Anda di halaman 1dari 8

Nama : Abid Nurhuda Dosen : Suroto Rosyid Styanto, M.

Hum

Nim : 183111122 Matakuliah : Pendidikan Multikultural


PEMBAHASAN

Munculnya Pendidikan Multikultural

Pendidikan multicultural adalah tema yang sangat baru dalam dunia pendidikan. Sebelum
peristiwa Perang Dunia ke II, bisa dikatakan pendidikan tersebut belum banyak diketahui orang.
Bahkan pendidikan ini digunakan sebagai alat politik untuk memberlangsungkan kekuasaan yang
tengah memonopoli sistem pendidikan untuk kelompok tertentu karena selalu menyangkut
HAM, kemerdekaan dari penjajahan, diskriminasi rasial dan lain-lain. Jadi bisa dikatakan
pendidikan multikultural ialah gejala yang sangat baru dalam pergaulan umat manusia ketika
meraka mendambakan persamaan hak, salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan
yang sama bagi semua orang.

Menurut koentjaraningrat, pendidikan multicultural merupakan sebuah ilmu pengetahuan


sehingga mengalami metamorfosa tahapan yang berkembang dan terdiri dari empat fase, yaitu :

1. Sebelum tahun 1800-an yakni Sekitar abad ke 15-16, banyak sekali bangsa eropa yang
mulai berlomba untuk menjelajahi luasnya dunia. Mulai dari benua australi, asia,
amerika, hingga afrika. Dalam perjalananya yang jauh tersebut, mereka banyak
mendapati dan menemukan hal-hal yang baru. Mereka juga banyak sekali menjumpai
para suku yang begitu asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan, penjelajahan dan
penemuan mereka di catat sekaligus ditulis ke dalam buku harian ataupun jurnal
kehidupan. Merekapun mencatat ciri-ciri kebudayaan, fisik, bahasa, dan susunan
masyarakat dari suku tersebut yang biasa disebut dengan bahan etnopografi karena Pada
abad ke 19 ketertarikan bangsa eropa dengan etnografi sangat banyak dan meningkat.
2. Pada tahun 1800-an Bahan etnografi tadi sudah di susun menjadi karya sekaligus
karangan bedasarkan cara berfikir evoluasi masyarakat pada masa itu. Masyarakat dan
kebudayaan pun secara perlahan-lahan berevolusi dalam jangka waktu yang sangat
lama.
3. Di awal abad ke 20 Eropa mulai berkembang dengan membangun kerja sama koloni di
amerika, afrika dan asia. Dalam rangka hal tersebut eropa jadi mau mempelajari bahan-
bahan etnografi yang berisi tentang kebiasaan, kebudayaan dari sukubangsa lainya demi
kepentingan pemerintah kolonial.
4. Setelah tahun 1930-an, Ilmu multikulturalpun jadi berkembang sangat cepat, sehingga
membuat seolah-olah sukubangsa asli hilang dari penerapan budaya bumi eropa.

Sementara itu, H. A. R. Tilaar menyebutkan setidaknya ada beberapa elemen kekuasaan di dunia
ini yang telah melahirkan pendidikan multikultural, diantaranya :

1. Proses Demokratisasi dalam Masyarakat


Sekalipun paham demokrasi sudah seumuran dengan kehidupan manusia di dunia
ini, tapi implementasinya masih suka terhambat, dan juga tidak merata ke dalam
kehidupan manusia. Kehidupan manusia di dalamnya itu terdapat kelompok yang
menganggap dirinya memiliki hak lebih istimewa termasuk hak untuk mendapatkan
pendidikan berbeda yang tidak bisa di nikmati kelompok lainnya. Sehingga dengan
demikian akan ada kelompok dalam masyarakat yang tersisihkan dalam pendidikannya.
Perjuangan untuk mendapatkan hak pendidikannya dari kelompok yang
tersisihkan adalah usaha yang besar dalam melawan opresi penjajahan. Operasi tersebut
terjadi di negara demokrasi maupun totaliter yang mana di dalamnya terdapat perbedaan
perlakuan kepada kelompok masyarakat tertentu. Hal itu disebabkan adanya perbedaan
ideologi, ras, suku, etnik, dan yang lainnya. Contohnya peristiwa yang dulu terjadi di
Afrika Selatan yang mengasingkan antara kelompok berkulit putih dari kulit hitam
dengan hak-hak istimewanya diantaranya pendidikan sehingga kelompok tersebut pun
selalu disepelekan.
Oleh karena itulah, pendidikan multikulturalisme berjalan bebarengan dan selalu
bergandengan dengan proses demokratisasi yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Proses tersebut tersebut dijadikan pemantik untuk memperoleh pengakuan hak asasi
manusia lalu tidak membedakan bedakannya baik atas, agama, gender, dan warna
kulitnya. Semua manusia diciptakan oleh Tuhan dengan kedudukan, martabat, dan posisi
yang sama tanpa membandingkan dan mempertimbngkan itu semua.
2. Pembangunan Kembali Sesudah Perang Dunia II
Setelah Perang Dunia ke II, perubahan yang besarpun terjadi di dalam tata kelola
kehidupan antar bangsa.yang mendambakan akan pembangunan kembali puing-puing
sudah hancur berkeping-keping di Eropa. Secara bersamaan dengan adanya
pembangunan kembali di Eropa itulah yang pada akhirnya menjadi tanda bahwa
kolonialisme itu telah tiada, maka lahirlah negara-negara baru, terkhusus yang paling
banyak di Afrika.
Sedangkan penduduk eks koloni malah masuk ke negara Perancis dan Inggris dan
menjadi pegawai-pegawai perusahaan yang dibutuhkan di sana. Migrasi penduduk inilah,
dan khususnya migrasi pekerja, seiring berjalan nya waktu meminta perlakuan yang adil
lagi berimbang untuk generasi mudanya dan menuntut pendidikan yang baik untuk
mereka semua. Migrasi penduduk negara negara besar dunia bisa lebih cepat dan mudah
disebabkan oleh kemajuan teknologi, dan transportasi udara, laut maupun darat.
3. Lahirnya Paham Nasionalisme Kultural
Munculnya berbagai grup serta kelompok dari bangsa yang satu untuk berpindah
dan bermukim di negara-negara lain yang maju lagi pesat, sehingga lama kelamaan
mampu membentuk sesuatu kekuasaaan dan kekuatan tersendiri untuk menuntut hak-
haknya selaku “warga negara” yang baru. Dari sinilah, kemudian lahir kelompok-
kelompok sekaligus etnis baru yang mana mereka memiliki kebudayaannya masing-
masing, sehingga bisa memberikan warna baru dalam kebudayaan tuan rumah yang
sebelumnya lebih banyak bersifat homogen.

Pendidikan multicultural mulanya merupakan perkembangan dari kesadaran dan gagasan


tentang “inter-kulturalisme” seusai Perang Dunia II. Hal ini sebagai konsep akan pemikiran
yang tidak muncul hanya karena ada ruang kosong, tapi karena ada interestpolitik, ekonomi,
sosial, dan intelektual yang mengarahkan kemunculannya. Bahkan selain itu juga menyangkut
berbagai kepentingan lain seperti HAM, merdeka dari kebebasan, dan sebagainya disebabkan
bertambah tinggi angka pluralitas di negara-negara Barat. Mempertimbangkan begitu banyaknya
perkembangan ini, maka pada tahun sekitar 1940-an dan 1950-an di Amerika Serikat
berkembanglah pendidikan ini. pendidikan intercultural ini hakekatnya merupakan pendidikan
lompatan budaya yang bertujuan memperkaya dan mengembangkan nilai-nilai universal agar
dapat diterima di berbagai kelompok masyarakat yang berbeda .Maka UNESCOpun membuat
beberapa pesan anjuran pada bulan Oktober 1994 di Jenewa, di antaranya yaitu :

1. Pendidikan seharusnya mengembangkan potensi untuk mengakui dan menerima nilai-


nilai yang ada didalam keanekaragaman baik jenis kelamin, ras, agama, masyarakat dan
budaya serta menambah dan memperkaya kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi
dan bekerja sama dengan yang lain.
2. Pendidikan semestinya memperkuat, mempertegar dan meneguhkan jati diri serta
mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian suatau masalah agar
memperkokoh persaudaraan, solidaritas dan perdamaian antara individu dan masyarakat.
3. Pendidikan hendaknya terus meningkatkan kemampuan dan kemauannya dalam
menyelesaikan permasalahan dan konflik secara alami, damai dan tanpa kekerasan
sehingga hal tersebut dapat menambah kedamaian dalam diri, pikiran para peserta didik.
Dan dengan hal itulah, mereka bisa membangun dengan lebih kokoh kualitas toleransi,
kesabaran, dan keinginan untuk berbagi serta memelihara

Sementara itu seiring dengan berkembangnya paham toleransi, HAM dan demokrasi
diatas kelompok dan grup dari etnis baru mulai melebur ke dalam etnismainstream. Dengan
begitu muncul dan bangkitlah paham nasionalisme baru yang tidak lagi hanya berkonotasi
kepada etnis tapi lebih kepada pengertian kultural. Sehingga nasionalisme kultural menggantikan
nasionalisme etnis, dan pendidikanpun jadi ikut terbuka untuk kebutuhan kelompok-kelompok
yang baru, sekaligus mempersiapkan sudut pandang dan paradigma baru bagi grup dan kelompok
mayoritas dengan kebudayaan mainstreamnya.

Pendidikan Multikultural di Negara-Negara Luar

Dari banyaknya gelombang perubahan tersebutlah hingga bisa melahirkan pendidikan


multikultural di berbagai negara dengan berbagai coraknya masing-masing :

1. Seperti di Amerika Serikat, perkembangan pendidikan multikultural yang bermula dari


penghapusan satu generasi masyarakat dari warga negara Amerika yang statusnya berasal
dari Afrika (American Afrika) sehingga ditolak dengan sangat keras oleh Gerakan Civil
Rights yang dipelopori oleh Dr. Martin Luther King. Gerakan Civil Rights ini menjadi
stimulus bagi lahirnya pendidikan multikultural lainnya selama dekade 70-an hingga abad
ke-20.
2. Gerakan demokratisasi pendidikan lainnya yang diimplementasikan dalam pendidikan
multicultural Amerika akhirnya juga berimbas di negara sebelahnya yakni Kanada.
pendidikan multikultural di negara Kanada mempunyai postur dan wajah yang berbeda
karena sejak awal sebagian dari Kanada sudah mengenal budaya yang belainan, yaitu
budaya dari Prancis di negara bagian Quebec sehingga dengan hal tersebut pendidikan
disini lebih progresif ketimbang negara sebelah sekaligus tetangganya.
3. Pendidikan multikultural di Negara Jerman dan Inggris muncul disebabkan adanya
migrasi penduduk yang berbondong-bondong akibat pembangunan kembali Jerman
setelah runtuhnya. Dari sinilah kebutuhan terhadap paradigma baru akan lahirnya
pendidikan multicultural terhadap kelompok-kelompok etnis baru.
4. Lalu ada juga pendidikan multikultural di Australia yang memperoleh momentum
tepatnya dengan perubahan politik luar negri. Seperti diketahui bahwa Australia
merupakan suatu negara yang relatif sangat tertutup bagi kelompok dan grup kulit
berwarna lain. Pemerintah Australia-lah yang menyebabkan migrasi dari kelompok-
kelompok suku dan etnis lain yang bukan hanya Eropa namun juga dari Asia seperti
China, Vietnam, India, dan juga dari Indonesia.
KESIMPULAN

Pendidikan multicultural adalah tema yang sangat baru dalam dunia pendidikan. Sebelum
peristiwa Perang Dunia ke II, bisa dikatakan pendidikan tersebut belum banyak diketahui orang.
Menurut koentjaraningrat, ada empat tahapan yang membuatnya menjadi ilmu pengetahuan,
yaitu

1. Sekitar abad ke 15-16, bangsa eropa melakukan perjalanan dan menemukan berbagai
macam suku dan kebudayaan lain sehinggan menuliskannya pada catatan untuk bahan.
2. Pada tahun 1800-an Bahan setnografi sudah jadi karya tapi masih butuh waktu untuk
mempelajarinya
3. Di awal abad ke 20 Eropa terpaksa belajar demi pemerintahan koloni
4. Setelah tahun 1930-an, Jadi berkembang sangat cepat dan melebur
Sementara itu, H. A. R. Tilaar menyebutkan munculnya pendidikan tersebut karena tiga
proses yaitu : Proses Demokratisasi dalam Masyarakat, Pembangunan Kembali Sesudah Perang
Dunia II, dan Lahirnya Paham Nasionalisme Kultural. Proses-proses tadi berkaitan dengan
interestpolitik, ekonomi, sosial, dan intelektual. Bahkan selain itu juga menyangkut HAM,
merdeka dari kebebasan, dan kepentingan lain-nya.
Maka dari situlah UNESCO membuat beberapa anjuran di jenawa pada tahun 1944 yaitu
: Pendidikan mestinya menerima nilai-nilai keanekaragaman, Pendidikan harusnya meneguhkan
jati diri serta mendorong konvergensi gagasan, dan Pendidikan harus mampu menyelesaikan
konflik dengan damai. Seiring berjalanya pesan tersebut semakin meluaslah pendidikan
multicultural di berbagai negara dianataranya, Amerika, Kanada, Inggris, Jerman, Australia dan
tak terkecuali Asia. Pada saat yang sama Indonesia pun terkena dampaknya pada masa awal
kemerdekaan sampai dengan masa kekuasaan pak soeharto dengan masuknya berbagai migrasi
dari luar meski semboyan nya Bhineka tunggal ika, keanekaragamaan dalam persatuan yang
nyata ternyata hanya ditekankan pada kesatuan nya saja dan mengabaikan adanya keaneka
ragaman budaya dan masyarakat yang ada sehinggan pembangunan bangsa Indonesia pun
terhambat.
Saat orde baru mulai runtuh dan kekuasaan bisa diambil maka Era reformasi berhembus
sehingga angin demokrasipun mampu menghidupkan Kembali semangat wacana pendidikan
multikultural sebagai tenaga dan kekuatan dari bangsa Indonesia sekalipun hal ini adalah sesuatu
yang baru dimulai, dan masih belum memiliki pengalaman sehingga harus persiapan dan waktu
yang cukup lama untuk mendapatkan suatu bentuk dalam mengimplementasikan pendidikan
multikultural yang sesuai dan pendekatan yang pas bagi bangsa dan negara Indonesia Itu sendiri
karena multikultural tiap negara tidaklah sama sehingga di berbagai negara memiliki coraknya
masing-masing. Namun setidaknya Indonesia perlu memakai kombinasi dan kolaborasi model
dari Gorski tentang transformasi diri, sekolah sekaligus proses belajar mengajar dan transformasi
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Amrin, Tatang M. 2012. Implementasi Pendekatan Pendidikan Kontekstual berbasis Kearifan


Lokal. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. 1 (1). 1-16
Ibrahim, Ruslan. 2008. Pendidikan Multikultural : Upaya Meminimalisir Konflik dalam Era
Pluralitas Agama. El-tarbawi : Jurnal Pendidikan Islam. 1 (1). 115-127
Khairuddin, Ahmad. 2018. Epistemologi Pendidikan Multikultural Di Indonesia. Ijtimaiyah. 2 (1).
1-19
Nurcahyono, Okta Hadi. 2018. Pendidikan Multikultural Di Indonesia: Analisis Sinkronis Dan
Diakronis. Habitus: Jurnal Pendidikan, Sosiologi dan AntropologiVol. 2 (1). 105-115
Rosyada, Dede. 2014. Pendidikan Multikultural Di Indonesiasebuah Pandangan Konsepsional.
Sosio Didaktika. 1 (1 ). 1-12
Sutarno. 2007. Pendidikan Multikultural. Jakarta : DepDikNas
Yaqin, M.Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural; Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media

Anda mungkin juga menyukai