Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pendidikan Multikutural
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu: H. Abdul Muis Thabrani, MM.

Kelompok 9
Disusun Oleh :

Wahyu Aprilia Mukaromah (T20183142)


Risa dwi angraini (T20183137)
Rafiq Rajabi (T20183136)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
APRIL 2019
KATA PENGANTAR

Indonesia adalah bangsa majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa,
ras, bahasa, adat istiadat, agama dan budaya. Masyarakat Indonesia juga dikenal
sebagai masyarakat multikultural karena anggotanya terdiri dari berbagai latar
belakang agama dan budaya yang beragam. Indonesia merupakan bangsa
multikultural dan majemuk, oleh karena itu bangsa Indonesia dapat disebut bangsa
yang bersifat multikulturalisme.
Secara konseptual sebenarnya multikulturalisme tidak sama dengan konsep
keberagaman atau keanekaragaman. Konsep multikuluralisme selain mengandung
unsur keberagaman agama dan budaya juga mengandung unsur kesedarajatan.
Konsep kesedarajatan harus dipandang sebagai adanya penghargaan terhadap
derajat sesama warga negara sekalipun berbeda suku, adat istiadat, bahasa, ras,
agama dan budayanya. Kesederajatan berarti adanya persamaan dan penghargaan
terhadap hak asasi manusia (HAM), keadilan, hukum, potiltik dan budaya. Jadi
konsep multikulturalisme menunjuk kepada adanya kesederajatan dalam
keberagaman. Multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai
harganya, sebagai potensi yang harus dikembangkan dan dibina. Sebaliknya apabila
keberagaman ini tidak dimanfaatkan, dan dibina secara benar akan berkembang
menjadi sesuatu yang menakutkan.
Oleh karena itu, pendidikan yang berbasis multikulturalisme merupakan
suatu keharusan dan apabila tidak dilakukan saat ini akan berubah menjadi
malapetaka, pendidikan multikultural adalah “conditio cine quanon”. Dulu
keberagaman merupakan kekayaan bangsa yang paling dibanggakan.

Jember, 30 April 2019


TTD

PENULIS
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Konsep Pendidikan Multikultural
B. Tujuan Pendidikan Multikultural
C. Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
D. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Multikultural
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini konflik tersebut mengalami perubahan yang cukup
signifikan, bukan semata terjadi karena perbedaan agama, etnik atau
budaya, tetapi konflik terjadi karena perbedaan ideologi dan kepentingan.
Tawuran dan bentrokan terjadi di mana-mana, antar pendukung kesebelasan
sepak bola, tawuran antar mahasiswa, tawuran antar pelajar, dan tawuran
antar penonton pagelaran musik. Ini menunjukkan bahwa rasa kebersamaan
warga masyarakat sudah hilang, yang ada perbedaan idelogi dan
kepentingan, apabila berbeda kepentingan dan ideologi dianggap lawan.
Keberbedaan kepentingan, golongan dan idologi ini semakin tajam
dan mengarah pada konflik antar kelompok. Kelompok yang satu tidak mau
lagi hidup berdampingan dengan kelompok lainnya. Keberagaman yang
semula menjadi kebanggaan berubah menjadi suatu yang menakutkan, yaitu
terganggunya stabilitas nasional dan disintegrasi bangsa. Ingat ketika
peristiwa Monas, kelompok yang satu bentrok dengan kelompok lain yang
sebenarnya mereka mempunyai keyakinan dan agama yang sama. Sering
terjadi bentrokan antar warga kampung tertentu dengah kelompok warga
kampung lainnya yang hanya dipisahkan oleh jalan raya. Bukankah diantara
kelompok warga itu agamanya sama, bahasanya sama, dan etnisnya juga
ada yang sama?.
Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural, dan plural terdiri dari
masyarakat yangsangat beragam baik etnik, adat istiadat, bahasa, budaya,
agama dan golongan. Masing-masing golongan masyarakat mempunyai
karakteristik dan kepentingan yang berbeda-beda. Bagaimana upaya
pendidikan jangan sampai konflik dan kerusuhan seperti ini berkelajutan?
Salah satu upaya tersebut adalah melalui pendidikan. Karakteristik
masyarakat multikultural harus tercermin dalam sistem pendidikan
nasional, yaitu pendidikan yang mengakomodasi multikulturalisme dan
pluralisme sesuai dengan tuntutan undang-undang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan konsep pendidikan multikultural?
2. Apa tujuan diajarkannya pendidikan multikultural?
3. Jelaskan metode dan pendekatan pendidikan multikultural?
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan pendidikan multikultural?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep pendidikan multikultural.
2. Untuk mengetahui tujuan diajarkannya pendidikan multikultural.
3. Agar mengetahui metode dan pendekatan pendidikan multikultural.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendidikan multikultural.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Konsep Pendidikan Multikultural


1. Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan


untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan dunia
secara keseluruhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo
Freire.1pendidikan bukan merupakan menara gading yang berusaha
menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus
mampu menciptakan tatanan masyarakat yang hanya mengagungkan
prestise sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang
dialaminya. Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan, baik pada
tingkat deskriptif dan normatif yang menggambarkan isu-isu dan
masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat
multikultural. Lebih jauh juga mencakup pengertian tentang
pertimbangan terhadap kebijakankebijakan dan strategi-strategi
pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif,
maka pendidikan multikultural seyogyanya berisikan tentang tema-tema
mengenai toleransi, perbedaan ethno-cultural dan agama, bahaya
diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia,
demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain
yang relevan.2
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif
untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh
membongkar kekurangan, kegagalan, dan praktik-praktik diskriminasi

1
Paulo Freire, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj. Agung
Prihantoro (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002), hal. 19.
2
H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk
Indonesia (Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 15.
dalam proses pendidikan.3 Sejalan dengan itu, Musa Asy’arie
mengemukakan bahwa pendidikan multikultural merupakan proses
penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural.
Dengan pendidikan multikultural, menurut Musa Asy’arie diharapkan
adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan
konflik sosial. Berkaitan dengan kurikulum, dapat diartikan sebagai
suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik
dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum
serta lingkungan belajar siswa sehingga siswa dapat menggunakan
kebudayaan pribadinya untuk memahami dan mengembangkan
berbagai wawasan, konsep, ketrampilan, nilai, sikap, dan moral yang
diharapkan. Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap
perkembangan keragaman populasi sekolah sebagaimana tuntutan
persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan
multikultural merupakan pengembangan kurikulum dalam aktivitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi, dan
perhatian terhadap orang-orang dari etnis lain.
Hal ini berarti pendidikan multikultural secara luas mencakup
seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompok, baik itu etnis,
ras, budaya, strata sosial, agama, dan gender sehingga mampu
mengantarkan siswa menjadi manusia yang toleran dan menghargai
perbedaan.4
2. Konsep dasar pendidikan multikultural
Dalam masyarakat yang majemuk, pendidikan memiliki tantangan
dan juga peluang yang besar. Artinya pendidikan sebagaimana
fungsinya harus mampu mentransformasikan nilai-nilai budaya.
Prinsip transformasi budaya ada 2 yakni pertama pengakuan adanya

3
Muhaemin El-Ma’hady, Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural: Sebuah Kajian Awal
network,(2004), hal. 4.
4
Musa Asy’arie, Pendidikan Multikultural dan Konflik Bangsa (www.kompas.co.id. 2004), hal. 1.
kenyataan budaya yang dimiliki oleh masyarakat indonesia.
Eksistensi kebudayaan yang dimiliki masyarakat indonesia adalah
keragamanya. Kedua, nilai-nilai budaya yang ada di dalam
masyarakat indonesia yang bhineka perlu dipilah-pilah untuk
memilih nilai-nilai yang luhur yang perlu dipertahankan serta
meninggalkan yang tidak berfungsi lagi dalam menghadapi
perubahan. Dengan demikian transformasi budaya mengasumsikan
adanya fungsi-fungsi imanen dan transenden.
Kaitan budaya dengan pendidikan adalah adanya budaya
khusus budaya lokal seperti yang disebutkan oleh ahli psikologi
Vygotsky bahwa unsur-unsur lokal merupakan fondasi dari
perkembangan kognisi manusia. Dengan demikian konsep
pendidikan multikultural sangat urgen sebagai wawasan dalam
mengembangkan budaya dan kemampuan seseorang.
Pendidikan dalam tataran ideal seharusnya bisa berperan
sebagai juru bicara bagi terciptanya fundamental kehidupan
multikultural yang terbebas dari kooptasi negara. Namun dalam
kenyataan, lembaga pendidikan tidak lebih dari sekedar sarana
efektif penyeragaman ideologis-politis dalam rangka
melanggengkan kekuasaan. Paradigma pendidikan berbasis
penyeragaman identitas sosial budaya ala Orde Bary terbukti tidak
mampu menyangga multikulturalisme kebangsaan yang genuine dan
otentik.
Tumbangnya Orde Baru ditandai dengan berbagai gejolak
sosial yang mengobarkan primordialisme identitas lokal masing-
masing. Konflik antarentik (di Sambas dan Sampit) dan antar agama
(di maluku dan Poso) Lepasnya Timor-timur dari pangkuan RI dan
gejolak sosial lainnya menjadi bukti paling sahih betapa rapuhnya
konstruksi kebangsaan berbasis multikulturalisme hingga saat ini
belum banyak dipahami khalayak secara proporsional. Padahal
paradigma multikulturalisme meniscayakan pemahaman bahwa
elemen-elemen sosial budaya bangsa harus bersifat inklusif,
membuka diri terhadap elemen-elemen lain di luar, dan berani
berdialog satu sama lain.
B. Tujuan Pendidikan Multikultural
Menurut Ainul Yaqin tujuan pendidikan multikultural sebenarnya
ada dua yakni tujuan awal dan tujua n akhir. Tujuan awal merupakan tujuan
sementara karna tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan
akhirnya dapat tercapai dengan baik. Pada dasarnya tujuan awal pendidikan
multikultural yaitu membangun wacana pendidikan dan pengambilan
keputusan dalam dunia pendidikan. Dengan harapan apabila mereka
mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka mereka akan
menjadi transmotor pendidikan multikultural yang mampu menanamkan
niali nilai pluralisme, humanisme, dan demokrasi secara langsung pada
peserta didiknya.
Sedangkan tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta
didik yang diharapkan mampu memahami dan menguasai materi pelajaran
yang dipelajari, dan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap
demokratis, pluralis, dan humanis karna ketiga hal tersebut adalah ruh
pendidikan multikultural.5
Menurut Ahmad Sauqi tujuan pendidikan multikultural itu ada lima
hal, yaitu:
1. Pengajaran siswa dengan etnik tertentu tentang kebudayaan yang
mereka miliki, termasuk di dalamnya pengajaran bahasa pusaka.
2. Pengajaran kepada semua siswa tentang keanekaragaman budaya
tradisional, baik dalam dan luar negeri. Ketika pembelajaran dapat
disampaikan dalam berbagai cara, sesuatu yang tidak biasanya terlewat
adalah susunan secara sistematis dari isu utama tentang budaya dan
etnisitas bangsa.

5
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Mutikultural; Cross Curtural Understanding Untuk Demokrasi Dan
Keadilan, (2005, Yogyakarta: Pilar Media), Hal. 26
3. Mempromosikan penerimaan menunjukkan perbedaan atau
keanekaragaman etnik dalam masyarakat. Bahwa manusia dengan
perbedaan agama, ras, suku kebangsaan memiliki kebebasan yang sama.
4. Menunjukkan penerimaan secara penuh dan ditanda dengan perlakukan
yang sama yakni keseimbangan antara budaya sub ethnic dengan
perbedaan agama, ras, suku kebangsaan, dll dalam satu Negara dan di
bagian Negara yang lain di dunia.
5. Membantu siswa untuk menyesuaikan bentuk budaya, untuk dirinya
sendiri dan untuk masyarakat.6
C. Metode dan Pendekatan Pendidikan Multikultural

Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem


kurikulum, biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan
metode dan pendekatan (method and approaches) yang beragam. Adapun
metode yang dapat digunakan dalam pendidikan multikultural adalah
sebagai berikut (Dewi, MarlianaAnisa, 2012):

1. Metode Kontribusi Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak


berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi kultur lain. Metode
ini antara lain dengan menyertakan pembelajar memilih buku bacaan
bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan even-even
bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran
atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian
yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik
sebelum dan sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa
bisa dieksplorasi secara mendalam. Namun metode ini memiliki banyak
keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan terlihat sebagai
sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek
inti.

6
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural konsep dan Aplikasi. (2010,
Yogyakarta: Ar-Ruuz Media Grub), Hal : 52-53.
2. Metode Pengayaan.Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif
bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa harus mengubah struktur
aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau
tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan
metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk
menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang
masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang
hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain.Metode ini juga menghadapi
problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang dikaji
biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang
mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari
perspektif yang dominan.

3. Metode Transformatif. Metode ini secara fundamental berbeda dengan


dua metode sebelumnya. Metode ini memungkinkan pembelajar
melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya, etnik dan
agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-
perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang
akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide. Metode
ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar
untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan
agama tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari
agama atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik
dalam masyarakat. Metodeini menuntut pembelajar mengolah
pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis
dasarnya.

4. Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial. Metode ini


mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata
dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya
perubahan sosial. Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami
dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan sesuatu yang penting
berkaitan dengan hal itu. Metode ini memerlukan pembelajar tidak
hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika ketertindasan tetapi
juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem
melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan
pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk
memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense
kesadaran dan kemujaraban berpolitik.

Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam


pendidikan kultural adalah sebagai berikut (James A Banks, 2003):

1. Pendekatan Historis

Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan


kepada pembelajar dengan menengok kembali ke belakang.
Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka
berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian
mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan
demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan
dinamis.

2. Pendekatan Sosiologis.

Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses


kontekstualisasi atas apa yang pernah terjadi di masa
sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan
karena dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan
perkembangan zaman yang terjadi, dan tidak bersifat
indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun adalah
kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan
dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
3. Pendekatan Kultural.

Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan


tradisi yang berkembang. Dengan pendekatan ini pembelajar
bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang tidak.
Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab
dan mana tradisi yang datang dari islam.

4. Pendekatan Psikologis.

Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis


perseorangan secara tersendiri dan mandiri. Artinya masing-
masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia mandiri dan
unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.
Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan
pandai melihat kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa
mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk
pembelajar.

5. Pendekatan Estetik

Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar


untuk berlaku sopan dan santun, damai, ramah, dan mencintai
keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati secara
doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka
pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka
memerlukan pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala
gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya sebagai
bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.

6. Pendekatan Berprespektif Gender.

Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada


pembelajar untuk tidak membedakan jenis kelamin karena
sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi
seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini,
segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang
menyatakan bahwa perempuan berada di bawah laki-laki bisa
dihilangkan.

Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya


kesadaran multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan
tentu saja, tidak menutup kemungkinan berbagai pendekatan yang
lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas, sangat mungkin
untuk diterapkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Multikultural


1. Kelebihan Pendidikan Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus
diperhatikan. Menurut James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan
multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:’
a. Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk
mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi, dan teori dalam
mata pelajaran.
b. Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam
sebuah mata pelajaran.
c. Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam
rangka memfasilitasi prestasi akademik.
d. Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode
pengajarannya.
e. Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan,
berinteraksi dengan seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan
etnis untuk menciptakan budaya akademik.
2. Kekurangan pendidikan multultural
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah
mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala dalam
pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak
awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a. Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam
mengimplementasikannya. Multikultural sering dimaknai orang
hanya sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata
siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan
pendidikan multikultural pada mereka.
b. Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai
budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di
masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah
sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi di
lingkungan sekolah.
c. Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang
komprehensif sehingga menuntut komitmen yang kuat dari berbagai
komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk
dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang
hal tersebut. Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural
sangat bergantung pada seberapa besar keinginan dan kepedulian
masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah
guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa mendatang
menghendaki terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat
yang lebih demokratis, egaliter, menghargai nilai-nilai kemanusiaan
dan persamaan, serta menghormati perbedaan.
d. Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait
dengan kepentingan pendidikan selalu diseragamkan, baik yang
berwujud benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi
ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman
dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah
sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem
perilaku dan tindakan orang-orang yang ada di dunia pendidikan
tersebut sehingga sulit menghargai dan mengakui keragaman dan
perbedaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan multikultural adalah suatu penedekatan progresif untuk
melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh
membongkar kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif
dalam proses pendidikan.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial
dan persamaan hak dalam pendidikan. Sedangkan dalam doktrin Islam
sebenarnya tidak membeda-bedakan etnik, ras dan lain sebagainya
dalam pendidikan. Manusia semuanya adalah sama, yang
membedakannya adalah ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Dalam
Islam, pendidikan multikultural mencerminkan bagaimana tingginya
penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan tidak ada perbedaan
di antara manusia dalam bidang ilmu.
Pendidikan multikultural seharusnya memfasilitasi proses belajar
mengajar yang mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh
prasangka dan diskriminatif ke perspektif multikulturalis yang
menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap terbuka.
Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak
terbatas pada dimensi kognitif belaka
DAFTAR PUSTAKA
Freire, Paulo. 2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan
Pembebasan, Terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Naim, Ngainun, dkk. 2010. Pendidikan Multikultural konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruuz Media Grub.

Thabrani, Abdul Muis. 2013. Pengatar dan Dimesi-Dimensi Pendidikan. Jember:


STAIN Jember Perss.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik
Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan Mutikultural; Cross Curtural Understanding
Untuk Demokrasi Dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.

Anda mungkin juga menyukai