Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA DAN TANTANGAN DISINTEGRASI BANGSA”


Tugas (Kelompok) Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Disusun oleh:
1. Didiet Yudhistira (1220230006)
2. Samsudin (1220230058)
3. Dedy Hendrawan (1220230060)
4. Purwanto (1220230068)
5. Andhyca Kurniawan (1220230062)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AS SYAFI’IYAH
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyak suku
bangsa, adat istiadat, ras, agama, dan budaya. Selain itu, Indonesia juga
mempunyai wilayah yang sangat luas beserta sumber daya alamnya yang
melimpah. Menurut (Melina, 2017) keragaman suku bangsa di Indonesia
merupakan potensi pembangunan bangsa Indonesia dan keanekaragaman budaya
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia membuat kebudayaan itu kompleks, dan
peran pemerintah bagaimana untuk melestarikan budaya-budaya tersebut. Karena
budaya-budaya tersebut turut andil dalam pembangunan politik di Indonesia sejak
dahulu hingga sampai saat ini. Keragaman yang ada bisa merupakan sebagai
potensi untuk memperkaya khazanah bangsa sebagai bentuk persatuan dan
kesatuan, tetapi bisa juga menjadi sebuah potensi yang dapat menimbulkan
perpecahan. Ketika hal ini bisa menyebabkan persatuan dan kesatuan bangsa,
maka akan semakin memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa. Tetapi ketika
keanekaragaman ini tidak bisa diatur dengan baik, maka akan menyebabkan
konflik- konflik internal, yang jika dibiarkan dapat mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa.
Sebagai negara kesatuan yang terdiri dari banyak suku bangsa dan budaya
yang berbeda-beda, maka rawan berpotensi terjadi konflik sosial antar bangsa.
Adanya konflik yang terjadi maka menandakan bahwa rasa nasionalisme bangsa
Indonesia telah menurun. Keadaan seperti ini akan menimbulkan konflik yang
berhubungan sengan SARA, serta gerakan-gerakan ingin memisahkan diri dari
NKRI yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan pendapat yang terjadi di
kalangan masyarakat dan selalu merasa paling benar. Apabila kondisi ini tidak
diatur dengan baik, akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa.
Jika membahas tentang integrasi dan disintegrasi pasti berhubungan
dengan komponen-komponen yang ada di dalamnya, pemerintahan, dan rakyat.
Kedaulatan yang memang sudah seharusnya berada ditangan rakyat dan
dimandatkan kepada pemerintah, sebagai wakil rakyat yang dipercaya untuk
mengemban amanah rakyat. Komponen-komponen ini harus membentuk suatu
sistem sehingga tujuan dan cita-cita bangsa dapat terwujud. Integrasi sendiri
berasal dari bahasa inggris yaitu integration yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan. Terciptanya integrasi nasional perlu adanya suatu jiwa maya asas
spiritual, suatu solidaritas yang besar yang terbentuk dari persamaan akibat
pengorbanan yang telah dilakukan sebelumnya dan dilakukan kembali untuk masa
depan. Sedangkan disintegrasi adalah suatu keadaan tidak bersatu padu atau
keadaan terpecah belah atau hilangnya keutuhan atau persatuan.
Kenyataan-kenyataan di atas merupakan akibat dari ditinggalkannya
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Masyarakat merasa risih bila mendengar kata Pancasila sejak terjadinya reformasi.
Hal ini terjadi karena ada pandangan Pancasila pada saat orde baru hanya
dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan tertentu, yaitu melanggengkan
kekuasaannya. Sehingga pada saat itu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
diimplementasikan hanya secara normatif dan teoritis serta belum benar-benar
diamalkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila
dalam sistem kenegaraan menjadi multi tafsir dan cenderung untuk kepentingan
penguasa.
Untuk mencegah ancaman disintegrasi, bangsa harus kembali pada
Pancasila yang merupakan ideologi bangsa kita. Pancasila merupakan pedoman
hidup bangsa kita serta sumber dari segala sumber hukum, sumber nilai, norma,
serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik
yang tertulis seperti Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau dalam
kedudukannya sebagai dasar Negara. Pancasila mampu menyatukan ribuan
perbedaan yang ada di Negeri kita hanya dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika.
Dengan Pancasila, persatuan dan kesatuan bangsa dari Sabang sampai
Merauke tetap akan utuh dan apa yang dinamakan negara dan bangsa Indonesia
akan tetap ada. Untuk kepentingan hal tersebut, maka dibutuhkan upaya sungguh-
sungguh untuk peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian,
bangsa ini dapat mengembangkan keharmonisan dan kemandiriannya demi
mencapai kemajuan bangsa, antara lain perlu implementasi kembali nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.2. Tujuan
- Memahami arti dari disintegrasi.
- Memahami arti penting nilai-nilai Pancasila.
- Mengetahui solusi untuk mencegah disintegrasi bangsa.

1.3. Rumusan Masalah


- Apakah disintegrasi itu?
- Apa sajakah faktor yang menyebabkan disintegrasi bangsa?
- Bagaimana upaya untuk mencegah disintegrasi bangsa kaitannya
dengan implementasi nilai-nilai Pancasila?
2. PEMBAHASAN
2.1. Disintegrasi dan Faktor-faktor Penyebabnya
Disintegrasi merupakan keadaan tidak bersatu padu, keadaan terpecah
belah atau hilangnya keutuhan dan persatuan bangsa hingga menimbulkan suatu
perpecahan. Menurut (Merriam,1994) disintegrasi adalah suatu keadaan tidak
bersatu padu atau keadaan terpecah belah, hilangnya keutuhan atau persatuan
(atau disebut perpecahan). Disintegrasi secara harfiah dipahami sebagai
perpecahan suatu bangsa menjadi bagian-bagian yang saling terpisah. Pengertian
ini mengacu pada kata kerja disintegrate, “to lose unity or intergrity by or as if by
breaking into parts” yaitu untuk menghilangkan kesatuan menjadi bagian yang
terpecah belah. Disintegrasi bangsa digambarkan dengan banyaknya konflik yang
terjadi di dalam negeri. Hal ini dipengaruhi oleh beragamnya suku dan budaya
yang ada di Indonesia serta seringnya terjadi perbedaan pendapat maupun sudut
pandang mengenai sesuatu yang berhubungan dengan SARA yang mana dilandasi
dengan sikap keegoisan dari masing-masing individu yang selalu merasa paling
benar. Selain itu, tata pemerintahan yang ada di Indonesia juga dapat berdampak
pada dsintegrasi apabila dijalankan tidak sesuai dengan semestinya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena
perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
khususnya pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya atau kekayaan
alamnya berlimpah atau berlebih, sehingga daerah tersebut mampu
menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang tinggi. Selain itu disintegrasi bangsa juga dipengaruhi oleh perkembangan
politik dewasa ini. Dalam kehidupan politik sangat terasa adanya pengaruh dari
statemen politik para kaum penguasa maupun pimpinan nasional yang sering
mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bangsa, sebagai akibat masih kentalnya
bentuk-bentuk primodialisme sempit dari kelompok, golongan, kedaerahan
bahkan agama. Hal ini menunjukkan bahwa para elit politik secara sadar maupun
tidak sadar telah memprovokasi masyarakat. Keterbatasan tingkat intelektual
sebagian besar masyarakat Indonesia sangat mudah terpengaruh oleh ucapan-
ucapan para elitnya sehingga dengan mudah terpicu untuk bertindak yang
menjurus kearah terjadinya kerusuhan maupun konflik antar kelompok atau
golongan.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik yang berdampak pada


terjadinya disintegrasi bangsa menurut Hartono (2011) diantaranya yaitu
rendahnya toleransi antar bangsa. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara
sporadis di berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa
kebersamaan yang dibangun dalam negara-bangsa, betapa kentalnya prasangka
antar kelompok dan betapa rendahnya saling pe-ngertian dan toleransi atas
keragaman. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi disintegrasi bangsa yaitu
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat mengenai makna persatuan bangsa yang
beragam. Pendidikan berperan penting dalam upaya membangun toleransi atas
keragaman. Pendidikan sebagai media penyemai nilai-nilai menjadi semakin
penting peranannya dalam membangun tata kehidupan yang lebih baik.
Menurut Ricklefs (1998) menyebutkan bahwa pendidikan dan media
umum telah memperkokoh ikatan rakyat dan Negara Indonesia secara umum.
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang berwawasan keragaman
kebudayaan menjadi materi pelajaran dan wawasan pembelajaran yang harus
diperhatikan oleh para pengembang kurikulum. Faktor selanjutnya yaitu tingginya
egoisme dari masing-masing individu. Dengan sifat egois ataupun individualistis
yang dimiliki akan berpengaruh pada timbulnya sikap kurang menghargai.
Menurut Hartono (2011), monokulturalisme mengakibatkan rentannya hubungan
antar-kelompok. Berbagai konflik berdarah meletus yang melibatkan sentimen
etnis, golongan, dan juga agama, seperti di Poso, Ambon, Maluku Utara,
Pontianak, Sampit, Solo, dan berbagai tempat lainnya. Berbagai konflik tersebut
mengindikasikan kerentanan hubungan antar kelompok di Indonesia. Konflik
antaretnik ataupun antaragama yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia
menggambarkan bahwa interaksi, relasi, dan komunikasi antarmanusia pada
semua level baik antarpribadi, kelompok, komunitas bahkan antar-bangsa tidak
selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Konflik yang berkenaan dengan hubungan sosial antarkelompok dapat
disebabkan oleh lemahnya pemahaman tentang konsep kearifan budaya, tidak ada
distribusi nilai yang adil kepada masyarakat, dan adanya prasangka rasial. Sikap
prasangka etnik rasial, baik yang menyangkut agama maupun budaya bisa
menjadi penghambat dalam interaksi serta pergaulan antar sukubangsa dan
pemeluk agama bahkan bisa menimbulkan konflik. Menurut (Cipto, 2002)
setidaknya terdapat delapan fenomena patologi sosial yang tersisa dari proses
transisi, yaitu hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat, memudarnya
kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas, kemerosotan nilai-nilai toleransi
dalam masyarakat, memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, dan rasa tolong-
menolong, melemahnya nilai-nilai dalam keluarga, praktek korupsi, kolusi,
nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan, kerusakan sistem dan kehidupan
ekonomi, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan. Nilai-nilai yang telah
disebutkan di atas merupakan nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila. Konflik
antarbangsa yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh melemahnya amalan sila-
sila Pancasila oleh masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa


Pada saat ini, rasa nasionalisme bangsa Indonesia semakin pudar.
Berbagai hasutan dan isu-isu baik politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial
budaya dapat memicu timbulnya berbagai konflik di daerah-daerah Indonesia, hal
inilah yang merupakan akar dari timbulnya disintegrasi. Untuk itu perlu
penegakan yang jelas atas alat pemersatu bangsa. Salah satunya adalah penegakan
kembali nilai-nilai Pancasila yang digali dari nilai luhur dan budaya bangsa
Indonesia. Pancasila bukan hanya sebuah bentuk filosofis bangsa Indonesia yang
dikristalisasikan sebagai ideologi negara, tetapi Pancasila adalah tatanan hidup
yang luhur dan merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh para pendiri
bangsa kita.
Pluralisme bangsa Indonesia yang beragam menjadikan bangsa ini sangat
kaya akan suku bangsa sehingga hal yang sangat mungkin terjadi yaitu solidaritas
dan integrasi bangsa kerap kali terancam (Ginting, 2008). Pancasila mampu
menyatukan ribuan perbedaan yang ada di negeri ini hanya dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Dengan semboyan tersebut, pluralisme bangsa melebur
menjadi satu kesatuan yang memiliki tatanan ideologis yang sistematis. Bukan
perkara mudah untuk mengintegrasikan bangsa Indonesia yang memiliki
masyarakat multikulturalisme tinggi. Tetapi memang pada kenyataannya seperti
itu. Tentang keberagaman, persatuan, dan segala bentuk paham yang menjadikan
Indonesia memiliki sebuah ideologis yang memang mampu dijadikan falsafah,
dan pedoman bangsa. Eksistensi Pancasila juga tidak pernah pudar. Tak pernah
mati meskipun arus globalisasi pada saat ini sangat kuat pengaruhnya.
Nilai-nilai yang terkadung dalam sila-sila Pancasila merupakan sumber
norma yang harus dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masing-masing sila Pancasila memiliki makna diantaranya, pada sila pertama
yaitu percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup, saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing, dan tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain. Pada sila kedua, memiliki makna sebagai
berikut, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antara sesama manusia, saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap
tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, dan berani membela
kebenaran dan keadilan. Pada sila ketiga, terkandung makna yaitu menjaga
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, rela berkorban demi
bangsa dan negara, cinta akan tanah air, dan memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Pada sila keempat
terkandung makna yaitu mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain, dan selalu mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan bersama untuk mencapai mufakat. Pada sila kelima
terkandung nilai-nilai diantaranya yaitu Bersikap adil terhadap sesama,
menghormati hak-hak orang lain, menolong sesama, dan selalu menghargai orang
lain. Apabila masing-masing dari bangsa Indonesia selalu mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung dalam sila Pancasila, maka akan terjadi yang namanya saling
menghargai, tolong-menolong, dan selalu berdiri di atas kepentingan bersama.
Sikap-sikap tersebut adalah sikap yang menjauhkan bangsa Indonesia dari
hilangnya persatuan dan perpecahan.
2.3. Mencegah Disintegrasi Bangsa
Keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan realitas obyektif yang
tidak dapat dipungkiri. Keanekaragaman di satu sisi akan memberi warna positif
pada sistem nilai budaya bangsa apabila terwujud dalam bentuk interaksi yang
saling melengkapi, tetapi di sisi lain dapat menjadi sumber konflik apabila tidak
dipahami dengan baik dan apalagi menjadikannya sebagai suatu unit dalam
berkompetisi untuk memperebutkan sumberdaya ekonomi dan politik (Hartono,
2011).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi disintegrasi bangsa
sebaiknya kita kembalikan lagi kepada pembelajaran nila-nilai Pancasila bagi
masyarakat Indonesia dengan tujuan utama membangun dan menghidupkan
komitmen persatuan, menumbuhkan kesadaran dan kehendak untuk bersatu, serta
agar masyarakat membiasakan diri untuk selalu membangun kesepakatan
bersama. Langkah konkrit yang dapat dilakukan adalah, bagi kaum pelajar dapat
dimaksimalkan pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
menanamkan rasa solidaritas dan cinta tanah air ataupun melalui setiap mata
pelajaran lain dengan menerapkan kurikulum yang tak lain adalah menyampaikan
betapa perlunya menciptakan rasa damai dan konsensus dalam kehidupan
bermasyarakat. Bagi masyarakat umum, dapat dilakukan dengan cara membangun
kelembagaan yang berakarkan nilai dan norma Pancasila yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa, merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkrit,
tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang
mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
Upaya bersama dan pembinaan untuk mencegah disintegrasi nasional
memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Hartono (2011) menyatakan
bahwa konsepsi Bhinneka Tunggal Ika merupakan acuan dalam mengelola
kemajemukan sehingga kemajemukan tersebut menjadi kekuatan bangsa. Cita-cita
bersama untuk mewujudkan demokrasi menuntut adanya penghargaan terhadap
ke-ragaman budaya sehingga perlu adanya pengelolaan keragaman. Kepekaan
terhadap pluralitas bangsa, baik dalam etnis, agama, budaya, hingga orientasi
politik menjadi penting agar tumbuh sikap respek terhadap keragaman. Sikap
respek tersebut harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai
jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta dan menjadi
budaya baru menuju masyarakat yang multi-kultur.
Upaya tersebut dilakukan dalam kerangka pembangunan karakter dalam
menumbuhkembangkan masyarakat multikultur yang ditandai oleh sikap yang
egalitarian, toleran dan demokratis. Menurut (Philips, 2008) karakter adalah
kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran,
sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Karakter suatu bangsa akan terbangun
sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Apabila bangsa tersebut memberikan
perhatian yang cukup untuk membangun karakter, maka akan terciptalah bangsa
yang berkarakter. Jadi, implementasi Pancasila yang diharapkan akan mampu
memecahkan permasalahan bangsa tetapi juga memerlukan kondisi pendukung
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu peningkatan
kualitas internalisasi pada individu, diharapkan dimulai dari penerimaan atas
ideologi Pancasila, kemampuan pengendalian diri, sampai pada kondisi, dimana
tumbuhnya motivasi kuat untuk mengamalkannya.
3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Disintegrasi merupakan perpecahan yang terjadi antar bangsa. Faktor
yang menyebabkan terjadinya disintegrasi yaitu keberagaman yang dimiliki
Indonesia yang menyebabkan berbagai perbedaan paham sehingga dapat
berdampak pada perpecahan. Dengan mengamalkan nila-nilai yang terkandung
dalam Pancasila akan mampu mencegah terjadinya disintegrasi bangsa yang terdiri
dari berbagai suku, golongan, agama, dan ras. Pancasila sebagai ideologi bangsa
mampu menyatukan berbagai perbedaan tersebut hanya dengan simbol Bhineka
Tunggal Ika yang merupakan semboyan yang bermakna bahwa ke-bhinnekaan
bangsa ini mampu menjadi akar dalam mempersatukan keberagaman bangsa.

3.2. Rekomendasi
1) Perlu adanya revolusi mental seperti yang dikatakan oleh Presiden
Jokowi agar moral dan karakter bangsa Indonesia dapat diperbaiki dan
menjadi bangsa yang berkarakter dan bermoral sesuai budaya luhur
bangsa.
2) Para pelanggar hukum harus benar-benar ditindaklanjuti secara tegas
dengan tidak memandang bulu agar tidak timbul kebencian dari
masyarakat yang berdampak pada perpecahan atau disintegrasi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Cipto, B. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). Yogyakarta:


LP3 UMY.
Ginting, L. 2008. Pendidikan Moral. Jakarta: Erlangga.
Hartono, Y. 2011. Pembelajaran Yang Multikultural Untuk Membangun
Karakter Bangsa. Jurnal Agastya Vol 1: 29-45.
Merriam. 1994. Webster's New Encyclopedic Dictionary Hardcover. Black Dog &
Leventhal Publication.
Melina. 2017. Peranan Kebudayaan Dalam Membangun Politik di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Research Sains Vol. 3 (1): 114-121.
Philips, S. 2008. Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta: Bumi Aksara.
Ricklefs, M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern, terjemah Dharmono
Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Anda mungkin juga menyukai