Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat

kesatuan antar etnik harus dapat terus dijaga karena keberagaman masyarakat itu

sangat memungkinkan terjadinya benturan antar etnik. Hal ini disebabkan berbedanya

kebudayaan dari masing-masing etnik yang ada, sehingga terjadinya perilaku yang

berbeda pula. Terdapat sebuah paham mengenai etnik yang pertama kali

diperkenalkan oleh seseorang tokoh Sumner yaitu etnosentrisme (ethnocentrism).

Etnosentrisme merupakan sikap emosional sekelompok golongan, etnik atau agama

yang merasa etniknya lebih superior dari etnik lain.

Etnis mengacu pada pola karakter yang dimiliki oleh suku bangsa ras tertentu.

Oleh karena itu etnisitas seringkali dianggap sebagai budaya oleh Phninney. Dengan

kata lain, jika kita membicarakan etnisitas maka kita tidak bias melepaskan diri dari

pembicaraan mengenai budaya etnis yang bersangkutan. Asumsi yang paling umum

dipakai adalah bahwa norma-norma, nilai-nilai, sikap-sikap, dan prilaku yang

ditampilkan oleh individu kelompok etnis tertentu merepukan tripikal etnis yang

bersangkutan di mana individu itu berasal. Prilaku tripikal tersebut berakar pada

budaya yang sudah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.


Dalam menjalankan kehidupan bersama, berbagai etnik yang berbeda latar

belakang kebudayaan tersebut akan terlibat dalam suatu hubungan timbal balik yang

disebut interaksi sosial yang pada gilirannya akan berkembang kepada interalasi

sosial. Interaksi sosial merupakan syarat mutlak bagi terjadinya aktifitas sosial.

Dalam aktifitas sosial akan terjadi hubungan sosial timbal balik (social

interrelationship) yang dinamika antara orang dengan orang, orang dengan kelompok

dan kelompok dengan kelompok. Soekanto, menyatakan perubahan dan

perkembangan masyarakat yang mewujudkan segi dinamiknya, disebabkan karena

warganya mengalami hubungan satu dengan lainnya, baik dalam bentuk perseorangan

maupun kelompok sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi proses

sosial yaitu cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang perorang dan

kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta

bentukbentuk hubungan tersebut.

Keluarga adalah institusi terkecil dari suatu masyarakat yang memiliki

struktur sosial dan sistem tersendiri dan yang merupakan sekumpulan orang yang

tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan

darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya (Direktorat

Pembinaan Pendidikan Masyarakat, 2013 : 8).

Keluarga dapat dilihat dalam arti sempit sebagai keluarga inti yang

merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan

pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah), istri (ibu) dan anak-anak mereka.
Keluarga besar atau biasa disebut dengan somah adalah yaitu tugas dan

tanggungjawab dipikul secara bersamasama oleh keluarga besar. Masalah anak tidak

harus diurus oleh ibunya , tetapi oleh seluruh anggita keluarga yang ramairamai

tinggal di sebuah rumah. Sedangkan keluarga nukleur atau inti hanya terdiri dari

bapak, ibu dan anak-anak yang mempunyai peran dan tanggungjawab masing-masing

(J. Dwi narwoko dan Bagong Suyanto, 2007: 227).

Nampaknya, masalah keluarga pada saat ini maupun di masa mendatang akan

semakin kompleks karena banyak perubahan dalam masyarakat yang berlangsung

sangat cepat. Selain itu, tantangan yang dihadapi keluarga juga semakin beragam.

Dalam realitanya, telah terjadi perubahan sosial yang pesat sehingga menimbulkan

adanya keresahan karena nilai-nilai lama yang diandalkan oleh komunitas kurang

dapat dimanfaatkan lagi. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan

peran yang dimainkan oleh suami istri, yang berdampak pada relasi antara suami istri

dalam keluarga. (Mohammad Muslih, 2007: 4).

Konsep keluarga konvensional, memiliki struktur atau pola relasi dimana

suami sebagai pemberi nafkah dan pelindung keluarganya (publik), sedangkan istri

sebagai ibu rumah tangga yang mengurus urusah rumah tangga (domestik), yaitu

mencuci, memasak, mengasuh anak dan lain-lain (Ratna Megawangi, 1999: 99).

Konsep pola relasi tersebut mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan kondisi

sosial masyarakat. Perkembangan ini untuk sebagian besar terkait dengan adanya

tuntutan persamaan hak dan peran perempuan yang dipelopori oleh kaum feminis.
Konstruksi pola relasi keluarga yang ideal pada saat ini adalah pola relasi keluarga

yang berbasis pada kesetaraan dan keadilan gender (Siti Musdah Mulia, 2011: 114).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah Pengertian Etnik?


1.2.2 Apakah Pengertian Etnis Menurut Para Ahli?
1.2.3 Apakah Jenis-jenis Etnis?
1.2.4 Apakah Contoh Etnis?
1.2.5 Bagaimana Identitas Etnis?
1.2.6 Bagaimanakah Model-model Perubahan Identitas Etnis?
1.2.7 Bagaimanakah Konsep Etnik atau Kesukubangsaan?
1.2.8 Apakah Pengertian Gender?
1.2.9 Apakah Pengertian Keluarga?
1.3.1 Bagaimana Jenis Keluarga?
1.3.2 Bagaimanakah Peran Keluarga?
1.3.3 Bagaimanakah Tugas Keluarga?
1.3.4 Bagaimanakah Peran Gender Dalam Keluarga?
1.3.5 Bagaimanakah Kesetaraan Gender Dalam Keluarga?

1.3.6 Bagaimanakah Bentuk-bentuk Keluarga?

1.3.7 Apakah Fungsi Keluarga?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui Pengertian Etnik


1.3.2 Mengetahui Pengertian Etnis Menurut Para Ahli
1.3.3 Mengetahui Jenis-jenis Etnis
1.3.4 Mengetahui Contoh Etnis
1.3.5 Mengetahui Identitas Etnis
1.3.6 Mengetahui Model-model Perubahan Identitas Etnis
1.3.7 Mengetahui Konsep Etnik atau Kesukubangsaan
1.3.8 Mengetahui Pengertian Gender
1.3.9 Mengetahui Pengertian Keluarga
1.4.1 Mengetahui Jenis Keluarga
1.4.2 Mengetahui Peran Keluarga
1.4.3 Mengetahui Tugas Keluarga
1.4.4 Mengetahui Peran Gender Dalam Keluarga
1.4.5 Mengetahui Kesetaraan Gender Dalam Keluarga

1.4.6 Mengetahui Bentuk-bentuk Keluarga

1.4.7 Mengetahui Fungsi Keluarga

Anda mungkin juga menyukai