Anda di halaman 1dari 18

ARTIKEL ILMIAH

PERAN INTERAKSI SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN


IDENTITAS ANAK USIA DINI: SEBUAH TINJAUAN
PSIKOLOGIS

Artikel ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi
Belajar

Dosen Pengampu: Slamet, hp S.Pd.I., M.Pd.I

Disusun Oleh:
SANI SALAMAH (2208000408)

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS 2023
PENDAHULUAN
Identitas merupakan aspek penting dalam perkembangan manusia, dan
pembentukan identitas dimulai sejak usia dini. Anak-anak usia dini memiliki
kecenderungan untuk memperoleh pengalaman dan belajar melalui interaksi sosial
dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi sosial memainkan peran yang krusial
dalam pembentukan identitas anak-anak ini. Identitas anak usia dini merupakan
hasil dari interaksi mereka dengan anggota keluarga, teman sebaya, dan
lingkungan sekolah. Selama tahap perkembangan awal, anak-anak belajar tentang
diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka melalui pengamatan dan interaksi
sosial. Proses interaksi ini mencakup komunikasi, bermain, berbagi, dan
berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya (Utami & Haryanto, 2018).
Anak usia dini adalah fase perkembangan yang kritis dalam kehidupan
individu. Pada periode ini, anak mengalami pertumbuhan pesat dalam berbagai
aspek, termasuk perkembangan identitas mereka. Identitas anak merupakan
gambaran tentang siapa mereka sebagai individu, termasuk keyakinan, nilai-nilai,
preferensi, dan peran yang mereka terima dalam masyarakat. Pembentukan
identitas anak usia dini sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial yang mereka alami
sehari-hari.
Pada tahap awal kehidupan, anak-anak mengamati dan meniru perilaku
orang-orang di sekitar mereka, terutama orang tua dan anggota keluarga lainnya.
Interaksi sosial dengan anggota keluarga yang signifikan membantu anak
memahami peran, nilai-nilai, dan norma sosial yang ada dalam keluarga mereka.
Anak-anak belajar tentang diri mereka sendiri melalui interaksi dengan orang tua
mereka, seperti mengenal diri mereka sendiri sebagai anak, saudara, atau cucu.
Interaksi sosial memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan identitas
anak usia dini. Anak-anak pada usia ini sedang aktif dalam membangun
pemahaman tentang diri mereka dan dunia di sekitar mereka.
Anak usia dini belajar tentang diri mereka dan dunia di sekitar mereka
melalui interaksi sosial dengan orang tua, anggota keluarga, teman sebaya, dan
lingkungan lainnya. Interaksi sosial memberikan kesempatan bagi anak untuk
memperoleh pemahaman tentang norma-norma sosial, membangun keterampilan
sosial, dan mengembangkan persepsi tentang diri mereka sendiri dalam konteks
hubungan dengan orang lain. Anak-anak usia dini belajar melalui pengamatan dan
imitasi. Interaksi sosial yang positif dengan anggota keluarga dan teman sebaya
membantu mereka mempelajari perilaku dan nilai-nilai sosial yang dianggap
penting dalam masyarakat mereka. Anak-anak meniru perilaku dan sikap orang-
orang di sekitar mereka, sehingga interaksi sosial yang baik dapat membantu
membentuk identitas mereka.
Anak-anak sering mengidentifikasi diri mereka dengan figur penting
dalam hidup mereka, seperti orang tua, saudara, atau tokoh publik yang mereka
kagumi. Melalui interaksi sosial dengan orang-orang ini, anak-anak mempelajari
nilai-nilai, norma, dan perilaku yang dianggap penting dalam kelompok mereka.
Identifikasi ini membantu anak memahami diri mereka sendiri dan membentuk
identitas mereka. Interaksi sosial memungkinkan anak-anak membangun
hubungan dengan teman sebaya dan anggota keluarga. Melalui interaksi ini,
mereka belajar tentang pentingnya persahabatan, kerjasama, dan empati.
Hubungan sosial yang positif membantu anak-anak merasa terhubung dengan
orang lain, memperluas pandangan mereka tentang dunia, dan membentuk
identitas sosial mereka (Azizah & Mardiyono, 2021).
Interaksi sosial memberikan kesempatan kepada anak untuk berbicara,
mendengarkan, dan berkomunikasi dengan orang lain. Melalui interaksi ini, anak-
anak belajar mengenali dan menggunakan kata-kata, meningkatkan kemampuan
berbicara dan memahami bahasa, serta memperluas kosakata mereka. Mereka juga
belajar tentang tata bahasa, intonasi, dan komunikasi non-verbal. Interaksi sosial
membantu anak-anak mempelajari keterampilan sosial yang penting, seperti
berbagi, bekerja sama, mengambil giliran, dan memecahkan masalah bersama.
Mereka belajar tentang norma sosial, etika, dan perilaku yang dapat diterima
dalam masyarakat. Anak-anak juga belajar mengenali ekspresi emosi orang lain,
memahami perasaan mereka, dan mengembangkan empati.
Selain interaksi dengan keluarga, anak-anak juga terlibat dalam interaksi
sosial dengan teman sebaya di lingkungan sekitar mereka, seperti di taman
bermain, sekolah, atau kelompok bermain. Interaksi ini membantu anak-anak
membangun keterampilan sosial, seperti berbagi, bekerja sama, dan
berkomunikasi. Melalui interaksi ini, anak-anak mulai membandingkan diri
mereka dengan orang lain dan memperoleh pemahaman tentang perbedaan dan
kesamaan di antara mereka. Hal ini membantu dalam pengembangan identitas
anak, karena mereka mulai menyadari karakteristik dan minat pribadi mereka
yang mungkin berbeda dari orang lain (Wijaya & Astuti, 2019).
Interaksi sosial juga memainkan peran penting dalam membentuk konsep
diri anak. Melalui interaksi dengan orang lain, anak-anak menerima umpan balik,
pujian, atau kritik terkait perilaku dan tindakan mereka. Umpan balik ini
membantu anak-anak memahami bagaimana orang lain melihat mereka, dan hal
ini mempengaruhi persepsi mereka tentang diri mereka sendiri. Misalnya, ketika
anak-anak mendapatkan pujian atas prestasi mereka, mereka mungkin
mengembangkan rasa percaya diri dan keberanian untuk mencoba hal-hal baru.
Sebaliknya, kritik atau penolakan dapat mempengaruhi kepercayaan diri anak dan
membentuk persepsi negatif tentang diri mereka sendiri .
Interaksi sosial dengan anggota keluarga memainkan peran penting dalam
membentuk identitas anak usia dini. Keluarga adalah lingkungan pertama dan
paling signifikan bagi seorang anak. Melalui interaksi dengan orang tua, saudara
kandung, dan anggota keluarga lainnya, anak-anak mempelajari nilai-nilai,
kepercayaan, dan tradisi keluarga mereka. Interaksi ini membantu mereka
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga, memahami peran
mereka dalam hubungan keluarga, dan mengembangkan rasa kepribadian yang
unik (Prastuti & Riyadi, 2022).
Selain keluarga, interaksi dengan teman sebaya juga memainkan peran
penting dalam pembentukan identitas anak usia dini. Teman sebaya adalah orang-
orang seumuran anak-anak yang mereka temui di lingkungan sekitar, seperti di
taman bermain, sekolah, atau kelompok kegiatan. Melalui interaksi dengan teman
sebaya, anak-anak belajar berbagi, bekerja sama, bermain bersama, dan
mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan
orang lain. Teman sebaya juga mempengaruhi pemikiran dan preferensi anak-
anak, membantu mereka menemukan minat dan identitas mereka sendiri.
Lingkungan sekolah juga berperan dalam membentuk identitas anak usia
dini. Interaksi ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan
keterampilan sosial, mengidentifikasi minat mereka, dan memperoleh pemahaman
tentang peran mereka dalam lingkungan akademik. Sekolah juga memberikan
akses ke berbagai pengalaman dan pengetahuan baru, yang membantu anak-anak
menggali minat mereka dan membentuk identitas mereka dalam bidang-bidang
tertentu, seperti seni, olahraga, atau sains (Munandar & Kurniawati, 2022).
Interaksi sosial dalam konteks anak usia dini melibatkan hubungan dengan
anggota keluarga, teman sebaya, guru, dan lingkungan sekitar. Selama periode ini,
anak-anak mulai mengenal dunia sosial, mengembangkan keterampilan sosial, dan
membangun hubungan dengan orang lain. Interaksi sosial ini berperan penting
dalam membentuk identitas anak dan mempengaruhi perkembangan mereka di
masa depan. Namun, meskipun pentingnya interaksi sosial dalam pembentukan
identitas anak usia dini, masih terdapat banyak aspek yang perlu dipahami lebih
lanjut (Lestari & Indah, 2020).
Interaksi sosial memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif
anak-anak. Melalui berinteraksi dengan orang lain, mereka terlibat dalam diskusi,
berbagi ide, dan menggali pengetahuan bersama. Interaksi sosial dapat
merangsang pemikiran kritis, membangun keterampilan pemecahan masalah, dan
memperluas pemahaman mereka tentang dunia di sekitar mereka. Melalui
interaksi sosial, anak-anak mulai membentuk persepsi tentang diri mereka sendiri
dan bagaimana orang lain melihat mereka. Mereka belajar tentang peran dan
posisi mereka dalam kelompok sosial, mengembangkan rasa harga diri, dan
memahami identitas mereka. Interaksi sosial juga membantu anak-anak mengenali
perbedaan dan kesamaan antara mereka dan orang lain.
Tinjauan psikologis yang komprehensif tentang peran interaksi sosial
dalam pembentukan identitas anak usia dini dapat memberikan wawasan yang
lebih mendalam tentang mekanisme dan faktor-faktor yang terlibat dalam proses
ini. Tinjauan psikologis ini akan menggali berbagai teori dan penelitian yang
relevan dalam bidang psikologi perkembangan anak usia dini. Hal ini mencakup
konsep identitas, peran sosial, pengaruh lingkungan, dan proses pembentukan
identitas melalui interaksi sosial. Dengan memahami peran interaksi sosial dalam
pembentukan identitas anak usia dini, dapat dikembangkan strategi dan
pendekatan yang tepat untuk mendukung perkembangan identitas yang positif
pada anak usia dini.

PEMBAHASAN
1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial mengacu pada hubungan dan komunikasi antara individu-
individu dalam suatu kelompok atau masyarakat. Ini melibatkan pertukaran
informasi, emosi, dan tindakan antara orang-orang yang terlibat dalam interaksi
tersebut. Interaksi sosial dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk di
lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja, dan dalam komunitas secara umum.
Interaksi sosial melibatkan berbagai aspek, termasuk komunikasi verbal
(percakapan, diskusi, presentasi), komunikasi non-verbal (bahasa tubuh, ekspresi
wajah), kontak fisik (jabat tangan, pelukan), serta berbagi kegiatan dan
pengalaman bersama (Effendi, 2013).
Tujuan utama dari interaksi sosial adalah untuk membangun hubungan,
saling mempengaruhi, dan bertukar informasi antara individu. Interaksi sosial
memungkinkan kita untuk memahami pandangan dan persepsi orang lain, berbagi
ide, nilai-nilai, dan norma sosial, serta membangun rasa saling pengertian dan
empati. Interaksi sosial berperan dalam membentuk kehidupan dan perkembangan
individu. Hal ini memungkinkan kita untuk membangun hubungan, belajar, dan
tumbuh bersama orang lain. Dalam masyarakat, interaksi sosial memainkan peran
krusial dalam membentuk norma dan nilai-nilai, serta membangun jaringan sosial
yang mendukung. Berikut adalah beberapa manfaat dan pentingnya interaksi
sosial:
1. Pembelajaran dan Pertumbuhan
Melalui interaksi sosial, individu dapat belajar dari pengalaman dan
pengetahuan orang lain. Mereka dapat memperoleh pemahaman yang lebih
luas tentang dunia, nilai-nilai sosial, dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Interaksi sosial juga mendorong pertumbuhan pribadi dan
perkembangan kognitif, sosial, dan emosional.
2. Pembentukan Identitas
Interaksi sosial memainkan peran penting dalam pembentukan
identitas individu. Melalui interaksi dengan orang lain, individu dapat
mempelajari tentang peran sosial, nilai-nilai, dan norma yang ada dalam
masyarakat. Mereka dapat mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok
atau individu lain, serta membentuk pemahaman tentang siapa mereka
sebagai individu.
3. Dukungan Sosial
Interaksi sosial memberikan dukungan sosial yang penting bagi
individu. Ini melibatkan memberikan dan menerima dukungan emosional,
dukungan praktis, serta memberikan rasa keterhubungan dan kebersamaan.
Dukungan sosial dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan
kesejahteraan mental, dan memberikan rasa kepercayaan diri.
4. Komunikasi dan Kolaborasi
Interaksi sosial merupakan saluran komunikasi yang penting. Melalui
interaksi, individu dapat berbagi ide, gagasan, dan informasi. Hal ini
memfasilitasi kolaborasi dan kerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
Interaksi sosial yang efektif juga membantu membangun keterampilan
komunikasi yang baik dan kemampuan bekerja dalam tim.
5. Kesejahteraan Emosional
Interaksi sosial dapat memberikan kepuasan emosional dan
kebahagiaan. Keterhubungan dengan orang lain, memiliki hubungan yang
positif, serta mendapatkan dukungan dan persahabatan dapat meningkatkan
kesejahteraan emosional dan meningkatkan kebahagiaan individu (Sugandhi,
2021).

2. Identitas Diri
Identitas diri mengacu pada pemahaman seseorang tentang siapa dirinya,
baik secara individual maupun sosial. Identitas diri melibatkan pemahaman
tentang karakteristik pribadi, keyakinan, nilai-nilai, peran sosial, dan afiliasi
kelompok yang membedakan seseorang dari orang lain. Identitas diri merupakan
konsep yang kompleks dan terbentuk melalui interaksi kompleks antara faktor
internal dan eksternal. Faktor internal melibatkan aspek-aspek seperti kepribadian,
pengalaman hidup, minat, dan tujuan hidup seseorang. Faktor eksternal meliputi
pengaruh lingkungan, seperti keluarga, teman sebaya, budaya, dan masyarakat di
sekitarnya.
Proses pembentukan identitas diri adalah perjalanan psikologis yang
kompleks melalui mana individu mengembangkan pemahaman tentang siapa
mereka sebagai individu unik. Identitas diri mencakup keyakinan, nilai-nilai,
preferensi, peran sosial, dan gambaran tentang diri sendiri yang meliputi aspek
fisik, emosional, sosial, dan kognitif. Proses pembentukan identitas diri dimulai
sejak awal kehidupan dan terus berkembang sepanjang rentang kehidupan
seseorang. Selama masa perkembangan, anak-anak mulai menjelajahi dan
mengidentifikasi karakteristik mereka sendiri. Mereka mencoba memahami peran
mereka dalam keluarga, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas. Proses ini
melibatkan eksplorasi nilai-nilai, minat, bakat, dan tujuan hidup (Pratama &
Budianto, 2022).
Identitas diri juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya.
Sosialisasi dengan keluarga, interaksi dengan teman sebaya, pendidikan, dan
pengaruh media dapat membentuk identitas individu. Norma dan nilai-nilai sosial
juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas diri, karena individu
cenderung mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap penting oleh
kelompok sosial mereka. Penting untuk diingat bahwa faktor-faktor ini tidak
berdiri sendiri, tetapi saling terkait dan saling mempengaruhi. Identitas diri
seseorang adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara faktor-faktor ini
sepanjang kehidupan mereka (Arum & Meilani, 2018).
Identitas diri membantu dalam pembentukan dan pengembangan
kepribadian individu. Identitas diri yang kuat memberikan kerangka kerja bagi
individu untuk mengambil keputusan, mengatasi tantangan, dan memperluas
potensi mereka. Dalam proses pembentukan identitas, individu mengintegrasikan
nilai-nilai, keyakinan, dan pengalaman mereka untuk membentuk pandangan
dunia yang unik dan autentik. Pentingnya identitas diri terletak dalam
memberikan dasar untuk pemahaman diri, keberadaan yang bermakna, dan kohesi
sosial. Identitas diri yang sehat dan kokoh memungkinkan seseorang untuk
mengenali keunikan dan kekuatan mereka sendiri, merasa terhubung dengan
orang lain, dan merasa memiliki tujuan hidup yang bermakna (Subagio &
Masrukhin, 2021).
Namun, perlu dicatat bahwa identitas diri bersifat dinamis dan dapat
berubah seiring waktu. Pengalaman hidup, pencapaian, hubungan, dan
perkembangan pribadi dapat mempengaruhi dan membentuk kembali identitas
seseorang. Proses ini berlanjut sepanjang kehidupan, dan individu memiliki
kesempatan untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan identitas mereka.
Pemahaman yang mendalam tentang identitas diri dapat memberikan dasar yang
kuat bagi seseorang dalam mengambil keputusan, menetapkan tujuan hidup,
menjalin hubungan yang bermakna, dan merasa terhubung dengan dunia di
sekitarnya.

3. Anak Usia Dini


Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Anak usia
dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Sedangkan hakikat anak usia dini
adalah individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional, kreativitas, bahasa dan
komunikasi yang khusus yang sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh
anak tersebut. Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age” atau
masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka
untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Apabila anak diberikan
stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani
tugas perkembangannya dengan baik (Fitria, 2012).
Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang
bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering mengubah
aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, dibutuhkan upaya
pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik
perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak yang sangat
penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi kognitif, bahasa,
sosioemosional, kemampuan fisik dan lain sebagainya.
Penting bagi orang tua, pengasuh, dan pendidik untuk memberikan
lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi perkembangan anak usia dini.
Interaksi yang positif, stimulasi yang tepat, perhatian emosional, serta pengalaman
belajar yang beragam dan menyenangkan sangat penting dalam membantu anak
usia dini mencapai potensi mereka secara optimal. Perkembangan anak usia dini
merujuk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak mulai dari kelahiran
hingga sekitar usia 6 tahun. Ini adalah periode yang sangat penting dalam
kehidupan anak, di mana mereka mengalami perubahan besar dalam berbagai
aspek, seperti fisik, kognitif, emosional, dan sosial (Susilowati, 2016).
1. Perkembangan fisik
Pada tahap ini, anak mengalami pertumbuhan tubuh yang pesat.
Mereka mengembangkan kemampuan motorik kasar, seperti merangkak,
berjalan, dan berlari. Kemampuan motorik halus juga berkembang, seperti
menggenggam pensil, memegang alat makan, dan menulis. Anak juga mulai
mengasah indera mereka melalui pengalaman sensorik, seperti melihat,
mendengar, mencium, merasakan, dan meraba.
2. Perkembangan kognitif
Pada tahap ini, anak mengalami perkembangan kognitif yang pesat.
Mereka mulai mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan
masalah. Anak usia dini cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar dan
mengajukan banyak pertanyaan. Mereka mulai belajar mengenali bentuk,
warna, angka, huruf, dan mengembangkan kemampuan bahasa. Kemampuan
memori juga mulai berkembang, dan anak dapat mengingat informasi dengan
lebih baik.
3. Perkembangan emosional
Anak usia dini mulai mengalami perkembangan emosional yang
signifikan. Mereka mulai belajar mengenali dan mengungkapkan emosi
mereka, seperti senang, sedih, marah, takut, dan cemburu. Anak-anak juga
mulai mengembangkan empati terhadap orang lain dan belajar mengatur
emosi mereka. Kemampuan untuk mengendalikan diri dan menyelesaikan
konflik juga berkembang pada tahap ini.
4. Perkembangan sosial
Anak usia dini mulai belajar berinteraksi dengan orang lain. Mereka
mengembangkan keterampilan sosial, seperti berbagi, bermain bersama, dan
berkomunikasi dengan teman sebaya dan orang dewasa. Anak-anak mulai
mengembangkan pemahaman tentang aturan sosial dan norma-norma yang
berlaku dalam kelompok mereka. Mereka juga belajar tentang peran gender
dan budaya mereka.
5. Perkembangan moral
Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan pemahaman tentang
benar dan salah. Mereka mulai memahami konsep seperti kejujuran, keadilan,
dan empati. Nilai-nilai moral dan etika mulai terbentuk pada tahap ini, dan
penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memberikan contoh yang baik dan
mempromosikan perilaku yang positif (Riandani & Haryanto, 2016).
Psikologi anak usia dini adalah studi tentang perkembangan dan pengaruh
psikologis pada anak-anak yang berusia antara 0 hingga 6 tahun. Periode ini
dianggap sebagai periode yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian,
kognisi, emosi, dan sosial anak-anak. Psikologi anak usia dini memiliki peran
penting dalam memberikan pemahaman tentang bagaimana anak-anak
berkembang dan bagaimana memfasilitasi perkembangan yang sehat. Dalam
pendekatan ini, penting bagi orang tua, guru, dan pengasuh untuk menciptakan
lingkungan yang mendukung, memberikan stimulasi yang tepat, memberikan
kasih sayang, dan mengajarkan keterampilan sosial dan emosional kepada anak-
anak pada usia dini (Sarwono, 2014).
Perkembangan anak usia dini dapat berbeda-beda pada setiap individu.
Faktor-faktor seperti lingkungan, pengasuhan, genetik, dan pengalaman masa
kecil akan mempengaruhi perkembangan mereka. Oleh karena itu, penting bagi
orang tua, pengasuh, dan pendidik untuk memahami tahap perkembangan ini dan
memberikan lingkungan yang mendukung bagi anak untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal. Berikut ini beberapa aspek perkembangan psikologi
anak usia dini yang penting untuk dipahami sebagai berikut:
1. Perkembangan Kognitif
Pada tahap ini, anak mengembangkan kemampuan kognitif dasar
seperti pengamatan, memori, bahasa, dan pemecahan masalah. Mereka mulai
memahami konsep dasar seperti jumlah, bentuk, dan warna. Anak-anak juga
mulai mengembangkan kemampuan berpikir simbolik, di mana mereka dapat
menggunakan kata-kata atau gambar untuk merepresentasikan objek atau
gagasan.
2. Perkembangan Emosional
Anak-anak usia dini mengalami berbagai perubahan emosional.
Mereka mulai mengembangkan kesadaran akan perasaan mereka sendiri dan
orang lain. Selain itu, mereka belajar mengenali dan mengungkapkan emosi
seperti kegembiraan, kesedihan, marah, dan rasa takut. Perkembangan
hubungan emosional yang sehat dengan orang tua dan orang lain juga sangat
penting pada tahap ini.
3. Perkembangan Sosial
Anak-anak usia dini mulai mengembangkan keterampilan sosial dan
kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Mereka belajar mengenali peran
dan aturan dalam kelompok sosial. Permainan menjadi salah satu cara utama
di mana anak-anak belajar berinteraksi, berbagi, dan bekerja sama dengan
teman sebaya. Mereka juga mulai mengembangkan pemahaman tentang
kesetaraan, keadilan, dan empati.

4. Perkembangan Perilaku
Anak-anak usia dini mengalami perubahan perilaku yang signifikan.
Mereka mulai mengembangkan kemampuan motorik halus (seperti
menggambar, menulis, dan mengikat sepatu) dan motorik kasar (seperti
berjalan, melompat, dan berlari). Pada tahap ini, penting bagi orang tua dan
pengasuh untuk memberikan batasan dan aturan yang konsisten guna
membantu anak memahami perilaku yang diharapkan.
5. Perkembangan Bahasa dan Komunikasi
Anak-anak pada usia dini mengalami perkembangan pesat dalam
kemampuan bahasa dan komunikasi. Mereka mulai mengucapkan kata-kata
pertama mereka, memperluas kosakata, dan mempelajari aturan tata bahasa.
Komunikasi non-verbal seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan
penggunaan isyarat juga penting dalam interaksi anak-anak (Kuntoro, 2012).

4. Tinjauan Psikologis dalam Interaksi Sebagai Pembentukan Identitas Diri


Anak Usia Dini
Pembentukan identitas diri pada anak usia dini merupakan proses yang
kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk interaksi sosial dengan
lingkungan sekitarnya. Tinjauan psikologis dalam interaksi sebagai pembentukan
identitas diri pada anak usia dini melibatkan pemahaman mengenai peran interaksi
sosial dalam membentuk dan mengembangkan konsep diri, kepercayaan diri, serta
hubungan interpersonal anak. Tinjauan psikologis tentang interaksi sebagai
pembentukan identitas diri pada anak usia dini menekankan pentingnya interaksi
sosial, peran orang tua, interaksi dengan teman sebaya, perkembangan konsep
diri, dukungan lingkungan, komunikasi terbuka, dan perkembangan identitas
selama masa anak usia dini (Susanro, 2011).
Interaksi sosial merupakan komponen penting dalam proses pembentukan
identitas diri pada anak usia dini. Anak-anak belajar tentang siapa mereka dan
bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain melalui interaksi dengan orang
tua, anggota keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sosial lainnya. Melalui
interaksi ini, anak-anak mulai memahami peran mereka dalam kelompok sosial,
mengenali emosi, keinginan, dan preferensi mereka sendiri, serta mengembangkan
persepsi tentang diri mereka.Orang tua juga berperan dalam memberikan model
peran yang akan diikuti anak, mengajarkan nilai-nilai, serta memberikan umpan
balik positif yang memperkuat identitas positif anak.
Interaksi dengan teman sebaya juga memainkan peran penting dalam
pembentukan identitas diri pada anak usia dini. Melalui interaksi dengan teman
sebaya, anak belajar tentang hubungan sosial, kerjasama, konflik, dan membangun
keterampilan sosial yang penting untuk memperkuat identitas mereka. Interaksi
dengan teman sebaya juga dapat membantu anak mengeksplorasi minat, bakat,
dan preferensi mereka sendiri melalui kegiatan bermain dan berbagi pengalaman.
Interaksi sosial juga mempengaruhi perkembangan konsep diri anak.
Anak-anak membangun persepsi tentang diri mereka melalui interaksi dengan
orang lain. Misalnya, respon positif dari orang tua dan teman sebaya dapat
membantu anak merasa kompeten, dihargai, dan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi. Sebaliknya, pengalaman interaksi yang negatif atau penolakan dapat
merusak harga diri dan menghambat perkembangan identitas positif. Selain
interaksi sosial langsung dengan orang tua dan teman sebaya, dukungan
lingkungan juga berperan dalam membentuk identitas diri anak. Lingkungan yang
mendukung dan inklusif, seperti lingkungan keluarga yang hangat, sekolah yang
memperhatikan kebutuhan emosional anak .
Komunikasi terbuka antara anak dan orang dewasa juga merupakan faktor
penting dalam tinjauan psikologis ini. Anak perlu merasa nyaman untuk berbagi
perasaan, pikiran, dan pengalaman mereka dengan orang dewasa yang peduli.
Komunikasi terbuka memungkinkan anak mengartikulasikan pemikiran dan
perasaannya, memperoleh umpan balik yang mendukung, dan membangun
pemahaman diri yang lebih baik. Identitas anak dapat berkembang dan berubah
seiring waktu, melalui interaksi sosial yang beragam dan pengalaman hidup. Oleh
karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memberikan kesempatan
yang memadai bagi anak untuk mengeksplorasi minat, bakat, dan nilai-nilai
mereka sendiri, sambil memberikan panduan dan dukungan yang sesuai
(Setyowati & Budiningsih, 2019).
Interaksi sosial memainkan peran penting dalam pembentukan identitas
diri anak usia dini. Dalam hal ini, tinjauan psikologis dapat memberikan wawasan
tentang bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi perkembangan identitas anak.
Berikut adalah beberapa faktor yang relevan sebagai berikut:
1. Identifikasi
Identitas anak usia dini mulai terbentuk melalui proses identifikasi
dengan orang-orang penting dalam kehidupannya, seperti orang tua, saudara
kandung, atau anggota keluarga lainnya. Anak mengamati dan meniru
perilaku, nilai-nilai, dan preferensi dari individu-individu tersebut, yang
membentuk dasar identitas awal mereka.
2. Interaksi sosial dengan teman sebaya
Anak-anak usia dini mulai mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya mereka. Interaksi dengan teman sebaya memberikan kesempatan
untuk eksplorasi sosial, pertukaran ide, dan pengembangan keterampilan
sosial. Melalui interaksi ini, anak-anak membandingkan diri mereka dengan
orang lain dan membentuk persepsi tentang bagaimana mereka diterima oleh
kelompok mereka.
3. Pengaruh lingkungan
Lingkungan sosial di sekitar anak, seperti keluarga, sekolah, dan
komunitas, juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas anak.
Interaksi dengan anggota keluarga dan tokoh otoritas di sekitarnya dapat
memberikan model peran yang kuat dan memberi anak pemahaman tentang
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada. Selain itu, lingkungan yang
mendukung dan inklusif dapat memberikan anak rasa aman dan mendorong
perkembangan identitas yang positif.
4. Self-concept
Identitas anak usia dini juga terkait erat dengan konsep diri (self-
concept). Anak-anak mulai membentuk pemahaman tentang siapa diri
mereka, termasuk atribut fisik, emosional, dan sosial mereka. Interaksi
dengan orang lain mempengaruhi bagaimana anak memandang dan
mengartikan diri mereka sendiri. Umpan balik dan respon positif dari orang-
orang di sekitarnya dapat membantu anak mengembangkan rasa harga diri
yang positif dan keyakinan akan kemampuan mereka.
5. Perkembangan emosi
Interaksi sosial yang positif dapat berkontribusi pada perkembangan
emosi yang sehat. Anak-anak usia dini belajar mengenali dan mengelola
emosi mereka melalui interaksi dengan orang lain. Dalam konteks ini,
dukungan emosional yang diberikan oleh orang tua, guru, dan teman sebaya
dapat membantu anak-anak mengembangkan pemahaman yang lebih baik
tentang perasaan mereka sendiri dan orang lain (Lestari, 2012).
Perkembangan identitas adalah proses yang berkelanjutan dan dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam mengamati interaksi sosial anak usia dini,
penting bagi orang dewasa untuk memberikan lingkungan yang mendukung,
memfasilitasi interaksi yang positif, dan memberikan perhatian yang penuh
kepada anak, sehingga mereka dapat mengembangkan identitas diri yang kuat dan
positif. Perkembangan identitas pada anak usia dini dipengaruhi oleh interaksi
dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Dukungan dan penerimaan
yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga, teman sebaya, dan komunitas
dapat memainkan peran penting dalam membentuk identitas yang kuat dan positif
pada anak-anak.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa identitas
adalah konsep tentang siapa kita, termasuk pemahaman akan diri sendiri, nilai-
nilai, minat, dan tujuan hidup. Anak usia dini sedang mengembangkan identitas
mereka, yang akan membentuk dasar untuk perkembangan sosial dan psikologis
mereka di masa depan. Interaksi sosial memainkan peran yang penting dalam
pembentukan identitas anak usia dini. Melalui interaksi dengan orang tua,
keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitarnya, anak-anak belajar tentang diri
mereka sendiri dan membangun pemahaman tentang peran mereka dalam
masyarakat.
Interaksi sosial memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar melalui
pengamatan, peniruan, dan penguatan. Melalui interaksi dengan orang-orang di
sekitarnya, anak-anak belajar norma sosial, nilai-nilai budaya, dan keterampilan
sosial yang penting untuk memahami peran mereka dalam masyarakat. Anak-anak
cenderung mengidentifikasi diri mereka dengan orang-orang penting dalam
kehidupan mereka, seperti orang tua, saudara kandung, atau tokoh inspiratif.
Interaksi dengan orang-orang ini membantu membentuk persepsi anak tentang
siapa mereka dan nilai-nilai yang dianggap penting.
Interaksi sosial yang positif dan mendukung juga penting dalam
membentuk identitas anak usia dini. Ketika anak merasa diterima dan dicintai oleh
orang-orang di sekitarnya, mereka lebih mungkin mengembangkan rasa harga diri
yang positif dan pemahaman yang sehat tentang diri mereka sendiri. Dalam
rangka membantu anak usia dini mengembangkan identitas yang sehat, penting
bagi orang tua, keluarga, pendidik, dan pengasuh untuk memahami pentingnya
interaksi sosial dan menciptakan lingkungan yang mendukung di mana anak-anak
dapat berinteraksi secara positif dengan orang lain. Dengan memperhatikan peran
interaksi sosial dalam pembentukan identitas anak usia dini, kita dapat membantu
mereka tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan memiliki pemahaman
yang kuat tentang siapa mereka dan tempat mereka dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Arum, R. D., & Meilani, I. (2018). Perkembangan Identitas Diri Anak Usia Dini
dalam Keluarga. Jurnal Konseling dan Pendidikan, 6(2), 67-76.
Azizah, F., & Mardiyono, M. (2021). Pengaruh Interaksi Sosial Terhadap
Pembentukan Identitas Anak Usia Dini di Kelompok Bermain. Jurnal
Ilmiah Kajian Pendidikan dan Pengajaran, 5(1), 45-56.
Effendi, T. (2013). Komunikasi dan Interaksi Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Fitria, I. (2012). Perkembangan Anak Usia Dini: Teori, Penelitian, dan Praktik.
Jakarta: PT Indeks.
Kuntoro, S. (2012). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Lestari, Sri. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana.
Lestari, I. P., & Indah, N. K. (2020). Peran Guru dalam Meningkatkan Interaksi
Sosial Anak Usia Dini untuk Membentuk Identitas Positif. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan, 9(1), 45-56.
Munandar, I., & Kurniawati, R. (2022). Peran Interaksi Sosial dalam
Pembentukan Identitas Anak Usia Dini di Sekolah Dasar. Jurnal Kajian
Pendidikan Dasar, 5(2), 123-133.
Pramitasari, A. A., & Budiyanto, A. (2020). Peran Interaksi Sosial dalam
Pembentukan Identitas Anak Usia Dini di Keluarga. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, 6(1), 23-33.
Prastuti, R. D., & Riyadi, S. (2022). Peran Keluarga dalam Pembentukan
Identitas Anak Usia Dini melalui Interaksi Sosial. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan, 11(1), 23-35.
Pratama, H., & Budianto, L. (2022). Peran Keluarga dalam Pembentukan
Identitas Diri Anak di Indonesia. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan, 11(2), 85-97.
Riandani, P. R., & Haryanto, B. (2016). Perkembangan Anak Usia Dini: Teori,
Penelitian, dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, S. W. (2014). Psikologi Anak Usia Dini: Dari Konsep Menuju Aplikasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Setyowati, E., & Budiningsih, A. (2019). Identitas Diri Anak Usia Dini: Konsep,
Penelitian, dan Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Subagio, I., & Masrukhin, F. (2021). Membangun Identitas Diri Anak Usia Dini
melalui Lingkungan Pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 10(1), 25-36.
Sugandhi, R. (2021). Interaksi Sosial dalam Perspektif Psikologi Sosial. Jakarta:
PT. Rajawali Pers.
Susanto, A. B. (2011). Psikologi Interaksi Sosial: Perspektif Psikologi Sosial.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Susilowati, S. (2016). Pengembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Gava Media.
Utami, W. S., & Haryanto, E. (2018). Peran Interaksi Sosial dalam Pembentukan
Identitas Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, 7(2), 174-184.
Wijaya, R., & Astuti, T. (2019). Faktor-Faktor Interaksi Sosial dalam
Pembentukan Identitas Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, 46(2), 124-135.

Anda mungkin juga menyukai