Anda di halaman 1dari 8

POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

ANALISIS COHABITATION FAMILIES


DALAM KONTEKS TINGKAH LAKU
MANUSIA DALAM LINGKUNGAN SOSIAL

ANITA ULFATUN NISA (2001026)


AGIL RIZKY PRANATA (2001008)

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER TERAPAN PEKERJAAN SOSIAL


POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG
TAHUN 2020/2021
COHABITATION FAMILIES

KONSEP COHABITATION
FAMILY

IMPLIKASI BENTUK
KELUARGA KOHABITASI

MASALAH KEDISFUNGSIAN
SOSIAL

ANALISIS TEORI
Konsep Cohabitation Families

Cohabitation ialah definisi yang diberikan pada pasangan yang tinggal


bersama tanpa menikah (Amato 2003; dalam Sigelman, 2012).

Beberapa pasangan yang melakukan kohabitasi disebabkan kenyamanan berada


dalam hubungan romantis dan kebutuhan untuk pengaturan hidup yang
terjangkau (Sassler, 2004). Pasangan cohabiter lainnya menganggap hidup
bersama untuk mencari alternatif menikah (Seltzer, 2000; dalam Sigelman, 2012).
Pasangan yang melakukan kohabitasi juga menjalani peran dan fungsi pasangan
yang menikah seperti pengasuhan.

Cohabitation Kohabitasi mirip dengan pernikahan pada beberapa aspek yaitu dua orang
dewasa yang menjalani intimate relationship, berbagi tugas rumah tangga, dan
Families mengasuh anak (Osborne, Manning, & Smock, 2007), tetapi yang membedakan
adalah legalitas hukum yang mengikat pernikahan. Artinya, pasangan suami istri
tinggal serumah dan menjalani fungsi-fungsi pernikahan tanpa terikat oleh
hukum agama dan negara.
IMPLIKASI BENTUK KELUARGA KOHABITASI
Keberfungsian
Keluarga

• Fungsi keluarga yang sehat terjadi dalam lingkungan keluarga dengan komunikasi yang
jelas, peran yang jelas, kohesi, dan regulasi yang berdampak baik. Sebaliknya, fungsi
keluarga yang buruk terjadi dalam keluarga dengan tingkat konflik yang tinggi,
disorganisasi, dan hubungan afektif dan perilaku yang buruk (Lewadowski, dkk., 2011).
Hal ini tercermin dalam relasi pasangan yang menjalani praktik kohabitasi yang cenderung
mengalami kekaburan peran antara sebagai pasangan, orangtua maupun sebagai individu
yang utuh dan matang.
• Salah satu indikator keberfungsian keluarga ialah Pengasuhan yang dilakukan orangtua
sangat ditentukan oleh kondisi kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing)
orangtua itu sendiri. Pasangan yang melakukan kohabitasi memiliki kondisi yang lebih
buruk dibanding pasangan yang menikah dalam beberapa aspek psikis seperti depresi,
kebahagiaan, kesehatan, kekerasan dan masalah alkohol (Brown & Booth, 1996; dalam
Manning & Lamb, 2001). Kualitas hubungan orangtua sebagai pasangan suami-istri dapat
memengaruhi anak baik secara langsung maupun tidak langsung
IMPLIKASI BENTUK KELUARGA KOHABITASI
Pembentukan sikap
dan perilaku anak
• Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang menjalani kohabitasi akan rentan mengalami gangguan
emosi dan perilaku disebabkan karena ketidakstabilan hubungan yang dijalani orangtuanya.
• Dampak kohabitasi terhadap perilaku anak, diantaranya ialah kecemasan atau depresi.
• Anak-anak yang dilahirkan dari orangtua yang menjalani kohabitasi dilaporkan memiliki perilaku
agresif, penarikan diri, dan kecemasan/depresi ketika anak berusia 3 tahun ketimbang anak-anak yang
dilahirkan dalam keluarga yang utuh.
• Lebih lanjut, Hanson, dkk., (1997) menemukan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orangtua
biologis yang menjalani kohabitasi mengalami externalizing, internalizing¸ sosial, dan prestasi akademik
(Dunifom & Kowaleski Jones, 2000; dalam Booth, & Crouter 2002).
• Anak-anak yang dibesarkan pada keluarga yang ayah ibunya menikah, menerima dukungan sosial dan
institusional lebih tinggi dibanding anak-anak yang tumbuh bersama orangtua yang tidak menikah
(Cherlin, 2010; Manning, Smock, & Bergstrom-Lynch, 2009). Pernyataan ini menegaskan pentingnya
kestabilan suatu pernikahan bagi anak.
• Tetapi tidak dapat memungkiri adanya kemungkinan sikap lain karena anak terbiasa hidup dilingkungan
yang sangat dinamis sehingga dia sudah terbiasa menata hati agar tidak mudah emosi dan
terpengaruh.
• Periku positif yang juga dapat muncul yaitu anak menjadi lebih struggle, lebih dewasa, dan peduli
kepada orang lain.
MASALAH KEDISFUNGSIAN SOSIAL

Keluarga kohabitasi jarang bersosialisasi dengan


tetangga dan warga masyarakat karena takut
mengalami perundungan. Hal ini akan Fenomena yang terjadi di masyarakat adalah
membentuk pribadi anak yang tertutup karena maraknya perempuan yang dalam keadaan
merasa malu dilahirkan pada keluarga hamil ditinggalkan oleh laki-laki yang
kohabitasi yang tidak sesuai dengan norma di
masyarakat. Apabila memiliki anak yang lahir di
Unsocial Family melakukan kohabitasi. Pada akhirnya,
perempuan kecewa dan mengalami depresi,
luar pernikahan seringkali mendapatkan stigma sehingga memerlukan perawatan kejiwaan
negatif dari masyarakat, misalnya “anak haram”. yang intensif. Hal ini sangat merugikan bagi
Psychotic Family pihak perempuan dan keluarganya.

Pasangan yang memilih kohabitasi tidak


memiliki tanggung jawab penuh dan total
seperti dalam perkawinan (dalam hal keuangan,
Neorotic Family Pasangan yang menjalani praktik kohabitasi
memiliki kualitas hubungan yang lebih buruk
pendidikan anak dan sebagainya). Hal ini ketimbang pasangan yang menikah. Pasangan-
menimbulkan kecemasan atas masa depan pasangan kohabitasi lebih banyak memimiliki
terhadap hubungan ini, kecemasan apabila
terjadi kehamilan, kecemasan pada diri Chaostic Family perbedaan argumentasi, memiliki persepsi
yang berbeda terhadap keadilan dalam
perempuan apabila si lelaki meninggalkannya, hubungan, dan cenderung kurang bahagia
serta kecemasan karena hubungan mereka tidak dibanding pasangan yang menikah. Pasangan
resmi atau tidak ada ikatan yang sifatnya kohabitasi memiliki peluang berpisah yang
mengikat dan memaksa seperti yang lebih tinggi.
dicantumkan dalam UU Pernikahan.
ANALISIS TEORI

Struktural-fungsional berpegang bahwa Kasus konflik sosial dapat dilihat dari adanya
setiap anggota keluarga memiliki peran, kelengkapan dan keharmonisan pada orang
tugas dan tanggung jawabnya masing- tua. Pada praktiknya, kohabitasi rentan
masing. Sedangkan mereka yang menjalani TEORI SOSIAL terhadap ketidakstabilan ketimbang
kohabitasi merasa tidak punya peran dan KONFLIK pernikahan resmi. Anak-anak yang tumbuh
tanggung jawab moral seperti keluarga dalam keluarga yang kohabitasi memiliki
dalam pernikahan, sehingga terjadi peluang 3 kali lebih besar untuk mengalami
penyimpangan atas teori struktural TEORI
transisi keluarga dibanding anak-anak yang
fungsional. Pada keluarga kohabitasi STRUKTUR
dibesarkan pada pasangan yang menikah
bagaimana seseorang bisa memberi FUNGSIONAL
(Raley & Wildsmith, 2004; dalam Sangupta
dukungan emosi yang resiprokal pada 2017). Pada remaja, transisi keluarga sangat
pasangannya bila sadar dengan tugas dan berkaitan erat dengan kenakalan,
fungsi yang harus dijalani dalam rumah penyalahgunaan obat, gejala depresi,
tangganya saja tidak?! Bagaimana bisa aktivitas seksual yang lebih dini, kehamilan
sadar dengan tugas dan fungsi dalam yang tidak diinginkan, keterlibatan dengan
pernikahnnya bila sadar (fully aware) sekolah yang rendah, dan kelulusan yang
dengan pernikahannya saja tidak?! rendah pula (Brown, 2008; dalam Sangupta,
Bagaimana bisa 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Shofia. 2019. Akademik, Marriage : Ayah, Ibu, Menikahlah. https://matakacashofia.


wordpress.com/2019/05/14/ayah-ibu-menikahlah/ (Diakses pada 20 November 2020).
Queralt Magaly. 1996. The Social Environment and Human Behavior (A Diversity Perspective).
America: A Simon & Schuster Company Needham Heightt Mass.
Vina Rahmasari. 2018. Analisis Makalah Teori Keluarga. https://www.researchgate.net
/publication/334453689_ANALISIS_MAKALAH_TEORI_KELUARGA_ (Diakses pada 20
November 2020).

Anda mungkin juga menyukai