Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH PEMBENTUKAN DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Lailatus Syarifah,Galuh Novi Pradita, Muhammad Farhan Mahdi


Universitas Yudharta Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia
lailasyarifaa900@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan multikultural merupakan sesuatu yang
sangat diperlukan dalam menghadapi konflik di era revolusi industri 4.0 yang berasal
dari keragaman suku, budaya, etnis dan agama. Pendidikan multikultural
(multicultural education) merupakan respon terhadap perkembangan keragaman
populasi sekolah, serta tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Untuk
mengimplementasikan hal tersebut, peran tenaga pendidik sangat diperlukan karena
dapat membantu menanamkan nilai-nilai kehidupan sehingga dapat membentuk
karakter yang mencerminkan jati diri bangsa. Hal ini dapat tersirat di sekolah melalui
(1) membangun paradigma keberagaman inklusif di lingkungan sekolah, (2)
menghargai keberagaman bahasa di sekolah, (3) membangun sikap sensitif gender di
sekolah, (4) membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan dan
perbedaan sosial. , (5) membangun sikap anti diskriminasi etnis, (6) menghargai
perbedaan kemampuan, dan (7) menghargai perbedaan usia. Yang harus terus
dikembangkan adalah pendidikan multikultural sebagai bidang studi sehingga ketika
terjadi revolusi global pendekatan multikultural ini akan tetap relevan. Kata kunci:
Multikultural, Pendekatan, Pendidikan.

Kata
kunci: Pembentukan dan pendekatan Pendidikan multikultural

1.PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu hal terpenting dalam peradaban bangsa. Pendidikan adalah
investasi bangsa yang sangat berharga, sejatinya, pendidikan bukan hanya untuk
mengembangkan kognitif siswa. Akan tetapi, pendidikan juga harus mampu mengembangkan
ranah afektif dan psikomotorik siswa yang akan mengarahkan siswa menjadi siswa yang
berkarakter sesuai dengan cerminan bangsa itu sendiri.

Ditinjau dari wilayah, Indonesia merupakan negara yang multikultural atau memiliki
beraneka ragam budaya. Keanekaragaman merupakan satu sisi penguatan sosial apabila
semua golongan dapat bersinergi dengan baik, namun, keberagaman juga dapat menjadi
sumber timbulnya konflik yang ada di masyarakat yang akan menggoyahkan sendi-sendi
bangsa apabila tidak dikelola dengan baik.

Indonesia pernah mengalami beberapa konflik karena keberagaman, diantaranya adalah


tragedi Sampit yang terjadi pada tahun 2001 yang didasari oleh perbedaan suku dan konflik
Maluku yang didasari oleh perbedaan agama. Kedua ketegangan tersebut semakin memuncak
karena kurangnya nilai-nilai multikultural yang ada di masyarakat. Oleh karena itu,
pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan nilai-nilai multikultural kepada siswa.
Pentingnya pembentukan karakter yang multikultural merupakan suatu urgensitas, karena di
Indonesia sendiri bukan hanya memiliki budaya yang beragam akan tetapi Indonesia sendiri
memiliki suku, ras, dan agama yang beragam. Maka, diperlukannya sikap yang multikultural
agar seluruh golongan dapat hidup berdampingan.

Oleh sebab itu, pembentukan karakter yang multikultural sangat dibutuhkan karena, siswa
harus memiliki sikap toleransi yang tinggi agar tidak mudah tersinggung. Jika seorang siswa
tidak memiliki nilai toleransi yang tinggi dalam hidupnya maka siswa tidak akan mampu
meresolusi konflik yang ada, malahan siswa akan membuat konflik yang berujung pada
perpecahan.

Pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam
ruangan kosong, namun ada kepentingan politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang
mendorong kemunculannya.1

Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar
sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di
negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk
pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang
mengalami praktik diskriminasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi
pada tahun 1960an.

Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural


dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk
tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan
kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar
umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan
keputusan secara demokratis.2

1
Muhammad Anas Ma'arif, 'PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA
DIDIK', TA'LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam, 2019 <https://doi.org/10.52166/talim.v2i2.1413>.
2
Suharsono Suharsono, 'Pendidikan Multikultural', EDUSIANA: Jurnal Manajemen Dan Pendidikan Islam, 2017
<https://doi.org/10.30957/edusiana.v4i1.3>.
2. METODE
Dalam penetian ini, penulis mencari tema yang berhubungan dengan Human Development
and Education, lalu menemukan bahwa tema mengenai pendidikan multikultural penting
untuk diulas, mengingat bahwa saat ini isu multikulturalisme ini sedang relevan dan banyak
terjadi di Indonesia. Penulis mencari sumber artikel ilmiah terkait di situs google scholar dan
science direct menggunakan kata kunci berupa "multikulturalisme", "pendidikan
multikultural" dan "pengembangan karakter". Dari kata kunci tersebut kemudian penulis
mencari enam artikel yang relevan dengan tahun penulisan di atas tahun 2010.Setelah
mencari enam artikel, kemudian penulis membaca sekilas abstrak dan kesimpulan artikel-
artikel tersebut untuk kemudian mengerucutkan pencarian hingga menjadi tiga artikel ilmiah
yang paling relevan dengan tema dan topik bahasan yang penulis ingin ulas. Selain tiga
artikel ilmiah pokok yang menjadi sumber ulasan, penulis juga mencari sumber-sumber
literatur pendukung lainnya.

sebagai sumber Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian library research (pustaka), dalam penelitian ini menggunakan data pustaka sebagai
objek kajian dalam penelitiannya, menggunakan buku-buku, artikel, dan lain sebagainya
datanya. (Hadi, 2002) Sifat penelitian ini sendiri yaitu deskriptif-analisis, yang mana
penelitian ini menguraikan secara teratur seluruh konsep yang memiliki relevansi terhadap
pembahasan. Kemudian data yang telah dikumpulkan selanjutnya disusun sebagaimana
mestinya dan dilanjutkan untuk dianalisis. (Beker, 1996) Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode library research, yakni studi kepustakaan. Penelitian
dilaksanakan dengan menghimpun data dari berbagai literature, digunakan tidak terbatas
hanya pada buku-buku, tetapi dapat berupa bahan-bahan dokumentasi, artikel ilmiah, koran,
majalah, dan lain sebagainya.3

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hakikat Pendidikan Multikultural
Manusia tidak pernah ditakdirkan untuk sama sepenuhnya, tetapi takdir manusia hanya
untuk berbeda. Kenyataan hidup manusia bermacam-macam dan multidimensi. Banyak sekali
berbedaanperbedaan mendasar manusia sebagai individu dan juga sosial. Pebedaan-

3
Lathifah Abdiyah, 'Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Multikultural', Tarbawy : Jurnal Pendidikan Islam,
2021 <https://doi.org/10.32923/tarbawy.v8i2.1827>.
perbedaan tersebut pada mulanya menjadi bukti kajian dan munculnya perdebatan filosofis-
historis dalam waktu yang lama.

Ada beberapa aliran pemikiran yang mencoba untuk memberikan penilaian kritis terhadap
kenyataan atas perbedaan manusia ini, atau yang biasa disebut pemikiran monismemoral.
(Indrawan et al., 2020) Multi dimaknai banyak, sedangkan kulturalisme adalah aliran atau
ideologi budaya. Multikulturalisme bermakna pemikiran yang mencakup banyak
ideologi/aliran budaya. Multikulturalisme merancang pemikiran terhadap keberagaman
kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menitik beratkan pada penerimaan
terhadap hadirnya keberagaman, serta keanekaragaman budaya di dalam realitas masyarakat
menyangkut nilai-nilai, praktik budaya, sistem sosial, filosofi politik yang dianut dalam
konteks tertentu, dan adat kebiasaan. Multikulturalisme tidak bermaksud untuk menciptakan
keseragaman ala monism, juga penciptaan budaya umum ala plularisme. Multikulturalisme
lebih maju dari monism dan juga plularisme.

(Indrawan et al., 2020) Multikulturalisme memberikan dukungan terhadap perbedaan serta


memperjuangkan bermacam kepentingan kelompok di antaranya kelompok minoritas dalam
berbagai ukuran sosialnya (etnis, ras, agama, budaya, politik, gender, dll). Multikulturalisme
dalam tingkatan yang sempurna mendesak ke arah terbentuknya sebuah politic of recognition
(politik pengakuan) identitas tiap budaya yang beragam di dalam nation state (negara
bangsa). Tokoh James Banks diketahui sebagai perintis pendidikan multikultural. (Indrawan
et al., 2020) Banks percaya bahwa sebagian dari pendidikan lebih condong pada mengajari
bagaimana berpikir dibandingkan dengan apa yang dipikirkan.

Banks mengutarakan bahwa peserta didik harus diajarkan untuk memahami seluruh jenis
pengetahuan (knowledge construction) serta interpretasi yang beragam. (Bank, 1994) Peserta
didik yang baik merupakan peserta didik yang senantiasa mempelajari seluruh pengetahuan
dan ikut serta secara aktif dalam mendiskusikan konstruksi pengetahuan. Peserta didik juga
perlu untuk disadarkan jika di dalam pengetahuan yang mereka terima ada berbagai macam
interpretasi yang sangat ditetapkan oleh kepentingan masing-masing. Peserta didik harus
membiasakan diri untuk menerima perbedaan yang terdapat di sekitarnya.
(Indrawan et al., 2020) Berikutnya Banks mengutarakan bahwa pendidikan multikulural
adalah sebuah rangkaian keyakinan (set of beliefs) serta uraian yang mengakui dan
mengevaluasi seberapa pentingnya keberagaman budaya dan juga etnis di dalam wujud gaya
hidup, identitas pribadi, pengalaman sosial, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok
ataupun Negara. Banks mendeskripsikan pendidikan multikultural merupakan gagasan,
gerakan, pemodernan pendidikan dan proses pendidikan yang memiliki tujuan utama untuk
mengganti susunan lembaga pendidikan agar peserta didik baik laki-laki maupun perempuan,
peserta didik berkebutuhan khusus, dan peserta didik yang merupakan bagian dari kelompok
etnis, ras, dan juga buudaya yang beragam tersebut akan tetap memiliki kesempatan yang
serupa dalam mencapai prestasi pendidikan di sekolah.
(Bank, 1994) Howard mengutarakan bahwa pendidikan multikultural memberikan
kompetensi multikultural. Dengan pendidikan multikultural sejak usia dini diharapkan agar
anak mampu memahami dan toleran terhadap keberagaman budaya yang berakibat pada
perbedaan usage (cara individu bertingkah laku); folkways (kebiasaan-kebiasaan yang
terdapat di masyarakat); mores (tata kelakuan di masyarakat); dan adat istiadat suatu
perkumpulan). Dengan pendidikan multikultural, peserta didik sanggup menerima
keberagaman, kritik, serta mempunyai rasa empati, dan juga toleransi terhadap sesame tanpa
melihat golongan, gender, status, serta keahlian akademik. (Farida Hanum., 2005) Hal yang
sama juga dikemukakan oleh Musa Asya'rie bahwa pendidikan multikultural memiliki makna
sebagai suatu proses pendidikan cara hidup menghormati, tulus, dan toleransi akan
keberagaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural, sehingga peserta didik
nantinya akan mempunyai kekenyalan jan kelenturan mental bangsa dalam menyikapi
problematika sosial di masyarakat.

(Musa Asy'arie, 2004) Pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk upaya dalam
mewujudkan hubungan yang harmonis, yaitu kegiatan edukasi dengan maksud menumbuh
kembangkan kearifan pemahaman, sikap, kesadaran, dan perilaku peserta didik terhadap
keaneka ragaman budaya, masyarakat, dan agama. Dengan penafsiran tersebut, pendidikan
multikultural dapat mencakup pendidikan agama dan pendidikan umum yang
"mengindonesia" karena responsif terhadap kesempatan dan tantangan kemajemukan budaya,
masyarakat, dan agama. Maka tentu saja dalam pendidikan multikultural di sini tidak hanya
sekedar membutuhkan "pendidikan agama", namun juga "pendidikan religiusitas". (Arif,
2012) Lingkungan pendidikan merupakan suatu pola yang tersusun dari berbagai aspek serta
variabel utama, seperti kebijakan sekolah, politik, kultur sekolah, serta formalisasi kurikulum
dan juga bidang studi. Apabila dalam perihal tersebut mengalami perubahan maka seharusnya
perubahan tersebut difokuskan untuk menciptakan dan menjaga lingkungan sekolah dalam
keadaan multikultural yang efektif. Setiap anak sepatutnya harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah dalam kondisi yang multikultural. Tujuan utama dari pendidikan
multikultural yaitu mengganti pendekatan pelajaran dan pembelajaran yang mengarah pada
sistem yang mampu memberikan kesempatan yang setara bagi setiap anak. Maka tidak ada
yang dikorbankan demi persatuan. Maka dari itu, kelompok-kelompok harus saling
memahami, damai, mengakhiri perbedaan tetapi tetap menjunjung nilai yang ada dalam
tujuan umum yakni untuk mencapai persatuan. Perlu ditanamkan pada peserta didik
pemikiran lateral, keanekaragaman, dan juga keunikan itu dihargai. Maka perlu adanya
perubahan perilaku, sikap, dan juga nilai-nilai khususnya akademika sekolah. Ketika seorang
peserta didik berada pada posisi diantara sesamanya yang memiliki latar belakang berbeda
mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi dan juga berkomunikasi, sehingga diantara
mereka bisa saling menerima perbedaan yang ada sebagai bentuk memperkaya pribadi
masing-masing. (Indrawan et al., 2020) .

2. Prinsip, Tujuan, Fungsi, dan Perspektif Pendidikan Multikultural


Menurut Groski, prinsip pendidikan multicultural adalah sebagai berikut:
sebuah. Isi materi pelajaran yang diseleksi wajib memiliki perbedaan dan persamaan dalam
lintas kelompok.
b. Pemilihan materi pelajaran wajib terbuka secara budaya didasarkan pada siswa.
Keterbukaan ini wajib menyatukan opini/pendapat yang bertentangan serta interpretasi-
interpretasi yang berbeda.
c. Pendidikan sebaiknya memuat model belajar mengajar yang interaktif agar mudah
dipahami.
d. Materi pelajaran yang diseleski harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat.
e. Pengajaran seluruh pelajaran wajib menggambarkan serta dibentuk berlandaskan pada
pengalaman serta pengetahuan yang dibawa speserta didik ke dalam kelas. (Indrawan et al.,
2020)4

Pendidikan multicultural juga memiliki dua suku kata, yakni pendidikan dan
multikultural. Multikultural tersusun atas dua kata, yakni multi yang bermakna banyak atau
beragam dan kultural yang berarti budaya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa multikultural
yakni keberagaman budaya.

4
Abdiyah.
Multikultural adalah tidak memperdulikan budaya, ras, entik, bahasa, gender, dan agama
dan bersedia untuk menerima segala perbedaan sebagai kesatuan.kesediaan menerima
perbedan satu sama lain ini harus ditanamkan pada pribadi seseorang. Apalagi jika terdapat
seseorang yang mengingikan orang lain agar menjadi seperti dirinya. Dari sinilah perlu
adanya sikap saling menghormati agar terhindar dari pertengkaran atau koflik.

Dengan begitu, pendidikan multikultural memiliki beberapa prinsip, yakni:

1) Pendidikan multikultural merupakan gerakan politik yang bertujuan untuk


menyamaratakan setiap golongan agar tercapainya keadilan masyarakat tanpa memandang
latar belakang yang ada.

2) Pendidikan multikultural memiliki dua dimensi, yakni pembelajaran dengan dimensi


lingkup kecil (kelas) dan pembelajaran dengan dimensi lingkup besar (sekolah). Dua dimensi
ini tidak boleh dipisahkan, bahkan harus ditangani dengan cara yang lebih kompleks.

3) Pendidikan multikultural menekankan reformasi komprehensif pada pendidikan yang


dapat dicapai melalui analisis kritis agar dapat mencapai reformasi komprehansif yang dalam
pada pendidikan.

4) Menyediakan kesempatan yang sama kepada seluruh siswa agar dapat tercapainya prestasi
yang maksimal sesuai potensi yang dimiliki siswa. 5) Pendidikan multikultural merupakan
pendidikan yang baik untuk seluruh siswa, karena pendidikan yang tidak memandang latar
belakang yang dimiliki siswa.5

Dan Pendekatan Pendidikan Multikultural Dalam melakukan pendekatan pendidikan


multikultural, selain pengetahuan umum mengenai hal tersebut, juga harus dibarengi dengan
menanamkan nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan karakter dan identitas nasional
bangsa Indonesia.Menurut Nana (2018) terdapat empat karakter utama bangsa yang harus
tercermin oleh masyarakat Indonesia yaitu manusia beragama, manusia sebagai pribadi,
manusia sosial, dan manusia sebagai warga bangsa. Untuk menumbuhkan karakter-karakter
tersebut, lembaga pendidikan diharapkan dapat menanamkan nila-nilai kehidupan yang
merupakan identitas nasional, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,menghargai
prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
bertanggung jawab.

5
Ma'arif.
Strategi pendidikan multikultural selanjutnya perlu dijabarkan dalam implikasi di
sekolah. Hal ini dapat diimplikasikan di sekolah melalui :

(1) membangun paradigma keberagaman inklusif di lingkungan sekolah, (2) menghargai


keragaman bahasa di sekolah.

(3) membangun sikap sensitif gender di sekolah.

(4) membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan sosial.

(5) membangun sikap antidiskriminasi etnis, (6) menghargai perbedaan kemampuan. dan

(7) menghargai perbedaan umur.

Multikultural memiliki tiga aspek dalam mengembangkan dalam diri siswa, yakni:

a. Pengembangan identitas kultur Yakni kebanggaan siswa terhadap identitasnya, kompetensi


dalam hal ini menyangkut beberapa hal, yakni pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran akan
etnis. Yang akan menimbulkan sikap percaya diri dan kebanggaan.

b. Hubungan interpersonal Yakni kompetensi interaksi dengan kelompok lain dengan


mendasarkan pada sikap persamaan dan kesetaraan.

c. Memberdayakan diri sendiri Yakni kemampuan untuk mengembangkan potensi diri sendiri
yang berkaitan dengan multicultural.

Sejalan dengan menanamkan nilai serta karakter kebangsaan, pendidikan multikultural


ini juga perlu diintegrasikan dengan identitas nasional melalui desain kurikulum yang
berbasis kearifan lokal. Dalam proses belajar mengajar, pendidik perlu menerapkan teori
serta praktik yang memperhatikan keragaman sosial dan budaya dimana pendidik dapat
memberi suatu studi kasus terkait multikuturalisme di Indonesia atau dapat juga dilakukan
secara tidak langsung dengan memposisikan peserta didik sebagai makhluk sosial yang aktif
dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan kewarganegaraan juga sebaiknya tetap
dipertahanakan bahkan dioptimalisasi di dalam kurikulum pendidikan, karena di dalamnya
kita dapat mengembangkan nilai-nilai identitas nasional yang telah diuraikan sebelumnya
kepada peserta didik dengan harapan peserta didik tidak hanya sekedar mengetahui namun
juga menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kesehariannya.
Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli
psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan
tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu
dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk
kondisi-kondisi tertentu.6

4. KESIMPULAN
Multi dimaknai banyak, sedangkan kulturalisme adalah aliran atau ideologi budaya,
Multikulturalisme bermakna pemikiran yang mencakup banyak ideologi/aliran budaya.

Pendidikan multikultural merupakan suatu bentuk upaya dalam mewujudkan hubungan yang
harmonis, yaitu kegiatan edukasi dengan maksud menumbuh kembangkan kearifan
pemahaman, sikap, kesadaran, dan perilaku peserta didik terhadap keaneka ragaman budaya,
masyarakat, dan agama.

Dengan penafsiran tersebut, pendidikan multikultural dapat mencakup pendidikan agama


dan pendidikan umum yang "mengindonesia" karena responsif terhadap kesempatan dan
tantangan kemajemukan budaya, masyarakat, dan agama. Maka tentu saja dalam pendidikan
multikultural di sini tidak hanya sekedar membutuhkan "pendidikan agama", namun juga
"pendidikan religiusitas".

Adapun prinsip pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:


1) isi materi pelajaran yang diseleksi wajib memiliki perbedaan dan persamaan dalam lintas
kelompok,
2) pemilihan materi pelajaran wajib terbuka secara budaya didasarkan pada siswa.
Keterbukaan ini wajib menyatukan opini/pendapat yang bertentangan serta interpretasi-
interpretasi yang berbeda,
3) pendidikan sebaiknya memuat model belajar mengajar yang interaktif agar mudah
dipahami,
4) materi pelajaran yang diseleski harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat,
5) pengajaran seluruh pelajaran wajib menggambarkan serta dibentuk berlandaskan pada
pengalaman serta pengetahuan yang dibawa speserta didik ke dalam kelas.

6
Sipuan Sipuan dan lain-lain, 'Pendekatan Pendidikan Multikultural', Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan
Nonformal, 2022 <https://doi.org/10.37905/aksara.8.2.815-830.2022>.
Dalam penerapan pendidikan multikultural, terdapat lima "P" yang dibutuhkan dalam
mendukung keberhasilam dalam proses implementasi pendidikan multikultural itu sendiri,
diantaranya:
1) Perspektif (paradigma, cara pandang, visi atau misi sekolah),
2) Policy (kebijakan, aturan yang dikeluarkan oleh pimpinan sekolah),
3) Program (rencana paket kegiatan yang diselenggarakan untuk pencapaian saasaran
tertentu); 4) Pribadi (pelaksana, terutama para guru yang menjadi ujung tombak);
5) Praktik (implementasi, pelaksanaan di kelas/sekolah).

Bahwa pendidikan multikulural adalah sebuah rangkaian keyakinan (set of beliefs) serta
uraian yang mengakui dan mengevaluasi seberapa pentingnya keberagaman budaya dan juga
etnis di dalam wujud gaya hidup, identitas pribadi, pengalaman sosial, kesempatan
pendidikan dari individu, kelompok ataupun Negara.

Banks mendeskripsikan pendidikan multikultural merupakan gagasan, gerakan,


pemodernan pendidikan dan proses pendidikan yang memiliki tujuan utama untuk mengganti
susunan lembaga pendidikan agar peserta didik baik laki-laki maupun perempuan, peserta
didik berkebutuhan khusus, dan peserta didik yang merupakan bagian dari kelompok etnis,
ras, dan juga buudaya yang beragam tersebut akan tetap memiliki kesempatan yang serupa
dalam mencapai prestasi pendidikan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Anas Ma'arif, 'PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI PEMBENTUKAN


KARAKTER PESERTA DIDIK', TA'LIM : Jurnal Studi Pendidikan Islam, 2019
<https://doi.org/10.52166/talim.v2i2.1413>.
Suharsono Suharsono, 'Pendidikan Multikultural', EDUSIANA: Jurnal Manajemen dan
Pendidikan Islam, 2017 <https://doi.org/10.30957/edusiana.v4i1.3>.
Lathifah Abdiyah, 'Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Multikultural', Tarbawy : Jurnal
Pendidikan Islam, 2021 <https://doi.org/10.32923/tarbawy.v8i2.1827>.
Abdiyah.
Ma'arif.
Sipuan Sipuan dan lainnya, 'Pendekatan Pendidikan Multikultural', Aksara: Jurnal Ilmu
Pendidikan Nonformal, 2022 <https://doi.org/10.37905/aksara.8.2.815-830.2022>.

Nama kelompok 6:
1.Muhammad Farhan Mahdi (202369080022)
2.Lailatus Syarifah (202369080009)
3.Galuh Novi Pradita (202369080030)

Anda mungkin juga menyukai