Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

“Pendidikan Mutikultural : Konsep Dasar, Perkembangan dan Manfaat Perkuliahan”

OLEH :

KELOMPOK 1

1. INDAH KOMALA SARI (17029027)


2. M.ARIF FADILLA FAJRI (19232057)
3. NELLA DWI PUTRI (17029069)
4. ZULKIFLI (17086171)

MATA KULIAH UMUM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural


Multikultural berasal dari dua kata, yaitu multi dan kultural. Multi yang berarti
banyak atau beragam dan kulturak yang berarti budaya. Jadi multikultural dapat diartikan
keberagaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain.
Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengahtengah masyarakat plural.
Dengan pendidikan multikultural diharapkan adanya kelenturan mental bangsa
menghadapi benturan konflik sosial. Indonesia memiliki kemajemukan suku.
Kemajemukan suku ini merupakan salah satu ciri masyarakat Indonesia yang bisa
dibanggakan. Akan tetapi, tanpa kita sadari bahwa kemajemukan tersebut juga
menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini telah terbukti di beberapa wilayah Indonesia terjadi konflik seperti di Sampit
(antara Suku Madura dan Dayak), di Poso (antara Kristiani dan Muslim), di Aceh (antara
GAM dan RI), ataupun perkelahian yang kerap terjadi antarkampung di beberapa wilayah
di pulau Jawa dan perkelahian pelajar antarsekolah. Untuk meminimalisir hal di atas, di
sekolah harus ditanamkan nilai-nilai kebersamaan, toleran, dan mampu menyesuaikan
diri dalam berbagai perbedaan. Proses pendidikan ke arah ini dapat ditempuh dengan
pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli
dan mau mengerti ataupun pengakuan terhadap orang lain yang berbeda. Dalam konteks
itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas.
Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau
tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural
lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha
menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan
tatanan masyarakat yang hanya mengagungkan prestise sosial sebagai akibat kekayaan
dan kemakmuran yang dialaminya. Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan,
baik pada tingkat deskriptif dan normatif yang menggambarkan isu-isu dan masalah-
masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh juga
mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakankebijakan dan strategi-
strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif, maka
pendidikan multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema mengenai toleransi,
perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan
mediasi, hak asasi manusia, demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal, dan subjek-
subjek lain yang relevan. Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif
untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar
kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminasi dalam proses pendidikan.
Sejalan dengan itu, Musa Asy’arie mengemukakan bahwa pendidikan multikultural
merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan
multikultural, menurut Musa Asy’arie diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan
mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
B. Perkembangan Pendidikan Multikultural
H. A. R. Tilaar menegaskan setidaknya ada beberapa kekuatan di dunia yang telah
melahirkan pendidikan multikultural, yaitu :
1. Proses Demokratisasi dalam Masyarakat
Sungguhpun paham demokrasi telah seumur kahidupan manusia di dunia ini,
tapi pelaksanaannya tersendat-sendat, tidak merata dalam berbagai kelompok
kehidupan manusia. Di dalam kehidupan manusia dikenal kelompok-kelompok yang
menganggap dirinya mempunyai hak istimewa termasuk hak untuk memperoleh
pendidikan yang tidak dinikmati oleh kelompok lainnya. Oleh sebab itu di dalam
masyarakat yang demikian terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang tersisihkan
dalam pendidikan.
Perjuangan untuk memperoleh pendidikan dari kelompok-kelompok yang tersisihkan
tersebut antara lain merupakan salah satu perjuangan melawan opresi kolonialisme.
Baik di negara-negara demokrasi maupun di negara-negara totaliter terdapat perbedaan
perlakuan terhadap kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Perbedaan tersebut ada
yang didasarkan kepada perbedaan ras, ideologi, etnik, dan yang lainnya. Misalnya
perbedaan-perbedaan yang dulu terjadi di Afrika Selatan dengan politik segragasinya
yang mengasingkan antara kelompok berkulit putih dengan hak-hak istimewanya,
termasuk hak pendidikan, dan kelompok kulit berwarna terutama ras Afrika yang
selalu disepelekan.
Oleh sebab itu, pendidikan multikulturalisme berjalan bergandengan dengan
proses demokratisasi di dalam kehidupan masyarakat. Proses demokratisasi tersebut
dipicu oleh pengakuan terhadap hak asasi manusia yang tidak membedakan
perbedaan-perbedaan manusia atas warna kulit, agama, dan gender. Semua manusia
diciptakan oleh Tuhan dengan martabat yang sama tanpa membedakan akan warna
kulit, asal usul, agama, dan jenis kelamin.

2. Pembangunan Kembali Sesudah Perang Dunia II


Sesudah Perang Dunia II terjadi perubahan besar di dalam tata kehidupan antar
bangsa.yang ingin membangun kembali puing-puing kehancuran Perang Dunia II di
Eropa. Seiring dengan pembangunan kembali Eropa adalah berakhirnya kolonialisme
dengan lahirnya negara-negara baru, terutama Afrika. Penduduk eks koloni memasuki
Perancis dan Inggris dan menjadi pekerja-pekerja yang dibutuhkan di dalam
pembangunan kembali negara-negara itu. Migrasi penduduk, khususnya migrasi
pekerja, lama-kelamaan meminta perlakuan yang adil terutama bagi generasi mudanya
yang menuntut adanya pendidikan yang baik. Migrasi penduduk dunia lebih
diintensifkan dengan adanya kemudahan-kemudahan yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi transfortasi darat, laut, dan terutama transfortasi udara.

3. Lahirnya Paham Nasionalisme Kultural


Dengan munculnya berbagai kelompok bangsa bermukim di negara-negara
maju yang semakin pesat, lama kelamaan membentuk sesuatu kekuatan sendiri atau
menuntut hak-haknya sebagai “warga negara” yang baru. Dari situ kemudian lahirlah
kelompok-kelompok etnis baru dengan kebudayaannya masing-masing, memberikan
warna baru dalam kebudayaan tuan rumah yang sebelumnya sedikit banyak bersifat
homogen.
Sejalan dengan perkembangan paham demokrasi dan hak asasi manusia di atas,
kelompok-kelompok etnis baru tersebut mulai melebur di dalam etnis mainstream.
Dengan adanya kelompok-kelompok baru ini, munculah paham nasionalisme baru
yang tidak lagi berkonotasi etnis tetapi lebih merupakan pengertian kultural. Di situlah
nasionalisme kultural mulai lahir menggantikan nasionalisme etnis, dan pendidikan
juga mulai terbuka untuk kebutuhan kelompok-kelompok etnis baru, sekaligus
mempersiapkan paradigma baru bagi kelompok mayoritas dengan
kebudayaan mainstreamnya.
Dari gelombang-gelombang peruhan tersebut di atas itulah yang melahirkan
pendidikan multikultural di berbagai negara dengan berbagai coraknya masing-
masing. Seperti di Amerika Serikat kita melihat perkembangan pendidikan
multikultural yang berawal dari penghapusan segregasi dari kelompok warga negara
Amerika yang berasal dari Afrika (American Afrika) yang ditantang sangat keras oleh
gerakan-gerakan Civil Rights yang dipelopori oleh Dr. Martin Luther King.
Gerakan Civil Rights ini lebih memacu lagi lahirnya pendidikan multikultural sejak
dekade 70-an abad ke-20. Gerakan demokratisasi pendidikan yang diwujudkan di
dalam pendidikan multikultural di Amerika akhirnya juga berimbas di negara
tetangganya, Kanada. pendidikan multikultural di Kanada mempunyai wajah yang
berlainan karena sejak semula sebagian dari negara Kanada mengenal budaya yang
belainan, yaitu budaya Prancis di negara bagian Quebec. Perkembangan pendidikan
multikultural di Kanada dengan demikian lebih bersifat progresif dibandingkan dengan
negara tetangganya.
Di Jerman dan Inggris, pendidikan multikultural dipacu oleh migrasi penduduk
akibat pembangunan kembali Jerman atau migrasi dari eks jajahan Inggris memasuki
Inggris Raya. Kebutuhan akan kelompok-kelompok etnis baru ini terhadap pendidikan
generasi mudanya telah meminta paradigma baru di dalam pendidikan yang
melahirkan pendidikan multikultural. Kemudian juga di Australia, pendidikan
multikultural mendapatkan momentumnya dengan perubahan politik luar
negri Australia. Seperti diketahui Australia merupakan suatu negara yang relatif
tertutup bagi kelompok kulit berwarna. White man policy yang belum lama
ditinggalkan oleh pemerintah Australia telah menyebabkan migrasi dari kelompok-
kelompok etnis bukan hanya dari Eropa tetapi juga
dari Asia seperti India, Cina, Vietnam, dan juga dari Indonesia.
Dari pengalam negara-negara tersebut di atas yang telah menerapkan praksis
pendidikan multikultural kita dapat mengambil manfaatnya sebagai modal dasar
penerapan pendidikan multikultural di Indonesia, meski kita sadari bahwa penerapan
pendidikan multikultural di negara-negara tersebut sifatnya lain bila dibandingkan
dengan di Indonesia. Penerapan pendidikan multikultural di negara-negara tersebut di
atas seakan-akan bertentangan dengan budaya homogen, tetapi
di Indonesia pendidikan multikultural dapat diterapkan dalam perspektif pluralitas
bangsa Indonesia.

C. Manfaat Kuliah Pendidikan Multikultural


1. Untuk membina mahasiswa agar tidak tercerabut dari akar budayanya
Sebab pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa jadi dapat menjadi ancaman
serius bagi generasi muda. Dalam kaitan ini mahasiswa perlu diberi penyadaran akan
pengetahuan yang beragam, sehingga mereka memiliki kompetensi yang luas akan
pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan.
2. Untuk menumbuhkan prinsip-prinsip multikulturalisme seperti toleransi, demokrasi,
saling menghargai dan mau memahami serta mengakui perbedaan yang ada di
tengah-tengah masyarakat.
3. Untuk menanamkan rasa bangga terhadap kebudayaan Indonesia.

D. Ruang Lingkup Kajian Pendidikan Multikultural


Ruang lingkup pendidikan multikultural cukup luas, hal ini dipaparkan oleh
Hilda, yang memberikan ketegasan atau runag lingkup pendidikan multikultural
meliputi : konteks, proses, dan konten, pengembangan kurikulum multicultural, dan
mengajar dalam perspektif multikultural. Muslim multikultural menegaskan pembatasan
ruang lingkup pendidikan multikultural pada akhirnya bukanlah persoalan penting yang
harus terbatas pada aspek tertentu. Hal ini yang menyebabkan agama masuk dalam
tatanan ruang lingkup pendidikan multikultural yang semestinya tidak perlu
diperdebatkan.
Dengan melibatkan agama dalam proses pendidikan multikultural dari berbagai
bidang, maka agama mampu berperan maksimal. Yang mana agama tidak hanya
menanamkan nilai kesholehan ritual saja, tapi lebih penting dari itu, yakni dengan adanya
agama mampu mewujudkan kesholehan sosial yang mampu membongkar proses
dehumanisasi.

Anda mungkin juga menyukai