Anda di halaman 1dari 21

MULTIKULTURAL DAN MODAL KEDAMAIAN

SOSIAL
Tugas ini disusun untuk memenuhi makalah
Pekerjaan Sosial dalam Masyarakat Multikultur

Dosen pembimbing :
Dra. Emilia Hambali, MP
Bambang Indrakentjana, M.Pd, Ph.D

Penyusun :

 Anita Ulfatun Nisa 16.04.258


 Anastasia Tamaro 16.04.005
 Revania Rahma 16.04.
 Govi Lenardo 16.04.
 Ilham Mulyawan R 16.04.
 Tyofany Yanuar P 16.04.

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa kita dari
alam kebodohan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan ini.

Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah
membantu dan memberi masukan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Dr. Dwi Heru Sukoco,M.Si., selaku ketua STKS Bandung, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk membuat makalah ini.
2. Dra. Emilia Hambali,MP. Dan Bambang Indrakentjana,M.Pd, Ph.D, selaku dosen
pembimbing mata kuliah Pekerjaan Sosial dalam Masyarakat Multikultur, yang telah
membimbing, mengajari, dan memberikan semangat bagi penulis untuk membuat
makalah ini.
3. Keluarga yang selalu mendukung, memberi motivasi, dan memberi semangat baik
jasmani maupun rohani kepada penulis.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang turut membantu
kelancaran dalam penyusunan makalah ini.

Makalah Pekerjaan Sosial dalam Masyarakat Multikultur tentang Multikultural Dan


Modal Kedamaian Sosial, merupakan tugas mata kuliah Sistem Perlindungan Sosial.
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa prodi Pekerjaan Sosial mengetahui
bagaimana kehidupan masyarakat multikultur di indonesia, sebagai pengetahuan untuk
seorang pekerja social dalam melakukan praktek di masyarakat. Penulis menyadari makalah
ini masih banyak kekurangan, baik pada teknik penulisan, teknik pengutipan, maupun materi
yang dipaparkan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Bandung, 15 September 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………… ii

Daftar Isi ……………………………………………………………………… iii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………. 5
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………. 5
1.5 Metodologi Penulisan…………………………………………….. .. 6
1.6 Sistematika Penulisan……………………………………………. .. 6

BAB II Kajian Teori

2.1 Definisi BPJS …………………………………………………..…. 8

2.2 Visi dan Misi BPJS ………………………………………..………. 11

BAB III Pembahasan

3.1 Sejarah Berdirinya BPJS …………………………….……………….. 13

3.2 Landasan Hukum Yang Mendasari Berdirinya BPJS………………….. 18

3.3 Fungsi, Tugas,Wewenang, Kewajiban, dan Hak BPJS………………… 23

3.4 Pembiayaan dari BPJS………………………………………………….. 30

3.5 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan…………………………………... 32

3.6 Struktur Organisasi Di Dalam BPJS…………………………………… 33

3.7 Program-Program Di Dalam BPJS…………………………………….. 45

3.8 Tanggung Jawab sosial dan Lingkungan…………………………………. 63


BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 71

3.2 Saran ……………………………………………………………….. 71

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 73


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah Multikultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan
berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki
Indonesia dianggap faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau SARA yaitu suku,
agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku
dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di
satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Hingga
muncullah konsep multikulturalisme. Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama
terbentuknya kedamaian sosia.Pengukuran modal kedamaian sosial dapat mencakup
informasi mengenai pandangan-pandangan (perception) dan sikap-sikap (attitudes)
masyarakat dalam hal kepuasan dalam kehidupan; persepsi terhadap keterjangkauan
pelayanan-pelayanan dan sumber-sumber sosial; rasa identitas dan rasa memiliki; sikap
terhadap orang lain dalam masyarakat; tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap
orang lain dan lembaga-lembaga kemasyarakatan; sistem kepercayaan dan ideologi,;
nilai-nilai yang dianut dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai; opini mengenai perlalcuan-
perlakuan penterintah di masa lalu; harapan-harapan untuk masa depan.
Multikulturalisme sendiri adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan
yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam
budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam arti ini
keberagaman bukan sekedar keberagaman suku, ras, ataupun agama, melainkan
keberagaman bentuk-bentuk kehidupan, termasuk di dalamnya adalah kelompok-
kelompok subkultur, seperti gay-lesbian, para pecinta prangko, punk, suckerhead, dan
lainnya. Argumen inti multikulturalisme adalah, bahwa setiap bentuk kehidupan
memiliki nilai yang berharga pada dirinya sendiri. Maka setiap bentuk kehidupan layak
untuk hidup dan berkembang seturut dengan pandangan dunianya, namun tetap dalam
koridor hukum legal yang berlaku (bukan hukum moral). (Taylor, 1994)
Tujuan utama makalah ini adalah untuk memberikan kontribusi bagi perancangan
model-model teoretis dalam menemukenali Masyarakat multikultur dan modal
kedamaian sosial di Indonesia menurut perspektif pekerjaan sosial. Aspek-aspek apa saja
yang dapat dijadikan indikator dalam memahami dan mengidentifikasi modal kedamaian
sosial? Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan konflik atau “ketidakdamaian”
sosial? Strategi apa saja yang dapat dikembangkan untuk mencapai kedamaian sosial?

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan masyarakat multicultural?


2. Apa saja ciri-ciri masyarakat multicultural?
3. Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya masyarakat multicultural?
4. Apasajakah konflik yang muncul akibat keanekaragaman masyarakat multikultural?
5. Bagaimana cara pemecahan masalah keanekaragaman masyarakat multikultural?
6. Apakah yang dimaksud dengan modal kedamaian sosial?
7.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini, yaitu

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, yaitu :


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Masyarakat Multicultural


Secara etimologis, multicultural berasal dari kata multi, yang artinya banyak
atau beragam dan kultur, yang berarti budaya. Keragaman budaya, itulah arti dari
multicultural. Keragaman budaya mengindikasikan terdapat berbagai macam budaya
yang memiliki cirri khas tersendiri, yang saling berbeda dan dapat dibedakan satu
sama lain. Paham atau ideology mengenai multikultural disebut dengan
multikulturalisme. “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang
kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang
menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multicultural
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.

Masyarakat multicultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari berbagai


elemen, baik itu suku, ras, agama, pendidikan, ekonomi, politik, bahasa dan lain-lain
yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang memiliki satu pemerintahan
tetapi dalam masyarakat itu masing-masing terdapat segemen-segmen yang tidak bisa
disatukan.

Konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan


masyarakat yang berlandaskan Bhineka Tunggal Ika serta mewujudkan suatu
kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya
multikulkturalisme di masyarakat.

Ada beberapa definisi mengenai masyarakat multicultural yang dikemukakan


oleh para ahli yaitu sebagai berikut.

1. Furnivall
Masyarakat multicultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di
dalam suatu satu kesatuan politik.
2. Clifford Gertz
Masyarakat multicultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-
sub system yang kurang lebih berdiri sendiri dan maisng-masing subsystem
terkait oleh ikatan-ikatan primordial.
3. Nasikun
Masyarakta multikultural adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh
masyarakat tersebut secara terstruktur memiliki sub-sub kebudayaan yang
bersifat diverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya system nilai yang
disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga system nilai dari satu
kesatuian social, serta seringnya muncul konflik-konflik social.

2.2. Ciri-Ciri Masyarakat Multicultural


1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku,
ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep
yang disebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik
itu suku dan ras dari daerah dalam negeri maupun luar negeri, dalam kenyataannya
mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.
2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam
masyarakat majemuk suatu lembaga akam mengalami kesulitan dalam menjalankan
atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan yang terpisah
oleh segmen-segmen tertentu.
3. Konsensus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adanya
suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah
yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali
dalam pengambilan keputusan.
4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari
berbagai macam suku adat dan kebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin
banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu
sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah.
5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, seperti yang sudah saya jelaskan di atas,
bahwa dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka
jalan alternatifnya adalah dengan cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini
integrasi itu tidak bertahan lama.
6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat
multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi
maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia
akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Masyarakat Multicultural

Adapun faktor penyebab dari terjadinya multikulturalisme adalah sebagai berikut :

1. Latar Belakang Historis


Dalam perjalanan sejarah, kita telah mengetahui bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia sekarang ini berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina bagian
selatan yang pindah di pulau-pulau di Nusantara. Perpindahan ini terjadi secara
bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok mengambil jalur
barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatra dan Jawa. Sedangkan kelompok
lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu melalui kepulauan Formosa atau
Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju Filiphina dan kemudian meneruskan
perjalanan ke Kalimantan. Dari Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan
sebagian lagi ke pulau Sulawesi.
Perbedaan jalur perjalanan, proses adaptasi di beberapa tempat persinggahan
yang berbeda, dan perbedaan pengalaman serta pengetahuan itulah yang
menyebabkan timbulnya perbedaan suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam
di Indonesia.
2. Kondisi Geografis

Merupakan suatu kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri atas
pulau-pulau yang satu sama lain di hubungkan oleh laut dangkal yang sama
potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu memperlihatkan relief yang beraneka
ragam. Perbedaan-perbedaan lainnya menyangkut curah hujan, suhu,dan
kelembapan udara, jenis tanah, flora dan fauna yang berkembang di atasnya.

Perbedaan-perbedaan kondisi geografis ini, telah melahirkan berbagai suku


bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan
perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi
tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain-lain.
3. Keterbukaan Terhadap Budaya Luar

Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat
dari besarnaya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di
seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang mewarnai sejarah
kebudayaan indonesuaia adalah ketika orang-orang india, cina, dan arab
mendatangi wilayah Indonesia, disusul oleh kjedatangan bangsa eropa. Bangsa-
bangsa tersebut dating membawa kebudayaan yang beragam.

Daerah-daerah yang relative terbuka khususnya daerah pesisir paling cepat


mengalami perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana
transportasi, hubungan antara kelompok masyarakat semakin intensif dan sering
pula mereka melakukan pembauran. Sedangkan daerah yang terletak jauh dari
pantai umumnya terpengaruh sedikit sehingga berkembang pengaruh budaya yang
khas pula.

2.4 . Konflik yang Terjadi Akibat Keanekaragaman Masyarakat Multikultural

J.S. Furnival menyatakan masyarakat multikultural merupakan masyarakat


yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan
ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu
sama lainnya. Dalam masyarakat multikultural, kita akan menjumpai perbedaan
budaya, seperti ras, suku, bahasa, adat istiadat, agama, dan perbedaan lainnya di
masing-masing komunitas. Multikulturalisme mengisyaratkan akan pengakuan
terhadap realitas keragaman kultural, yang mencakup keberagaman ras, suku, etnis,
agama, maupun kebergaman bentuk-bentuk kehidupan yang terus bermunculan di
setiap tahap kehidupan masyarakat. Multikulturalisme merupakan cara yang tepat
dalam menghadapi masyarakat multikultural terutama bagi Indonesia.

Keadaan Indonesia yang multikultural, membuat Indonesia rentan adanya


konflik. Ketidakmampuan masyarakat menerima perbedaan yang ada di sekitarnya,
menjadi alasan kuat terjadinya konflik. Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia
yang di latar belakangi oleh perbedaan budaya antara lain konflik yang terjadi di
Sampit, Kalimantan Tengah tahun 2001 serta konflik di Poso, Sulawesi Tengah tahun
1998 dan 2000. Konflik Sampit merupakan konflik antar suku yaitu antara orang
Dayak asli dengan warga migran Madura. Agama pun sering menjadi alasan
terjadinya konflik, seperti yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah tahun 1998 dan 2000
antara agama Islam dan Kristen.

Tidak hanya itu, permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai,
daerah, suku, agama dan lainlainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan
atas kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum
dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial,
ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni dimulai dari
ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau
kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan
kebijaksanaannya. Konflik yang berkepanjangan di beberapa daerah saat ini
sesungguhnya berawal dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial
budaya, hukum dan hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui
kekecewaandan sakit hati beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan
tokoh agama yang merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya serta
para eks tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan
radikal dan gerakan separatisme yang sulit dipadamkan. Dalam kecenderungan seperti
itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi ancaman
disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai dengan
kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah ancaman
disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan
dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan
hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu juga, masyarakat perlu
mengenal multikulturalisme, mengingat pentingnya multikulturalisme dalam
kehidupan masyarakat yang multikultural.

2.5 . Pemecahan Masalah Keanekaragaman Masyarakat Multikultural

Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat dilihat
dari banyaknya permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila tidak dicari
solusi pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik menjadi
upaya memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya
rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi
konflik yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa,
apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan
menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara tuntas maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan. Dengan muncul nya berbagai masalah sosial
di negeri ini seperti konflik vertikal, konflik horizontal, konfilk SARA, munculnya
gerakan saparatisme dan adanya daerah di negeri ini yang ingin keluar sebagai bagian
dari negara indonesia menunjukan bahwa multikuturalisme ini merupakan penyebab
terjadinya disintegrasi nasional. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam pemerataan
pembangunan daerah yang cenderung diskriminasi terhadap kawasan Indonesia
bagian timur dan Pengelolaan aset kekayaan sumber daya mineral yang di kuasai
asing juga menimbulkan kekecewaan masyarakat daerah mendorong dan
memperlebar terjadinya potensi disintegrasi nasional. Sebagai tantangan dan
paradoksial dari NKRI, maka disintegrasi nasional haruslah dicegah dan dihilangkan
dari bumi Indonesia. Pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan melalui dua
pendekatan, yakni secara struktural dan kultural. Secara struktural dengan cara
pemerintah yang berwenang (pusat dan daerah) mengeluarkan kebijakan yang dapat
menangkal berbagai hal yang berkenaan dengan disintegrasi bangsa. Secara kultural
ialah dengan memberdayakan seluruh elemen kemasyarakatan dalam upaya
penangkalan disintegrasi bangsa. Sehingga pencegahan disintegrasi bangsa dilakukan
secara sistemis dan holistik.

Strategi yang pernah dan sedang dijalankan dalam penanggulangan


disintegrasi nasional antara lain :

a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat
Indonesia.
b. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi
butirbutir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan
kepada ideologi bangsa.
c. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
d. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri
dalam memerangi separatis.

Upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tantangan disintegrasi nasional


ialah dengan cara. memperkuat sendi persatuan dan kesatuan yaitu dari sendi
ekonomi, politik dan ideologi negara. Dari segi ekonomi ialah dengan cara membuat
kebijakan kebijakan yang merata dan tidak bersifat diskriminatif terhadap daerah-
daerah di Indonesia. Sedangkan segi politis dan ideologis ialah bahwa kebijakan
pemerintah jangan sampai menimbulkan kesenjangan antar daerah dan menjadikan
Pancasila sebagai ideologi bersama yang dapat mengeratkan keberagaman yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia namun solusi yang dilakukan ini tidak berjalan dengan
baik hanya menjadi wacana dan implementasi nya pun banyak menyimpang dari apa
yang dicanangkan.

2.6 Pengertian Kedamaian Sosial

Pekerjaan sosial memandang bahwa kedamaian sosial bukanlah keadaan yang


taken for granted, sekali jadi, dan ditentukan oleh kondisi-kondisi alam. Meskipun
bencana alam dapat menjadi sumber ketidakdamaian sosial, manusia merupakan faktor
penentu bagi terciptanya kedamaian sosial. Ketidakdamaian sosial dapat terjadi karena
struktur-struktur kekuasaan yang timpang; yang secara tidak adil menetapkan siapa yang
berhak memperoleh “kedamaian” dan siapa yang tidak. Struktur-struktur tersebut dapat
diidentifikasi dalam beberapa tingkatan, mulai dari tingkat global, regional, nasional dan
lokal. Misalnya, kegagalan pemerintahan nasional dalam memfasilitasi terpenuhinya
kebutuhan sosial dan tercapainya keadilan sosial, dapat menimbulkan pencarian
kedamaian sosial melalui saluran-saluran informal dan bahkan illegal; diluar lembaga-
lembaga formal negara.

Konsep “modal kedamaian sosial” kiranya sangat dipengaruhi oleh pemahaman


mengenai arti “modal” (capital) seperti halnya pada “modal finansial” (financial capital),
“modal manusia” (human capital) dan “modal sosial” (social capital). Para ekonom
mendefinisikan modal finansial sebagai “accumulated monetary stocks which can either
be held and saved for future investment or expended on such items as plant and
equipment, buildings, vehicles and the like.” (Spellerberg, 1997:42-3). Sementara itu,
para ilmuwan sosial sering mengartikan modal manusia sebagai pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki manusia untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Sedangkan
yang dimaksud modal sosial kerap dimaknakan sebagai keadaan organisasi sosial, seperti
jaringan-jaringan, norma-norma, dan kepercayaan (trust) yang dapat meningkatkan
produktivitas masyarakat (Blakeley dan Suggate, 1997; Riddell, 1997; O’Brien, 1997;
Barker, 1997).
Modal kedamaian sosial pada dasarnya merujuk pada sumber atau potensi yang
timbul dari proses interaksi antara individu-individu dan kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Dalam konteks ini, modal kedamaian sosial muncul bukan hanya pada saat
orang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan dan kepentingan umum, melainkan pula
manakala terdapat kebebasan berserikat, relasi sosial yang sehat dan berkelanjutan, serta
adanya dialog dan komunikasi yang efektif diantara berbagai segmen masyarakat. Secara
teoretis, pengukuran konsep modal kedamaian sosial tidak selalu melibatkan pengukuran
interaksi-interaksi itu sendiri, melainkan lebih pada pengukuran hasil dari interaksi-
interaksi tersebut, seperti terciptanya kohesivitas, kepercayaan dan kesetiakawanan sosial
diantara anggota masyarakat yang bersangkutan.
Selain mengidentifikasi profil dan karakteristik masyarakat (misalnya: usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, formasi keluarga, agama, kelompok etnis,
afiliasi dan partisipasi dalam organisasi sosial), pengukuran modal kedamaian sosial
dapat mencakup informasi mengenai pandangan-pandangan (perception) dan sikap-sikap
(attitudes) masyarakat dalam hal (lihat Miller, 1983; Spellerberg, 1997):

 Kepuasan dalam kehidupan, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan sosial
(aktualisasi diri dan partisipasi dalam berbagai bidang kegiatan kemasyarakatan).
 Persepsi terhadap keterjangkauan pelayanan-pelayanan dan sumber-sumber sosial,
seperti transportasi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, perumahan, kesehatan.
 Rasa identitas (sense of identity) dan rasa memiliki (sense of belonging) atau alinasi
(alienation) dalam konteks kelompok sosial dan masyarakat.
 Sikap terhadap orang lain dalam masyarakat, termasuk jarak sosial dengan kelompok
lain.
 Tingkat kepercayaan (level of trust) dan keyakinan terhadap orang lain dan lembaga-
lembaga kemasyarakatan.
 Sistem-sistem kepercayaan dan ideologi.
 Nilai-nilai yang dianut dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
 Opini mengenai perlakuan-perlakuan pemerintah di masa lalu.
 Perasaan ketakutan-ketakutan (fears).
 Harapan-harapan untuk masa depan.

2.7 Persyaratan yang Diperlukan untuk Membangun Modal Kedamaian Sosial

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.


2 Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital)
yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan
dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain
terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga
swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama
dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga
ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan
yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara
teratur, terbuka dan terpercaya.

2.10 Strategi Kebijakan Publik dalam Membangun Modal Kedamaian Sosial

Pembangunan modal kedamaian sosial tidak dapat hanya dilakukan pada tingkat
mikro (individu, keluarga) dan messo (kelompok etnis, lembaga-lembaga swadaya),
melainkan pula pada tingkat makro (negara) yang berkaitan dengan perancangan
kebijakan publik yang kondusif. Dalam garis besar, kebijakan-kebijakan tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat sasaran:

1. Membangun masyarakat dalam membantu pencapaian tujuan-tujuan pemerintah.


Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian pelayanan-pelayanan
sosial dasar yang lebih luas dan adil.
2. Membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebijakan
dalam kategori ini meliputi desentralisasi pembuatan keputusan dan peningkatan
program-program pengembangan masyarakat yang dapat meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam merealisasikan kepentingan-kepentingannya.
3. Peningkatan masyarakat madani, meliputi perlindungan hak azasi manusia,
kebebasan berorganisasi dan menyatakan pendapat, penetapan struktur-struktur
hukum bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
4. Peningkatan partisipasi masyarakat. Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan
kesempatan pada masyarakat agar dapat memberikan masukan bagi perumusan
kebijakan dan praktek-praktek pemerintahan yang menjamin konsultasi dan
pengakuan hakiki terhadap fungsi-fungsi organisasi-organisasi lokal.

2.11 Peran Pekerja Sosial dalam Masyarakat Multikultur

Dalam masyarakat multikultur, pekerja sosial memiliki peran sebagai berikut

 Enabler (pemungkin) adalah peranan pekerja social untuk menolong klien dalam
mengatasi berbagai macam tekanan yang berasal dari situasi kritis seperti perumahan
yang tidak memadai atau tempat perawatan anak dan lain-lain. Enabler dapat diartikn
sebagai penolong dan dapat dilakukan pada level mikro, mezzo, maupun makro.
 Mediator (penengah) adalah peranan pekerja sosial untuk menengahi perbedaan
pendapat dan mengatasi konflik yang terjadi pada level mikro, mezzo, maupun makro.
Seorang penengah harus bersikap netral (tidak memihak siapa pun) agar dapat
memberikan pemahaman pada klien tentang posisi yang dimilikinya. Peranan ini
ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran klien bahwa terdapat perbedaan-perbedaan
dalam sistem sehingga perlu adanya klarifikasi sehingga perlu adanya klarifikasi
sehingga segalanya menjadi lebih jelas.
 Educator (pendidik) adalah peranan pekerja sosial untuk memberikan informasi dan
mengajarkan keterampilan-keterampilan kepada klien dan sistem-sistem lainnya.
Menjadi seorang pendidik yang efektif terlebih dahulu harus memiliki cukup
pengetahuan dan mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga informasi yang
disampaikan menjadi lebih jelas dan dipahami oleh klien dan sistem makro lainnya.
 Broker, adalah peranan pekerja sosial untuk menghubungkan klien (individu,
kelompok, organisasi, atau komunitas) dengan sumber-sumber dan pelayanan-
pelayanan yang ada dalam masyarakat. Dalam sistem mikro dan mezzo, peranan
sebagai broker menutut pekerjaan sosial lebih mengenal pelayanan-pelayanan
masyarakat serta memiliki pengetahuan yang luas mengenai persyaratan-persyaratan
untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial tersebut dan lebih peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan klien.
 Fasilitator, ialah peranan pekerja sosial untuk menjadi pemimpin pada berbagai
pengalaman kelompok-kelompok terapi (level mikro dan mezzo) dan pada level
makro bertanggung jawab bersama masyarakat untuk melakukan perubahan dengan
menyediakan jalur komunikasi serta menghubungkan aktivitas dan sumber-sumber
dengan akses dan keahlian yang mereka dimiliki.
 Integrator/Koordinator (integrasi dan koordinasi). Integrasi adalah proses
membawa secara bersama-sama berbagai macam bagian kepada suatu bentuk
keseluruhan yang menyatukan. Koordinasi membawa komponn-komponen secara
bersama-sama dalam bebrapa macam cara yang lebih teratur. Pekerja sosial generalis
dapat berfungsi sebagai pemersatu atau koordinator di dalam banyak cara. Merentang
mulai dari advokasi (melakukan pembelaan) dan melakukan identifikasi terhadap
kesempatan melakukaan koordinasi, kepada pemberian bantuan teknik yang
diarahkan secara langsung pada pengembangan dan implementasi jaringan pelayanan.
(Yessian dan Broskowski, 1983:184.)
 Manager. Manajemen di dalam pekerjaan sosial mempunyai beberapa level tanggung
jawab administrasi bagi lembaga sosial atau unit lain dalam penyelesaian hal-hal
sebagai berikut; Pertama, menentukan tujuan organisasi. Kedua, adaministrasi
program pelayanan sosial. Ketiga, memperbaiki efektivtas dan efisiensi
lembaga. Keempat, mendapatkan sumber-sumber keuangan. Kelima, mengumpulkan
dukungan komunitas dan koordinasi kerja pegawai lembaga. Tugas manajemen
meliputi perencanaan program, mendapatkan dan distribusi sumber-sumber,
mengembangkan dan menetapkan struktur dan proses organisasi, evaluasi program,
merubah implementasi program ketika dibutuhkan (Patti, 1983).
 Analisis atau Peran sebagai evaluator menuntut pekerja sosial agar memiliki dasar
pengetahuan yang luas mengenai beragam fungsi sistem, dapat menganalisis dan
mengevaluasi bagaimana program dan sistem kerja yang baik. Mereka juga dapat
mengevaluasi efektifitas proses intervensi yang dilakukan.
 Advocate. Pekerja sosisal bertindak secara langsung mewakili, membela,
mengintervensi, memberi support atau merekomendasikan suatu tindakan atas nama
seseorang atau beberapa individu, kelompok, atau komunitas dengan tujuan
membantu mendapatkan perlindungan dan keadilan sosial. (Mickelson, 1995:95)
 Initiator, adalah orang yang pertama-tama mengemukakan perhatiannya tentang
suatu masalah/isu (Nichols, 1985)
 Negotiator, adalah wakil dari suatu organisasi,kelompok atau individu yang mencoba
berhadapan dengan kelompok atau sistem yang lain.

Selain peran–peran di atas, pekerjaan sosial dalam masyarakat multikultur


juga memiliki peran sebagai berikut :

1. Memfasilitasi dialog.

Dalam mengelola konflik, seorang pekerja sosial perlu untuk berusaha


mencari cara-cara untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya dialog antara pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya. Fasilitas dialog merupakan keterampilan yang sangat
berguna selama tahap konfrontasi sebelum situasi berkembang menjadi kritis.
Fasiliasi dialog memungkinkan orang untuk membagikan pandangan mereka sendiri
dan mendengan pandangan yang berbeda mengenai perhatian terhadap masalah
politik atau sosial. Dengan demikian akan lebih mamahami situasi mereka.
Tercapainya kesepakatan bukan merupakan tujuan utama suatu dialog, tetapi yang
perlu adalah saling memahami.

Keterampilan yang dibutuhkan dalam memfasilitasi dialog antara lain


menyadari peran dan tugas yang dilakukan. Membantu peserta mengidentifikasi
kebutuhan mereka sendiri. Membantu peserta untuk menyetujui aturan main dalam
dialog. Mengajak peserta untuk saling mendengarkan. Menyiapkan strategi untuk
mengatasi emosi yang kuat.

2. Negosiasi

Negosiasi didefinisikan sebagai suatu proses terstruktur yang digunakan oleh


pihak yaqng berkonflik untuk melakukan dialog tentang isu-isu di mana masing-
masing pihak memiliki pendapat yang berbeda. Agar negosiasi berjalan efektif
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut: mendengarkan dan komunikasi;
membangun hubungan; menyelesaikan masalah; dan mencapai kesuksesan berupa
kesepakatan.

3. Mediasi
Mediasi terjadi jika komunikasi antara kedua belah pihak terputus sehingga
diperlukan pihak ketiga untuk ikut campur menjadi penengah (mediator). Peranan
mediator adalah untuk menjelaskan proses dan memandu kedua belah pihak untuk
melalui tahap-tahap yang telah disepakati. Mediasi umumnya dilakukan oleh sepasang
atau suatu tim mediator dan mereka menggabungkan pengalaman dan keterampilan
masing-masing serta latar belakang yang berbeda. Keterampilan yang sangat penting
adalah kemampuan untuk melihat adanya landasan yang sama dan kemungkinan titik
temu dan menjelaskannya kepada pihak-pihak yang berkonflik ketika mereka
melangkah ke tahap-tahap selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Rustanto, Bambang. 2015. Masyarakat Multikultur di Indonesia. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Suharto, Edi. 1997. Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial Spektrum
Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).

Nitimihardjo, Carolina, dkk. 2007. Modul Mata Kuliah HBSE Program Pendidikan Pasca
Sarjana Spesialis 1 Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS Bandung.

Suharto, Edi. 2010. Modal Kedamaian Sosial dan Resolusi Konflik: Perspektif Pekerjaan
Sosial. (admin : http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_20.htm / diakses 16
Februari 2017)

Anda mungkin juga menyukai