Anda di halaman 1dari 4

Kelebihan dan Kelemahan

Model STAD (Student Teams


Achievement Division)
Posted by Kukuh Andri Aka at 12:21 AM

Berdasarkan karakterisitiknya sebuah model pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya.


Uraian
secara rinci kelebihan model ini ialah:
1. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial
kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara Allport (dalam Slavin,
2005:103).
2. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih
baik (Slavin, 2005:105) dan (Ahmadi, 2011:65).
3. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak
(Slavin, 2005:105)
4. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif
(Isjoni, 2010:72).
5. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator
dan evaluator (Isjoni, 2010:62).

6. Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya
sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).
7. Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh
rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011:
204)
8. Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih
hidup
9. Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok
10. Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi
11. Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok
dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu
12. Adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam
pembelajaran.
13. Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar agar
nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik
14. Rusman (2011) menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki dua bentuk tanggung
jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok
untuk belajar (Rusman, 2011: 203)
15. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya
(peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204).
16. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini, siswa cenderung
berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke
teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika
keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert
(pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan
lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan kelemahan
orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit
demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi (Rusman, 2011: 204).

Selain berbagai kelebihan, model STAD ini juga memiliki kelemahan. Semua model
pembelajaran memang diciptakan untuk memberi manfaat yang baik atau positif pada
pembelajaran, tidak terkecuali model STAD ini. Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu,
langkah-langkah model tersebut tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan,
seperti yang dipaparkan di bawah ini.

1. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang


hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu
yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti
penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu yang
lebih lama dapat sedikit diminimalisir dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS)
sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan
penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang
untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
2. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi
fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah
meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang
bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin
secara insindental. Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan
kemampuannya tentang pembelajaran.

Daftar Rujukan
Ahmadi , I.K, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu Pengaruhnya Terhadap Konsep,
Mekanisme, dan Proses Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:Alfabeta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada

Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media

Anda mungkin juga menyukai