bagaimana pun klien tidak pernah salah.

Hal ini terkait dengan konselor harus berusaha lebih giat untuk

menunjukan peranan bimbingan dan konseling di masyarakat ter khusus di

ruang lingkup pendidikan yaitu agar dapat mewujudkan tujuan-tujuan

bimbingan dan konseling sesuai dengan yang diharapkan. Bimbingan dan

konseling mempunyai peranan penting untuk mengukuhkan adanya

multikulturalisme di Indonesia. Bimbingan dan konseling dapat mengadakan

ceramah dan bentuk sosialisasi dengan menggunakan layanan orientasi

maupun layanan informasi yang dimana didalam layanan tersebut dapat

mengedepankan perbedaan antara satu dengan lainnya agar pendidikan

didalam multikulturalisme dapat dikenal dan dipahami oleh peserta didik dan

Bimbingan dan konseling itu sendiri yang selama ini keberadaannya kurang

dirasakan peserta didik dapat mulai dirasakan kehadirannya ditengah-tengah

peserta didik.

Akan tetapi dalam perkembangannya nanti, multikultural tidak

mungkin langsung dapat diterima oleh masyarakat, maka konselor perlu

memperkuat kesadaran mengenai budaya yang beragam dalam kehidupan

19
manusia. Pentingnya memahami perbedaan nilai – nilai, persepsi, emosi dan

faktor – faktor yang menjadi wujud kemajemukan yang ada. Kompetensi,

kualitas dan guidelines mengenai kesadaran dan kepekaan pada warisan

budaya nya sendiri, memiliki pengetahuan mengenai ras – nya dan bagaimana

hal ini secara personal dan professional yang mempengaruhi proses konseling,

serta memiliki pengetahuan mengeai kehidupan sosial yang dapat

mempengaruhi orang lain. Dengan berbagainya suku dan budaya yang ada di

Negara kita maka dalam memajukan pendidikan yang bermutu dan berguna di

dalam multikultural ini membutuhkan proses secara bertahap agar peserta didik

memahami konsep perbedaan, dan mau menerima setiap perbedaan yang ada.

Kemudian meyakini bahwa perbedaanlah yang menyebabkan hidup ini indah

dan tak ada manusia yang sama dalam dunia ini, seperti dengan semboyan

Negara kita yaitu Bhineka Tunggal Ika dengan artian atau pengeertian berbeda

– beda tetapi tetap satu.

Seperti penuturan Lev Vygotsky, jalan pikiran seseorang harus

dimengerti dari latar sosial dan budayanya.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/21217068/PERAN_KONSELOR_DALAM_MASYA
RAKAT_MULTIKULTURALISME_DI_SEKOLAH
https://www.indonesia.go.id/profil/suku-bangsa

Arik Ariyanto, http://aaryant.blogspot.co.id/2011/10/etika-konseling-lintas-


budaya.html, diakses pada tanggal 26 September 2019 pada pukul 14.00
WIB
Corey, Gerald. 1997. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E.
Koeswara),. Bandung : PT. Refika Aditama
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayu_Indonesia
Lumongga, Namora. 2014. Memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan
praktek. Jakarta:Kencana Prenadamedia Group
Maria Margaretha s.h , Ag. Krisna indah m. 2017. Kompetensi Konseling
Multikultural Bagi Konselor Sekolah: Suatu Kajian Teoritis,97-103
Mariyati Thalib, https://sheismariyati.blogspot.co.id/2016/12/konselor-dalam-
konseling-lintas-budaya.html, diakses pada tanggal 26 September 2019
pukul 14.00 WIB
Mc.Load, John. 2010. Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus.
Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Prayitno. 2015. Jenis Layanan Dan Kegiatan Pendikung Konseling. Padang:
Universitas Negeri Padang
Rifal Nur Kholiq, http://www.rifalnurkholiq.com/2015/10/makalah-kebudayaan-
masyarakat-jawa.html, diakses pada tanggal 29 September pukul 20.00
WIB
Sauqi Futaqi. 2018. TA’LIM. Jurnal Studi Pendidikan Islam: Kompetensi
Multikultural Lembaga Pendidikan Islam (1):9-15

21

Anda mungkin juga menyukai