Nim. : 0301183234
1. a. Pendidikan multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan multikultural. Pendidikan
merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-cara
yang mendidik. Sedangkan Multikultural secara etimologis multi berarti banyak, beragam dan
aneka sedangkan kultural berasal dari kata culture yang mempunyai makna budaya, tradisi,
kesopanan atau pemeliharaan. Zakiyuddin Baidhawi mendefinisikan pendidikan multikultural
adalah suatu cara untuk mengajarkan keragaman (teaching diversity).
Dan Menurut Burnet dalam Ali Maksum, pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk
people of colour. Sementara itu James Banks memaknai pendidikan multikultural sebagai
sebuah gagasan yang menjelaskan bahwa semua peserta didik tanpa memandang dari
kelompok mana mereka masuk, seperti yang terkait dengan gender, suku bangsa, ras, budaya,
kelas sosial, agama tanpa pengecualian, seharusnyaa mengalami kesetaraan pendidikan di
sekolah.
Gerakan reformasi Mei 1998 mentransformasikan otoritarianisme orde baru menuju transisi
demokrasi sebaliknya telah menyampaikan berkembangnya kesadaran baru tentang pentingnya
otonomi masyarakat sipil. Ekstrand menyebutkan hal ini sebagai perspektif multikulturalisme radikal
sebagaimana yang kini telah diakomodasi oleh undang-undang sisdiknas.
Dalam konteks perkembangan sistem politik Indonesia saat ini pilihan perspektif pendidikan yang
demikian memiliki peluang dan pendidikan multikultural sangat diperlukan sebagai landasan
pengembangan sistem politik yang kuat. Pendidikan multikultural sangat menekankan pentingnya
akomodasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat shop nasional untuk memelihara dan
mempertahankan identitas kebudayaan dan masyarakat nasional. Dalam sejarahnya pendidikan
multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran yang tidak muncul dalam ruangan kosong tetapi
ada interest politik sosial ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculan nya.
Berdasarkan hal tersebut penerapan multikulturalisme menurut kesadaran dari tiap-tiap budaya
lokal untuk saling mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya yang dibalut sama kerukunan
dan perdamaian. Paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu konsep dari pasal 4 UU
no 20 tahun 2003 sistem pendidikan nasional. dalam pasal itu dijelaskan bahwa pendidikan
diselenggarakan secara demokratis tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
3. a. Membangun paradigma keberagamaan inklusif:
seorang guru/dosen harus mampu bersikap demokratis, baik dalam sikap maupun perkataannya
tidak diskriminatif
guru/dosen seharusnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-kejadian tertentu
yang ada hubungannya dengan agama. Misalnya, ketika terjadi bom Bali (2003), maka seorang
guru yang berwawasan multikultural harus mampu menjelaskan keprihatinannya terhadap
peristiwa tersebut.
guru/dosen seharusnya menjelaskan bahwa inti dari ajaran agama adalah menciptakan
kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, maka pemboman, invasi militer, dan
segala bentuk kekerasan adalah sesuatu yang dilarang oleh agama.
guru/dosen mampu memberikan pemahaman tentang pentingnya dialog dan musyawarah
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan keragaman budaya, etnis,
dan agama (aliran), misalnya, kasus penyerbuan dan pengusiran Jamaah Ahmadiyah di NTB tidak
perlu terjadi, jika wacana inklusivisme beragama ditanamkan pada semua elemen masyarakat
termasuk peserta didik.
Selain guru, sekolah juga memegang peranan penting dalam membangun lingkungan pendidikan
yang pluralis dan toleran. Langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain:
Untuk membangun rasa saling pengertian sejak dini antara siswa-siswa yang mempunyai
keyakinan berbeda, maka sekolah harus berperan aktif menggalakkan dialog antar-iman dengan
bimbingan guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog antar-iman semacam ini merupakan salah
satu upaya yang efektif agar siswa terbiasa melakukan dialog dengan penganut agama yang
berbeda;
Hal yang paling penting dalam penerapan pendidikan multikultural yaitu kurikulum dan buku-
buku pelajaran yang dipakai, dan diterapkan di sekolah
Dalam hal ini, ada dua poin penting yang dapat dilakukan guru:
Guru harus mempunyai wawasan yang cukup tentang bagaimana seharusnya menghargai
keberagaman bahasa. Wawasan ini adalah dasar seorang guru agar sikap dan tingkah lakunya
menunjukan sikap yang sama dan selalu menghargai perbedaan bahasa yang ada.
Guru harus mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap masalah-masalah yang menyangkut
adanya dikriminasi bahasa yang terjadi di dalam dan di luar kelas. Contohnya, ketika ada
kejadian mayoritas peserta didik menertawakan salah satu dialek dan aksen bahasa salah
seorang siswa yang sedang mengungkapkan pendapatnya di kelas, maka guru harus segera
mengambil tindakan seperti menghentikan tindakan siswa yang sedang mentertawakan dan
memberikan penjelasan bahwa mentertawakan aksen dan dialek orang lain adalah tindakan
yang tidak terpuji dan dalam dunia akademis tidak dibenarkan.
4. James Banks (1994) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of
color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasikan perbedaan sebagai suatu keniscayaan
(anugerah Tuhan/sunatullah). Selanjutnya bagaimana masyarakat mampu menyikapi perbedaan
tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter. Ruang pendidikan sebagai media transfer of
knowledge hendaknya mampu memberikan nilai-nilai multikulturalisme dengan cara saling menghargai
dan menghormati atas realitas yang beragam, baik latar belakang maupun basis sosio-budaya yang
melingkupinya. Pemikiran selanjutnya adalah tentang beberapa dimensi pendidikan multicultural yang
saling berkaitan yaitu:
5. Pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup
manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan. keberagaman/kemajemukan
sudah merupakan sunnatullah, sehingga perbedaan-perbedaan tidak akan mungkin dapat dihindari,
tetapi harus dipahami dan disikapi secara tepat dan arif atas dasar persamaan dan kesetaraan menurut
petunjuk-petunjuk ayat-ayat Alquran dan praktik hidup Rasulullah saw dalam berdampingan dengan
masyarakat Madani yang plural, sehingga tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis dan saling
menghargai dapat terwujud.