masyarakat tersebut mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan lingkungan yang baru tersebut. Hal
ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan pada struktur dan pola
2) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antarnegara dapat me-
diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu
kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain, maka akan
muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat
3. Indonesia dikenal dengan adanya keanekaragaman etnis, kergaman etnis tersebut nampak
dengan adanya keragaman budaya yang dihasilkan didalamnya mulai sabang sampai
merauke, pertanyaanya adalah : Bagaimanakah pola hubungan antar etnis yang berada di
Indonesia, jelaskan jawaban anda dengan memberikan satu contoh kasus hubungan antar
etnis dan upaya dalam menjaga integrasi Indonesia melalui hubungan antar etnis tersebut?
Jawaban
Hubungan antaretnik hanya bisa terjadi ketika setiap kelompok etnik terlibat dalam
pertukaran keterlibatan setiap kelompok etnik itu dibatasi oleh faktor status, peran,
kelompok, jaringan interaksi, dan institusi sosial. Hubungan antar etnik dapat terjadi
di mana saja, seperti dalam pergaulan sosial, kehidupan bertetangga, dalam kegiatan
perdagangan, dan sebagainya.
Berbagai bentuk hubungan tersebut mempunyai akibat yang bermacam-macam, ada
yang baik dan ada yang buruk. Secara keseluruhan tercipta keseimbangan yang
harmonis dalam konteks terpeliharanya kelestarian alam. Dalam hal ini hubungan
antar individu ataupun antar kelompok masyarakat pada dasarnya berada dalam pola
hubungan yang sama. Keharmonisan hubungan yang bersifat mutualistis seharusnya
dapat tercipta apabila prinsip dan nilai-nilai dasar kemanusiaan selalu
dipertimbangkan dalam mengikuti gerak dinamikanya aturan-aturan kultural yang
berlaku.
Contoh : Hubungan Etnis Cina Dengan Masyarakat Pribumi
Kehadiran etnik Cina dalam konstelasi sejarah Indonesia, dimulai berabad-abad
lamanya. Telah sejak lama konfigurasi reaksi relatif harmonis antara pribumi dengan para
pendatang Cina. Dalam perspektif sejarah, pluralitas bangsa Indonesia ditandai
dengan adanya dua atau lebih elemen yang hidup dalam satu kesatuan politik, yaitu
orang-orang Cina (tergolong Timur Asing) yang menduduki kelas menengah,
sedangkan golongan pribumi (Inlanders) merupakan warga kelas tiga (terbawah) di
negerinya sendiri (Nasikun, 1995: 29).
Sikap pragmatisme kelompok etnik Cina sudah sejak lama tidak begitu disenangi
oleh kelompok pribumi. Sehingga fakta adanya perlakuan “istimewa” pemerintah
terhadap bisnis mereka menjadi suatu yang menyakitkan. Dan terbukti belakangan
ini perasaan itu menjadi terakumulasi dan berujung pada krisis kepercayaan kepada
pemerintah dan aparatnya. Sehingga tidak terlalu salah, bila sementara orang
beranggapan, persoalan pribumi–non pribumi pada dasarnya merupakan aspek dari
ketimpangan yang ditimbulkan oleh strategi ekonomi Orde Baru (Rully Indrawan, 1995:
14).