Anda di halaman 1dari 20

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334454732

Teori Teori Keluarga

Article · July 2019

CITATIONS READS

0 31,653

1 author:

Allika Syahas
Jakarta State University
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Allika Syahas on 14 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS TEORI KELUARGA

ALLIKA NUR RAMDINA SYAHAS

PENDIDIKAN VOKASIONAL KESEJAHTERAAN KELUARGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JULI, 2019
Ringkasan
Studi mengenai keluarga tidak dapat dilepaskan dari studi tentang kemasyarakatan. Hal ini
disebabkan studi kemasyarakatan berhubungan erat dengan disiplin ilmu sosiologi. Kajian
sosiologi menyangkut tindakan manusia, interaksi, keinginan dan kepercayaannya. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang didasarkana pada observasi kenyataan kehidupan manusia,
akal sehat manusia, sehingga asal ilmu dari sosiologi tidak spekulatif. Kerangka dari sosiologi
tersusun secara logis dan memiliki tujuan untuk menjelaskana hubungan sebab akibat. Ilmu
sosiologi juga dibentuk berdasarkan teori teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki,
memperluas, memperhalus teori yang sudah ada pada sebelumnya. Menurut konsep sosiologi,
tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial,
psikologi, spiritual, dan mental).
Berdasarkan pada asumsi tentang hakekat manusia dan masyarakat. yang diturunkan dari
realitas yang memungkinkan para sosiologi membahas fenomena sosial. Contohnya fenomena
sosial Istri sebagai pencari nafkah,tertukarnya peran di masyarakat. Pengaruh perubahan sosial
pada keluarga, krisis keluarga dan keretakan keluarga, kesuksesan hidup keluarga, pelapisan
sosial dan pengaruhnya pada keluarga. Dengan menyadari persamaan dan perbedaannya, serta
keikutsertaan kita dalam hubungan sosial, maka diciptakanlah ilmu sosiologi sebagai bekal kita
untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Adapun teori teori sosiologi dalam keluarga.
Teori structural fungsional bagian-bagian dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian
yang terorganisir. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan
sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur
sebuah sistem.Teori sosial konflik proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan
sosial yang baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keluarga. Teori ekologi
proses sosialisasi anggota keluarga mulai dari lingkungan besar sampai lingkungan inti pada
keluarga. Teori gender adalah perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab pada laki-
laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat
proses sosialisasi dalam masyarakat. Teori perkembangan keluarga (family development
theory) berusaha untuk menjelaskan proses perubahan dalam keluarga. Point dari perspektif
perkembangan keluarga adalah perubahan tingkatan keluarga dari waktu ke waktu (family
time) yang dipercepat secara internal oleh permintaan anggota keluarga (biologis, psikologis
dan kebutuhan sosial) dan secara eksternal oleh masyarakat yang lebih luas (harapan
masyarakat dan keterbatasan lingkungan).
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga merupakan unit sosial terkecil di lingkungan masyarakat bahkan sampai nergara
bangsa terbentuk. Keluarga juga sebagai institusi yang penting dalam berbagai disiplin ilmu
ilmu sosial termasuk sosiologi. Pada keluarga tentu adanya interaksi, interaksi dalam keluarga
merupakan salah satu perhatian bagian dari sosialogi, sehingga mengamati interaksi manusia
dalam keluarga dan masyarakat merupakan realitas sosial yang sangat penting.(Ariany, 2002).
Pembicaraan studi mengenai keluarga tidak dapat dilepaskan dari studi tentang
kemasyarakatan. Dalam studi kemasyarakatan kita terhubung dengan disiplin ilmu Sosiologi.
Kajian sosiologi menyangkut tindakan manusia, interaksi, keinginan dan kepercayaannya.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang didasarkana pada observasi kenyataan kehidupan
manusia, akal sehat manusia, sehingga asal ilmu dari sosiologi tidak spekulatif. Kerangka dari
sosiologi tersusun secara logis dan memiliki tujuan untuk menjelaskana hubungan sebab
akibat. Ilmu sosiologi juga dibentuk berdasarkan teori teori yang sudah ada dalam arti
memperbaiki, memperluas, memperhalus teori yang sudah ada pada sebelumnya. Menurut
konsep sosiologi, tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan
batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental).
Berdasarkan pada asumsi tentang hakekat manusia dan masyarakat. yang diturunkan dari
realitas yang memungkinkan para sosiologi membahas fenomena sosial. Contohnya fenomena
sosial Istri sebagai pencari nafkah,tertukarnya peran di masyarakat. Pengaruh perubahan sosial
pada keluarga, krisis keluarga dan keretakan keluarga, kesuksesan hidup keluarga, pelapisan
sosial dan pengaruhnya pada keluarga. Dengan menyadari persamaan dan perbedaannya, serta
keikutsertaan kita dalam hubungan sosial, maka diciptakanlah ilmu sosiologi sebagai bekal kita
untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Adapun teori teori sosiologi dalam keluarga, Teori
struktur fungsional, teori sosial konflik, teori ekologi, teori pertukaran sosial, teori feminis,
teori gender, teori perkembangan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan tentang struktur fungsional di dalam keluarga
2. Menjeaskan tentang teori sosial konflik dalam keluarga
3. Menjelaskan tentang teori ekologi dalam keluarga
4. Menjelaskan tentang teori pertukaran sosial dalam keluarga
5. Menjelaskan tentang teori feminis dalam keluarga
6. Menjelaskan tentang teori gender dalam keluarga
7. Menjelaskan tentang teori perkembangan dalam keluarga

1.3 Manfaat
Manfaat dalam pembuatan makalah diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan dan
dapat memperkuat teori-teori yang berkaitan dengan kajian teori keluarga. Makalah ini juga
diharapakan dapat memberikan informasi dan memberikan wawasan tambahan tentang
keluarga. Selain itu makalah ini bermanfaat sebagai sumber informasi masyarakat mengenai
teori keluarga.
BAB II ISI
2.1 Teori Struktural Fungsional
Salah satu teori yang melandasi studi keluarga adalah teori Struktural fungsional atau
teori Sistem. Pendekatan teori sosiologi struktural-fungsional biasa digunakan oleh Spencer
dan Durkheim yang menyangkut struktur (aturan pola sosial) dan fungsinya dalam masyarakat
Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian
yang terorganisir. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan
sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur
sebuah sistem. (Puspitawati, 2013)
Persyaratan Struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi menurut
Levy (Megawangi 1999) yaitu meliputi:
1. Difrensiasi peran yaitu alokasi peran atau tugas dan aktivitas yang harus dilakukan oleh
seluruh anggota keluarga. Pembagian diferensiasi peran tersebut dpat dibagi
berdasarkan umur, gender, generasi, posisi status ekonomi dan politik dari masing
masing anggota keluarga. Contohnya “ Seorang ayah lebih kuat dibandingkan dengan
anal laki lakinya karena anak usia anak laki laki lebih muda, sehingga ayah akan
diberikan peran sebagai pemimpin dalam keluarga.
2. Alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antar anggota keluarga. Distribusi
solidaritas dalam anggota keluarga cinta, kekuatan dan intensitas dalam hubungan.
Hubungan antar anggota dapat digambarkan dengan cinda dan kepuasaan anggota
keluarga. Contohnya, keterikatan emosi antara ibu dengan anaknya.
3. Alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga
untuk mencapai tujuan keluarga, Distribusi barang-barang dan jasa ini untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas dalam hal ini dapat terlihat dalam
hal produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa dalam keluarga.
4. Alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam keluarga, dan
5. Alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/ tehnik sosialisasi internalisasi
maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam
memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku.
Teori struktural-fungsional mengasumsikan bahwa suatu keluarga terdiri dari bagian
yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemampuan struktur keluarga dapat berfungsi
secara efektif pada keluarga inti yang tersusun dari seorang laki-laki sebagai pencari nafkah
dan perempuan sebagai ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan anggota dan ekonomi
industri baru.
Pendekatan teori struktural fungsional berfungsi dalam menganalisis peran keluarga agar
dapat berfungsi dengan baik, hal ini bertujuan untuk menjaga keutuhan keluarga dan
masyarakat. Individu yang menjadi komponen dari sebuah struktur sosial bukanlah dilihat dari
sudut biologis, tapi diliha dari person yang menduduki posisi, atau status, di dalam struktur
sosial tersebut, (Marzali, 2018). Manusia sebagai organisme biologis tidak menjadi perhatian
dalam ilmu sosial, akan tetapi yang menjadi perhatian dalam ilmu sosial adalah status sosial.
Contohnya manusia yang berhubungan dengan orang lain dalam kapasitasnya sebagai sebuah
status sosial, misalnya sebagai ayah, ibu, buruh, majikan, penjual, pembeli, dan seterusnya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sebuah struktur sosial adalah sebuah "the whole"
(kebulatan/keseluruhan) yang terdiri atas "the parts" (komponen-komponen), dan komponen-
komponen ini terjaring dalam "suatu hubungan yang terpola dan tahan lama". (Marzali, 2018)
Komponen-komponen utama sistem sosial terdiri dari peran, norma dan nilai. Keluarga
merupakan sebagai sistem sosial memiliki dasar fisikologis suatu sistem sosial yang meliputi
tingkah laku peran para anggota didalam keluarga, norma yang menjadi pedoman tingkah laku
dan nilai yang mendasari norma tersebut. Peran memberikan bentuk tingkah laku yang spsifik
yang berkaitan dengan tugas anggota keluarga. Peran merupakan pola tingkah laku yang
dipersyaratkan bagi semua orang yang ikut ambil bagian dalam suatu hubungan fungsional
tertentu. (Ariany, 2002)
Peran sangat penting dalam suatu keluarga, hal ini dapat dilihat pada kasus peran ibu
dalam keluarga. Seperti hasil penelitian (Martinus, dkk, 2019) Perilaku seksual remaja pada
ibu bekerja memiliki perilaku menyimpang. Perilaku seksual remaja pada ibu tidak bekerja
memiliki perilaku seksual tidak menyimpang. Hal ini disebabkan karena ibu yang tidak bekerja
memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengawasi anaknya, dan meluangkan waktu Bersama
anaknya sehingga anak akan lebih nyaman dalam bercerita kepada ibu. Tetapi sebaliknya
dengan ibu yang bekerja. Ibu yang bekerja waktu yang digunakan dan untuk menemani
anaknya lebih sedikitBerdasarkan penelitian (Aisyah, dkk.2017) Peran ibu sangat dibutuhkan
dalam perkembangan emosional anak karena pada dasarnya ibu memiliki ikatan emosional
dengan anak. Hal ini membuktikan bahwa peran ibu di dalam keluarga sangat penting untuk
perkembangan anak.
Komunikasi dalam keluarga sangat penting untuk mendorong anak agar giat dalam
belajar. Adanya kasih sayang dan perhatian dari orang tua besar pengaruhnya dalam
perkembangan seorang anak, semangat dan motivasi belajar anak akan tumbuh subur
Komunikasi orang tua dan anak yang saling terbuka, dan jujur membuat anak dapat
menuangkan isi hatinya melalui percakapan dengan orang tua sehingga persoalan atau
kesulitan anak menjadi berkurang begitu sebaliknya orang tua tua pun mengetahui
permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak. Jika orang tua terampil dalam berkomunikasi
dengan anaknya maka dapat memberikan pengaruh pada perkembangan kepribadian seorang
anak. (Sinaga, Muhariati dan Kenty, 2017)

2.2 Teori Sosial Konflik


Teori konflik sosial mulai populer pada Tahun 1960 bermunculan dengan gelombang
kebebasan individu barat. Teori sosiologi konflik adalah alternatif dari ketidakpuasaan
terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton, yang
menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya. Beberapa kritikan terhadap
teori struktur fungsional berkisar pada sistem sosial yang berstruktur, dan adanya perbedaan
fungsi atau diferensiasi peran (division of labor).
Teori konflik lebih memfokuskan pada latar belakang adanya suatu tata tertib sosual atau
aturan.. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya pelanggaran
peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif konflik lebih
menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan
yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Berdasarkan defisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah fenomena sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi masyarakat yang
terlibat di dalamnya.
Paradigma sosial konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx dalam (Puspitawati, 2013)
didasarkan pada dua asumsi, yaitu: (1) Kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama semua
kegiatan masyarakat, dan (2) Melihat masyarakat manusia dari sudut konflik di sepanjang
sejarahnya. Karl Max dalam materialisme historisnya memasukkan determinisme ekonomi
sebagai basis struktur yang dalam proses relasi sosial di dalam masyarakat yang akan
menimbulkan konflik antara kelas atas dan kelas bawah. Dapat disimpulkan terdapat 4 hal yang
penting untuk memhami sosila konflik antara lain: 1. Kompetisi, kompetisi ini disebabkan atas
kelangkaan sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner seksual, dan sebagainya. Dasar
interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang ditawarkan fungsionalisme, namun lebih
kepada kompetisi. 2. Terdapat ketidaksamaan struktural dalam hal kekuasaan. 3. Individu dan
kelompok yang ingin mendapatkan keuntungan maksimal. 4. Perubahan sosial terjadi sebagai
hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang saling berkompetisi dan bukan sekadar
adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi secara cepat dan revolusioner daripada evolusioner.
Institusi keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap melonggarkan
kekuasaan yang cenderung menjadi penyebab ketidakadilan dalam masyarakat. Penilaian teori
parson menurut David dalam jurnal (Puspitawati, 2013). Teori Parsons menekankan
keseimbangan dan ketertiban. Hal ini dianggap sebagai pemaksaan bagi individu untuk selalu
melakukan konsensus agar kepentingan kelompok selalu terpenuhi. Selanjutnya, individu
harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang melandasi struktur dan fungsi sebuah sistem.
Padahal menurut Lockwood, suasana konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama
dalam hal distribusi sumberdaya yang terbatas. Artinya, sifat dasar individu dianggapnya
cenderung selfish (mementingkan diri sendiri), dibandingkan mengadakan konsensus untuk
kepentingan kelompok. Sifat mementingan diri sendiri akan menyebabkan diferensiasi
kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas kelompok lainnya. Selain itu
masing-masing kelompok atau individu mempunyai tujuan yang berbeda-beda bahkan sering
bertentangan antara satu dan lainnya, yang akhirnya akan menimbulkan konflik.
Konfllik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang
lama ke tatanan sosial yang baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
Perspektif konflik dianggap sebagai “the new sociology” sebagai kritik terhadap teori struktural
fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang terstruktur dan adanya perbedaan fungsi
dan diferensiasi peran (division of labor). Sosiologi konflik mempunyai asumsi bahwa
masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan perubahan. Semua itu adalah
sebagai bagian dari terlibatnya kekuatan-kekuatan masyarakat dalam saling berebut
sumberdaya langka dengan menggunakan nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai alat untuk
meraihnya (Fallis, 2013).
Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial adalah: (1) Manusia tidak mau tunduk
pada konsensus, (2) Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa
harus tunduk kepada norma dan nilai Manusia secara garis besar dimotivasi oleh keinginannya
sendiri. (3) Konflik adalah endemik dalam grup sosial, (4) Tingkatan masyarakat yang normal
lebih cenderung mempunyai konflik daripada harmoni, (5) Konflik merupakan suatu proses
konfrontasi antara individu, grup atas sumberdaya yang langka, konfrontasi suatu pegangan
hidup yang sangat berarti. Oleh karena itu konsensus dan negosiasi adalah teknik yang masih
bisa digunakan sebagai alat mengelola konflik.
Pada saat ini sosial konflik sudah biasa berada dikalangan keluarga, contohnya saja pada
ibu yang bekerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Berdarkan
hasil penelitian (Nugraheni, 2012) konflik yang terjadi pada keluarga adalah pendapatan suami
yang rendah mengakibatkan kebutuhan ekonomi rumah tangganya kurang, anggota keluarga
yang semakin besar maka peran wanita akan semakin besar untuk menutupi kebutuhan
ekonomi yang semakin besar dengan bertambahnya jumlanh anggota keluarga. faktor-faktor
yang mempengaruhi peran serta wantia dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga
diantaranya pendapatan suami, curahan waktu, tingkat pendidikan, dan status, selain itu istri
berperan sebagai ibu rumah tangga (domestik), berperan dan ikut berpartisipasi mencari nafkah
untuk pemenuhan ekonomi keluarganya, partisipasi istri dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga diwujudkan dalam dalam lingkungan rumah tangga, dalam bidang ekonomi, maupun
dalam masyarakat.
2.3 Teori Ekologi
Konsep Ekologi manusia menyangkut saling ketergantungan antara manusia dengan
lingkungan, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan. Pendekatan ekologi atau
ekosistem menyangkut hubungan interdependensi antara manusia dan lingkungan di sekitarnya
sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Konsep ekologi manusia juga dikaitkan
dengan pembangunan. Keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan sangat bergantung pada
faktor manusianya yaitu seluruh penduduk dan sumberdaya alam yang dimiliki serta
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaidah ekologi Menurut Soerjani dalam jurnal
(Puspitawati, 2013) menetapkan adanya ketahanan atau ketegaran (resilience) suatu sistem
yang dipengaruhi oleh dukungan yang serasi dari seluruh subsistem. Mengingat manusia
merupakan makhluk sosial, dan keluarga merupakan lembaga sosial terkecil dari masyarakat
yang memiliki hubungan antar pribadi dan hubungan antara manusia dengan lingkungan di
sekitarnya, dapat disimpulkan bahwa keluarga tidak dapat berdiri sendiri. Keluarga sangat
tergantung dengan lingkungan di sekitarnya (baik lingkungan mikro, meso, ekso dan makro)
dan keluarga juga mempengaruhi lingkungan di sekitarnya (baik lingkungan mikro, meso, ekso
dan makro).
Beberapa peneliti memberikan contoh-contoh hubungan antara keluarga dan lingkungan
atau disebut sebagai ekologi keluarga. Dijelaskan bahwa saat ini sedang terjadi perubahan-
perubahan global baik dari segi sosial-ekonomi, teknologi dan politik, serta perubahan sistem
dunia yang berdampak pada perubahan dalam keluarga dan masyarakat, misalnya keluarga
menjadi tidak stabil dan berada dalam masa transisi menuju keseimbangan yang baru.
Model pandangan ekologi menurut Klein dan White dalam jurnal (Puspitawati, 2013)
menyajikan model pandangan dari segi ekologi keluarga dalam mengerti proses sosialisasi
anak-anak. Model tersebut menempatkan posisi anak atau keluarga inti pada pusat di dalam
model yang secara langsung dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berada di sekitarnya,
yaitu lingkungan mikrosistem (the microsystem) yang merupakan lingkungan terdekat dengan
anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga.
Lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan mesosistem (the mesosystem) yang
berupa hubungan antara lingkungan mikrosistem satu dengan mikrosistem yang lainnya,
misalnya hubungan antara lingkungan keluarga dengan sekolahnya, dan hubungan antara
lingkungan keluarga dengan teman sebayanya. Lingkungan yang lebih luas lagi disebut dengan
lingkungan exosystem yang merupakan lingkungan tempat anak tidak secara langsung
mempunyai peranan secara aktif, misalnya lingkungan keluarga besar (extended family) atau
lingkungan pemerintahan. Akhirnya lingkungan yang paling luas adalah lingkungan
makrosistem (the macrosystem) yang merupakan tingkatan paling luas yang meliputi struktur
sosial budaya suatu bangsa secara umum.
Model Bronfenbrenner dalam (Vélez-Agosto et al., 2017) menjelaskan mengenai
pendekatan ekosistem dalam menganalisis ekologi keluarga dalam sosialisasi anak yang
dikenal dengan Model Ekologi Model tersebut menyajikan tahapan-tahapan pengaruh
lingkungan pada sosialisasi anak yang tediri atas lingkungan paling dekat dari anak yaitu
lingkungan mikrosistem (the microsystem), lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan
mesosistem (the mesosystem), kemudian lingkungan yang lebih luas lagi disebut dengan
lingkungan exosystem, dan akhirnya lingkungan yang paling luas yaitu lingkungan
makrosistem (the macrosystem) .
Jelas sekali disini bahwa pendekatan ekosistem dan keluarga menyangkut hubungan
interdependensi antara manusia yang berada dalam satu unit keluarga inti dengan lingkungan
sosial maupun fisik yang ada di sekitarnya sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut.
Prespektif ekosistem menurut Holland et al. (Kilpatrick dan Holland 2003) merupakan
pendekatan teoretikal yang berdominal dalam melihat perilaku manusia untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya (mulai dari tingkatan
mikro ke makro).
Hal tersebut menjelaskan bahwa keluarga dijabarkan sebagai suatu sistem yang diartikan
sebagai suatu unit sosial dengan keadaan yang menggambarkan individu secara intim terlibat
untuk saling berhubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya setiap
saat dengan dibatasi oleh aturan-aturan di dalam keluarga. Sistem ekologi juga menganalisis
keterkaitan antara keluarga dan lingkungan dalam melihat perubahan budaya, seperti peran
ganda ibu, tren perceraian, dan efek perceraian dalam pengasuhan.
Berdasarkan hasil penelitian (Sari, 2015) model komunikasi keluarga pada orangtua
tunggal yang dilakukan ibu menunjukkan bahwa ibu lebih protektif dari ayah dan lebih
pluralistik yaitu bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang
terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga, menghormati minat anggota
lain dan saling mendukung. Sehingga anak juga dapat mengembangkan rasa keinginannya dan
mengembangkan pola komunikasi pada ibu dengan pola konsensual yaitu ditandai dengan
adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini menekankan komunikasi
berorientasi sosial maupun yang berorientasi konsep. Pola ini mendorong dan memberikan
kesempatan untuk tiap anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang,
tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga Faktor yang langsung berperan adalah faktor
yang berhubungan langsung dengan individu, misalnya suasana rumah, aturan dalam keluarga,
temaneman bermain atau bekerja, dan sebagainya. Sementara itu faktor yang kurang atau tidak
langsung berpengaruh pada individu misalnya adalah hukum, kondisi ekonomi Negara, sikap
sosial, dan lain-lainnya (Andayani, 2004).
2.4 Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran adalah teori yang berkaitan dengan tindakan sosial yang saling memberi
atau menukar objek-objek yang mengandung nilai ntar individu berdasarkan tatanan sosial
tertentu, Objek yang ditukarkan tidak berbentuk benda nyata, namun hal-hal yang tidak nyata.
Teori keluarga lain yang sering dipakai sebagai landasan analisis keluarga adalah Teori
Pertukaran Sosial. George Homans adalah orang yang dikenal sebagai pembawa teori sosial
Exchange ke disiplin Ilmu Sosial. Homans fokus pada hubungan interperson Al diantara
orang-orang di keluarga dan masyarakat. Konsep pemikiran George Homans adalah adanya
karakteristik sifat manusia yang universal di seluruh dunia, yaitu bahwa perilaku manusia
(konsep behaviorisme di psychology) ada yang “Positive Reinforcement and Negative
Reinforcement”. Homans juga menyatakan adanya “ The rule of distributive justice “ artinya
adanya harapan bahwa rewards pada masing-masing orang yang berhubungan akan
“proporsional“ dengan biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing orang tersebut, sehingga
net result dari masing-masing orang itu akan proporsional dengan investasinya dalam
hubungan tersebut. Apabila peraturan ini dilanggar, maka orang-orang yang dirugikan akan
marah, dan orang-orang yang diuntungkan akan merasa bersalah (Wardani, 2016).
Teori pertukaran sosial menjelaskan keberadaan dan ketahanan kelompok sosial,
termasuk keluarga melalui bantuan selfinterest dari individu anggotanya. Fokus sentral teori
adalah motivasi (hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan), yang
berasal dari keinginan diri sendiri. Teori ini menilai individu dalam menentukan pilihan secara
rasional menimbang antara imbalan (rewards) yang akan diperoleh, dan biaya (cost) yang
harus dikeluarkan, dapat disimpulkan seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain jika
dianggapnya menghasilkan keuntungan (selisih antara imbalan yang diterima dengan biaya
yang dikeluarkan).
Menurut Homans dalam Ritzer (1985) terdapat lima prinsip dalam pertukaran sosial,
meliputi: (1) Jika respon pada suatu stimulus mampu mendatangkan keuntungan, maka respon
tersebut akan cenderung diulang terhadap stimulus yang sama, (2) Makin sering seseorang
memberikan ganjaran terhadap tingkah laku orang lain, maka makin sering juga tingkah laku
tersebut akan diulang, (3) Makin bernilai suatu keuntungan yang diperoleh dari tingkah
lakunya, maka makin sering juga pengulangan terhadap tingkah laku tersebut, (4) Makin sering
orang menerima ganjaran atas tindakannya dari orang lain, maka makin berkurang juga nilai
dari setiap tindakan yang dilakukan berikutnya dan (5) Makin dirugikan seseprang dalam
berhubungan dengan orang lain, maka makin besar kemungkinan orang tersebut akan
mengembangkan emosi. Kritik terhadap teori ini adalah bahwa: (1) Teori ini mengakui adanya
kemampuan manusia untuk mengatur perilakunya melalui proses berpikir yang rasional. Pada
kenyataanya, manusia belum tentu selalu berfikir secara rasional sepanjang hidupnya, (2)
Teori ini akan menghadapi masalah apabila berhadapan dengan situasi di mana tidak ada
konsensus, imbalan dan biaya, (3) Otonomi, kekuatan dan kemandirian cenderung sebagai
nilai laki-laki. Nilai-nilai perempuan yaitu sifat asuh (nurturance), dukungan (support), dan
sifat penghubung (connectedness) tidak terlalu dipandang sebagi pertimbangan dalam melihat
imbalan dan biaya dan (4) Pembedaan antara pertukaran sosial dan pertukaran ekonomi harus
sejajar dengan pembedaan antara pertukaran intrinsik dan ekstrinsik. Teori pertukaran sosial
terlalu memfokuskan pada separative self, otonomi dan individualisme.
2.5 Teori Feminis
Feminisme merupakan ideologi yang sudah berkembang di dunia, termasuk di
Indonesia.Feminisme juga telah memasuki ruang-ruang kehidupan, termasuk dalam karya
sastra Pada dasarnya feminisme merupakan suatu ideologi yang memberdayakan perempuan.
Perempuan juga bisa menjadi subjek dalam segala bidang dengan menggunakan
pengalamannya sebagai perempuan dan menggunakan perspektif perempuan yang lepas dari
mainstream kultur patriarki yang selalu beranjak dari sudut pandang laki-laki.
Feminism dalam pandangan para ahli dan aktivis feminis memiliki beragam makna.
Linda Gordon mengartikan feminism sebagai “an analysis of women’s subordination for the
purpose of figuring out how to change it” (suatu analisis terhadap subordinasi perempuan untuk
tujuan mencari tahu bagaimana mengubahnya). Bagi Gordon, feminism juga berarti “sharing
in an impulse to increase the power and autonomy of women in their families, communities,
and/or society” (sharing dalam suatu dorong hati untuk meningkatkan kuasa dan otonomi
perempuan dalam keluarga, komunitas dan/atau masyarakat mereka).
Teori feminis dalam pandangan Ritzer termasuk dalam kategori teori social kritis, teori
yang melibatkan diri dalam persoalan pokok dalam konteks social, politik, ekonomi, dan
sejarah yang sedang di hadapi oleh kelompok kelompok yang berada dalam kondisi yang
tertindas. Posmodernisme yang pada dasarnya sangat intens dengan persoalan tersebut dengan
sendirinya sangat menopang gerakan feminism. Feminisme merupakan gerakan sosial yang
secara bertahap telah memperbaiki posisi perempuan dalam masyarakat Barat pada awal abad
20 dalam hak milik, posisi di tempat kerja, dan dalam pernikahan.
Keadaan kaum feminim dalam kultur masyarakat serta geliat mereka untuk mendorong,
mendesak dalam mendapatkan berbagai akses kehidupan inilah yang kemudian menarik untuk
mengkaji proses dan perjuangan perempuan menjadi objek-objek kajian. Disinilah kemudian
muncul feminisme sebagai teori (Puji Lestari, 2017). Kodrat Perempuan dalam teori feminisme
tidak ditentukan oleh faktor biologis, akan tetapi disebabkan karena pengaruh faktor budaya
masyarakat.
Berkembangnya paham feminis memiliki dampak pada pergeseran nilai-nilai budaya
dan pola asuh ibu terhadap anak yang ditinggalkan dalam keluarga. Fenomena tersebut
menghasilkan masalah baru yaitu kondisi psikologis anak. Berdasarkan hasil penelitian
(Prasetyo, 2017) pentingnya pengasuhan ibu dibandingkan ayah pada keluarga yang memiliki
orangtua yang bermigrasi ke luar negeri. Hal ini disebabkan kegiatan migrasi yang dilakukan
oleh ibu sehingga menimbulkan kekhawatiran tersendiri pada suami dan anak-anak mereka di
kampung halaman (Parreñas, 2008) . Hal ini menyebabkan suami tidak dapat mengambil
kendali dalam pengasuhan anak, meskipun kehadiran pengasuh lain seperti kakek, nenek atau
saudara dekat lainnya sering dianggap sebagai solusi, tetapi kenyataannya menimbulkan
dampak tidak baik pada perkembangan mental dan kondisi psikologis anak yang ditinggalkan
dalam keluarga. Oleh karena itu, para ibu tetap perlu mempertahankan perannya sebagai agen
utama pendidikan dan pengasuhan dalam sebuah keluarga

2.6 Teori Gender


Kata “gender” dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status, dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial
budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian, gender adalah hasil kesepakatan antarmanusia yang tidak bersifat kodrati
Hubungan antara laki-laki dan perempuan seringkali sangat penting untuk menentukan
hubungan keduanya. Demikian pula, jenis-jenis hubungan yang bisa berlangsung antara
perempuan dan laki-laki akan menjadi pendefinisian perilaku gender yang semestinya oleh
masyarakat. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dalam masyarakat tertentu
ditetapkan oleh kelas, gender, dan suku.
Pandangan laki-laki lebih cocok untuk melakukan peran produktif dan perempuan lebih
cocok untuk mengerjakan peran reproduktif secara tradisional ditanamkan dalam pikiran
individu tentang ciri khas perilaku seorang perempuan (feminin) dan ciri khas perilaku laki-
laki (maskulin) yang oleh Hurlock dalam jurnal (Puspitasi, 2012) disebut sebagai peran gender,
dan akhirnya akan membentuk suatu pendapat yang dapat menjadi suatu norma di dalam
masyarakat.
Berdasarkan hasil Penelitian (Puspitasi, 2012) Kerjasama gender dalam aktivitas
domestik dan publik seimbang meskipun masih terdapat salah satu yang dominan, dalam
aktivitas publik manajemen keuangan usaha tani, kerjasama gender termasuk kategori tinggi,
artinya sudah terdapat kerjasama yang baik antara suami istri dalam hal manajemen keuangan
hasil usaha tani. Dapat disimpulkan peran ibu sebagai pekerja membantu kepala keluarga
dalam menyelesaikan masalah
2.7 Teori Perkembangan
Cikal bakal perkembangan Teori Perkembangan Keluarga adalah pada saat era depressi
tahun 30-an di USA dengan kebijakan Presiden Franklin D Roosevelt untuk memberikan
kesempatan pada para ahli untuk meneliti dampak dari depresi pada populasi dengan studi
longitudinal “Family Life Cycle and Family Development”. Teori Perkembangan keluarga
menjelaskan proses perubahan dalam keluarga dengan unsur “waktu’ sebagai sumberdaya
yang sangat signifikan dalam perspektif perkembangan keluarga (Family Life Cycle).
Teori Perkembangan Keluarga merupakan multilevel theory yang berhubungan dengan
individualis, dan institusi keluarga. Hal-hal yang sering dibahas pada teori ini adalah konsep
perkembangan tugas (the Development of task) sepanjang siklus kehidupan keluarga (Family
life cycle). Tahapan Perkembangan Keluarga menurut Duvall (1957) ada 8 tahapan yaitu: (1)
Tahapan perkawinan (married couple), (2) Tahapan mempunyai anak (childbearing), (3)
Tahapan anak berumur preschool (Preschool age), (4) Tahapan anak berumur Sekolah Dasar
(school age), (5) Tahapan anak berumur remaja (teenage), (6) Tahapan anak lepas dari
orangtua (launching center), (7) Tahapan orangtua umur menengah (middle-aged parents) dan
(8) Tahapan orangtua umur manula (aging parents). Teori perkembangan merupakan teori
yang menjelaskan perubahan baik yang terjadi pada `individu atau kelompok. Individu,
kelompok dan masyarakat mengalami perkembangan melalui tahapan-tahapan yang terjadi
sepanjang waktu. (Martin, 2018)
Salah satu model teori perkembangan adalah unilinier, yang menganalisis perkembangan
atau perubahan institusi dan masyarakat sepanjang waktu. Teori Perkembangan Unilinear
digunakan oleh para ahli teori evolusi sosial di Abad ke19 dengan menggunakan model
perkembangan organisme manusia untuk menganalisa perkembangan (perubahan) institusi dan
masyarakat sepanjang waktu. Model yang digunakan meliputi penjelasan seseorang yang dapat
dilihat dari perubahan umur (aging) sepanjang masa usianya (yang diadaptasi dari ilmu
biologi). Proses Perkembangan Keluarga memiliki beberapa tujuan (related to teleology).
Berkaitan dengan perkembangan anak ditandai dengan meningkatnya perkembangan moralitas
dan kognitif. Ada suatu seri tahapan perkembangan individu bermula dari infant/ bayi, anak
balita, usia anak-anak (awal, menengah, akhir), usia remaja (awal, menengah, akhir), usia
dewasa (awal, menengah, akhir) dan usia lanjut usia (tua, tua sekali, tua renta). Menurut
Mattessich dan Hill (1987), perkembangan keluarga (family development) merujuk pada proses
perkembangan dan transformasi struktural yang progresif sepanjang sejarah keluarga.
Terdapat tiga aspek penting untuk memahami fenomena perkembangan keluarga: (1)
Memantapkan perkembangan keluarga sebagai organisasi dan fenomena interaksi;(2)
Menekankan hubungan atau kelangsungan perilaku keluarga sepanjang sejarah keluarga dan
(3) Mencirikan dua sumber perkembangan perubahan, yaitu perubahan syarat fungsional dan
timbulnya tekanan hidup. Teori perkembangan keluarga (family development theory) berusaha
untuk menjelaskan proses perubahan dalam keluarga. Point dari perspektif perkembangan
keluarga adalah perubahan tingkatan keluarga dari waktu ke waktu (family time) yang
dipercepat secara internal oleh permintaan anggota keluarga (biologis, psikologis dan
kebutuhan sosial) dan secara eksternal oleh masyarakat yang lebih luas (harapan masyarakat
dan keterbatasan lingkungan). Model teori perkembangan lain adalah multilinier, yang melihat
perubahan individu, keluarga, atau masyarakat dalam berbagai jalur atau rute sepanjang waktu.
Para ahli teori perkembangan unilinear di Abad ke-2 kemudian meminjam model
individuallistik diaplikasikan ke perkembangan masyarakat (society). Para ahli teori
perkembangan sosial menulis bahwa karena individu-individu berkembang melalui tahapan-
tahapan sepanjang masa, demikian pula dengan masyarakat juga berkembang dari masa pre-
industrial, industrial dan pasca-industrial. Beberapa ahli evolusi sosial pada Abad ke-19
percaya bahwa seluruh masyarakat secara sejarah mulai dari titik yang sama, tetapi beberapa
tidak berkembang sejauh yang lainnya, karena adanya bencana alam (banjir, kelaparan, dan
gempa bumi) atau karena peristiwa bersejarah lainnya (contohnya perang). Taylor (1871-1958)
dalam Winton (1995), melihat masyarakat berkembang dari tahap perburuan (savagery) ke
tahap barbarian, dan akhirnya menuju tahap masyarakat yang beretika. Prinsip-prinsip dasar
teori evolusi sosial pada Abad 19 dan 20 dapat diringkaskan sebagai berikut: (1) Perubahan
selalu ada dan gradual, (2) Perubahan terjadi secara bertahap, (3) Perubahan terjadi karena hal
itu merupakan esensi alamiah dari masyarakat untuk berubah, (4) Perubahan adalah
unidirectional; Perubahan tidak akan berbalik, dan (5) Tidak ada masyarakat yang bertahan
pada satu tahap perkembangan. Konsep Teori Perkembangan: 1. Perkembangan Konsep Statik
(Norma statik, peran statik, posisi dan tahapan serta kejadian statik) 2. Perkembangan Konsep
Dinamik: a. Terjadi transisi (kombinasi antara tahapan, kejadian dan waktu) b. Konsep waktu
sebagai normatif (dalam analisis 3 (tiga) tahapan, individu, keluarga, dan hubungan-hubungan)
c. Umur 3. Tingkatan Perkembangan mempunyai 2 elemen, yaitu komponen normative dan
kejadian transitional.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keluarga adalah satuan unit terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang merupakan
sistem sosial yang saling bergantung dan kumpulan yang saling berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya. Bentuk bentuk teori keluarga bermacam macacam, teori structural fungsional
bagian-bagian dari sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir. Pendekatan
teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang kemudian
diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.Teori
sosial konflik proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang baru yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi keluarga. Teori ekologi proses sosialisasi anggota
keluarga mulai dari lingkungan besar sampai lingkungan inti pada keluarga. Teori gender
adalah perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan
sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi
dalam masyarakat. Teori perkembangan keluarga (family development theory) berusaha untuk
menjelaskan proses perubahan dalam keluarga. Point dari perspektif perkembangan keluarga
adalah perubahan tingkatan keluarga dari waktu ke waktu (family time) yang dipercepat secara
internal oleh permintaan anggota keluarga (biologis, psikologis dan kebutuhan sosial) dan
secara eksternal oleh masyarakat yang lebih luas (harapan masyarakat dan keterbatasan
lingkungan).
Daftar Pustaka
Aisyah, S. N., Gede Putri, V. U. dan Mulyati, M. (2017) “Pengaruh Manajemen Waktu Ibu
Bekerja Terhadap Kecerdasan Emosional Anak,” JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan), 3(1), hal. 33. doi: 10.21009/jkkp.031.08.
Andayani, B. 2004 Tinjauan pendekatan ekologi tentang perilaku pengasuhan orangtua,
Buletin Psikologi.
ARIANY, I. S. 2002 KELUARGA DAN MASYARAKAT: Perspektif Struktural Fungsional.
Fallis, A. . 2013 Family theories - an intorudction. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Martin, T. F. 2018 “Family Development Theory 30 Years Later,” Journal of Family Theory
and Review, 10(1), hal. 49–69. doi: 10.1111/jftr.12237.
Martinus Tay Hambandima, Joko Wiyono, R. M. P. (2019) PERBEDAAN PERILAKU
SEKSUAL PADA REMAJA DENGAN IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA.
Marzali, A. 2018 “Struktural-Fungsionalisme,” Antropologi Indonesia, 6(52). doi:
10.7454/ai.v0i52.3314.
Nugraheni, W. S. 2012 “Peran dan Potensi Wanita Dalam Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi
Keluarga Nelayan,” Journal of Educational Social Studies, 1(2), hal. 104–111. doi:
10.15294/jess.v1i2.739.
Parreñas, R. S. 2008 “Transnational fathering: Gendered conflicts, distant disciplining and
emotional gaps,” Journal of Ethnic and Migration Studies, 34(7), hal. 1057–1072. doi:
10.1080/13691830802230356.
Prasetyo, D. T. 2017 “Pengasuhan Orangtua Terhadap Kondisi Psikologis Anak Yang
Ditinggalkan Dalam Keluarga Migran : Sebuah Studi Literatur,” JKKP (Jurnal
Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan), 4(02), hal. 58. doi: 10.21009/jkkp.042.01.
Puji Lestari 2017 FEMINISME SEBAGAI TEORI DAN GERAKAN SOSIAL DI INDONESIA.
Puspitasi, N. 2012 Peran gender, kontribusi Ekonomi Perempuan dam Kesejahteraan keluarga
Petani Hortiktura.
Puspitawati, H. 2013 KONSEP DAN TEORI KELUARGA, Komunikasi Pembangunan. doi:
10.1249/01.mss.0000074580.79648.9d.
Sari, A. 2015 “Model Komunikasi Keluarga pada Orangtua Tunggal (Single Parent) dalam
Pengasuhan Anak Balita,” Avant Garde, 3(2), hal. 126–145. Tersedia pada:
https://journal.budiluhur.ac.id/index.php?journal=avantgarde&page=article&op=view&
path%5B%5D=64&path%5B%5D=53.
Sinaga, E. U., Muhariati, M. dan Kenty, K. (2017) “Hubungan Intensitas Komunikasi Orang
Tua Dan Anak Terhadap Hasil Belajar Siswa,” JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga
dan Pendidikan), 3(2), hal. 27. doi: 10.21009/jkkp.032.06.
Vélez-Agosto, N. M. et al. 2017 Bronfenbrenner’s Bioecological Theory Revision: Moving
Culture From the Macro Into the Micro, Perspectives on Psychological Science. doi:
10.1177/1745691617704397.
Wardani, W. 2016 “MEMBEDAH TEORI SOSIOLOGI: Teori Pertukaran (Exchange Theory)
George Caspar Homans,” Jurnal Studia Insania, 4(1), hal. 19. doi:
10.18592/jsi.v4i1.1111.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai