1. Ruang lingkup sosiologi berhubungan erat dengan paradigma sosiologi. Kajian atau
studi tentang sosiologi keluarga yang dibangun dari paradigma fakta sosial, pada
dasarnya dapat dilakukan melalui sudut pandang yang menyatakan bahwa keluarga
dapat dilihat dari bentuknya sebagai fakta sosial bersifat material dan nonmaterial
atau bahkan merupakan bentuk kombinasi dari dua jenis fakta sosial tersebut. Sifat
empiris, riil dan/atau nyata dari kehidupan keluarga yang timbul atau terjadi dari
keberadaan, sifat, proses hubungan dan tindakan maupun fungsi keluarga bisa
merupakan ruang lingkup kajian mengenai sosiologi keluarga.
Ruang lingkup sosiologi keluarga secara lebih luas bisa juga mencakup di antaranya
pembahasan mengenai hubungan keluarga dan sosial politik (Negara), keluarga,
industri dan teknologi, keluarga dan hukum, keluarga dan ekonomi; hal ini
menunjukkan bahwa studi sosiologi keluarga ke depan membutuhkan wawasan dan
kajian terus menerus (berkelanjutan) yang mendalam melalui pemahaman terhadap
fenomena sosial tentang kehidupan keluarga secara lebih luas.
2. Peran dan hubungan individu dalam keluarga saat ini punya perubahan makna dan
fungsi. Ada 3 perubahan yaitu; Perubahan peran suami istri, perubahan bentuk
keluarga dan perubahan pengambilan keputusan. Ketiga perubahan ini tidak terlepas
dari pekerjaan baik dari suami maupun istri. Peran istri maupun suami di luar keluarga
akan mempunyai dampak terhadap keluarganya, terlebih bagi anak-anaknya. Pilihan
pekerjaan orang tua akan mempengaruhi pilihan pekerjaan anak-anaknya. Pekerjaan
atau jabatan tertentu dari orang tua akan punya ruang dominasi yang berbeda dalam
sebuah keluarga.
Perubahan peran dan fungsi keluarga ini juga membawa perubahan pada proses
sosialisasi anak dalam keluarga, dimana jenis pekerjaan orang tua membawa
pengaruh terhadap kepribadian anak. Peran orang tua dalam pekerjaan membawa
posisinya pada tingkat atau status sosial tertentu, dan ini bagi anak-anaknya
cenderung membentuk suatu pola peran tertentu, dan juga tergantung pada hubungan
dengan orang tua. Dan seandainya ada semacam pemujaan terhadap bapak atau ibu,
maka ada kecenderungan meniru pekerjaan orang tua. Namun seringkali perubahan
ini juga punya dampak besar bagi anak-anaknya dalam hal negatif, ketika peran dari
orang tua tidak dijalankan secara maksimal, anak akan punya ruang sosialisasi yang
kurang tepat sehingga bisa berdampak pada kenakalan remaja.
Jika suatu kelompok tidak mampu menjaga stabilitas kelompok maka ada potensi
terjadinya konflik dan disintegrasi sosial. Pertama, Konflik adalah suatu proses sosial
dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Penyebab terjadinya konflik
antara lain:
Akibat-akibat Konflik:
Menurut saya perempuan bekerja yang punya peran di wilayah publik dan domestik
ini pasti punya alasan dan faktor tersendiri, misal kebutuhan ekonomi, ruang
eksistensi dan alasan sosial baik yang sudah menikah maupun belum menikah.
Kemudian peran ganda perempuan ini sejauh dia punya kesepakatan dengan
suaminya dan keluarganya menurut saya tidak apa-apa. Ketika dari pihak perempuan
menyelesaikan tugas di wilayah domestiknya atau dalam hal ini rumah tangganya dan
dari pihak laki-laki memahami peran perempuan di wilayah domestiknya tidak akan
sama dengan perempuan yang memilih menjadi ibu rumah tangga. Seringkali laki-
laki punya pemahaman bahwa perempuan harus pintar memasak, mencuci atau
urusan rumah tangga lainnya, padahal tidak semua perempuan bisa melakukan hal ini,
setiap orang pintar di bidang masing-masing. Yang terpenting adalah pihak
perempuan tidak merasa keberatan dengan double burdennya dan adanya kesepakatan
antara laki-laki dan perempuan.
5. Pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral di dalam kehidupan, saling menerima
apa adanya, saling berhubungan dengan baik, membina dan merawat rumah tangga
dengan harmonis. Ada beberapa faktor pernikahan artis tidak lagi menjadi sesuatu
yang sakral dan mengikat sehingga terkesan menjadi mudah cerai berai, terlepas dari
hukum agama yang memperbolehkan adanya perceraian. Di dalam kehidupan artis
kesakralan ini lambat laun hilang tergerus oleh aspek yang sangat duniawi atau
profan. Misalnya kemewahan, kekayaan, popularitas, dan kecantikan.
Dunia artis tidak terlepas dari glamourisme, sehingga mereka membuat citra
kehidupannya mewah. Pernikahan para artis yang terkesan mewah dan megah ini
hanya sekedar dunia citra yang mereka bentuk sesuai keinginan masing-masing,
disamping mereka memang mampu membuat pesta pernikahan yang megah mereka
juga menuruti gengsi, ego dari seorang artis yang citra kehidupannya terkesan megah
dan mewah pada umumnya. Bahkan tujuan pernikahan mereka tidak terlepas dari
memanfaatkan satu sama lain, entah dari aspek popularitas untuk mendapatkan
kekayaan. Ketika aspek yang menguntungkan ini tidak mereka dapatkan dalam
hubungan pernikahannya mereka akan memilih berpisah karna tidak mendapatkan
apa yang di inginkan. Sehingga hal-hal yang bersifat profan ini memicu
ketidaksakralan dan ketidakharmonisan dalam hubungan rumah tangga artis. Semua
yang dilakukan artis ini menjadi konsumsi publik karna di muat di media, sehingga
masyarakat ikut menikmati fenomena pernikahan dan perceraian mereka.
Fenomena perceraian ini juga marak di kalangan masyarakat umum karna beberapa
faktor, mulai dari pernikahan dini, perselingkuhan, tidak di nafkahi, konflik
perselisihan. Pernikahan di usia muda punya potensi konflik lebih tinggi, karna secara
psikis belum sepenuhnya kuat untuk menerima realitas pernikahan, di sinilah peran
konseling pra nikah dibutuhkan. Pilihan pekerjaan ini juga bisa menjadi potensi
konflik, maka dari itu harus saling menjaga komunikasi dengan baik. Kesibukan satu
sama lain membuat komunikasi berjalan kurang baik sehingga potensi konflik dan
perbandingan penghasilan atau status sosial akan tinggi dan memicu perceraian.