Anda di halaman 1dari 5

1.

a) Proses terjadinya sosialisasi dalam keluarga melibatkan interaksi sehari-hari antara anggota keluarga, komunikasi, pemodelan
perilaku, dan penguatan positif. Anggota keluarga yang lebih tua atau orang tua memainkan peran penting dalam membimbing
anak-anak dalam memahami norma dan nilai-nilai sosial. Selain itu, individu juga belajar melalui pengalaman langsung, observasi,
dan interaksi dengan anggota keluarga lainnya.
Keluarga berperan penting dalam mengajarkan peran sosial kepada anggota keluarga. Anak-anak belajar bagaimana
berperilaku sebagai anak, saudara, dan anggota keluarga yang bertanggung jawab melalui pengamatan dan interaksi dengan
anggota keluarga lainnya.
Adapun Keluarga membantu individu dalam memahami identitas mereka sendiri. Melalui pemodelan dan dukungan dari
anggota keluarga, individu belajar tentang asal-usul keluarga, budaya, agama, dan nilai-nilai yang membentuk bagian dari identitas
mereka.
Selain itu juga Keluarga mengajarkan tanggung jawab dan etika kepada anggota keluarga. Melalui tugas-tugas rumah
tangga, aturan keluarga, dan ekspektasi yang ditetapkan, individu belajar tentang pentingnya tanggung jawab, disiplin, dan
integritas dalam kehidupan sehari-hari.

b) Seperti yang sudah dipelajari bahwa Role taking adalah kemampuan individu untuk melihat dan memahami dunia dari sudut
pandang orang lain, dan kemampuan untuk mengambil peran yang berbeda dalam situasi sosial. Dalam konteks keluarga, konsep
ini mengacu pada kemampuan individu, terutama anak-anak, untuk memahami peran dan perspektif orang lain dalam keluarga, dan
untuk mengasumsikan peran tersebut dalam interaksi sehari-hari.
Adapun dalam keluarga, anak-anak dapat belajar tentang peran sosial dan tanggung jawab melalui pengamatan dan
partisipasi aktif dalam interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Misalnya, seorang anak dapat mengamati bagaimana orang tua
mereka menjalankan peran sebagai orang tua dengan memberikan perhatian, kepedulian, dan bimbingan kepada anak-anak. Anak
tersebut kemudian dapat mencoba mengambil peran tersebut dengan mengasumsikan peran "orang tua" saat mereka bermain-main
dengan adik mereka atau dengan boneka mereka.
Sehingga menurut saya melalui konsep role taking, anak-anak dapat mengembangkan pemahaman tentang berbagai peran
sosial dalam keluarga, seperti peran anak, saudara, dan cucu. Mereka belajar tentang tugas, tanggung jawab, dan harapan yang
terkait dengan peran tersebut. Proses ini juga melibatkan kemampuan untuk memahami emosi, kebutuhan, dan perspektif anggota
keluarga lainnya.
Dalam proses role taking, penting bagi anggota keluarga yang lebih tua atau orang tua untuk memberikan dukungan,
bimbingan, dan penguatan positif kepada anak-anak saat mereka mencoba mengasumsikan peran sosial baru. Komunikasi yang
terbuka dan pengakuan terhadap upaya anak-anak dalam mengambil peran tersebut dapat membantu memperkuat pemahaman dan
pembelajaran mereka.
Dengan memahami dan mengasumsikan peran yang berbeda dalam keluarga, individu dapat mengembangkan empati, pemahaman
yang lebih luas tentang hubungan sosial, serta keterampilan interpersonal yang diperlukan dalam interaksi sosial yang lebih luas di
luar keluarga

2.
a) Pada kasus tes alih status pegawai KPK menjadi ASN yang dikecam oleh Gerak Perempuan dan KOMPAKS karena
pertanyaan yang tidak etis dan diskriminatif, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antar kelompok.
Beberapa faktor yang mungkin memainkan peran penting dalam kasus ini adalah:

a. Konteks Sosial dan Budaya: Konteks sosial dan budaya yang melingkupi tes alih status tersebut dapat mempengaruhi cara
pertanyaan dibuat dan dipahami. Jika terdapat ketidakpekaan terhadap isu-isu gender, agama, ras, dan diskriminasi, maka
kemungkinan pertanyaan yang tidak etis dan diskriminatif akan muncul.
b. Kesadaran dan Pendidikan: Tingkat kesadaran dan pemahaman terhadap isu-isu gender, agama, ras, dan diskriminasi dapat
mempengaruhi bagaimana pertanyaan disusun dan diterima. Kurangnya pemahaman atau kesadaran tentang kerentanan
kelompok tertentu dapat menyebabkan pertanyaan yang merendahkan dan tidak etis.
c. Penyusunan Tes yang Tidak Komprehensif: Jika penyusunan tes tidak dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan
berbagai pihak yang memiliki pemahaman yang luas tentang isu-isu sensitif, maka pertanyaan yang tidak etis dan
diskriminatif dapat muncul.
d. Bias dan Stereotip: Adanya bias dan stereotip terhadap kelompok tertentu dapat mempengaruhi pertanyaan yang diajukan
dalam tes alih status. Jika ada anggapan negatif atau pandangan yang bias terhadap kelompok tertentu, maka pertanyaan yang
merugikan dan tidak etis dapat muncul.
e. Kurangnya Pengawasan dan Akuntabilitas: Jika tidak ada mekanisme pengawasan yang kuat dan akuntabilitas yang jelas
dalam penyusunan dan pelaksanaan tes alih status, maka pertanyaan yang tidak etis dan diskriminatif dapat terlewat dan tidak
mendapatkan koreksi yang tepat.

b) Seksisme adalah sikap atau tindakan yang didasarkan pada prasangka gender dan membedakan atau mendiskriminasi
seseorang berdasarkan jenis kelamin mereka. Dalam konteks hubungan antar kelompok, faktor seksisme dapat memiliki dampak
yang signifikan terhadap hubungan dan interaksi antara kelompok-kelompok tersebut. Berikut adalah analisis mengenai pengaruh
faktor seksisme terhadap hubungan antar kelompok:

a. Penciptaan Ketidaksetaraan: Seksisme menciptakan ketidaksetaraan antara kelompok gender yang berbeda. Prasangka
gender yang mendasari sikap dan tindakan seksis dapat menghasilkan perlakuan yang tidak adil, pembatasan kesempatan, dan
penindasan terhadap kelompok yang menjadi korban seksisme. Hal ini dapat merusak hubungan antar kelompok dan
memperdalam kesenjangan sosial.
b. Pemiskinan Persepsi: Seksisme dapat memiskinkan persepsi terhadap kemampuan dan kontribusi individu berdasarkan
jenis kelamin mereka. Prasangka gender yang melatarbelakangi sikap seksis dapat menghasilkan stereotip negatif dan
penilaian yang tidak objektif terhadap anggota kelompok tertentu. Ini dapat menghambat kolaborasi, kepercayaan, dan saling
pengertian antar kelompok.
c. Pengaruh Negatif pada Kesehatan Mental: Seksisme dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan mental individu yang
menjadi sasaran seksisme. Diskriminasi dan perlakuan tidak adil berdasarkan jenis kelamin dapat menyebabkan stres, rendah
diri, dan ketidakamanan emosional. Ketidaknyamanan ini dapat memengaruhi hubungan individu dengan kelompok lain,
menghambat komunikasi yang efektif, dan memperdalam kesenjangan antar kelompok.
d. Konflik dan Pertentangan: Seksisme dapat memicu konflik dan pertentangan antara kelompok gender. Ketidakadilan dan
ketidaksetaraan yang dihasilkan oleh seksisme dapat membangkitkan rasa ketidakpuasan, kebencian, dan permusuhan antara
kelompok-kelompok yang berbeda. Ini dapat mengganggu harmoni dan kerjasama dalam masyarakat.
e. Penghambatan Pertumbuhan dan Kemajuan: Seksisme dapat menghambat pertumbuhan dan kemajuan sosial.
Ketidaksetaraan gender yang diperkuat oleh sikap seksis dapat menghalangi partisipasi penuh anggota kelompok tertentu
dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, karier, dan kepemimpinan. Hal ini dapat membatasi potensi individu
dan menghambat perkembangan masyarakat secara keseluruhan.

3.
a) struktur sosial merujuk pada pola-pola yang terorganisasi dan berkelanjutan dalam hubungan, peran, dan interaksi antara
individu-individu dalam suatu masyarakat. Ini mencakup aturan, norma, hierarki, dan pola-pola yang mengatur perilaku dan
hubungan antarindividu dalam masyarakat. Struktur sosial membentuk dasar bagi organisasi sosial dan pengaturan kehidupan
sosial.Struktur sosial dapat bervariasi dalam berbagai masyarakat dan lingkungan. Struktur ini membantu dalam menjaga
keteraturan, memberikan kerangka kerja untuk interaksi sosial, dan membentuk pola-pola yang terorganisasi dalam kehidupan
sehari-hari. Contoh dari struktur sosial dalam lingkungan saya adalah:

a. Struktur Keluarga: Di banyak masyarakat, keluarga adalah unit dasar dalam struktur sosial. Struktur keluarga mencakup peran
dan hubungan antara anggota keluarga seperti orang tua, anak-anak, dan saudara-saudara. Ada tugas dan tanggung jawab yang
diharapkan dari masing-masing anggota keluarga berdasarkan peran mereka, seperti memenuhi kebutuhan anak-anak,
memberikan dukungan emosional, dan mempertahankan hubungan yang harmonis.
b. Struktur Pendidikan: Sistem pendidikan juga mencerminkan struktur sosial. Ada hierarki yang terdiri dari guru, staf sekolah,
dan siswa. Guru memiliki peran otoritas dalam memberikan pendidikan, sementara siswa diharapkan untuk mengikuti aturan
dan tata tertib sekolah. Norma-norma dan harapan mengenai disiplin, kehadiran, dan pencapaian akademik juga
mempengaruhi struktur pendidikan.
c. Struktur Organisasi Masyarakat: Masyarakat juga memiliki struktur organisasi yang mencakup pemerintah, lembaga sosial,
dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Misalnya, dalam struktur pemerintah, ada pembagian kekuasaan dan tugas
antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam mengatur sektor-sektor
tertentu seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

b) Struktur sosial adalah kerangka yang membentuk masyarakat kita. Ini mencakup norma-norma, nilai-nilai, peran sosial, dan
interaksi antara individu-individu di dalamnya. Salah satu tokoh sosiologi yang telah memberikan pandangannya tentang struktur
sosial adalah Erich Goode.
Menurut Goode bahwa struktur sosial adalah hasil dari interaksi antara individu dan lembaga-lembaga sosial. Sehingga
dapat saya asumsikan bahwa lembaga-lembaga seperti keluarga, sekolah, agama, dan pemerintahan memiliki peran penting dalam
membentuk norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Melalui interaksi dengan lembaga-lembaga ini, individu belajar
bagaimana berperilaku dan bertindak sesuai dengan harapan sosial yang ditetapkan.
Goode juga menyebutkan bahwa struktur sosial dapat mempengaruhi kesempatan dan keterbatasan yang dihadapi oleh
individu dalam masyarakat. Misalnya, struktur kelas sosial dapat memainkan peran dalam menentukan peluang pendidikan dan
kekayaan ekonomi seseorang. Orang yang lahir dalam keluarga kaya mungkin memiliki akses yang lebih mudah ke pendidikan
yang berkualitas dan peluang pekerjaan yang baik dibandingkan dengan mereka yang lahir dalam keluarga miskin. Dengan
demikian, struktur sosial dapat menciptakan kesenjangan yang dapat memengaruhi kehidupan dan peluang individu.
Pendapat lain yang menarik dari Goode adalah peran yang dimainkan oleh konflik dalam membentuk struktur sosial.
Menurutnya, konflik sosial adalah bagian alami dari kehidupan masyarakat. Ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya dan
perbedaan kepentingan antara kelompok-kelompok sosial dapat menyebabkan konflik.Konflik ini kemudian dapat mempengaruhi
bagaimana struktur sosial berkembang dan berubah. Misalnya, pergerakan sosial atau revolusi dapat menghasilkan perubahan
struktural dalam masyarakat.
Akan tetapi menurut saya sendiri bahwa struktur sosial tidak statis dan dapat berubah seiring waktu dan beradaptasi
dengan perkembangan sosial. Perubahan sosial seperti globalisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan nilai-nilai sosial dapat
mempengaruhi struktur sosial dalam masyarakat.

4.
a) Menurut Gilin & Gilin, perubahan sosial adalah variasi dari pola kehidupan yang diterima; baik disebabkan oleh perubahan
kondisi geografis, peralatan budaya, komposisi penduduk, atau ideologi, dan baik disebabkan oleh difusi atau penemuan di dalam
kelompok tersebut. Fenomena perubahan sosial di pedesaan merujuk pada perubahan yang terjadi dalam struktur, pola, dan
dinamika sosial di lingkungan pedesaan. Perubahan sosial di pedesaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
perkembangan ekonomi, teknologi, migrasi, perubahan budaya, dan interaksi dengan lingkungan perkotaan.
Salah satu contoh fenomena perubahan sosial di pedesaan adalah perubahan dalam pola mata pencaharian.
Tradisionalnya, pedesaan sering didominasi oleh pertanian dan kegiatan pertanian lainnya. Namun, dengan berkembangnya sektor
non-pertanian dan sektor jasa, serta perubahan kebutuhan ekonomi, banyak penduduk pedesaan beralih ke pekerjaan di sektor
industri, perdagangan, pariwisata, atau layanan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan dalam struktur ekonomi
dan sosial di pedesaan.
Perubahan sosial di pedesaan juga dapat terlihat dalam aspek sosial dan budaya. Globalisasi dan kemajuan teknologi
informasi telah membawa pengaruh yang signifikan, menghubungkan pedesaan dengan dunia luar dan mempercepat pertukaran
informasi dan ide. Nilai-nilai, norma, dan gaya hidup dapat berubah sebagai akibat dari interaksi dengan budaya yang lebih luas.
Selain itu, migrasi penduduk pedesaan ke kota atau luar negeri juga dapat mempengaruhi komposisi populasi dan
dinamika sosial di pedesaan. Perubahan sosial di pedesaan juga dapat terjadi melalui adopsi teknologi dan inovasi. Pengenalan
teknologi baru dalam pertanian, seperti irigasi modern, mesin pertanian, atau metode budidaya baru, dapat mengubah cara
penduduk pedesaan bekerja dan meningkatkan produktivitas mereka.
Selain itu, infrastruktur baru, seperti jalan raya, sumber energi baru, atau akses internet, dapat membuka peluang baru dan
meningkatkan konektivitas pedesaan dengan wilayah lain.Secara keseluruhan, fenomena perubahan sosial di pedesaan adalah
proses dinamis yang melibatkan berbagai aspek kehidupan di pedesaan. Perubahan tersebut dapat membawa peluang baru,
tantangan, dan dampak yang signifikan bagi masyarakat pedesaan, serta membentuk wajah baru dari pedesaan dalam era modern.

b) Pedesaan selalu menjadi bagian penting dari kehidupan kita. Di sana, kita dapat menemukan pesona alam, kehidupan
sederhana, dan tradisi yang kental. Namun, seperti halnya di tempat lain, perubahan sosial juga terjadi di pedesaan. Menurutnya,
peradaban manusia mengalami pola siklik, di mana mereka mengalami kejayaan dan kemunduran seiring berjalannya waktu.
Konsep ini juga dapat diterapkan pada perubahan sosial di pedesaan.Menurut Toynbee, perubahan sosial di pedesaan dapat
dipahami melalui empat tahap utama.
Tahap pertama adalah masyarakat tradisional, di mana masyarakat hidup dengan cara yang sederhana dan bergantung
pada pertanian sebagai mata pencaharian utama. Masyarakat ini memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang kuat, serta cenderung
mempertahankan tradisi mereka. Namun, seiring dengan perubahan zaman dan interaksi dengan dunia luar, pedesaan memasuki
tahap kedua, yaitu pertumbuhan dan perluasan. Pada tahap ini, masyarakat pedesaan mulai mengalami perubahan ekonomi dan
teknologi. Pertanian menjadi lebih produktif, infrastruktur berkembang, dan hubungan dengan kota-kota besar semakin erat.
Perubahan ini membawa kehidupan baru dan peluang bagi masyarakat pedesaan. Tahap ketiga adalah kebangkitan dan kejatuhan.
Pada tahap ini, pedesaan mencapai puncak kejayaannya. Masyarakat pedesaan berhasil memanfaatkan peluang yang ada dan
mencapai kemajuan ekonomi dan sosial yang signifikan. Namun, kemajuan ini tidak bertahan selamanya. Toynbee berpendapat
bahwa kelalaian terhadap nilai-nilai dan norma-norma tradisional dapat menyebabkan kemunduran dan kejatuhan. Tahap terakhir
dalam teori siklik Toynbee adalah tahap perubahan dan regenerasi. Setelah kejatuhan, masyarakat pedesaan memiliki kesempatan
untuk merefleksikan kesalahan masa lalu dan memulai kembali.
Proses ini melibatkan pembaruan nilai-nilai dan norma-norma, serta perbaikan sistem ekonomi dan sosial. Pedesaan dapat
bangkit kembali dan memulai siklus baru dari tahap pertama. Teori siklik Arnold Toynbee memberikan wawasan yang menarik
tentang perubahan sosial di pedesaan. Dengan memahami siklus ini, kita dapat melihat bahwa perubahan sosial bukanlah hal yang
pasti dan tak terelakkan. Masyarakat pedesaan memiliki kesempatan untuk mengatasi tantangan dan membangun masa depan yang
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai