Anda di halaman 1dari 7

Pertimbangan buku:

William J. Goode. Sosiologi Keluarga. Bumi Aksara, 1991.

Keluarga adalah sebuah realitas yang menarik untuk ditelusuri. Dalam realitas keluarga
terkandung unsur-unsur yang sangat kompleks dengan jaring-jaringnya yang khas. Sudah
sejak lama orang sepakat bahwa setiap “keanehan” dalam masyarakat, dapatlah ditelusuri
lebih lanjut dari pola-pola yang berlaku dalam keluarga. Hal ini dimungkinkan karena pada
kenyataannya secara faktual, masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga-keluarga.
Oleh karena itu, pola-pola dalam keluarga menjadi sangat penting untuk dipahami sebab
keluarga-keluarga itu merupakan inti dalam struktur sosial secara keseluruhan. Dengan
mamahami pola-pola yang berlangsung dalam keluarga, maka akan sangat mudah juga
untuk memahami ciri-ciri masyarakat yang lebih luas. Pola-pola dalam keluarga juga
mempengaruhi proses sosial lainnya. Misalnya, penghargaan bagi prestasi anak dalam
lingkungan keluarga, akan mempengaruhi kecenderungannya untuk berprestasi dalam
kehidupannya nanti di tengah masyarakat. Hal itulah yang menjadi alasan ketertarikan
William J. Goode untuk menelaah lebih mendalam tentang realitas sosial dari keluarga.
Dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Keluarga, ia berusaha menjawab pertanyaan sentral
yaitu: Bagaimanakah hubungan antar anggota keluarga? Dan, Bagaimana hubungan keluarga
dengan masyarakat? Sebenarnya arah penjelasannya hanya satu yaitu untuk menjelaskan
hubungan-hubungan kausal antara variabel-variabel sosial yang ada; dalam rangka untuk
memahami proses-proses sosial. Di dalam bukunya ini, Goode menyinggung banyak
hubungan antara variabel-variabel keluarga dan variabel-variabel sosial lainnya, misalnya
angka-angka perceraian, perbedaan-perbedaan kelas, industrialisasi, pembagian kekuasaan di
dalam keluarga, atau hancurnya kelompok turunan yang terorganisir. Perhatian utamanya
terletak pada usaha untuk menjawab pertanyaan: Mengapa dan bagaimana perubahan-
perubahan itu terjadi?
William J. Goode memulai analisa sosiologisnya tentang keluarga dengan mengangkat
tema penting yang menegaskan posisi keluarga sebagai yang utama. Tema penting itu adalah
keluarga sebagai suatu unsur dalam struktur sosial. Pada bagian ini ia menegaskah bahwa
pola-pola dalam keluarga merupakan bentuk jawaban atas tuntutan kehidupan yang nyata.
Pola-pola ini berguna untuk memahami proses sosial secara umum. Dengan mengangkat
macam-macam pandangan mengenai keluarga, praduga mengenai keluarga, dan penegasan
bahwa keluarga sebagai lembaga yang khas, Goode menegaskan bahwa tingkah laku dan
pola-pola yang ditemukan dalam keluarga harus ditempatkan dalam konteks pola sosial
secara umum. Artinya, semuanya itu memiliki arti sosialnya yang khas. Dengan demikian,
segala macam “keanehan” yang dijumpai harus ditempatkan dalam artian sosialnya.

1
Keluarga mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan kelangsungan biologis-
organisme dari manusia. Artinya, dalam keluargalah manusia individu memperoleh
kesempatan untuk tetap bertahan. Hal ini menyangkut kepentingan yang lebih kompleks lagi
yaitu melibatkan generasi yang ada sekarang dan generasi yang mendahului serta generasi
yang mengikuti. Perhatian terhadap faktor-faktor biologis seperti pembiakan merupakan
tugas dari keluarga. Keluarga mempunyai peran mempertahankan kesinambungan biologis
dari spesies manusia. Hubungan yang begitu dekat antara keluarga dan faktor-faktor biologis
dari manusia menjadi alasan bagi penulis untuk membahas (pada bagian kedua) secara
mendetail tentang dasar biologis keluarga. Tema ini mempunyai hubungan yang erat dengan
tema yang dibahas pada bagian selanjutnya (tentang keabsahan dan ketidakabsahan). Sebab,
dalam kedua bagian ini dibahas secara mendalam perihal sosialisasi dari satu generasi (orang
tua) kepada generasi berkutnya (anak-anak) yang di dalamnya unsur-unsur kebudayaan
mendapatkan peranannya yang riil. Dalam bagian kedua ini penulis mengangkat peran dari
keluarga sebagai “pengubah“ organisme biologis menjadi manusia. Keluarga menjawab baik
kebutuhan biologis maupun sosial dari manusia. Organisme-organisme biologis (manusia)
pada kenyataannya harus menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang berlaku.
Proses seperti ini berlangsung secara kontinyu dari satu generasi kepada generasi berikutnya
melalui proses sosialisasi. Kepada setiap generasi dimasukkan motivasi untuk mensosialisir
generasi selanjutnya.
Proses sosialisasi yang sudah mulai diangkat oleh penulis pada bagian kedua menjadi
lebih jelas dalam bagian ketiga (keabsahan dan ketidakabsahan). Melanjutkan apa yang
dibahas dalam bagian terdahulu yakni hubungan penting dalam hal saling ketergantungan
antara faktor biologisme dan kebudayaan, ialah bahwa sang anak bukan saja diajar untuk
ingin membesarkan anak akan tetapi juga pada waktunya mereka itu membesarkan mereka
agar mau memelihara anak mereka juga, pada bagian ketiga ini penulis menegaskan bahwa
sosialisasi mempunyai peranan yang lebih penting lagi (dalam hubungan dengan kehidupan
sosial) yaitu mengadakan kontrol dan pengawasan terhadap perilaku menyimpang dan
ketidaklaziman terhadap kebiasaan sosial. Hal ini menyangkut keabsahan. Dalam hubungan
dengan ini, penulis mengemukakan analisanya tentang bentuk-bentuk kelahiran berdasarkan
hubungan-hubungan tertentu. Penulis mengangkat peran keluarga dalam melakukan kontrol
sehingga manusia menjadi tergantung pada kebudayaan dan bukan pada nalurinya saja.
Artinya bahwa masyarakat dan kebudayaan menjadi tergantung pada efektivitas sosialisasi.
Dalam hal ini, keluarga sebagai unit sosialisasi harus berfungsi dengan baik. Hal penting
yang mendasarinya bahwa berbagai hukum pengesahan lebih ditujukan pada penempatan
sosial, pada turunan, dan pada tempat kedudukan anak dalam pertalian kekeluargaan
daripada persoalan melahirkan, pemberian makanan dan pengasuhan. Jadi, hal yang
terpenting yang coba diangkat penulis adalah penyesuaian yang tinggi oleh perseorangan

2
atau keluarga terhadap norma yang telah berlaku tergantung baik pada keterikatan
masyarakat terhadap nilai itu sendiri dan kepada kekuatan kontrol sosialnya.
Sampai pada baian ini dapat dilihat bahwa penulis (dalam bagian pertama, kedua, dan
ketiga) telah menunjukkan bahwa keluarga bukan saja sebagai suatu wadah hubungan antar
anggota-anggotanya melainkan juga sudah bergeser menuju kepada jaringan sosial yang
lebih luas lagi yaitu masyarakat. Karena itu, pada bagian selanjutnya, penulis memaparkan
realitas yang sesungguhnya bahwa keluarga sebagai bagian dari jaringan sosial yang lebih
luas yaitu masyarakat. Dan ternyata juga bahwa hasil yang berlaku dalam keluarga
mendapatkan perhatian dari masyarakat itu sendiri. Sehingga (secara relatif) pola relasional,
dalam unit-unit kecil ini (yaitu keluarga) sangat dipengaruhi oleh masyarakat. Dalam rangka
memperjelas pernyataan ini, penulis mengembangkan analisanya tentang pemilihan jodoh
dan perkawinan (pada bagian keempat dalam bukunya). Fakta yang mendasari analisanya
adalah kenyataan bahwa perkawinan merupakan sebuah kepentingan umum juga di semua
masyarakat, karena masyarakat secara umum berkepentingan atas akibatnya. Karena itu,
proses pemilihan jodoh (sebagai langkah awal menuju ke perkawinan) sangat tergantung
dengan sistem yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
sistem “tukar-menukar” yang terjadi dalam lingkungan hukum-hukum adat tertentu (karena
itulah pemilihan jodoh dikatakan berlangsung seperti sistem pasar dalam ekonomi). Pada
bagian ini, penulis mengemukakan hasil analisanya bahwa proses pemilihan jodoh dan
perkawinan adalah sesuatu yang melampaui kecenderungan alamiah (naluri) dari manusia
untuk menemukan pasangannya. Dengan demikian, tidak jarang dalam masyarakat tertentu
dalam hal pemilihan jodoh, perasaan cinta antar pasangan diabaikan begitu saja. Penulis
mengemukakan analisa hubungan antar kasta (kelas sosial) untuk membuktikannnya.
Bertolak dari fakta bahwa ada proses pemilihan jodoh dan perkawinan sehingga
terbentuklah rumah tangga, penulis mengembangkan pemahaman bagaimana interaksi-
interaksi dalam keluarga yang merupakan produk dari bentuk-bentuk rumah tangga, sangat
mempengaruhi berkurang atau bertambah eratnya hubungan sosial antara anggota-anggota
kelompok sanak-saudara. Macam-macam peran itu dilukiskan dengan sangat jelas oleh
penulis sejalan dengan bentuk-bentuk rumah tangga. Bentuk-bentuk peran yang ada selalu
berbeda dari satu bentuk rumah tangga terhadap bentuk rumah tangga yang lain. Hal ini
sangat erat hubungannya dengan kapasitas tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup
sanak-saudara (kerabat), dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan anak-anak mereka. Pada
bagian ini, penulis menganalisa tentang hubungan sosial yang terjadi dalam keluarga-
keluarga itu.
Bertolak dari bentuk-bentuk rumah tangga, penulis mengangkat macam-macam unit
kerja dan juga pengaruhnya pada kedudukan sosial dari orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit-unit kerja ini disebut dengan berbagai
macam nama misalnya tali keturunan, marga, sanak keluarga, dan sebagainya. Ada macam-

3
macam dasar yang digunakan untuk membagi anggota masyarakat atas dasar kedudukannya
dalam sanak keluarga. Dalam rangka itulah maka pada bagian selanjutnya yaitu pada bagian
keenam, penulis mengangkat tema tentang pengelompokan keturunan yang diatur. Pada
bagian ini, penulis mengangkat analisa tentang pengelompokan keturunan misalnya
berdasarkan garis keturunan bapak atau berdasarkan garis keturunan ibu. Atas dasar itu,
penulis menganalisa bahwa keluarga merupakan sumber kesetiaan dan keterikatan atas mana
kelompok turunan dapat menyandarkan diri. Dan, segala kewajiban keluarga itu dapat
bersumber dari keluarga itu sendiri. Namun demikian, menurut penulis keturunan itu
hanyalah merupakan salah satu bentuk pengelompokan turunan yang terorganisir. Peran-
peran yang didapatkan melalui posisi dalam kekerabatan atau keturunan dapat saja melemah
sesuai dengan pengaruh yang berkembang secara meluas dalam masyarakat; misalnya
dengan populernya industrialisasi beserta pengaruh-pengaruhnya. Penegasan yang paling
penting dari penulis bahwa secara umum kerabat tidak dapat menjadi bagian yang jelas dari
masyarakat, dan tidak mudah bertindak selaku suatu kesatuan baik dalam soal pemilikan
tanah atau menjalankan keadilan politik. Sebaliknya, mereka dapat memperoleh kekuasaan
setempat atas keluarga-keluarga yang membentuk kesatuan itu dalam daerah yang terbatas.
Pada bagian ketujuh, penulis secara khusus menganalisis hubungan peran di dalam
keluarga yang menggambarkan kedudukan anggota keluarga di dalam masyarakat luas. Di
dalam bagian ini, perhatian utama terletak pada perbedaan umur dan jenis kelamin seperti
apa yang tergambarkan dalam pembagian kerja dan pola kekuasaan, dan hubungan orang tua
dengan anak-anak dalam proses sosialisasi. Pada bagian ini, penulis mengangkat perubahan
dalam banyak aspek dari manusia selama kehidupannya. Gambaran kenyataan ini amat
menarik untuk diperhatikan sebab kewajiban-kewajiban peran dari masing-masing manusia
selalu berubah-ubah pada setiap tahap perkembangannya. Kewajiban-kewajiban peran atau
pembagian kerja ini sangat variatif bentuknya sesuai dengan keadaan budaya masyarakat
setempat. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pembagian itu ditentukan oleh kebudayaan.
Indikasinya sangat nyata bahwa tidak ada pada masyarakat manapun bahwa laki-laki dan
wanita bebas memilih pekerjaan yang mereka kehendaki dengan alasan tepat guna,
kemudahan dan kapasitas. Semua peran yang ada merupakan bagian dari pengalaman
sosialisasi anak laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Pada proses selanjutnya,
ditemukan bahwa adanya benturan-benturan perbedaan yang tak terhindarkan. Benturan-
benturan ini ditemukan dalam proses sosialisasi sebab perjalanan waktu yang panjang juga
seiring dengan perubahan sosial sehingga kadang-kadang ukuran atau patokan yang dipakai
dalam sosialisasi (dari satu generasi kepada generasi berikutnya) menjadi kurang relevan
lagi.
Perkawinan dan pembagian kerja yang sudah lazim ditemukan dalam setiap masyarakat
ternyata diinterpretir penulis sebagai wujud konkrit dari hal yang lebih dalam lagi misalnya
sebagai pengejawantahan dari kesamaan kelas atau strata tertentu. Karena itulah pada bagian

4
kedelapan dari buku ini penulis mengembangkan tema tentang stratifikasi. Di dalamnya
penulis menggambarkan bahwa struktur strata yang bermodel hirarkis mendapatkan kuncinya
dari keluarga. Keluarga menjadi kunci dari sistem stratifikasi dan mekanisme sosial yang
memeliharanya. Stratifikasi merupakan buah dari kemampuan manusia untuk membuat
evaluasi. Setiap usaha untuk mengembangkan strata selalu menuju ke tingkat yang lebih
tinggi. Faktor keluarga dan sosialisasi yang berlangsung di dalamnyalah yang memegang
peranan penting dalam hal ini. Kemampuan untuk melakukan mobilisasi ke strata yang lebih
tinggi sangat dipengaruhi oleh faktor kekuasaan, penguasaan ilmu dan tingkat keberhasilan
ekonomi. Kemungkinan mobilitas ini sangat ditentukan oleh pengendalian yang dibuat oleh
keluarga. Keberhasilan untuk mencapai peningkatan dalam stratifikasi hanya bersifat
individual namun kedudukan individual ini juga membawa pengaruh yang agak berlebihan
karena dapat mengakibatkan revolusi kedudukan dari keluarga (yang baru). Dalam hal
peningkatan stratifikasi, banyak hal penting dipegang oleh keluarga terlebih untuk
mengontrol mobilisasinya.
Setelah berbicara banyak tentang peran sosial sebagai implikasi dari adanya pembagian
kerja, yang juga berpengaruh pada stratifikasi sosial, penulis memberi perhatian yang sangat
banyak pada bagaimana terpecahnya suatu unit keluarga atau “kekacauan” yang terjadi
dalam keluarga. Kekacauan keluarga terlebih disebabkan oleh karena retaknya struktur peran
atau adanya kegagalan dalam menjalankan kewajiban peran setiap anggotanya secara
memadai. Penegasan paling penting di sini adalah apa yang tidak penting dan apa yang
penting akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Kegagalan peran selalu
membawa pengaruh pada keutuhan keluarga. Pengaruhnya yang nyata misalnya
meningkatnya angka perceraian. Kegagalan peran di dalam keluarga juga mempunyai akibat
yang lebih merusak terhadap anak-anak. Akibat yang lebih merusak ini lebih dirasakan
ketimbang jika anak-anak itu hanya dibesarkan oleh orang tua tunggal saja (singel parent).
Puncak refleksi penulis terdapat dalam bagian yang paling terakhir dari buku ini yaitu
pada bagian kesepuluh. Pada bagian ini penulis merefleksikan perubahan-perubahan pada
pola-pola kekeluargaan. Pada bagian ini, analisa utamanya terpusat pada beberapa proses
faktual yang terjadi pada perubahan-perubahan yang dialami suatu bangsa, perubahan yang
disebabkan kerena pergantian musim, atau karena adanya perubahan tingkat ekonomi. Dalam
bagian ini, penulis menegaskan bahwa keluarga sangat penting perannya sebagai suatu unit
dalam sistem mobilitas sosial. Keluarga menjadi unsur yang memudahkan dalam perubahan
sosial.
*****

Penilaian Kritis
Adalah sangat menarik jika kita mencermati pemaparan William J. Goode tentang
keluarga sebagai realitas sosial. Dalam bukunya Sosiologi Keluarga, Goode berusaha untuk

5
dengan sejelas mungkin mengangkat ke permukaan kenyataan bahwa keluarga sebagai unit
terkecil dari masyarakat mampu dijadikan sebagai sumber acuan untuk memahami
masyarakat secara keseluruhan. Memahami masyarakat secara keseluruhan dapatlah
dilakukan dengan menelusuri pola-pola yang berlaku dalam keluarga. Bertolak dari
keyakinan itu, Goode menginterpretir faktor-faktor (entah biogenetis maupun biososial) yang
nampak dalam relasi antara manusia-manusia yang terlibat dalam satuan keluarga. Karena
itulah dapat ditemukan satu kelebihan dari buku ini yaitu penelaahannya dimulai dari
kenyataan bahwa setiap anggota keluarga merupakan makhluk biologis yang berkembang
menuju kepada makhluk sosial. Sebagai tempat seorang individu berkembang menuju kepada
realitas sosialnya, keluarga menjadi wadah individu melatih diri melakukan hubungan-
hubungan sosial (dimulai dengan hubungan antar anggota keluarga itu sendiri). Kelebihan
yang paling kentara yang nampak dalam buku ini adalah keberhasilan Goode untuk secara
kontinyu menganalisa perkembangan keluarga beserta pola-polanya. Hal ini dapat
disimpulkan ketika kita melihat hubungan yang begitu berkesinambungan antara bagian per
bagian yang dibahas dalam bukunya ini.
Bagian per bagian itu merupakan sebuah kesinambungan yang menarik. Dan, jika kita
membaca dan menganalisanya secara teliti, kita akan menemukan dua bagian besar yang
dapat membagi keseluruhan bagian yang dibahas oleh Goode dalam bukunya ini. Hal
pertama yaitu tentang proses terbentuknya keluarga. Tentunya hal ini lebih ditekankan pada
aspek naluriah-biologis dari manusia-manusia yang terlibat dalam pembentukan keluarga.
Bagian ini melingkupi bagian pertama, kedua, dan ketiga. Bagian besar berikutnya (yang
meliputi bagian keempat sampai kesepuluh), lebih melihat keluarga dalam hubungannya
dengan jaringan sosial yang lebih luas lagi yaitu masyarakat.
Pengolahan Goode tentang realitas sosial dari keluarga dalam bukunya Sosiologi
Keluarga, hampir dapat dikatakan sempurna baik dari segi pembahasaan maupun dari segi
metode. Dengan metode induksi yang dipakainya (ia melandaskan refleksi dan konklusinya
berdasarkan fakta-fakta yang disimpulkan dari data-data yang dipaparkan terlebih dahulu), ia
dengan begitu sangat menarik mampu memancing refleksi yang lebih lanjut lagi tentang
sosialitas keluarga dengan memaparkan data-data penelitian yang dibuat oleh orang lain.
Namun demikian, seperti yang diungkapkannya dalam bukunya yaitu ”proses sosial selalu
berkembang seiring perkembangan waktu”, adalah kurang relevan bagi kita jika data-data
yang dijadikan dasar refleksi Goode dipakai oleh kita untuk meinginterpretir pola-pola yang
berlaku dalam keluarga-keluarga modern sekarang ini. Sebab, data-data yang dijadikan
landasan refleksinya berasal dari situasi masyarakat “masa lampau” (data terakhir berasal
dari periode sekitar tahun 1950-an), yang secara riil berbeda dengan keadaan keluarga-
keluarga sekarang ini. Mungkin sebuah keuntungan tersendiri bagi kita jika kita hendak
membandingkan pola-pola keluarga dalam masa itu dengan masa modern sekarang ini. Data-
data yang diadopsi oleh Goode beserta refleksinya dapatlah dijadikan bahan bandingan yang

6
merangsang. Kelemahan lain dari buku ini adalah datanya yang terbatas. Artinya,
generalisasi yang dibuat oleh Goode sifatnya parsial dan relatif saja sebab dalam sejumlah
masyarakat tertentu, polanya berlainan daripada data pola-pola yang terdapat dalam
masyarakat seperti yang diamati oleh Goode, apalagi pelaku penelitian bukan penulis sendiri.
Singkatnya, akurasi data yang dipakai sebagai acuan oleh Goode masih belum pasti.
Ketelitian yang ditunjukkan oleh Goode ternyata belum maksimal. Menurut hemat
kami, adalah sebuah kekurangan dalam buku Goode tentang realitas sosial ketika ia tidak
mengangkat lebih mendetail lagi persoalan tentang mobilisasi geografis dan pergeseran
motivasi kegiatan ekonomi individual. Padahal, sangat nyata bahwa entah mobilisasi
geografis maupun pergeseran motivasi kegiatan ekonomi individual sangatlah berpengaruh
paling kurang pada pembagian kerja dalam keluarga. Sehingga, sudah dapat dipastikan
bahwa hal-hal tersebut membawa dampak pada pola-pola tertentu dalam sebuah keluarga.
Bukan saja karena mobilisasi geografis dapat menjauhkan anggota keluarga yang satu
terhadap anggota kelurga yang lain tetapi secara perlahan hal itu akan mempengaruhi
perubahan sistem dan mekanisme keluarga.
******

Anda mungkin juga menyukai