F1B021100
UAS SSBI
BAB 1
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sejak dahulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai
aspek, seperti adanya keberagaman Suku Bangsa, Agama, Adat Istiadat, dan sebagainya.
Namun, perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dinamika yang
sangat tinggi telah menyebabkan dunia menuju ke arah global village yang hampir tidak
memiliki batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern. Oleh
karenanya masyarakat harus siap menghadapi situasi-situasi yang masih tabu atau baru.
Interaksi dan komunikasi harus pula berjalan satu dengan lainnya.
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa memiliki warisan budaya yang
sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki Indonesia menjadi
kebanggaan tersendiri bagi Indonesia yang kaya akan budayanya. Kekayaan budaya itu
ditambah lagi dengan masuknya unsur kebudayaan yang asing ke dalam Indonesia melalui
proses asimilasi dan akulturasi. Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada
berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka
bergaul secara intensif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan bercampur.
Kemampuan suatu negara untuk menangani berbagai masalah etnis akan ditentukan
oleh kapabilitas dari administrasi negara tersebut dalam menjalankan fungsinya sebagai
lembaga perantara yang adil dalam mengalokasikan sumber yang terbatas.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka kelompok kami merumuskan
1.3 Tujuan
Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai kelompok
kami melalui makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial masyarakat
antar etnis dengan Administrasi Publik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapa menjadi suatu kesatuan apabila ada
interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan antar etnik
harus dapat dijaga karena keberagaman masyarakat itu sangat memungkinkan terjadinya
benturan antar etnik. Hal ini disebabkan berbedanya kebudayaan dari masing-masing etnik
yang ada, sehingga terjadi perilaku yang berbeda pula. Terdapat sebuah paham mengenai
etnik yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh Sumnem yaitu etnosentrisme
merupakan sikap emosional sekelompok golongan etnik, atau agama yang merasa etniknya
lebih superior dari etnik lain. (Fitri Hadiyani, “Dinamika Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat” hlm 6-7)
Etnis mengacu pada pola karakter yang dimiliki oleh suku bangsa ras tertentu. Oleh
karena itu etnisitas seringkali dianggap sebagai budaya oleh Phninney. Dengan kata lain, jika
kita membicarakan etnisitas maka kita tidak bias melepaskan diri dari pembicaraan mengenai
budaya etnis yang bersangkutan. Asumsi yang paling umum dipakai adalah bahwa norma-
norma, nilai-nilai, sikap-sikap, dan prilaku yang ditampilkan oleh individu kelompok etnis
tertentu merepukan tripikal etnis yang bersangkutan di mana individu itu berasal. Prilaku
tripikal tersebut berakar pada budaya yang sudah diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. (Zakso Amrazi, “Pelestarian dan Akulturasi Adaptasi Budaya Daerah
Singkawang” hlm 5).
BAB 3
PEMBAHASAN
Etnis merupakan kategori sosial atau identifikasi sosial. Artinya, etnis adalah konsep
yang diciptakan berdasarkan ciri khas sosial yang dimiliki sekelompok masyarakat yang
membedakannya dari kelompok yang lain. Etnisitas adalah properti hubungan antar
kelompok dimana perbedaan budaya antar kelompok dikomunikasikan secara sistematis dan
berlangsung secara terus menerus. Hubungan ini bersifat relasional dan situasional dimana
karakter etnis terlibat didalamnya. Perbedaan antar etnis bisa jadi menimbulkan perilaku
etnosentris (keberpihakan terhadap anggota etnis yang berlebihan), perilaku prejudice
(berburuk sangka) dan perilaku negatif lainnya yang diwujudkan dalam tindakan terlihat,
seperti tindak diskriminatif dan tindakan yang berwujud dalam penggunaan bahasa. Kedua
jenis tindakan ini dan tindakaan negatif lainnya menumbuhkan potensi konflik antar etnis.
Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat membedakan kesatuan
berdasarkan persamaan asal-usul seseorang sehingga dapat dikategorikan dalam status
kelompok mana ia dimasukkan. Istilah etnis ini digunakan untuk mengacu pada satu
kelompok, atau ketegori sosial yang perbedaannya terletak pada kriteria kebudayaan.
Koentjaraningrat (2007) menyatakan bahwa dalam hal sosialisasi etnis Jawa memiliki
sistem orientasi sebagai berikut:
1) Orang Jawa pada dasarnya menganggap hidup sebagai rangkaian peristiwa yang
penuh dengan kesengsaraan yang harus dijalani dengan tabah dan pasrah, sehingga
hidup harus diterima sebagai nasib.
3) Tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa terhadap sesamanya sangat
berorientasi kolateral dan mereka mengembangkan sikap tenggang rasa dan
mengintensifkan solidaritas.
4) Orang Jawa pada dasarnya menganggap hidup sebagai rangkaian peristiwa yang
penuh dengan kesengsaraan yang harus dijalani dengan tabah dan pasrah, sehingga
hidup harus diterima sebagai nasib.
1. Masa kolonial
Hubungan antar etnik dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini tidak dapat dipisahkan
begitu saja dengan yang telah terjadi pada masa kolonial Belanda. Hubungan antar etnik pada
dasarnya telah terjadi jauh sebelum masa kolonial dalam bentuk hubungan perdagangan dan
pertukaran budaya, namun masa kolonial merupakan satu titik penting sebab kelompok etnik
di wilayah jajahan berinteraksi dengan pemerintah kolonial.
Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, dampak yang dibuat pemerintah kolonial masih
membekas, bahkan hingga kini. Hal ini dilihat dari kebijakan pemerintah yang menempatkan
kelompok etnis Cina bukan bagian dari negara Indonesia. Kenyataan menarik pada gerakan
nasionalis yang memperoleh kemerdekaan dan menguasai pemerintahan Indonesia, Belanda
dan pengusaha-pengusaha Eropa digantikan oleh orang-orang Indonesia, baik dalam bidang
pemerintahan dan politik. Tetapi tidak terjadi perubahan pada status kelompok Cina, baik
kelompok yang terpisah dan masyarakat pribumi maupun kelompok yang mengontrol
ekonomi modern dalam masyarakat Indonesia.
3. Masa reformasi
Hubungan antar etnis di Indonesia tak lepas dan sejarah dan bagaimana negara mengatur
hubungan tersebut. Pemerintah cukup memegang peranan dalam mengatur hubungan itu.
Karenanya, perubahan peta politik dan kebijakan publik penting untuk dijadikan dasar dalam
menganalisa pola hubungan antar etnis di Indonesia.
Faturochman menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya
konflik etnis terjadi disebuah tempat. Enam hal tersebut antara lain yakni:
Sebenarnya akar dari konflik ini adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik
tersebut. Sementara itu, Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri
dari tiga sebab utama, yakni:
Menurutnya konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk
perlawanan terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat
terjadi konflik diantara yang satu dengan yang lainnya.
Peranan hubungan antar etnis terhadap integrasi bangsa, menurut Educational Resources
Information Center (ERIC):
(1) Mempromosikan kehidupan masyarakat yang selaras/ harmonis,
(2) Mewujudkan model hubungan budaya yang sesuai,
(3) Menghargai perbedaan-perbedaan,
(4) Memperbaiki munculnya prasangka-prasangka sosial,
(5) Menghargai keanekaragaman dan menumbuhkan demokrasi.
Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi
konkritnya. Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik,
Teori, Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar
etnis yang ada di sebuah Negara.
1. Melalui Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya
final dan mengikat. Contoh adalah pengadilan.
2. Mediasi. Mediasi ini adalah cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang
disebut sebagai mediator.
Karena itu dalam pelaksanaan pembangunan nasional perlu sekali peran langsung dari
pemerintah. Melalui instrumen utamanya, Administrasi Publik mengadakan upaya serius dan
sistematis untuk mengendalikan hubungan antar etnis. Esman menawarkan tiga metode
manajemen hubungan antar etnis untuk mengatasi problem diatas
1. Preferensi sistematis
Metode ini mencakup pemberian preferensi kepada kelompok etnis sendiri dalam
rekruitmen untuk posisi penting pada birokrasi pemerintah baik sipil dan militer, dan
dalam alokasi sumber dan pelayanan oleh administrasi publik. dengan catatan,
sebagian besar sumber dan pelayanan yang dikuasai pemerintah tetap disalurkan
secara sengaja kepada kelompok etnis yang berkuasa.
2. Mekanisme pasar dan merit individual
Mekanisme ini biasanya digunakan bila kelompok elit yang berkuasa. Artinya bahwa
kelompok etnis mereka sudah berkemampuan tinggi dan karenanya dapat
berkompetisi secara terbuka. Sistem ini bisa berhasil baik bila para elit yang
memegang jabatan administrasi menerima dan punya komitmen tinggi terhadap nilai-
nilai universal fairness.
3. Power sharing
Upaya sejenis untuk menciptakan keseimbangan partisipasi dan pemerataan antar
etnis tercipta bila semua masyarakat etnis dijamin akan mendapatkan share secara
adil, biasanya proporsional dengan jumlahnya, dalam lembaga perumusan
kebijaksanaan negara, dalam birokrasi sispil dan militer, dalam akses terhadap
pendidikan, dan dalam menikmamti hasil dari kebijakan dan program pemerintah.
BAB 4
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Sibarani, B. (2013). Bahasa, Etnisitas dan Potensinya terhadap Konflik Etnis. Jurnal
Title, 1-11.