Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung


potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama,
ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan
meluasnya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya
rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa
SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari
NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan kepentingan, apabila
kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa.
Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan
Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang
tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk
menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi
problem yang berkepanjangan. Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang
dapat menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal harus dapat
diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala
bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional
hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk menanggulangi
konflik pada skala dini.Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui
terlebih dahulu karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara
komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
pada tahap selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari
kehendak seluruh komponen bangsa diwujudkan secara optimal dengan
mempertimbangkan seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara terpadu,
meliputi upaya-upaya yang dipandang dari aspek asta gatra.
B.

Rumusan Masalah

Apakah mulitikulturalisme itu?

Bagaimana cara melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia?

Bagaimanakah multikulturalisme yang terjadi di Indonesia?


Bagaimanakah pengaruh pendidikan multikulturalisme terhadap
kehidupan di Indonesia?

Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di dunia pendidikan?

C.

Tujuan

Penulis menyusun makalah Pentingnya Pendidikan Multikultural Dalam


Masyarakat Majemuk antara lain bertujuan untuk :

Mengetahui pengertian mulitikulturalisme dan pendidikan


multikulturalisme.

Mengetahui cara melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia.

Mengetahui tentang multikulturalisme yang terjadi di Indonesia.

Mengetahui pengaruh pendidikan multikulturalisme terhadap kehidupan


di Indonesia.

Mengetahui cara pengimplementasian pendidikan multikultural di dunia


pendidikan.
D.

Manfaat

Secara keseluruhan, makalah ini memiliki manfaat untuk mengetahui


tentang kemultikulturalismean yang terjadi di indonesia saat ini. Selain itu,
agar masyarakat pada umumnya paham mengenai pendidikan mulikultural
yang seharusnya diterapkan, agar pendidikan itu turut mendorong
perkembangan Indonesia menju ke arah yang lebih baik dengan adanya
keberagaman yang ada di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
a.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pengertian Multikulturalisme

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan


(2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu
kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan
manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah
membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme. Konsep
multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman

secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri


masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai
multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan
yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat
serta mutu produktivitas.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat
memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa
bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta
berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan
konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang
mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga
terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam
memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan
multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilainilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat,
sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM,
hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Selanjutnya Suparlan mengutip Fay (1996), Jary dan Jary (1991), Watson
(2000) dan Reed (ed. 1997) menyebutkan bahwa multikulturalisme ini akan
menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena
multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual
maupun secara kebudayaan. Dalam model multikulturalisme ini, sebuah
masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia)
mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat
tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup
semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang
membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai
kebudayaan seperti sebuah mosaik. Dengan demikian, multikulturalisme
diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan
harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayan.
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-

negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti


Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan.
Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu
kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undangundang dasar.
b.

Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of


beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman
budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial,
identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun
negara (Banks, 2001). Di dalam pengertian ini terdapat adanya pengakuan
yang menilai penting aspek keragaman budaya dalam membentuk perilaku
manusia.
James A. Banks dalam bukunya Multicultural Education, mendefinisikan
Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan
proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur
lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa
berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok
ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan
yang sama untuk mencapai prestasi akademis di sekolah. Jadi Pendidikan
Multikultural akan mencakup: a. Ide dan kesadaran akan nilai penting
keragaman budaya. b. Gerakan pembaharuan pendidikan. c. Proses
pendidikan.

B.

MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

Perkembangan pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia


telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam
masyarakat. Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah
menumbuhkan bibit-bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti
ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan
pekerja, kemiskinan, perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di
tambah lagi kondisi masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama,
ras dan geografis memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial
seperti ketimpangan sosial, konflik antar golongan, antar suku dan
sebagainya.

Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras,
agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap
perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian
memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama
dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kasus Ambon, Sampit, konflik
antara FPI dan kelompok Achmadiyah, dan sebagainya telah menyadarkan
kepada kita bahwa kalau hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan
untuk terciptanya disintegrasi bangsa.
Jika kita cermati kronologi kejadian tersebut, sebetulnya adalah masalah
masalah yang kerap terjadi disekitar kita. Hal yang membedakan hanyalah
paradigma berfikir masyarakat disetiap daerah. Di bebrapa daerah, sengketa
lahan dapat diselesaikan melalui meja hijau secara dewasa. Namun,
dibeberapa daerah lain, diakibatkan tingkat kesenjangan sosial yang tinggi
(sebagai contoh Papua) serta tingkat pendidikan masyarakatnya yang
rendah, sengketa lahan diselesaikan dengan aksi aksi yang ekstrem
bahkan berujung pada konflik berdarah. Perbedaan yang penyelesaian
masalah yang berbeda di setiap daerah yang sangat menonjol ini, sangat
dipengaruhi faktor faktor tertentu, diantaranya adalah geografis, sikap
toleransi (kesadaran sosial atau social sense), dan pendidikan.
Faktor geografis berpengaruh karena menentukan juga pola hidup
masyarakat, kelengkapan sarana dan prasarana serta kemampuan
pemerintah untuk menjangkaunya (daerah terisolir). Daerah dengan akses
yang lebih mudah, tentu memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah terisolir yang hanya bisa dilewati kendaraan
tertentu. Hal ini berpengaruh terhadap pembangunan daerah. ketiadaan
jalan, jembatan, sekolah dan pelayanan kesehatan menyebabkan
keterbelakangan masyarakat terisolir. Hal ini lah yang menyebabkan
pemerintah kesulitan menjangkau daerah tertentu ketika terjadi masalah
sosial dalam masyarakat. Hingga menyebabkan pengendalian keamanan
menjadi minim. Tidak mustahil jadinya jika pemerintah terlambat
mengantisipasi terjadinya konflik.
Faktor kedua adalah sikap toleransi atau kesadaran sosial. Kehidupan
bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial. Masyarakat saling memenuhi
kebutuhannya dengan cara berinteraksi antar sesama. Interaksi sosial
menjadi suatu kebutuhan utama. Namun, sering kali interaksi sosial ini tidak
hanya bertujuan saling memnuhi kebutuhan, tapi juga dapat menyebabkan
disintegrasi sosial. Pola interaksi yang kurang mapan antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dapat

menyebabkan mispresepsi. Hal ini pula sering kali didasari pada latar
belakang sosial suatu kelompok. Entah melalu ras, etnis atau agama yang
berujung pada konflik SARA. Perlunya tingkat kesadaran sosial/toleransi yang
tinggi dalam kehidupan bermasyarakta, dapat menekan disintegrasi dan
konflik berkepanjangan.
Dan faktor ketiga yang paling menentukan kesemua faktor lainnya adalah
pendidikan. Pendidikan berkontribusi menjadi faktor penentu pertumbuhan
suatu peradaban. Suatu bangsa dikatakan beradab apabila mampu
menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera bagi setiap masyarakat.
Rendahnya tingkat pendidikan seseorang mengakibatkan rendahnya kualitas
SDM yang ada. Akibatnya, banyak orang orang yang hidup tak layak
akibat banyak orang orang yang menganggur akibat kalah dalam
persaingan kerja. Ketidak mampuan berkompetisi didunia yang dituntut
serba kreatif dan inovatif ini, mendorong terjadinya penyimpangan sosial.
Apalagi pertumbuhan jumlah penduduk yang setiap tahun tidak pernah
mengalami penurunan menjadi faktor pendukung tingkat pengangguran.
Solusi rendahnya tingkat pendidikan ini harus didasari pada realita sosial
yang ada, konsep manusiawi guna meringankan beban masyarakat, serta
realisasi.
C.

Pentingnya Pendidikan Mutikulturalisme

Pendidikan multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah


alternatif dalam rangka mengelola masyarakat multikultur sebagaimana
Indonesia tampaknya masih menjadi wacana belaka. Gagasan genuine ini
belum mampu diejawantahkan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah,
dalam tindakan praksis.
Sampai di sini, layak kita meneguhkan kembali paradigma multikultural
tersebut. Peneguhan ini harus lebih ditekankan kepada persoalan
kompetensi kebudayaan sehingga tidak hanya berkutat pada aspek kognitif
melainkan beranjak kepada aspek psikomotorik. Peneguhan ini bermaksud
mendedahkan kesadaran bahwa multikulturalisme, sebagaimana diungkap
oleh Goodenough (1976) adalah pengalaman normal manusia. Ia ada dan
hadir dalam realitas empirik. Untuk itu, pengelolaan masyarakat
multikultural Indonesia tidak bisa dilakukan secara taken for granted atau
trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, programatis,
integrated, dan berkesinambungan. Di sinilah fungsi strategis pendidikan
multikultural sebagai sebuah proses di mana seseorang mengembangkan

kompetensi dalam beberapa sistem standar untuk mempersepsi,


mengevaluasi, meyakini, dan melakukan tindakan.
Beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural ini adalah:
pertama, pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan
pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan
multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang
lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan juga
bermaksud membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab
primer dalam mengembangkan kompetensi kebudayaan semata-mata
berada di tangan mereka melainkan tanggung jawab semua pihak.
Kedua, pendidikan ini juga menolak pandangan yang menyamakan
kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini dikarenakan seringnya para
pendidik, secara tradisional, mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan
kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient. Oleh karena individuindividu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek atau
bahasa, dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi di mana setiap
pemahaman tersebut sesuai, maka individu-individu memiliki berbagai
tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan. Dalam konteks ini,
pendidikan multikultural akan melenyapkan kecenderungan memandang
individu secara stereotip menurut identitas etnik mereka. Malah akan
meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan
dan perbedaan di kalangan anak-didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa
kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada suatu
waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, harus dibedakan
secara konseptual antara identitas-identitas yang disandang individu dan
identitas sosial primer dalam kelompok etnik tertentu.
Keempat, kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan kesadaran
mengenai kompetensi dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita
dari konsep dwi-budaya (bicultural) atau dikotomi antara pribumi dan nonpribumi. Karena dikotomi semacam ini bersifat membatasi kebebasan
individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan.
Dalam melaksanakan pendidikan multikultural ini mesti dikembangkan
prinsip solidaritas. Yakni kesiapan untuk berjuang dan bergabung dalam
perlawanan demi pengakuan perbedaan yang lain dan bukan demi dirinya
sendiri. Solidaritas menuntut untuk melupakan upaya-upaya penguatan
identitas melainkan berjuang demi dan bersama yang lain. Dengan berlaku

demikian, kehidupan multikultural yang dilandasi kesadaran akan eksistensi


diri tanpa merendahkan yang lain diharapkan segera terwujud.
Dari berbagai keterangan di atas pendidikan multikultural sangat penting
diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di
Kalimantan Barat. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan
mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan
menghargai keberagaman. Pendidikan multikultural sangat penting
diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik, contonya
seperti di Kalimantan Barat. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap
dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan
menghargai keberagaman dan manghargai berbagai perbedaan yang ada.
D.

Implementasi Dalam Dunia Pendidikan

Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang


berbeda seperti agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan
lain sebagainya menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang
majemuk. Dalam kehidupan yang beragam seperti ini menjadi tantangan
untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat
menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan
kepada anak-anak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang
guru bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan terhadap anak
didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat perbedaan yang terjadi
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan multikultural bukan
hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada
masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang
menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan
masyarakat Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam
perbedaan dan keragaman.
Upaya ini juga dapat dilakukan oleh media, mengingat fungsinya sebagai
alat informasi kepada masyarakat. Media berfungsi memberikan pendidikan
multikultural lewat tulisan dan tayangan yang mengajarkan toleransi
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat media
massa dapat berdampak pada pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan perilaku,
sehingga masyarakat dapat mengetahui secara langsung bagaimana hakikat
toleransi yaitu kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan
saling menghargai pihak lain. Apa yang disajikan media kepada masyarakat
dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari sehingga fungsi media

sangat berperan dalam memberikan pendidikan multikultural untuk


mencapai masyarakat yang saling menyatu dalam bingkai negara indonesia
seperti slogan Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda namun
tetap satu. Ini menyatakan bahwa keragaman dan perbedaan yang ada di
Indonesia menjadi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan
bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok
budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural
adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap
dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif
mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk
berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan
untuk kebaikan bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:

Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang


merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.

Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak


ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.

Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif


dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.

Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok


dalam memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman
persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk
mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan
mereka sendiri.
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan
multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang
menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras,
etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap
perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam

merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak


agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara
demokratis.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat
memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa
bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta
berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Dari pengertian
tersebut jelas bahwa mutikultural sangat penting dalam membangun
bangsa. Salah satunya adalah melalui pendidikan.
Pendidikan multikultural sangat penting diterapkan guna meminimalisasi dan
mencegah terjadinya konflik di Indonesia, yang nota benenya mempunyai
beragam perbedaan di dalamnya. Entah itu dilihat dari agama, suku dan juga
ras. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset
masyarakat, khususnya siswa, akan lebih terbuka untuk memahami dan
menghargai keberagaman. Pendidikan multikultural sangat penting
diterapkan guna meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini: Pendidikan multikultural harus
menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan
perspektif banyak orang, harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah, kurikulum dicapai sesuai
dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan
yang berbeda-beda, harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam
memberantas pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan
multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia
terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejalagejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena
suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.
Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model
pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.

Daftar Pustaka

http://israyuda.wordpress.com/2012/01/04/isu-sara-dan-kesenjangansosial/

http://argamakmur.wordpress.com/cara-mengatasi-agar-tidak-terjadiintegrasi-suatu-bangsa/

Pengertian Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan untuk atau
tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan
kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa pendidikan jangan hanya dipandang
sebagai menara gading yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya.
Pendidikan harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan
berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan prestise
sosial sebagai akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya atau keturunan
yang diwarisinya.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif
dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang
berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian
4
tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan
dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka kurikulum
pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi; tematema tentang perbedaan etno-kultural dan agama; bahaya diskriminasi:
penyelesaian konflik dan mediasi; HAM: demokratis dan pluralitas; kemanusiaan
universal dan subjek-subjek lain yang relevan (Tilaar, 2002).
Pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan progresif untuk melakukan
transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan,
kegagalan dan praktek-praktek diskriminasi dalam proses pendidikan (Muhaemin El
MaHady, 2004). Sejalan dengan itu Musa Asyarie (2004) mengemukakan bahwa
pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati,
tulus dan toleran terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan
dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
Ainul Yakin (2005) mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan
cara menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa
seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan dan
umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural
sekaligus juga akan melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap
demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Artinya siswa selain
diharapkan dapat dengan mudah memahami, menguasai dan mempunyai
kompetensi yang baik terhadap mata pelajaran yang diajarkan guru, siswa juga

diharapkan mampu untuk selalu bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis,


humanisme dan pluralisme di sekolah atau di luar sekolah.
Pendidikan multikultural
(multicultural education)
merupakan respon
terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan
persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural
merupakan pengembangan kurikulum dalam aktivitas pendidikan untuk memasuki
berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang dari
etnis lain. Artinya secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa
tanpa membedakan kelompok-kelompok seperti etnis, ras, budaya, strata sosial,
agama dan gender, sehingga mampu mengantarkan siswa menjadi manusia yang
toleran dan menghargai perbedaan.
5
Selain perbedaan etnis, sebenarnya perbedaan keyakinan (agama) juga
cukup rawan menyimpan potensi konflik yang dapat menghancurkan kebersamaan,
persaudaraan, sarana prasarana. Di Indonesia kasus yang demikian yang terjadi di
wilayah Poso yang ternyata cukup sulit untuk diselesaikan. Tidak terhitung berapa
banyak air mata; nyawa; harta dan keutuhan keluarga yang dikorbankan dengan
tujuan perjuangan yang tidak jelas. Kebencian yang mendalam antar sesama etnis
yang kebetulan berbeda agama, telah menghilangkan rasa kebersamaan dan
solidaritas daerah.
Masing-masing kelompok agama tersebut menganggap bahwa mereka
dalam posisi yang benar; kerukunan umat beragama yang dipelajari melalui
textbook
di sekolah seolah-olah tidak bermakna sama sekali. Nampaknya, konflik
yang disebabkan oleh perbedaan agama cukup sulit untuk ditangani, sebab faktor
primordial ideologis yang telah tertanam di jiwa seseorang sulit untuk dihilangkan.
Oleh karena telah mendarahdaging dan menjadi bagian dari hidup dan tingkah laku
individu tersebut. Seorang individu untuk dapat memiliki sikap tenggang rasa dan
menghormati perbedaan agama, maka seyogianya sejak kecil nilai-nilai tersebut
ditanamkan melalui berbagai kesempatan, baik yang berupa wacana maupun
tindakan-tindakan nyata. Dalam hal ini keteladanan sikap dari orangtua, guru dan
orang dewasa di sekitar individu berpengaruh sangat besar.
Agama seharusnya dapat menjadi pendorong bagi umat manusia untuk
menegakkan perdamaian dan meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh umat
manusia di bumi ini. Sayangnya, dalam kehidupan yang nyata, agama justru
menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dan kehancuran umat manusia,
contoh konkrit di Bosnia Herzegovina, di Irlandia dan sebagainya. Di Indonesia juga
terjadi serangkaian kejadian pahit seperti di Poso, Ambon (1999-2002); Surabaya
Situbondo dan Tasikmalaya (1996), dan sebagainya. Tidak saja korban jiwa yang
sangat besar akan tetapi juga telah menghancurkan ratusan tempat ibadah (baik
gereja maupun masjid) yang terbakar dan hancur.
Setelah adanya kenyataan pahit yang demikian itu, sangat perlu membangun upaya-upaya preventif agar masalah pertentangan agama tidak akan
terulang lagi di masa mendatang. Memberikan pendidikan tentang pluralisme dan

toleransi beragama melalui sekolah adalah beberapa upaya yang preventif yang
dapat diterapkan. Berkaitan dengan hal ini maka penting bagi institusi pendidikan
6
dalam masyarakat yang multikultural untuk mengajarkan perdamaian dan resolusi
konflik seperti yang ada dalam nilai-nilai pendidikan multikultural.
Dalam pendidikan multikultural, seorang guru atau dosen tidak hanya dituntut
untuk mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang diajarkannya.
Akan tetapi juga mampu menanamkan nilai-nilai keragaman yang inklusif kepada
para siswa. Pada akhirnya, dengan langkah-langkah demikian,
output
yang
diharapkan dari sebuah proses belajar mengajar nantinya adalah para lulusan
sekolah atau universitas yang tidak hanya pandai sesuai dengan disiplin ilmu yang
ditekuninya, tetapi juga mampu menerapkan nilai-nilai keberagaman dalam
memahami dan menghargai keberadaan para pemeluk agama dan kepercayaan
yang lain

Pendidikan Multi Kultural


oleh: Muhammad Mansur
Makul Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu: Sarjono M.Ag.
Universitas Islam Negeri Yogyakarta

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang di dalamnya terdapat banyak

kultur budaya. Banyaknya kultur kebudayaan ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi negara
Indonesia dan menjadi identitas bangsa Indonesia.
Pendidikan multikultural berpegang teguh pada kesatuan dan toleransi tidak memandang suatu
perbedaan sebagai masalah. Perbedaan dipandang sebagai perantara dalam menjaga kesatuan dan
sikap toleransi antar umat beragama.
Dalam pandangan pendidikan multikultural, setiap individu memiliki hak yang sama dalam
menjalankan kehidupan tanpa terkecuali. Dengan demikian setiap individu diharapkan untuk bisa

menghargai orang lain apapun perbedaan yang ada di antara mereka. Keberagaman kultur
diharapkan bukan menjadi masalah tetapi justru sebagai perantara dalam menjalin hubungan
antar etnis, suku, dan umat beragama dalam menggapai kesejahteraan bersama tanpa
mengganggu satu sama lain dan demi terwujudnya keadilan sosial yang berpegang teguh pada
sikap saling toleransi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pendidikan multikultural itu muncul?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan multikultural?
3. Seperti apakah penerapan pendidikan multikultural di Indonesia?
4. Apasajakah Nilai-Nilai yang terkandung dalam Pendidikan Multikulturalisme?
C. Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami hakikat pendidikan multikultural (sejarah, pengertian, pendidikan
multikultural di Indonesia) serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Memenuhi tugas makalah individu mata kuliah Pengantar Ilmu Pindidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A.

Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah faham yang mengajarkan tentang
keanekaragaman

budaya.

Multikulturalisme

mengajarkan

tentang

menghargai perbedaan, sehingga setiap manusia memiliki hak dan derajat


yang sama.
Perkembangan

multikulturalisme

tidak

lepas

dari

sejarahnya.

Multikulturalisme lahir atas nama penghargaan terhadap diskriminasi ras,


ekonomi, dan agama. Pada tahun 1950an melihat ketimpangan sosial yang
terjadi,

kelompok-kelompok

tertentu

memunculkan

gagasan

multikulturaisme. Gagasan ini muncul karena adanya dominasi kelompok


tertentu terhadap ekonomi dan pendidikan.
Faham multikulturalisme muncul dari

pemikiran

interkulturalisme,

sedangkan interkulturalisme sendiri lahir sebelum perang dunia ke II. Tematema gagasan interkultural menekankan pada rasial, agama, dan kultur
dominan.

Pada awal 1950an, nampaknya interkulturalime mulai tidak relevan lagi


jika digunakan sebagai ideologi guna memperjuangkan hak-hak kaum
minoritas yang kemudian memunculkan wacana multikulturalisme. Gagasan
tentang multikulturalisme ini dicetuskan oleh aktivis-aktivis

minoritas

Amerika yang menyuarakan tentang persamaan hak bukan hanya pada


rasial, agama, atau kultur tertentu tetapi juga permasalahan yang muncul
dalam

masyarakat

diantaranya,

tentang

pendidikan

anak

minoritas,

kesetaraan jender (quality), dan pelecehan seksual terhadap anak-anak.


Pada akhir tahun 1960an, pendidikan multikultural ulai dikenalkan di
sekolah-sekolah dan langgsung dimasukan dalam kurikulum. Pengenalan ke
sekolah-sekolah sangatlah penting karena sekolah merupakan tempat
dimana

setiap

orang

mengembangkan

potensinya.

Sejak

saat

itu

multikulturalisme tidak hanya menjadi faham kebudayaan saja tetapi juga


telah menjadi paradigma yang baru dalam pendidikan.
Secara sederhana pendidikan multikultural dapat di artikan sebagai
pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespok perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu.1[1]
Munculnya pendidikan multikultural dilatarbelakangi oleh ketimpangan
struktural rasial, ketidakadilan, penindasan, dan keterbelakangan kelompokkelompok

tertentu.2[2]

Ketidakadilan

tersebut

membedakan

golongan

mayoritas yang mendominasi dan golongan minoritas, sehingga munculah


gerakan-gerakan sipil untuk mengambil haknya, yang kemudian berimplikasi
pada pendidikan yang menuntut pendidikan yang anti diskriminasi.
Dalam pendidikan multikultural, diskriminasi merupakan permasalahan
utama yang melaterbelakangi pentingnya penerapan strategi pendidikan
tersebut.3[3] Oleh karena itu dengan menerapkan pendidikan multikultural ini
1[1] Azyumardi Azra, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia
Bhineka Tunggal Ika, 03 September, 2003
2[2] Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, 2006), hlm. 171
3[3] M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk
Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005), hlm. 23

diharapkan generasi penerus bangsa akan menjunjung tinggi keadilan,


demokrasi dan humanisme.
B.

Pengertian Pendidikan Multikultural


Multikultural berasal dari dua kata yaitu Multi dan Kultur, multi berarti banyak sedangkan
kultur berarti budaya.
Multikultural menurut Gibson (1984) merupakan suatu proses pendidikan yang membantu
individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya
yang berbeda dari yang mereka miliki.
Sedangkan menurut Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang bersifat anti rasis, yang memperhatikan keterampilan-keterampilan dan
pengetahuan dasar bagi warga dunia, yang penting bagi semua murid, yang menembus seluruh
aspek sistem pendidikan,

mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang

memungkinkan murid bekerja bagi.


Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan tidak terbatas
hanya pada ras tertentu.
C.

Pendidikan Multikultural di Indonesia


Wacana Multikulturalisme atau pendidikan Multikultural di Indonesia
menemukan momentumnya pada saat tumbangnya rezim Soeharto. Pada
saat itu terjadi gejolak politik yang sangat besar yang disertai dengan konflik
horizontal yang semakin rusuh sehingga membuat tiak stabilnya kondisi
nasional

kala

itu.

Hal

ini

tentunya

sangatlah

mencengangkan

dan

menimbulkan pertanyaan pada masyarakat tentang sistem yang cocok bagi


negara Indonesia yang majemuk.
Asas historitas bangsa Indonesia sendiri merupakan negara yang berBhineka Tunggal Ika, yang terdiri dari keragaman suku bangsa dan kulturnya.
Sebelum adanya kebangkitan nasional, masyarakat masih terpecah belah
berdasarkan rasa kesukuan dan kedaerahan. Tonggak kebangkitan nasional
yang menghantarkan bangsa Indonesia pada kesetaraan kultural. H.A.R
Tilaar,

berpendapat

bahwa

sejak

kebangkitan

nasional

tahun

1908

sebenarnya

sudah

memunculkan

kesadaran

baagaimana

membangun

masyarakat dan bangsa berdasarkan kesetaraan kultural.4[4]


Bhineka Tunggal Ika yang berarti persatuan dalam perbedaan merupakan
semboyan negara Republik Indonesia. Ungkapan ini mengekspresikan suatu
keinginan kuat tidak hanya kalangan pemimpin politik saja tetapi juga
kalangan berbagai lapisan penduduk untuk mencapai kesatuan meskipun
ada karakter yang heterogen pada negara yang baru terbentuk itu.5[5]
Ahmad Syafii Maarif berpendapat bahwa momentum kebangkitan
nasional bukanlah pada berdirinya Boedi Utomo tahun 1908, karena Boedi
Utomo hanya untuk lingkup yang terbatas yaitu untuk mempresentasikan
Jawa dan Madura. Beliau justru lebih berpendapat jika tonggak kebangkitan
nasional ini adalah pada tanggal 28 Oktober 1928 yaitu momentum Sumpah
Pemuda. Pada momen tersebut seluruh pemuda Indonesia mengucapkan
ikrarnya bersama: bertanah air satu (tanah air Indonesia), berbangsa satu
(bangsa Indonesia), dan berbahasa satu (bahasa Indonesia).
Pendidikan di Indonesia secara perundangan telah diatur dengan memberikan ruang
keragaman sebagai bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 UU N0. 20
Tahun 2003, salah satu diktumnya menyatakan tentang pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.6[6] Prinsip tersebut
menunjukkan bahwa pemerintah sangat terbuka untuk menerapkan pendidikan multikultural
kedalam kurikulum pendidikan nasional.
Pendidikan multikultural dapat melatih dan membangun karakter siswa mampu bersikap
demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka.7[7] Dengan begitu dalam
kehidupan sehari-hari siswa dapat selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
4[4] H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003), hlm. 165
5[5] W.f. Wertheim, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi: Kajian Perubahan Sosial
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 1
6[6] UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

D. Nilai-Nilai Universal dalam Pendidikan Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural bertujuan untuk menjunjung tinggi harkat martabat manusia
menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal, yaitu, nilai kesetaraan, toleransi,
pluralisme, dan demokrasi.
a.

Nilai Kesetaraan
Kesetaraan merupakan sebuah nilai yang menganut prinsip bahwa setiap individu
memiliki kesetaraan hak dan posisi dalam masyarakat.oleh karena itu setiap individu tanpa
terkecuali memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial di
masyarakat.
Di dalam agama apapun akan mempunyai dampak yang sangat luas apabila sebuah
agama mempunyai kepedulian terhadap lingkungan masyarakat, karena agama harus mampu
menerjemahkan visi kemaslahatan sosial bagi masyarakat. Kesetaraan dalam agama, terutama
agama Islam, Allah telah memerintahkan untuk menghapuskan perbudakan. Prinsip kesetaraan
Islam tidak hanya tentang kehidupan beragama saja akan tetapi dalam berbagai aspek kehidupan
manusia.

b. Nilai Toleransi
Toleransi adalah suatu sikap bagaimana menghargai orang lain yang memiliki perbedaan.
Pendidikan multikultural sanggat menghargai perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Begitu
pula Islam adalah agama yang mempunyai semangat toleransi yang tinggi. Islam bersifat adil dan
moderat dalam arti tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.8[8]
Hal yang tidak terfikirkan oleh umat Islam saat ini telah lama dilakukan oleh Rasulullah
saw. sikap toleransi yang beliau terapkan saat ini menggambarkan bahwa beliau sangat
menghargai umat yang lainnya. Dalam pandangan yang lebih luas ini, sesungguhnya nilai-nilai
toleransi yang terdapat dalam syariat Islam adalah nilai-nilai yang terdapat dalam pebdidikan
multikultural.
c. Nilai Demokrasi
7[7] M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk
Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005), hlm. 25

8[8] Ibid. Hlm 59

Prinsip demokrasi dalam pendidikan merupakan suatu prinsip yang dapat membebaskan
manusia dari berbagai jenis kungkungan serta memberikan kesempatan bagi perkembangan
manusia.9[9] Masuknya ideologi demokrasi ke dalam pendidikan merupakan bentuk pengakuan
terhadap kekuasaan rakyat.
Islam yang memuat nilai-nilai universal salah satunya juga memuat nilai demokrasi. Yusuf
Qardhawi mengatakan bahwa, Islam mendahului faham demokrasi dengan menetapkan kaidahkaidah yang menjadi penopang esensi dan substansi demokrasi. 20 Keistimewaan demokrasi
menurut Yusuf Qardhawi adalah dapat memperjuangkan dan melindungi rakyat dari kesewenagwenangan. Rasulullah saw. bersabda menimba ilmu bagi laki-laki dan perempuan muslim
adalah wajib hukumnya. Dengan begitu prinsip demokrasi dalam pendidikan sesungguhnya
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk dapat mengenyam pendidikan
(Education for all).
Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhna multikulturalisme dalam
pendidikan. Multikulturalisme memasuki berbagai ruang lingkup kehidupan masyarakat, terlebih
aspek pendidikan. Masyarakat akan memperoleh keadilan demokrasi apabila seluruh kebutuhan
rakyat dapat terakomodir dengan baik. Lebih jauh lagi demokrasi memuat nilai-nilai keadilan
untuk rakyat.
d.

Nilai Pluralisme
Perdebatan mengenai posisi kelompok agama dalam masyarakat merupakan kajian dari
pluralisme, sehingga apa yang disebut oleh pluralisme adalah sebuah paham yang memperjelas
dan meyakiniperbedaan dalam agama. Pluralisme mengajak kepada masyarakat agar melihat
keberadaan perbedaan agama sebagai bagian yang realistis dalam kehidupan manusia.
Islam mengajak kepada manusia yang berasal dari agama-agama keyakinan yang berbeda
untuk dapat menyatukan keanekaragaman dalam persamaan. Sesungguhnya pluralisme
menginginkan tatanan masyarakat yang dialogis, toleran, dan dinamis.10[10]
Pluralisme bukanlah sebuah paham yang menganggap semua agama adalah sama,
terlebih pluralisme adalah paham untuk menghargai perbedaan agama. Dengan keberagaman
9[9] H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003), hlm. 95

10[10] Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan


Multikulturalisme, (Jakarta, 2007), hlm. 210

yang terdapat di masyarakat, sering menimbulkan tindakan destruktif kepada umat beragama
lain. Oleh karena itu pluralisme akan memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa setiap
manusia memiliki hak yang sama termasuk dalam memilih agama.
Pluralisme memiliki basis teologi yang kuat di dalam khasanah Islam. Meskipun begitu
pluralisme tidak hanya untk konteks ke-Islaman saja, melainkan dalam konteks global.
Pluralisme merupakan kemajemukan yang mengakui adanya perbedaan.
BAB III
KESIMPULAN
Multikulturalisme

lahir

karena

adanya

ketimpangan

sosial

yang

terjadipada tahun 1950an dengan adanya diskriminasi ras, ekonomi, dan


agama. Gagasan tentang multikulturalisme ini dicetuskan oleh aktivis-aktivis
minoritas Amerika yang menyuarakan tentang persamaan hak bukan hanya
pada rasial, agama, atau kultur tertentu tetapi juga permasalahan yang
muncul dalam masyarakat diantaranya, tentang pendidikan anak minoritas,
kesetaraan jender (quality), dan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Pendidikan multikultural merupakan suatu proses pendidikan yang membantu
individu mengembangkan cara menerima, mengevaluasi, dan masuk ke dalam sistem budaya
yang berbeda dari yang mereka miliki. Serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
bermasyarakat.
Pendidikan multikultural muncul di Indonesia bersamaan dengan tumbangnya rezim
Sorharto. Masuknya faham ini disambut baik kerena memang cocok dengan kondisi negara
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam kultur kebudayaan. Rasa ke-Bhineka Tunggal Ika-an
juga sebagai pendorong utama diterapkannya faham ini guna menjaga persatuan dan kesatuan
dengan menjunjung tinggi sikap menghargai dan toleransi.
Dalam pendidikan multikultural terdapat empat nilai yaitu: Nilai Kesetaraan, Nilai
Toleransi, Nilai demokrasi, dan Nilai Pluralisme. Nilai-nilai di atas mempunyai pandangan yang
saling melengkapi stu sama lain dalam mensikapi pendidikan multikulturalisme.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Azra Azyumardi, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali


Indonesia Bhineka Tunggal Ika, (03 September, 2003)
Mahfud Choirul, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta, 2006)
Yaqin M. Ainul, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk
Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005)
Tilaar H.A.R, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003)
W.f. Wertheim, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi: Kajian Perubahan Sosial
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999)
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: cross-Cultural Understan untuk
Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta, 2005)
H.A.R Tilaar, Pendidikan dan Kekuasaan (Magelang, 2003)
Misrawi Zuhairi, Al-Quran Kitab Toleransi: Inklusivisme, Pluralisme, dan
Multikulturalisme, (Jakarta, 2007)

Anda mungkin juga menyukai