KELOMPOK 2:
ACI PAHRI PASARIBU
ALIFAH QURRATU AIN
KINANTI AZIZAH SYAFITRI
RIFQI ABDUL HAKIM
SUFFIA AYU NINGSIH
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah tentang “Pengaruh Disorganisasi
Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya
ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Keluarga adalah suatu sistem interaksi yang mana tiap komponennya memiliki
batasan yang selalu berubah dan derajat ketahanan untuk berubah bervariasi. Menurut
Horton dan Hunt (1987), istilah keluarga umumnya digunakan untuk menunjuk
beberapa pengertian sebagai berikut: suatu kelompok yang memiliki nenek moyang
yang sama, suatu kelompok keterabatan yang disatukan darah dan perkawinan,
pasangan perkawinan tanpa anak dan satu duda janda dengan beberapa anak.
Perilaku Menyimpang adalah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap
tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Macam-
macam perilaku sosial menyimpang yaitu: tindakan yang nonconform, tindakan yang
antisosial atau asosial dan tindakan- tindakan kriminal.
Pada zaman modern ini, disorganisasi keluarga mungkin terjadi karena konflik
peranan sosial atas dasar perbedaan ras, agama, atau faktor sosial ekonomis. Ikatan
keluarga dalam masyarakat agraris didasarkan atas dasar faktor kasih sayang dan
faktor ekonomis didalam arti keluarga tersebut merupakan suatu unit yang
memproduksi sendiri kebutuhan-kebutuhan primernya. Pada hakikatnya, disorganisasi
keluarga pada masyarakat yang sedang dalam keadaan transisi menuju masyarakat
modern dan kompleks disebabkan karena keterlambatan untuk menyesuaikan diri
dengan situasi-situasi sosial ekonomis yang baru. Kondisi dilapangan terhadap
perilaku sosial anak ini sangat memperihatinkan karena kurangnya kasih sayang dari
orang tua yang mengalami BrokenHome sehingga anak-anak tersebut berperilaku
menyimpang.
Manusia hidup di dunia ini di sunahkan untuk menikah agar mempunyai keturunan
yang sholeh dan sholehah, tetapi ada juga didalam menjalankan berkeluarga antara
suami dan istri tidak sependapat maka akan mengalami perceraian, sehingga anak
akan menjadi korban dalam rumah tangga tersebut.
Padahal seorang anak tidak mempunyai permasalahan terhadap ayah dan ibunya tetapi
anak yang menjadi korban didalam suatu keluarga yang mengalami perceraian.
Permasalahan disorganisasi keluarga ini sudah menjadi hal yang biasa ditemukan
dalam ruang lingkup masyarakat, mulai dari masalah perceraian yang dipenuhi
konflik panjang sampai perceraian yang penuh ketenangan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Pemahaman yang lebih baik: Menulis mengenai gejala sosial ini dapat
membantu kita memahami penyebab dan konsekuensi dari fenomena ini
dengan lebih baik. Melalui penulian ini, kita dapat mengeksplorasi masalah-
masalah ini dengan lebih mendalam dan memahami hubungan antar masalah
yang satu dengan yang lainnya.
2. Pengembangan solusi: Melalui penulisan ini, kita dapat membangun ide dan
solusi untuk mengatasi gejala sosial tersebut. Dengan mempertimbangkan
masalah dari bsrbagai sudut pandang dan melibatkan pemikiran kritis, kita
dapat mengembangkan solusi yang lebih efektif
3. Kesadaran masyarakat: Penulisan tentang gejala sosial dapat membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya masalaah ini. Hal ini
dapat memotivasi orang untuk terlibat dalam Gerakan sosial yang berfokus
pada solusi dan pemecahan masalah.
BAB II
KAJIAN TEORI
1. Keluarga yang tidak lengkap karena hubungan di luar nikah. Misalnya anak
tanpa Ayah. Maka dalam hal ini Ayah kandung gagal dalam mengisi peran
sosialnya, begitu pula keluarga pihak Ayah dan Ibu anak yang bersangkutan.
2. Keluarga yag mengalami pisah ranjang atau perceraian, yang sering disebut
Broken home.
3. Buruknya komunikasi di dalam keluarga.
4. Hilangnya pimpinan rumah tangga atau orang yang berkedudukan sebagai
pimpinan karena meninggal, dihukum atau bertugas ke luar kota dalam jangka
waktu yang lama.
5. Terganggunya keseimbangan jiwa (gila) salah-satu anggota keluarga, terutama
jika menimpa ayah dan ibu.
Namun, dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kondisi ini adalah trauma berulang
yang terjadi di dalam keluarga.
Keluarga dengan kondisi ini tidak mampu menciptakan lingkungan yang sehat untuk
berdiskusi.
Sebaliknya, mereka tidak mau saling mendengarkan, dan biasanya menggunakan cara
komunikasi lain, seperti berteriak atau berkelahi.
Tanpa adanya kasih sayang di dalam keluarga, anak-anak bisa mudah merasa kecewa
dengan dirinya sendiri. Terlebih jika orangtua sering kali memarahi anak hanya
karena kesalahan kecil.
Anak pun akan lebih mudah merasa takut untuk berbuat kesalahan atau mengalami
kegagalan. Ini bisa membuat anak sulit berkembang dan mencoba hal baru.
Orangtua yang menelantarkan anak secara emosional juga bisa membuat anak merasa
tidak memiliki ruang aman untuk meluapkan emosinya secara jelas dan positif.
Akibatnya, anak mungkin akan merasa kesepian atau terisolasi dari orangtua mereka
dalam situasi ini.
3. Terlalu mengekang
Terkadang, orangtua juga bisa terlalu mengekang anak, misal dengan membatasi
secara berlebihan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. Ini juga
termasuk ciri dari toxic parenting.
Meski anak butuh arahan dan pengawasan dari orangtua, kontrol semacam ini dapat
menyebabkan anak-anak ragu terhadap kemampuan mereka, sehingga menjadi tidak
percaya diri.
Anak juga bisa merasa kurang mendapat privasi dari orangtua karena tidak memiliki
kebebasan dalam mengambil keputusan.
Hal ini bisa membuat anak tidak mandiri atau sebaliknya, tidak jujur kepada orangtua.
Menurut penelitian pada jurnal Social Work in Public Health, anak yang diasuh oleh
orangtua yang mengalami kecanduan zat terlarang (NAPZA) atau alkohol cenderung
memiliki masalah kecanduan yang sama pada kemudian hari.
Sebagai contoh, anak-anak yang menyaksikan orangtua mereka menggunakan
narkotika akan lebih mudah terdorong untuk menggunakan zat yang sama.
5. Gangguan Mental
Sering kali, bukan hanya penderita yang mengalami dampak negatif gangguan mental,
tetapi juga orang-orang di sekitarnya, terutama anggota keluarganya.
Gangguan mental pada orangtua bisa memengaruhi fungsi keluarga, sehingga tidak
berjalan dengan baik atau mengalami disorganisasi.
Ini karena orangtua dengan gangguan mental lah yang cenderung bergantung kepada
anak untuk mendapat dukungan emosional, bukan sebaliknya.
Bahkan, orangtua mungkin bersikap manipulatif terhadap anak dan menyebabkan
anak merasa terbebani secara emosional.
Tentunya, hal ini bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak. Anak mungkin
akan menjadi takut gagal dan terlalu perfeksionis.
Orangtua yang sering merendahkan dan menggurui anak dengan kejam juga bisa
menanamkan rasa tidak berdaya dan kurang percaya diri pada anak. Anak pun
berisiko memiliki harga diri yang rendah.
Pelecehan dan kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun verbal, bisa
berdampak buruk pada anak.
Anak yang terbiasa dibentak atau dipukul sedari kecil bisa menganggap bahwa hal ini
merupakan sesuatu yang wajar, sehingga ia berpotensi melakukan hal yang sama
kepada keturunannya.
Bisa juga, anak yang tahu bahwa ini sesuatu yang salah mungkin akan merasa malu.
Anak pun akhirnya menjadi takut untuk meminta pertolongan dan memilih
menyembunyikannya dari orang lain.
1. Memiliki citra diri yang buruk serta rasa percaya diri dan harga diri yang rendah.
2. Sulit membentuk hubungan yang sehat saat dewasa, pemalu, atau memiliki
gangguan kepribadian.
3. Anak mudah marah dan lebih suka menyendiri.
4. Memiliki kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan pikiran untuk
bunuh diri.
5. Rentan mengalami kecanduan alkohol, obat-obatan, atau merokok.
6. Rentan terhadap masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan
paranoia.
7. Prestasi akademik anak biasanya buruk karena anak sulit berkonsentrasi dan
fokus.
8. Anak kurang disiplin dan tidak bertanggung jawab karena tidak memiliki panutan
untuk diteladani saat tumbuh dewasa.
9. Anak kehilangan sifat polos anak kecil karena harus mengambil tanggung jawab
besar sejak usia dini.
E. Pengaruh Kekerasan Dalam Kelurga Terhadap Potensi Anak Dalam Melakukan
Kenakalan Remaja
Menurut Abla Basat Gomma bahwa anak selalu belajar dari orang dewasa dengan
cara memperhatikan, kemudian mengikuti mereka. Jika sejak kecil anak- anak melihat
dan merasakan sesuatu hal yang menakutkan, menggelisahkan, maka lambat laut hal-
hal tersebut akan berpindah dan tertanam dalam jiwanya.
Perilaku sosial adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain, kegiatan yang
berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan sosialisasi dalam hal bertingkah laku
yang dapat diterima oleh orang lain, belajar memainkan peran sosial serta upaya
mengembangkan sikap sosial yang layak diterima oleh orang lain. Perilaku sosial
anak adalah sikap seorang anak yang mengalami broken home, sehingga anak
perilaku sosial anak ini sangat menyimpang karena tidak didasari modal agama dan
iman didalam diri anak tersebut.
Ada beberapa kasus brokenhome yang terjadi di Desa Purwodadi yang menyebabkan
anak-anak menjadi biasa dengan perilaku menyimpang seperti mabuk, mencuri dan
mengisap aibon dan. Faktornya sangat bervariasi sesuai dengan kondisi yang dihadapi
oleh masing- masing keluarga. Kondisi rumah tangga yang broken, anak-anak sering
mengalami depresi mental (tekanan mental) sehingga tidak jarang anak-anak yang
hidup dalam keluarga yang demikian biasannya akan berperilaku sosialnya yang jelek
seperti mabuk, mencuri dan mengisap aibon dan berbeda dengan anak-anak pada
umunya.
Orang tua yang mengalami perceraian atau bisa disebut brokenhome, maka akan
berdampak buruk pada sikap sosial emosional dan sosial agama anak-anak yang
berada pada ruang lingkup tersebut. Karena perilaku sosial yang tertanam dari orang
tua sejak kecil akan menghasilkan perilaku mereka di masa dewasa kelak, hal tersebut
akan berdampak buruk kepada mereka dan orang-orang di sekitar mereka karena
perbedaan keterbelakangan kondisi atau keterbelakangan remaja.Perilaku sosial anak
yang mengalami disorganisasi keluarga tersebut menyebabkan anak berperilaku
menyimpang berupa kenakalan remaja, seperti mabuk, mencuri dan mengisap aibon.
Sebagai orang dewasa, sangat penting bagi Anda untuk mulai bertanggung jawab
terhadap setiap hal yang Anda lakukan.
Anda juga perlu belajar memenuhi kewajiban bukan hanya terhadap diri Anda sendiri,
tetapi juga keluarga Anda. Usahakan untuk selalu menjadi panutan yang baik bagi
seluruh anggota keluarga.
2. Cari bantuan ahli
Jika dirasa perlu, Anda juga bisa meminta bantuan ahli, seperti psikolog, untuk
membantu Anda mengatasi masalah yang memengaruhi hubungan di dalam keluarga.
Ini utamanya perlu dilakukan jika sudah timbul perilaku atau kecenderungan yang
berbahaya, misal perkelahian hingga melakukan kekerasan fisik.
Coba utarakan kepada keluarga dengan cara yang lebih baik mengenai keinginan
Anda untuk memperbaiki hubungan. Hindari memarahi atau berlaku kasar kepada
pasangan atau anak.
Anda mungkin bisa mengusulkan untuk melakukan diskusi bersama terkait apa saja
keinginan dan saran dari masing-masing anggota keluarga.
Mungkin cukup sulit untuk mulai percaya pada seseorang yang sudah membuat Anda
kecewa berulang kali, terutama keluarga yang diharapkan bisa dekat dengan Anda.
Namun seiring waktu, kepercayaan di antara sesama bisa timbul jika terus dibangun
dan dijaga. Awali dengan saling memaafkan dan mendukung satu sama lain di dalam
keluarga.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Penelitian Kualitatif
B. Lokasi Penelitian
Lokasi ini terletak pada kecamatan Sungailiat, kabupaten Bangka induk, SMA Negeri
1 Sungailiat Provinsi Bangka Belitung.
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini di rancang pada bulan Mei Tahun 2023
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena melibatkan
berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode pengumpulan data observasi tidak
hanya mengukur sikap dari responden, namun juga dapat digunakan untuk
merekam berbagai fenomena yang terjadi. Teknik pengumpulan data observasi
cocok digunakan untuk penelitian yang bertujuan untuk mempelajari perilaku
manusia, proses kerja, dan gejala-gejala alam. Metode ini juga tepat dilakukan
pada responden yang kuantitasnya tidak terlalu besar. Metode pengumpulan data
observasi terbagi menjadi dua kategori, yakni:a. Participant observationDalam
participant observation, peneliti terlibat secara langsung dalam kegiatan sehari-
hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.b. Nonparticipant
observationBerlawanan dengan participant observation, nonparticipant
observation merupakan observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung
dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.
2. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung
kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan data yang
meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis. Dokumen
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data dibedakan menjadi dua, yakni:a.
Dokumen primerDokumen primer adalah dokumen yang ditulis oleh orang yang
langsung mengalami suatu peristiwa, misalnya: autobiografi.b. Dokumen
sekunderDokumen sekunder adalah dokumen yang ditulis berdasarkan oleh
laporan/ cerita orang lain, misalnya: biografi.
F. Sumber Data
Sumber Data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data bisa berupa
benda, perilaku manusia, tempat dan sebagainya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data ialaah field research yaitu sumber data yang didapatkan dari lapangan penelitian, yaitu
mencari data dengan cara angket dan wawancara untuk mendapatkan data yang lebih jelas
yang berkaitan dengan hal yang diteliti. Adapun sumber data ini ada 2 macam yaitu
1. Data Primer
Yaitu sumber yang secara langsung memberikan data kepada peneliti dari informan
yang mengetahui secara jelas dan rinci tentang masalah yang sedang diteliti. Informan
adalah orang yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi dalam penelitian. Diantara informan yang masuk dalam penelitian ini antara lain
meliputi; tutor atau pengajar, masyarakat sekitar dan warga belajar yang dianggap
mampu memberikan informasi yang jelas dan relevan.
2. Data Sekunder
Yaitu jenis data yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan. Data yang dikumpulkan
oleh peneliti ini, sebagai penunjang dari sumber pertamanya. Data sekunder itu,
biasanya telah tersusun dalam bentuk berupa dokumen-dokumen sekolah, majalah,
buku, jurnal, dan yang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui keterlibatannya secara penuh sebagai orang tua berkeluarga dituntut untuk
berperan sebagai kodratnya selaku suami sebagai ayah dan istri sebagai ibu dalam
melaksanakan pembentukan pribadi-pribadi putra-putrinya, maupun anggota keluarga
lain yang berada dibawah tanggung jawabnya.
B. Saran
http://repository.radenintan.ac.id/14261/1/perpus%20pusat%20bab%201.2.pdf
https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/disorganisasi-keluarga-pengertian-faktor-penyebab-
dan-contohnya-1zyTg7bwaCV/3
https://hellosehat.com/parenting/disorganisasi-keluarga/
http://repo.unsrat.ac.id/637/1/KARYA_ILMIAH_LASUT1.pdf
https://m.mediaindonesia.com/humaniora/539107/teknik-pengumpulan-data-dan-metode-
penelitian
https://greatnusa.com/artikel/teknik-pengolahandata/#:~:text=Pengolahan%20data%20adalah
%20proses%20yang,menggunakan%20t
file:///C:/Users/home/Downloads/PROPOSAL%20PENELI-WPS%20Office%20(2).pdf