Multikulturalisme
Definisi
1
Imam Bukhari, Membumikan Multikulturalisme, (Probolinggo: Humaniatika, 2019), 16
2
Parsudi Suparlan, Multikulturalisme, (Jakarta: Jurnal Ketahanan Nasional, 2002), 10
dan agama. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman sebuah bangsa yang plural atau
majemuk adalah bangsa yang dipenuhi oleh keberagaman budaya (multikultur).
Negara Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat lainnya samapi pada perang
dunia kedua, masyarakatnya hanya mengenal adanya satu kebudayaan, yaitu kebudayaan kulit
putih yang Kristen. Golongan lainnya dalam masyarakat dikategorikan sebagai golongan
minoritas dengan pembatasan haknya. Gejolak persamaan hak bagi golongan minoritas mulai
muncul di akhir tahun 1950-an. Puncaknya ialah pada tahun 1960-an dengan adanya pelarangan
untuk melakukan diskriminasi oleh orang kulit putih terhadap golongan minoritas. Kegiatan ini
dapat membantu golongan minoritas untuk mengejar ketertinggalannyadari golongan kulit putih
yang dominan. Upaya untuk mencapai kesederajatan mengalami hambatan di tahun 1970-an
dikarenakan corak kehidupan kulit putih yang Protestan dan dominan itu berbeda dengan
golongan minoritas lainnya. Para cendekiawan dan pejabat pemerintah kemudian
menyebarluaskan konsep multikulturalisme dalam bentuk pengajaran dan pendidikan di sekolah-
sekolah pada tahun 1970-an. Para golongan minoritas sekarang dapat belajar di sekolah dan
mengatakan bahwa “….we are all multiculturalists now”, mereka menyatakan apa yang sekarang
di Amerika Serikat. Gejala tersebut merupakan hasil dari serangkaian proses pendidikan
multikulturalisme yang dilakukan sejak tahun 1970-an.3
Presiden Soeharto jatuh dari kekuasaannya menjadi awal dari masa atau era reformasi,
yang di dalamnya kebudayaan Indonesia masih cenderung mengalami disintegrasi. Krisis
ekonomi, moneter, dan politik sejak akhir 1997 mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural
dalam kehidupan bangsa dan negara. Krisis sosial budaya bisa disaksikan oleh masayarakat
dalam berbagai bentuk disorientasi, dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita. Krisis
tersebut yang semakin merebak seiiring dengan meningkatnya penetrasi dan ekspansi budaya
Barat, khusunya pada Amerika Serikat sebgai akibat dari globalisasi. Sosial budaya yang bisa
dikatakan asing dan tidak memiliki basis kulturalnya dalam masyarakat kita dapat memunculkan
gaya hidup baru yang tidak sesuai dengan kehidupan sosial budaya masyarakat kita.4
Akar sejarah multikulturalisme secara historis menyatakan bahwa selama tiga dasawarsa
kebijakan terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk
memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan
secara terbuka, rasional, dan damai. Konteks global, mengatakan di dalamnya bahwa setelah
tragedy 11 September 2001 dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas
dalam era reformasi menambah kompleksnya persoalan ketragaman dan antar kelompok di
Indonesia. Sejarah telah menunjukkan pemaknaan secara negatif atas keragaman yang telah
melahirkan penderitaan Panjang bagi umat manusia. Berbagai macam pertikaian telah terjadi dari
Brata samapai Timur, dari Utara hingga Selatan. Tiga kelompok dengan sudut pandangnya
dalam menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan konflik yang sering muncul. Pertama,
pandangan kaum primordialis yang menganggap bahwa perbedaan genetika, seperti suku, ras
sebagai sumber utama lahirnya benturan kepentingan etnis dan agama. Kedua, pandangan kaum
instrumentalis yang menganggap bahwa suku, agama , dan identitas lainnya sebagai alat untuk
mengejar tujuan yang lebih besar. Ketiga, pandangan kaum konstruktivis yang menganggap
bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan oleh kaum
primordialis. Pandangan yang ketiga ini di dalamnya terdapat ruang wacana tentang
3
Parsudi Suparlan, Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural, (Jakarta: Keynote Address, 2002), 99
4
Adik Lunderto, Menakar Akar-Akar Multikulturalisme Pendidikan di Indonesia, (Manado: Jurnal Pendidikan Islam
Iqra', 2017), 45-46
multikulturalisme dan pendidikan multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas
keragaman. Wacana ini mulai ramai dibicarakan di kalangan akademisi, praktisi budaya dan
aktivis di awal tahun 2000-an di Indonesia.5
Kesimpulan
Akar sejarah multikulturalisme secara historis menyatakan bahwa selama tiga dasawarsa
kebijakan terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk
memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul karena adanya perbedaan
secara terbuka, rasional, dan damai. Terdapat tiga kelompok dengan sudut pandangnya dalam
menyikapi perbedaan, yaitu kelompok primordialis, instrumentalis, dan konstruktivis. Pandangan
yang ketiga ini di dalamnya terdapat ruang wacana tentang multikulturalisme dan pendidikan
multikultural sebagai sarana membangun toleransi atas keragaman. Wacana ini mulai ramai
dibicarakan di kalangan akademisi, praktisi budaya dan aktivis di awal tahun 2000-an di
Indonesia.
Referensi
Suparlan, Parsudi. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Jakarta, Keynote address.
2002.
5
Ibid, 46-47