DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 :
2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk memahami keluarga, tentu diperlukan ilmu dasar mengenai keluarga. Ilmu
keluarga sendiri merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari beberapa ilmu serupa ilmu
sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu biologi, ilmu manajemen, dan ilmu ekologi. Masing-
masing ilmu ini mewujudkan teori-teori yang membahas berbagai perbedaan ataupun
pengertian dari keluarga.
Agar dapat memahami keluarga lebih mendalam lagi, maka dibuatlah makalah
laporan ini untuk menuliskan penjelasan keluarga dari berbagai teori keluarga yang
tersebar menurut pemikiran para ahli.
1.2 Tujuan
Sebagai mahasiswa jurusan sarjana keperawatan, maka sangat penting untuk
memahami berbagai perbedaan pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian
keluarga. Agar dapat memahami keluarga lebih mendalam lagi, maka dibuatlah makalah
laporan ini untuk menuliskan penjelasan keluarga dari berbagai teori keluarga yang
tersebar menurut pemikiran para ahli.
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah laporan ini dapat menambah wawasan pembaca tentang berbagai
pendapat menurut ahli terhadap pengertian dan pemikiran tentang keluarga.
BAB II
ISI
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari
seluruh bagiannya. Dalam bukunya "The Division of Labour in Society", Durkheim
meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat ia
memusatkan perhatian pada pembagian kerja dan meneliti bagaimana hal itu berbeda
dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-
masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap
orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara
sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, menurut Durkheim kesadaran kolektif
sepenuhnya mencakup kesadaran individual, norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial
diatur dengan rapi. Sedangkan dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat
kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam
bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang
kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka
sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam
masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan
yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan
harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu
seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari
pembagian kerja yang semakin rumit ini. Menurut Durkheim bahwa kesadaran individual
berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah
berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Mengutamakan keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang bahwa semua
peristiwa dan struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Dimana jika sekelompok
masyarakat ingin memajukan kelompoknya, mereka akan melihat apa yang akan d
kembangkan dan tetap mempertahankan bahkan melestarikan tradisi-tradisi dan budaya
yang sudah berkembang dan menjadikannya sebagai alat modernisasi.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Teori Struktural Fungsional adalah teori yang
menjelaskan bahwa tiap-tiap anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya
masing-masing terlepas dari hasrat pribadinya. Karena dengan hilangnya salah satu peran
dalam keluarga, maka fungsi-fungsi asli dari keluarga pun tidak dapat dilaksanakan
dengan baik dan tujuannya pun tidak akan tercapai. Dalam contoh kongkret, seperti hasil
artikel Hubungan Kelekatan Orangtua dengan Kemandirian Remaja (Maulida, Nurlaila,
& Hasanah, 2018),orangtua memegang peranan penting atas keadaan psikologis anaknya.
Orangtua yang menjalankan fungsi dan perannya dengan sesuai dapat meningkatkan
tingkat kemandirian remaja secara baik.
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional.
Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah
pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak.
Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional. Tetapi
sebetulnya telah berkembang sejak Abad 17. Selain itu teori sosiologi konflik adalah
alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons
dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan
integralistiknya.
Beberapa kritikan terhadap teori struktural fungsional berkisar pada sistem sosial yang
berstruktur, dan adanya perbedaan fungsi atau diferensiasi peran (division of labor).
Institusi keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap melanggengkan
kekuasaan yang cenderung menjadi cikal bakal timbulnya ketidakadilan dalam
masyarakat. David Lockwood (Klein dan White 1996) melontarkan kritik terhadap teori
Parsons. Menurutnya, teori Parsons terlalu menekankan keseimbangan dan ketertiban.
Hal ini dianggap suatu pemaksaan bagi individu untuk selalu melakukan konsensus agar
kepentingan kelompok selalu terpenuhi.
Selanjutnya, individu harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang melandasi
struktur dan fungsi sebuah sistem. Padahal menurut Lockwood, suasana konflik akan
selalu mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumberdaya yang terbatas.
Artinya, sifat dasar individu dianggapnya cenderung selfish (mementingkan diri sendiri),
daripada mengadakan konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat pementingan diri
sendiri menurut Lockwood akan menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada
menimbulkan sekelompok orang menindas kelompok lainnya.
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan
atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya
pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif
konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan
distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa konflik adalah fenomena sosial biasa dan merupakan
kenyataan bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya. Konfllik dipandang sebagai suatu
proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang baru
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Perspektif konflik dianggap
sebagai “the new sociology” sebagai kritik terhadap teori struktural fungsional yang
berkaitan dengan sistem sosial yang terstruktur dan adanya perbedaan fungsi dan
diferensiasi peran (division of labor). Sosiologi konflik mempunyai asumsi bahwa
masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan perubahan. Semua itu
adalah sebagai bagian dari terlibatnya 10 kekuatan-kekuatan masyarakat dalam saling
berebut sumberdaya langka dengan menggunakan nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai
alat untuk meraihnya (Wallace dan Wolf 1986).
Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial (Klein dan White 1996) adalah:
(2) Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus
tunduk kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar dimotivasi oleh
keinginannya sendiri.
(4) Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik daripada
harmoni,
(5) Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara individu, grup atas sumberdaya
yang langka, konfrontasi suatu pegangan hidup yang sangat berarti.
Namun, teori ini tidak banyak memberikan dampak positif bagi pengasuhan anak.
Teori yang berpusat pada kebahagiaan individual ini cenderung memberikan efek negatif
bagi anak di bawah umur, menurut artikel Pengaruh Manajemen Waktu Ibu Bekerja
Terhadap Kecerdasan Emosional Anak (Aisyah, Putri, & Mulyati, 2018), disimpulkan
bahwa peran ibu sangat dibutuhkan bagi perkembangan emosional anak karena seorang
ibu memiliki ikatan emosional dengan anak. Oleh karena itu ibu bekerja harus bisa
menyeimbangkan dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk keluarga dan
pekerjaannya. Agar hasil yang diinginkan bisa tercapai keluarga terutama anak tidak
merasa terabaikan ibu menjadi lebih mudah untuk menghabiskan waktu atau quality time
bersama keluarga terutama anak dan pekerjaan di luar rumah terselesaikan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Apabila ibu yang bekerja ini tidak dapat mengatur waktunya
dengan baik, maka anak akan terkena imbas dampak buruknya.
Urie Bronfenbrenner (1979, 1989, 1998, 2005) dalam artikel Peran Aktivitas
Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku Anak sejak Usia Dini ; Kajian Psikologis
berdasarkan Teori Sistem Ekologis (Jurnal UNY), menjelaskan dalam beberapa tulisan
hasil kajiannya mengenai sebuah teori yang membantu memahami bagaimana individu
berkembang di dalam berbagai lapisan dalam konteks keunikan lingkungan atau ekologi.
Penjelasan ini di payungi dengan sebuah teori yang awalnya disebut dengan Teori Sistem
Ekologis.
Contoh asli dari teori ekologi ini adalah fenomena berpacaran. Menurut artikel
Hubungan Konformitas Peer Group Dengan Perilaku Berpacaran Pada Remaja
(Anindani,
Hasanah, & Cholilawati, 2018), dari 15 orang siswa, yang diwawancarai ditemukan fakta
adanya beberapa gejala kerusakan karakter atau perilaku yang terjadi karena konformitas
peer group yang berkaitan dengan penyimpangan perilaku berpacaran remaja, banyak
siswa yang sudah kehilangan kontrol dalam peer group dengan cara berpacaran dengan
teman sebayanya hingga membuat pembicaraan yang terarah menuju penyimpangan
perilaku dalam berpacaran. Hasil ini memperjelas adanya hubungan antara lingkungan
terhadap perilaku menyimpang anak.
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga
harus terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak.
Tahap ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan anaknya yang berusia remaja.
1. Mempertahankan kesehatan.
Fokus utama dalam usia keluarga ini antara lain: mempertahankan kesehatan
pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup,
pekerjaan dan lain sebagainya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu keluarga merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari berbagai ilmu. Karena itu,
terdapat banyak ahli dari berbagai latar belakang yang berbeda mngutarakan
pendapatnya. Diantara berbagai teori yang disampaikan, ada 7 perspektifyang paling
terkenal yang dapat membantu kita untuk memahami tentang keluarga dan bagaimana
manajemen sumber daya dalam keluarga.
Yang pertama adalah teori Struktural Fungsional, teori ini menjelaskan bahwa tiaptiap
anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan yang semestinya.
Lalu ada juga teori Sosial Konflik, teori ini berbanding terbalik dengan teori Struktural,
teori ini berpendapat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam
dinamika dan perubahan seiring berjalannya waktu, sebab itu, perubahan atau pergantian
fungsi dan peran sangatlah maklum terjadi dalam keluarga.
Yang ketiga adalah teori Ekologi, di teori ekologi ini, dibahas bahwa anggota
keluarga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dalam kehidupannya. Selanjutnya adalah
teori Pertukaran Sosial. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa setiap hubungan dalam
keluarga dipengaruhi oleh pemikiran cost and benefit. Bahwa semua koneksi dapat
diakhiri apabila salah satu pihak sudah merasa tidak diuntungkan lagi.
Yang kelima adalah teori Feminis. Teori ini adalah teori yang paling sensitif untuk
dibahas karena terdapat perbedaan pandangan besar dalam masyarakat. Di satu sisi teori
ini memberikan kebahagiaan dan kebebasan kepada wanita, namun di lain sisi, teori ini
memberikan dampak buruk bagi ketahanan keluarga.
Turunan dari teori feminis ada teori Gender. Di teori Gender ini dibahas tentang
ketidaksetaraan yang dianggap tidak adil oleh kedua belah pihak. Dan yang terakhir
terdapat teori Perkembangan atau teori Development. Duvall sebagai penggagasnya,
menganggap bahwa keluarga harus melewati 8 tahapan dalam keluarga, barulah dapat
disebut keluarga yang sejahtera.
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyaknya kesalahan yang terdapat di dalam makalah ini,
sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan dimohon kesediaannya
untuk memaklumi kesalahan kata, ataupun pendapat yang diutarakan penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S. N., Putri, U. V., & Mulyati. (2018). Pengaruh Manajemen Waktu Ibu
Bekerja Terhadap Kecerdasan Emosional Anak. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan, 38-43.
Anderson, K. L. (1997, August). Gender, Status, and Domestic Violence: An
Integration of Feminist and Family Violence Approaches. Journal of Marriage and
Family, 59 No.3, 655-669.
Anindani, D. G., Hasanah, U., & Cholilawati. (2018). Hubungan Konformitas Peer
Group Dengan Perilaku Berpacaran Pada Remaja. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan, 21 No.8, 58-67.
Butler, & Judith. (1990). Gender Trouble: Feminism and the Subversion of Identity.
New York and London: Routledge.
Cook, K. S., & Rice, E. (2003). Social Exchange Theory. Dalam S. U. Department of
Sociology, Handbook of Social Psychology (hal. 52-55). New York: Kluwer
Academic/Plenum Publisher.
Handayani, A., Setiawan, A., & Yulianti, P. D. (2018). Individual Adaptation Based
on Family Development Stage. Advances in Social Science, Education and Humanity
Research, 287, 185-189.
Hidayati, N. (2018). Teori Feminisme: Sejarah, Perkembangan dan Relevansinya
dengan Kajian Keislaman Kontemporer. Jurnal Harkat: Media Komunikasi Gender, 14
No.1, 21-29.
Homans, G. C. (1961). Social Behavior: Its Elementary Forms. (Brace, Penyunt.)
Oxford, England: Harcourt.
Izzaty, R. E. (2008). Peran Aktivitas Pengasuhan pada Pembentukan Perilaku Anak
sejak Usia Dini (Kajian Psikologis berdasarkan Teori Sistem Ekologi). Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta, 1-14.
Juju, J. (2009). HUBUNGAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN
DAMPAK DARI TAYANGAN TELEVISI PADA ANAK USIA SEKOLAH
(KELAS I, II, DAN III) DI SDN BAROS MANDIRI 2 CIMAHI TENGAH. Jurnal
Penelitian, 18-27.
Khuza, M. (2013). Problem Definisi Gender: Kajian atas Konsep Nature dan Nurture.
Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 101-118.
Mahoney, J. L., & Ettekal, A. V. (2017). Ecological Systems Theory. Dalam J. L.
Mahoney, The SAGE Encyclopedia of Out-of-School Learning (hal. 239-241). Thousand
Oaks:
SAGE Publications, Inc.
Maulida, S., Nurlaila, & Hasanah, U. (2018). Hubungan Kelekatan Orangtua dengan
Kemandirian Remaja. JKKP: Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan.
Nauly, M. (2002). Konflik Peran Gender pada Pria : Teori dan Pendekatan Empirik.
Bukittinggi: Universitas Sumatera Utara.
Puspiitawati, H. (2013). KONSEP, TEORI DAN ANALISIS GENDER . Bogor: PT IPB
Press.
Salsabila, U. H. (2018). TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER SEBAGAI
SEBUAH PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, 7 No.1, 139-158.
Schwarz, F. (1996). You Can Trust the Communists (to be Communist). Long Beach,
Chantico: Publishing Co.
Syahri, M. (2014). Teori Pertukaran Sosial George C.Homans dan Peter M. Blau.
Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya.
Tittenbrun, J. (2013). Ralph Dahrendorf's Conflict Theory of Social Differentiation
and Elite Theory. Innovative Issues and Approaches in Social Science, 6 No.3.
Tualeka, M. N. (2017). Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern. Jurnal Al-
Hikmah, 32-
48.
Tyas, F. P., Herawati, T., & Sunarti, E. (2017). Tugas Perkembangan Keluarga dan
Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Menikah Usia Muda. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen, 10 No.2, 83-94.
Wardani. (2016, Maret). MEMBEDAH TEORI SOSIOLOGI: Teori Pertukaran
(Exchange Theory) George Casper Homans. Jurnal Studia Insania, 4 No.1, 19-38.
Winkler, C. (2010). Feminist Sociological Theory. Dalam C. Crothers, HISTORICAL
DEVELOPMENTS AND THEORETICAL APPROACHES IN SOCIOLOGY (hal. 47-
69). Montana, USA: Eolss Publisher Co.Ltd.