6. Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya
sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).
7. Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh
rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011:
204)
8. Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih
hidup
9. Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok
10. Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi
11. Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok
dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu
12. Adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam
pembelajaran.
13. Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar agar
nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik
14. Rusman (2011) menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki dua bentuk tanggung
jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok
untuk belajar (Rusman, 2011: 203)
15. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya
(peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011: 204).
16. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini, siswa cenderung
berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke
teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika
keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert
(pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan
lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan kelemahan
orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit
demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi (Rusman, 2011: 204).
Selain berbagai kelebihan, model STAD ini juga memiliki kelemahan. Semua model
pembelajaran memang diciptakan untuk memberi manfaat yang baik atau positif pada
pembelajaran, tidak terkecuali model STAD ini. Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu,
langkah-langkah model tersebut tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan,
seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Daftar Rujukan
Ahmadi , I.K, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu Pengaruhnya Terhadap Konsep,
Mekanisme, dan Proses Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya.
Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung:Alfabeta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada
Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media