SOSIAL
Tugas ini disusun untuk memenuhi makalah
Pekerjaan Sosial dalam Masyarakat Multikultur
Dosen pembimbing :
Dra. Emilia Hambali, MP
Bambang Indrakentjana, M.Pd, Ph.D
Penyusun :
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang telah membawa kita dari
alam kebodohan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan ini.
Dengan terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari pihak-pihak yang telah
membantu dan memberi masukan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Dwi Heru Sukoco,M.Si., selaku ketua STKS Bandung, yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk membuat makalah ini.
2. Dra. Emilia Hambali,MP. Dan Bambang Indrakentjana,M.Pd, Ph.D, selaku dosen
pembimbing mata kuliah Pekerjaan Sosial dalam Masyarakat Multikultur, yang telah
membimbing, mengajari, dan memberikan semangat bagi penulis untuk membuat
makalah ini.
3. Keluarga yang selalu mendukung, memberi motivasi, dan memberi semangat baik
jasmani maupun rohani kepada penulis.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang turut membantu
kelancaran dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini, yaitu :
1.3. Tujuan
1.3 Manfaat
1. Furnivall
Masyarakat multicultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di
dalam suatu satu kesatuan politik.
2. Clifford Gertz
Masyarakat multicultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-
sub system yang kurang lebih berdiri sendiri dan maisng-masing subsystem
terkait oleh ikatan-ikatan primordial.
3. Nasikun
Masyarakta multikultural adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh
masyarakat tersebut secara terstruktur memiliki sub-sub kebudayaan yang
bersifat diverse yang ditandai oleh kurang berkembangnya system nilai yang
disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga system nilai dari satu
kesatuian social, serta seringnya muncul konflik-konflik social.
Merupakan suatu kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri atas
pulau-pulau yang satu sama lain di hubungkan oleh laut dangkal yang sama
potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu memperlihatkan relief yang beraneka
ragam. Perbedaan-perbedaan lainnya menyangkut curah hujan, suhu,dan
kelembapan udara, jenis tanah, flora dan fauna yang berkembang di atasnya.
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat
dari besarnaya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di
seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang mewarnai sejarah
kebudayaan indonesuaia adalah ketika orang-orang india, cina, dan arab
mendatangi wilayah Indonesia, disusul oleh kjedatangan bangsa eropa. Bangsa-
bangsa tersebut dating membawa kebudayaan yang beragam.
Tidak hanya itu, permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai,
daerah, suku, agama dan lainlainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan
atas kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum
dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama, sosial,
ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni dimulai dari
ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga
menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, terutama bila kita meninjau
kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam menerapkan dan mempraktekkan
kebijaksanaannya. Konflik yang berkepanjangan di beberapa daerah saat ini
sesungguhnya berawal dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial
budaya, hukum dan hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui
kekecewaandan sakit hati beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan
tokoh agama yang merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya serta
para eks tapol/Napol. Akumulasi dari kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan
radikal dan gerakan separatisme yang sulit dipadamkan. Dalam kecenderungan seperti
itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi ancaman
disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada posisi yang tepat sesuai dengan
kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk mencegah ancaman
disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan
dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan
hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu juga, masyarakat perlu
mengenal multikulturalisme, mengingat pentingnya multikulturalisme dalam
kehidupan masyarakat yang multikultural.
Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat dilihat
dari banyaknya permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila tidak dicari
solusi pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya eskalasi konflik menjadi
upaya memisahkan diri dari NKRI. Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya
rasa nasionalisme yang ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi
konflik yang berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa,
apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan
menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara tuntas maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan. Dengan muncul nya berbagai masalah sosial
di negeri ini seperti konflik vertikal, konflik horizontal, konfilk SARA, munculnya
gerakan saparatisme dan adanya daerah di negeri ini yang ingin keluar sebagai bagian
dari negara indonesia menunjukan bahwa multikuturalisme ini merupakan penyebab
terjadinya disintegrasi nasional. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam pemerataan
pembangunan daerah yang cenderung diskriminasi terhadap kawasan Indonesia
bagian timur dan Pengelolaan aset kekayaan sumber daya mineral yang di kuasai
asing juga menimbulkan kekecewaan masyarakat daerah mendorong dan
memperlebar terjadinya potensi disintegrasi nasional. Sebagai tantangan dan
paradoksial dari NKRI, maka disintegrasi nasional haruslah dicegah dan dihilangkan
dari bumi Indonesia. Pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan melalui dua
pendekatan, yakni secara struktural dan kultural. Secara struktural dengan cara
pemerintah yang berwenang (pusat dan daerah) mengeluarkan kebijakan yang dapat
menangkal berbagai hal yang berkenaan dengan disintegrasi bangsa. Secara kultural
ialah dengan memberdayakan seluruh elemen kemasyarakatan dalam upaya
penangkalan disintegrasi bangsa. Sehingga pencegahan disintegrasi bangsa dilakukan
secara sistemis dan holistik.
a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa
persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat
Indonesia.
b. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi
butirbutir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan
kepada ideologi bangsa.
c. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
d. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri
dalam memerangi separatis.
Kepuasan dalam kehidupan, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan sosial
(aktualisasi diri dan partisipasi dalam berbagai bidang kegiatan kemasyarakatan).
Persepsi terhadap keterjangkauan pelayanan-pelayanan dan sumber-sumber sosial,
seperti transportasi, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, perumahan, kesehatan.
Rasa identitas (sense of identity) dan rasa memiliki (sense of belonging) atau alinasi
(alienation) dalam konteks kelompok sosial dan masyarakat.
Sikap terhadap orang lain dalam masyarakat, termasuk jarak sosial dengan kelompok
lain.
Tingkat kepercayaan (level of trust) dan keyakinan terhadap orang lain dan lembaga-
lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan ideologi.
Nilai-nilai yang dianut dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Opini mengenai perlakuan-perlakuan pemerintah di masa lalu.
Perasaan ketakutan-ketakutan (fears).
Harapan-harapan untuk masa depan.
Pembangunan modal kedamaian sosial tidak dapat hanya dilakukan pada tingkat
mikro (individu, keluarga) dan messo (kelompok etnis, lembaga-lembaga swadaya),
melainkan pula pada tingkat makro (negara) yang berkaitan dengan perancangan
kebijakan publik yang kondusif. Dalam garis besar, kebijakan-kebijakan tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat sasaran:
Enabler (pemungkin) adalah peranan pekerja social untuk menolong klien dalam
mengatasi berbagai macam tekanan yang berasal dari situasi kritis seperti perumahan
yang tidak memadai atau tempat perawatan anak dan lain-lain. Enabler dapat diartikn
sebagai penolong dan dapat dilakukan pada level mikro, mezzo, maupun makro.
Mediator (penengah) adalah peranan pekerja sosial untuk menengahi perbedaan
pendapat dan mengatasi konflik yang terjadi pada level mikro, mezzo, maupun makro.
Seorang penengah harus bersikap netral (tidak memihak siapa pun) agar dapat
memberikan pemahaman pada klien tentang posisi yang dimilikinya. Peranan ini
ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran klien bahwa terdapat perbedaan-perbedaan
dalam sistem sehingga perlu adanya klarifikasi sehingga perlu adanya klarifikasi
sehingga segalanya menjadi lebih jelas.
Educator (pendidik) adalah peranan pekerja sosial untuk memberikan informasi dan
mengajarkan keterampilan-keterampilan kepada klien dan sistem-sistem lainnya.
Menjadi seorang pendidik yang efektif terlebih dahulu harus memiliki cukup
pengetahuan dan mampu menjadi komunikator yang baik, sehingga informasi yang
disampaikan menjadi lebih jelas dan dipahami oleh klien dan sistem makro lainnya.
Broker, adalah peranan pekerja sosial untuk menghubungkan klien (individu,
kelompok, organisasi, atau komunitas) dengan sumber-sumber dan pelayanan-
pelayanan yang ada dalam masyarakat. Dalam sistem mikro dan mezzo, peranan
sebagai broker menutut pekerjaan sosial lebih mengenal pelayanan-pelayanan
masyarakat serta memiliki pengetahuan yang luas mengenai persyaratan-persyaratan
untuk mendapatkan pelayanan-pelayanan sosial tersebut dan lebih peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan klien.
Fasilitator, ialah peranan pekerja sosial untuk menjadi pemimpin pada berbagai
pengalaman kelompok-kelompok terapi (level mikro dan mezzo) dan pada level
makro bertanggung jawab bersama masyarakat untuk melakukan perubahan dengan
menyediakan jalur komunikasi serta menghubungkan aktivitas dan sumber-sumber
dengan akses dan keahlian yang mereka dimiliki.
Integrator/Koordinator (integrasi dan koordinasi). Integrasi adalah proses
membawa secara bersama-sama berbagai macam bagian kepada suatu bentuk
keseluruhan yang menyatukan. Koordinasi membawa komponn-komponen secara
bersama-sama dalam bebrapa macam cara yang lebih teratur. Pekerja sosial generalis
dapat berfungsi sebagai pemersatu atau koordinator di dalam banyak cara. Merentang
mulai dari advokasi (melakukan pembelaan) dan melakukan identifikasi terhadap
kesempatan melakukaan koordinasi, kepada pemberian bantuan teknik yang
diarahkan secara langsung pada pengembangan dan implementasi jaringan pelayanan.
(Yessian dan Broskowski, 1983:184.)
Manager. Manajemen di dalam pekerjaan sosial mempunyai beberapa level tanggung
jawab administrasi bagi lembaga sosial atau unit lain dalam penyelesaian hal-hal
sebagai berikut; Pertama, menentukan tujuan organisasi. Kedua, adaministrasi
program pelayanan sosial. Ketiga, memperbaiki efektivtas dan efisiensi
lembaga. Keempat, mendapatkan sumber-sumber keuangan. Kelima, mengumpulkan
dukungan komunitas dan koordinasi kerja pegawai lembaga. Tugas manajemen
meliputi perencanaan program, mendapatkan dan distribusi sumber-sumber,
mengembangkan dan menetapkan struktur dan proses organisasi, evaluasi program,
merubah implementasi program ketika dibutuhkan (Patti, 1983).
Analisis atau Peran sebagai evaluator menuntut pekerja sosial agar memiliki dasar
pengetahuan yang luas mengenai beragam fungsi sistem, dapat menganalisis dan
mengevaluasi bagaimana program dan sistem kerja yang baik. Mereka juga dapat
mengevaluasi efektifitas proses intervensi yang dilakukan.
Advocate. Pekerja sosisal bertindak secara langsung mewakili, membela,
mengintervensi, memberi support atau merekomendasikan suatu tindakan atas nama
seseorang atau beberapa individu, kelompok, atau komunitas dengan tujuan
membantu mendapatkan perlindungan dan keadilan sosial. (Mickelson, 1995:95)
Initiator, adalah orang yang pertama-tama mengemukakan perhatiannya tentang
suatu masalah/isu (Nichols, 1985)
Negotiator, adalah wakil dari suatu organisasi,kelompok atau individu yang mencoba
berhadapan dengan kelompok atau sistem yang lain.
1. Memfasilitasi dialog.
2. Negosiasi
3. Mediasi
Mediasi terjadi jika komunikasi antara kedua belah pihak terputus sehingga
diperlukan pihak ketiga untuk ikut campur menjadi penengah (mediator). Peranan
mediator adalah untuk menjelaskan proses dan memandu kedua belah pihak untuk
melalui tahap-tahap yang telah disepakati. Mediasi umumnya dilakukan oleh sepasang
atau suatu tim mediator dan mereka menggabungkan pengalaman dan keterampilan
masing-masing serta latar belakang yang berbeda. Keterampilan yang sangat penting
adalah kemampuan untuk melihat adanya landasan yang sama dan kemungkinan titik
temu dan menjelaskannya kepada pihak-pihak yang berkonflik ketika mereka
melangkah ke tahap-tahap selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Suharto, Edi. 1997. Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial Spektrum
Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).
Nitimihardjo, Carolina, dkk. 2007. Modul Mata Kuliah HBSE Program Pendidikan Pasca
Sarjana Spesialis 1 Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS Bandung.
Suharto, Edi. 2010. Modal Kedamaian Sosial dan Resolusi Konflik: Perspektif Pekerjaan
Sosial. (admin : http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_20.htm / diakses 16
Februari 2017)