Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan merupakan suatu hal yang perlu kita pelajari, karena pendidikan
sangat berpengaruh dengan segala kegiatan dalam kehidupan masyarakat. Segala
perubahan yang terjadi dalam masyarakat membuat dunia pendidikan terus
menyesuaikan diri, berubah sesuai dengan perkembangan zaman, dari hari ke hari atau
dari masa ke masa. Fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Mulyasana, 2012: 5).
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia,
sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya.
Kualitas pendidikan pada hakikatnya adalah bagaimana proses belajar mengajar yang
dilakukan guru berlangsung optimal. Sedangkan pendidikan merupakan upaya yang
dilakukan secara sadar dan terencana untuk mencerdaskan dan mengembangkan
potensi siswa. Pendidikan merupakan kebutuhan utama bagi setiap individu. Berbagai
upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain:
pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model pembelajaran, perubahan
sistem penilaian, dan lain sebagainya.
Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal dibutuhkan guru yang kreatif
dan dalam rangka pencapaian kualitas kegiatan pembelajaran, setiap guru dituntut
untuk memahami strategi pembelajaran yang akan diterapkannya Secara umum masih
banyak guru yang belum sepenuhnya merealisasikan perannya sebagai guru yang
kreatif dan inovatif. Selama ini kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas
berpusat kepada guru, siswa hanya dituntut untuk mendengar dan mencatat segala
materi pembelajaran. Sehingga suasana belajar menjadi vakum, siswa menjadi pasif,
tidak ada interaksi dan pada akhirnya siswa hanya termenung, mengantuk dan mencari-
cari kesempatan membuat keributan di dalam kelas.

1
Banyak cara yang dapat dilaksanakan agar siswa menjadi aktif, salah satunya
yaitu dengan merubah paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat
pembelajaran, melainkan sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator. Selama
kegiatan pembelajaran berlangsung, siswa yang dituntut untuk aktif sehingga guru
bukan merupakan pemeran utama pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam
pembelajaran matematika, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pemilihan model pembelajaran harus mampu mengembangkan kemampuan siswa
dalam berpikir logis, kritis, dan kreatif. Oleh karena itu, diperlukan kreatifitas guru
dalam meramu pembelajarannya agar tercipta suasana pembelajaran yang dapat
memotivasi peserta didik.
Menurut Joyche dan Weil dalam Rusman (2010:133) model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang digunakan unutk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pelajaran dikelas dan lain-lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola
pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien
untuk mencapai tujuan pendidikannya. Pembelajaran kooperatif menurut Huda
(2011:29) merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial
diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri.
Model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) menurut Komalasari
(2013:67) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta
reinforcement. TGT adalah adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok- kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai
6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang
berbeda (Rusman, 2010:224).

2
Teams Games Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran kooperatif
dengan menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem
kemajuan individu, dimana para siswa sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim
lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Shoimin, 2014:203).
Dalam Teams Games Tournament (TGT), setiap siswa ditempatkan dalam satu
kelompok yang terdiri dari 3 orang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi.
Komposisi ini dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap minggunya
harus diubah (Huda, 2016:197). Setiap anggota ditugaskan untuk mempelajari materi
terlebih dahulu bersama anggota-anggotanya, barulah mereka diuji secara individual
melalui game akademik. Nilai yang mereka peroleh dari game akan menentukan skor
kelompok mereka masing-masing.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) pada
dasarnya memiliki sejumlah keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) yaitu keterlibatan aktif
siswa dalam proses pembelajaran, siswa semangat dalam belajar, pengetahauan yang
diperoleh siswa bukan semata-mata dari guru melainkan juga melalui kontruksi oleh
siswa itu sendiri, dapat menumbuhkan sikap positif dalam diri sendiri. Sedangkan
kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
yaitu bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak,
membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal turnamen,
kemungkinan besar permainan akan dikuasi oleh siswa yang suka berbicara, ruang
kelas menjadi ramai dan mengganggu ruangan lain, tidak dapat dipakai dikelompok
yang besar, dan peserta mendapatkan informasi yang terbatas (Priansa, 2017:3016).
Menurut Slavin dalam (Hobri 2009:47) model pembelajaran Number Heads
Together (NHT) adalah sebuah varian dari pembelajaran kooperatif dimana ada satu
siswa yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya diberitahu siapa yang akan
menjadi wakil kelompok tersebut. Hal tersebut memastikan keterlibatan total dari
semua siswa, siswa saling berbagi informasi, dengan cara mereka menerima sebuah
pertanyaan tanpa tahu nomor berapa yang dipanggil.

3
Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran yang
lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipersentasikan di depan
kelas. Menurut Spencer Kagan, dkk (Fathurrohman, 2016:82). Numbered Head
Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran kelompok yang setiap anggota
kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada
pemisahan antara siswa yang satu dan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk
saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya (Shoimin, 2014: 108).
Setiap kelompok mendapat kesempatan sama untuk menunjang timnya guna
memperoleh nilai yang maksimal sehingga termotivasi untuk belajar. Dengan demikian
individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan pembelajaran
tercapai.
Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) yaitu setiap siswa menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai, tidak
ada siswa yang mendominasi dalam kelompok. Sedangkan kelemahan dari model
pembelajran kooperatif Numbered Head Together (NHT) yaitu kemungkinan nomor
yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh
guru, kendala teknis, dan pengondisian kelas kurang (Priansa, 2017:338).
Menurut Sukmadinata (Priansa, 2017:79) hasil belajar atau achievement
merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang
dimiliki seseorang Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Aunurrohman (Priansa, 2017:82) faktor
internal yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa diantara yaitu ciri khas atau
karakteristik siswa, sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar,
mengolah bahan belajar, menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan
belajar, kematangan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan pribadi. Sedangkan faktor
eksternal yaitu guru, lingkungan sosial, kurikulum, sarana prasarana yang memadai,
kesempatan yang tersedia dan motivasisosial.

4
Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan efektif tidaknya suatu
proses pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dilibatkan
langsung secara aktif untuk berusaha dan mencari pengalaman serta menghubungkan
informasi yang diperolehnya tentang matematika. Keberhasilan belajar matematika
siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, dapat berasal dari diri siswa maupun dari guru
sebagai pengajar. Menurut Dimyati dkk (Ariyah, 2017:01) Hasil belajar dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan efektif tidaknya suatu proses pembelajaran. Proses
pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dilibatkan langsung secara aktif untuk
berusaha dan mencari pengalaman serta menghubungkan informasi yang diperolehnya
tentang matematika. Keberhasilan belajar matematika siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor, dapat berasal dari diri siswa maupun dari guru sebagai pengajar.
Menurut Dimyati dkk (Ariyah, 2017:01) hasil belajar merupakan puncak proses
belajar. Hasil belajar terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiring. Dengan demikian bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran. Menurut
Sukmadinata (Priansa, 2017:79) hasil belajar atau achievement merupakan realisasi
atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
Menurut Aunurrohman (Priansa, 2017:82) faktor internal yang dapat
mempengaruhi proses belajar siswa diantara yaitu ciri khas atau karakteristik siswa,
sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar,
menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor
eksternal yaitu guru, lingkungan sosial, kurikulum, sarana dan prasarana. Menurut
Nawawi (Asfar, 2017:13) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi
pelajaran tertentu.

5
Menurut hasil pengamatan, permasalahan yang terjadi di kelas VIII SMP
Muhammadiyah Harjowinangun, faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika
siswa rendah yaitu menggunakan metode pembelajaran yang cenderung konvensional.
Alasan lainnya adalah siswa menganggap matematika sulit hal ini dikarenakan siswa
merasa tidak tertarik terhadap materi yang disampaikan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dengan judul
“Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Menggunakan Pembelajaran
Teams Games Tournament (TGT) dan Tipe Number Heads Together (NHT) Kelas
VIII SMP Muhammadiyah Harjowinangun”.

1.2. Identifikasi Masalah


Dari pemaparan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang
mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya variasi model pembelajaran matematika.
2. Siswa membutuhkan suasana yang mengarahkan mereka untuk belajar aktif.
3. Terjadi dominasi oleh siswa yang lebih pintar saat melakukan kegiatan dalam
kelompok

1.3. Pembatasan Masalah


Untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap permasalahan yang diteliti maka
penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini pada:
1. Tipe model pembelajaran kooperatif yang diterapkan adalah TGT dan NHT.
2. Hasil belajar yang dimaksud adalah peningkatan nilai kognitif yang diperoleh
siswa setelah beberapa kali pertemuan dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe TGT dan NHT. Dari hasil belajar tersebut dapat dilihat apakah
keduanya memberikan efek yang berbeda.
3. Penelitian ini akan dilakukan di SMP Muhammadiyah Harjowinangun.

6
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
Harjowinangun yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)?
2. Seberapa besar hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah
Harjowinangun yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)?
3. Apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah Harjowinangun menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan hasil belajar
matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT)?

1.5. Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika menggunakan
model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
2. Untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar matematika menggunakan
model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
3. Untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah Harjowinangun menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

7
1.6. Manfaat Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini secara teorotis dan secara praktis adalah sebagai
berikut:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pemecahan
masalah yang telah dirumuskan, sehingga dapat memberikan manfaat yang
dapat peneliti ambil secara teoritis yang dapat memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan
dan peningkatan hasil belajar siswa dan dapat memberikan inovasi metode
pembelajaran yang efektif sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Secara praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
keilmuan dan mengetahui bagaimana perbandingan penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan Numbered Head
Together (NHT) ditinjau dari hasil belajar matematika siswa.

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan
perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Menurut Hintzman (Priansah, 2017:54) mengatakan belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam diri organisasi (manusia atau hewan) disebabkan oleh perubahan
pengalaman yang dapat memengaruhi tingkah laku organisasi tersebut.
Dalam proses belajar apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan
kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tersebut sebenarnya belum mengalami
proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan dalam proses belajar.
Menurut Hakim dalam Munirah (2014:3) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman keterampilan, daya pikir, dan
lain-lain. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas
kemampuan seseorang dalam berbagai bidang.
Menurut Skinner (Ariyah, 2017:06) berpandangan bahwa belajar adalah suatu
perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila
ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam menyusun program pembelajaran
guru perlu memperhatikan stimulus dan penguatan yang akan digunakan terhadap
respons yang dikehendaki dari siswa. Sehingga dengan tepatnya stimulus dan
penguatan tersebut, respon yang dikehendaki bisa berhasil.

9
Piaget (Ariyah, 2017:06) berpandangan bahwa pengetahuan dibentuk oleh
individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan.
Lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga dengan interaksi yang dilakukan
terus-menerus maka pengetahuan siswa akan berkembang. Pengetahuan dibentuk oleh
individu. Oleh karena itu siswa harus sadar bahwa dia sendiri yang harus membangun
pengetahuannya. Selanjutnya Slavin (Ariyah, 2017:06) mengemukakan belajar adalah
proses melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisme
sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap. Belajar menurut
Gagne dalam Riyanto (2010:5) merupakan kecenderungan perubahan pada diri
manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan. Sedangkan menurut
Cronbach dalam Riyanto (2010:5) belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari
pengalaman. Belajar yang sebaik-baiknya adalah denagan mengalami sesuatu yaitu
denagn menggunakan panca indera. Dengan kata lain bahwa belajar adalah suatu cara
mengamati, membaca, meniru, mengidentifikasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan
mengikuti arah tertentu.
Dari pengertian tersebut terdapat tiga unsur pokok dalam belajar, yaitu:
a. Proses Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan
merasakan. Seorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaanya aktif.
b. Perubahan tingkah laku Hasil belajar akan tampak pada perubahan perilaku
individu yang belajar. Seseorang yang belajar akan mengalami perubahan
perilaku sebagai akibat kegiatan belajarnya. Pengetahuan dan keterampilannya
bertambah, dan penguasaan nilai-nilai serta sikapnya bertambah pula.
c. Pengalaman Belajar adalah mengalami, dalam arti bahwa belajar terjadi karena
individu berinteraksi dengan lingkunganya, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Lingkungan fisik adalah lingkungan di sekitar individu baik
dalam bentuk alam sekitar (natural) maupun dalam bentuk hasil ciptaan
manusia (cultural).

10
2.1.2. Hasil Belajar
Menurut Nawawi (Asfar, 2017:13) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaarn tertentu. Sedangkan Menurut Suryabrata (Asfar, 2017:13) hasil belajar
merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan siswa setelah menjalani proses
belajar dimana untuk mengungkapkan pihak guru atau tes yang betul-betul diharapkan
dapat mendeteksi seberapa besar tingkat penguasaan siswa terhadap pelajaran yang
telah diberikan. Pendapat lain mengatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan
(Suprijono, 2015:05).
Hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada individu baik dari
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pengertian tersebut dipertegas oleh
Nawawi dalam Susanto (2013:5) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan
dalam skor yang diperoleh dari hasil tes. Kunandar (2011:277) mengemukakan hasil
belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari
mata pelajaran yang berupa data kualitatif maupun kuantitatif.
Melalui hasil belajar dapat diketahui seberapa besar tingkat pencapaian
keberhasilan dari tujuan pembelajaran yang dilaksanakan. Hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pelajaran.
Keberhasilan seseorang mempelajari matematika tidak hanya dipengaruhi minat,
kesadaran, kemauan, tetapi juga bergantung pada kemampunnya terhadap matematika
serta diperlukan keterampilan intelektual, misalnya keterampilan berhitung. Hasil
belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar (Mudjiono,
2013:03).

11
Menurut Nawawi (Asfar, 2017:13) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi pelajaarn tertentu.
Berdasarkan Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melaui
tiga kategori ranah antara lain,
a. Kognitif, yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisisi, sintesis, dan
penilaian.
b. Afektif, yaitu berkenaan dengan siskap dan nilai. Ranah afektif meliputi jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau mereaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atu kompleks nilai.
c. Psikomotor, yaitu meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda- benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Matematika adalah terjemahan dari mathematics. Namun arti atau definisi yang
tepat dari matematika tidak dapat diterapkan secara eksak (pasti) dan singkat. Definisi
dari matematika makin lama makin sukar auntuk dibuat, karena cabang – cabang
matematika makin lama makin bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya.
Menurut Nasution dalam Karso,dkk (2008:39).
Rusffendi dalam Karso,dkk (2008:39) menyatakan bahwa matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang terdefinisikan, definisi-definisi, aksioma-
aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlakku
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif . Selanjutnya
menurut Reys dalam Karso,dkk (2008:40) matematika adalah telaahan tentang pola
dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir,suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat .
Sedangkan menurut Kline dalam Karso,dkk (2008:40) matematika adalah bukan
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
keberadaanya untuk membantu manusia memahami, menguasai perubahan sosial,
ekonomi, dan alam.

12
Fungsi matematika sekolah adalah sebagai salah satu unsur masukan
instrumental, yang memiliki objek dasar abstrak dan melandaskan kebenaran,
konsistensi, dalam setiap proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pembelajaran Matematika yang dituntut dalam kurikulum 2006 adalah :
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelildikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan,
perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melkibatkan imajinasi, institusi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin
tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan kemampuann menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan
Definisi hasil belajar matematika yaitu suatu hasil yang diperoleh setelah
melakukan serangkaian aktifitas belajar untuk memperoleh pengalaman matematika
sehingga diperoleh penilaian akhir yang dibentuk dari pola berpikir abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif sehingga tersimpan dalam jangka waktu
yang lama bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar selalu ingin
mencapai hasil yang lebih baik, sehingga akan merubah cara berfikir serta
menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Seperti bidang lainnya hasil belajar matematika dikategorikan menjadi tiga
bidang yakni bidang kognitif, bidang afektif serta bidang psikomotor. Ketiganya tidak
berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus
merupakan hasil belajar siswa di sekolah dalam proses pembelajaran.
Berikut uraian unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar
tersebut:

13
1.) Tipe hasil belajar bidang kognitif
a. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Dari sudut respon belajar siswa pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar
dapat dikuasai dengan baik.Misalnya membaca berulang- ulang menggunakan
teknik mengingat.
b. Tipe hasil belajar pemahaman (komprehensif)
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari
sesuatu konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan
antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Kata-kata
operasional untuk merumuskan tujuan instruksional dalam bidang
pemahaman, antara lain: membedakan, menghitung, menjelaskan,
meramalkan, menafsirkan dan lain-lain.
c. Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)
Kesanggupan menerapkan, mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hukum
dalam situasi yang baru. Kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan
instruksional, antara lain: memecahkan, mendemonstrasikan,
mengungkapkan dan lain-lain.
d. Tipe hasil belajar analisis
Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur analisis. Bila
kemampuan analisis telah dimiliki maka akan dapat mengkreasi sesuatu yang
baru. Kata-kata operasional yang lazim dipakai untuk analisis antara lain:
menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan dan lain-lain.
e. Tipe hasil belajar sintesis
Kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. Kata-
kata operasional yang tercermin antara lain: mengkategorikan,
menggabungkan, menghimpun, menyusun dan lain-lain.
f. Tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi dalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dll.

14
Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.Mampu memberikan evaluasi tentang
kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja dan lain-lain.
g. Tipe Hasil Belajar Bidang Afektif
Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai,
apresiasi (penghargaan), dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkatan afeksi
ini ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks yakni; kemauan
menerima, kemauan menanggapi, dan ingkat Karateristik/ Pembentukan
Pola.
2. Tipe hasil belajar bidang psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
a. Persepsi
Yakni berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan dengan
dimensi sensori stimulasi, yakni berhubugan dengan sebuah stimuli yang
berkaitan dengan organ tubuh.
b. Seleksi isyarat
Yakni menetapkan bagian isyarat sehingga orang harusmerespon untuk
melakukan tugas tertentu dari suatu kinerja
c. Translasi
Yakni berhubugan dengan persepsi terhadap aksi dalam membentuk gerakan
d. Kesiapan
Merupakan perilaku yang siaga untuk kegiatan ataupun pengalaan tertentu
e. Gerakan terbimbing
Merupakan gerakan yang berada pada tingkat mengikuti suatu model,
kemudian meniru model tersebut dengan cara mencoba sampai dapat
menguasai dengan benar suatu gerakan

15
f. Gerakan terbiasa
Merupakan berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan
sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampikan menunjukkan
suatu kemahiran

2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif


A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Roger,dkk dalam Huda (2011:29) merupakan
aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa
pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara
kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung
jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran
anggota-anggota yang lain.
Menurut Riyanto (2010:267) pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik sekaligus
keterampilan sosial termasuk intrporsonal skill. Pembelajaran kooperatif adalah
strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil
untuk saling berinteraksi Nurulhayati dalam Rusman (2012:203).

B. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif


Menurut Rusman (2012:207) pembelajaran kooperatif menurut memiliki
karakteristik :
1. Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat mencapai tujuan. Oleh karena itu,
tim harus mampu membuat siswa belajar. Setiap anggota tim harus membuat
setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling bantu untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dengan cara pembelajaran ini sisawa lebih termotivasi untuk
mencapai tujuaanya, biasanya tujuannya disini adalah hasil belajar.

16
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif Manajemen kooperatif adalah sistem
manejemen yang menitikberatkan kerjasama antar struktur atau bidang dalam
oraganisasi, dan lingkungannya. Manejemen kooperatif memiliki tiga fungsi ,
yaitu: (a) Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan
langkah-langkah pembelajaran yang telah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang
harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi manajemen sebagai organisasi.
(c) Fungsi manajemen sebagai 21 kontrol, menujukkan bahwa dalam pembelajaran
koopertif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
3. Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan
oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau
kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama
yang baik, pembelajaran tidak akan mencapai hail yang optimal. Maka siswa harus
menciptakan lingkungan yang kondusif agar kerja sama dirasakan lebih mudah.
4. Keterampilan bekerjasama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui
aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian,
siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)


C.1. Pengertian Teams Games Tournament (TGT)
Model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) menurut Komalasari
(2013:67) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta

17
reinforcement. Pembelajaran yang dilakukan melalui permainan akademik ini
bertujuan untuk mengingatkan kembali materi yang telah diajarkan sebelumnya.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
merupakan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan turnamen akademik,
dan menggunakan kuis-kuis dan sistem kemajuan individu, dimana para siswa sebagai
wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara
seperti mereka (Shoimin, 2014:203). Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran model Teams Games Tournament (TGT)
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung
jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Pendapat lain
mengemukakan bahwa Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok- kelompok belajar
yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin
dan suku atau ras yang berbeda Rusman (2011:224).
Prasetyaningrum (2013) Kegiatan siswa dalam model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament antara lain: (1) Pada awal pertemuan membentuk
kelompok dengan anggota 4-5 orang, (2) Mempelajari materi yang diberikan sesuai
dengan kemampuan masing-masing, (3) Bekerjasma memadukan untuk saling
mengisi, saling membantu guna mengerjakan tugas belajar yang di bagikan guru, (4)
Menjelaskan dan menyatukan serta melengkapi pendapat dengan dasar-dasar
pemikiran yang rasional, (5) Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
Games Tournament (TGT).
Permainan dalam Teams Games Tournament (TGT) dapat berupa pertanyaan-
pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan
mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua
siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar.

18
D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
D.1. Pengertian Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran
kelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas
kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa yang
lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang
lainnya (Shoimin, 2014:108). Setiap kelompok mendapat kesempatan sama untuk
menunjang timnya guna memperoleh nilai yang maksimal sehingga termotivasi untuk
belajar. Dengan demikian individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab
sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut Slavin (dalam Hobri, 2009:47) NHT adalah sebuah varian dari
pembelajaran kooperatif dimana ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi
tidak sebelumnya diberitahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Hal
tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa, siswa saling berbagi
informasi, dengan cara mereka menerima sebuah pertanyaan tanpa tahu nomor berapa
yang dipanggil. Menurut Trianto (2011:62) NHT merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) diartikan
sebagai sebuah model pembelajaran yang mengutamakan adanya aktivitas para siswa
dalam mencari dan mengolah serta melaporkan informasi yang diperoleh dari berbagai
macam sumber yang pada akhirnya siswa mempresentasikannya di depan kelas
menurut Spencer Kagan (Ariya, 2017:15). Menurut Lestari Karunia Eka dan
Makhammad Ridwan Yudhanegara (2017:44) Numbered Head Together (NHT)
merupakan satu tipe pembelajaran kooperatif yang mengkondisikan siswa untuk
berpikir bersama secara kelompok di mana masing-masing siswa diberi nomor dan
memiliki kesempatan yang sama dalam menjawab permasalahan yang diajukan oleh
guru melalui pemanggilan nomor secara acak.

19
2.2.Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Permanasari. (2015). Menyimpulkan bahwa adanya peningkatan aktivitas dan
hasil belajar matematika yang dapat dilihat dari indikator yaitu : (1) Siswa
memperhatikan guru pada saat kegiatan pemebelajaran sebelum tindakan ada 14
siswa (35%), setelah tindakan menjadi 35 siswa (87,5%); (2) keberanian siswa
bertanya tentang materi yang belum dipahami sebelum tindakan ada 4 siswa
(10%), setelah tindakan ada 32 siswa (80%) ; (3) keberaanian siswa yanga
mengemukakan pendapat sebelum tindakan ada 5 siswa (12,5%), setelah tindakan
menjadi 30 siswa (75%) ; (4) hasil belajar siswa yang mencapai KKM sebelum
tindakan ada 11 siswa (27,5%), setelah tindakan 32 siswa (80%) ; dapat
disimpulkan bahwa melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) dengan permainan destiny board dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar matematika.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Andriani (2016) Universitas Lampung, yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas
IV SD Negeri I Tambah Dadi Lampung Timur”. Dwi menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament
(TGT).
3. Lumentut, dkk. (2015). Menyimpulkan bahwa model pembelajatran kooperatif
tipe NHT berbantuan blok aljabar dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VIII A SMP Negeri 14 Palu pada materi perkalian faktor bentuk aljabar dengan
fase menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi,
penomoran (Numbered), memberi pertanyaan (questioning), berpikir bersama
(Head Together), menjawab pertanyaan (Answering), dan memberikan
penghargaan.

20
4. Penelitian yang dilakukan oleh Hesti Wulan dari (2013) Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
Games Tournament (TGT) Terhadap Kemampuan Terhadap Penerapan Konsep
Bangun Ruang Pada Siswa Kelas V SD Negeri Se-Kecamatan Jatiyoso”. Hesti
menyimpulkan bahwa adanya peningkatan kemampuan siswa dalam penerapan
Konsep Bangun Ruang setelah menggunakan model pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament (TGT).
5. Firdaus. (2016). Menyimpulkan bahwa hasil belajar pada siswa yang memiliki
aktivitas belajar tinggi sama baiknaya dari siswa yang memiliki aktivitas belajar
sedang, hasil belajar pada siswa yang memiliki aktivitas belajar sedang lebih baik
dari siswa yng memiliki aktivitas belajar rendah, dilihat dari ratarata marginalnya
yaitu 78,53 > 61,83, hasil belajar pada siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi
lebih baik dari siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah, dilihat dari rata-rata
marginalnya yaitu 85,35 > 61,83.
6. Wulansari. (2016). Menyimpulkan bahwa hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu
siswa yang diberikan model pembelajaran TGT lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang diberikan model pembelajaran NHT. Berdasarkan perbandingan rata-
rata tiap butir soal pada kelas eksperimen dan kontrol yaitu 21,2 > 20,13, berarti
hipotesis diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
hasil belajar siswa yang diberikan model pembelajaran TGT dibandingkan dengan
siswa yang diberikan model pembelajaran NHT.
7. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Juli Wayan
Sastrawan (2014) Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, yang berjudul “
Pengaruh Model pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT)
dengan Bantuan Media Software Kelas V SD Gugus III Desa Bengkel Kecamatan
Busungbiu ” Wayan menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Number Heads Together (NHT).

21
2.3.Kerangka Berpikir
Kerangka pikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema masalah
penelitian, serta serta didasarkan pada kajian teoritis. Kerangka berfikir ini
digambarkan dengan skema secara sistematis. Selaras dengan judul penelian yang
diambil yaitu “Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Menggunakan
Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Tipe Number Heads Together
(NHT) Kelas VIII SMP Muhammadiyah Harjowinangun”.
Dalam proses pembelajaran, untuk mengetahui bagaimana perbandingan antara
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT maka diperlukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Pada proses pembelajaran kelas eksperimen
menggunakan model kooperatif tipe TGT. Kemudian masing- masing kelas kelas
diberikan tes kembali dengan alat ukur yang sama sebagai tes akhir (post test).
Selanjutnya hasil post test dijadikan acuan untuk mengetahui perbandingan model
kooperatif tipe TGT dan NHT terhadap hasil belajar.
Perbedaan yang terdapat di dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) dan Teams Games Tournament (TGT) ini adalah terletak pada
sintaksnya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) siswa di bagi berdasarkan nomor yang diberikan oleh guru. Setelah membentuk
kelompok secara heterogen, siswa akan di beri soal dan mengerjakan soal secara
bersama-sama kemudian mempresentasikan di depan kelas. Model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini mengajarkan siswa agar dapat
bertanggung jawab dan berani mengemukakan pendepat. Sedangkan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), pembagian kelompok
secara heterogen sebelum di mainkan games akademinya. Namun pada turnamen
akademik kelompok akan dibagi secara homogan berdasarkan nilai yang diperoleh dari
games akademik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) ini dapat mengajarkan siswa agar melakukan persaingan sehat pada
ganmes akademik dan dapat bekerja sama dalam kelompoknya.

22
Bagan Kerangka Pikir

Penerapan Model Penelitian

Teams Games Number Heads


Kelebihan Tournament (TGT) Together (NHT). Kelebihan

Pemecahan 1. Siswa yang lemah dapat


1. Setiap peserta didik
Masalah terbantu dalam
menjadi siap semua
menyelesaikan masalah,
2. Siswa berkemampuan
Mengurangi kecemasan
akademi lebih rendah
(reduction of anxiety)
ikut aktif dan
2. Siswa dapat berdiskusi
mempunyai peranan
(discus), berdebat
penting dalam
Hasil Belajar (debate), atau
kelompoknya
3. Dapat melakukan menyampaikan gagasan,
diskusi dengan konsep, dan keahlian
sungguh-sungguh. sampai benar-benar
4. Peserta didik yang memahaminya.
pandai dapat mengajari 3. Mereka memiliki rasa
peduli (care), rasa
peserta didik yang Perbandingan tanggung jawab (teke
kurang pandai. Hasil Belajar responsibility) terhadap
5. Tidak ada peserta didik
teman lain dalam proses
yang mendominasi
belajarnya
dalam kelompok

23
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya maka hipotesis penelitian ini adalah sebagi berikut :
1. Diduga ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa menggunakan metode
Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Kelas VIII SMP
Muhammadiyah Harjowinangun
2. Diduga ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa menggunakan metode
Pembelajaran Tipe Number Heads Together (NHT) Kelas VIII SMP
Muhammadiyah Harjowinangun
3. Diduga terdapat perbedaan antara hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah Harjowinangun menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan hasil belajar
matematika siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT)?
Secara statistika, hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut
Ho: μ1 = μ2 Vs H1: μ1 > μ2
Keterangan:
µ1 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT
µ2 :Rata-rata hasil belajar matematika siswa menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT

24
BAB III METODE PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi exsperimental (eksperimen
semu), yaitu jenis eksperimen yang tidak sebenarnya karena belum memenuhi
persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-
peraturan tertentu (Suharsimi, 2006 :86). Adapun bentuk penelitian ini adalah
Nonequivalent group posttest only design. Dalam desain ini kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Postest diberikan kepada
kelompok eksperimen maupun kelas kontrol setelah diberi perlakuan untuk mengetahui
keadaan awal apakah ada perbedaan antara (Jakni, 2015:71-72)
Model desainnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Model Desain Penelitian
Kelompok Variabel Postest
E1 X1 O1
E2 X2 O2
Sumber: (Lestari Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara, 2017:136)

Keterangan:
E1 = Kelas Eksperimen I ( NHT)
E2 = Kelas Eksperimen II (TGT)
X1 = Eksperimen I (Numbered Head Together )
X2 = Eksperimen II (Teams Games Tournament)
O1 = Hasil tes setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT)
O2 = Hasil tes setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT)

25
3.2.Populasi Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah genaralisai yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualiatas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemedian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:80). Populasi
diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas Kelas VIII SMP Muhammadiyah Harjowinangun.

3.2.2. Sampel
Menurut Sugiyono (2013:80) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A dan
VIII B SMP Muhammadiyah Harjowinangun.

3.3.Variabel Penelitian
Variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dippelari. Sehingga dari kedua
pendapat diatas dapat disimpulkan variabel adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Kerlinger dalam Sugiyono, 2012:38).
Adapun variabel dalam penelitian ini ada 2 dua yakni
1. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) model
pembelajaran dengan menggunakan penomoran, kemudian berpikir bersama
untuk menjawab pertanyaan dan persentasi di depan kelas.
2. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah
model pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan
menggunakan kuis-kuis dan sistem kemajuan individu, dimana para siswa
sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik
sebelumnya setara seperti mereka.

26
3.4.Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,
2011:224). Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan pemberian tes
menggunakan lembar tes.
Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu dilakukan observasi untuk
mengambil data ujian semester ganjil seluruh kelas VIII SMP Muhammadiyah
Harjowinangun. Dengan data ini akan diketahui bagaimana hasil belajar matematika
siswa tersebut. Data hasil belajar matematika siswa pada penelitian ini diambil melalui
tes akhir dengan menggunakan lembar tes. Tes akhir diberikan kepada kedua kelas
sampel, baik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Setelah tes akhir
dilakukan maka akan dilakukan penskoran sebagai hasil belajar matematika siswa.
Dengan didapatkan hasil belajar matematika siswa ini, maka data akan diolah untuk
menguji kebenaran hipotesis.

3.5.Teknik Analisis Data


Analisis data adalah merupakan tindakan untuk mengolah data menjadi
informasi, baik yang disajikan dalam bentuk angkat angka maupun bentuk narasi yang
bermanfaat untuk menjawab masalah dan sub masalah dalam suatu penelitian ilmiah
(Jakni, 2015:99). Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif.
Data yang diperoleh dari sampel melalui instrumen yang dipilih akan digunakan untuk
menguji hipotesis. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teknik
analisis statistik. Statistika analitik yang digunakan adalah uji beda yaitu uji t atau uji
Mann-Whitney (Uji U). Sebelum mengadakan uji tersebut terlebih dahulu dilakukan
perhitungan statistika yang meliputi rata-rata dan standar deviasi. Uji t digunakan
apabila data berdistribusi normal dan homogen, sedangkan uji Mann-Whitney (Uji U)
digunakan jika data tidak berdistribusi normal.

27
Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Analisis Data Statistik Deskriptif
Analisis statistika deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan skor hasil belajar
matematika siswa yang diperoleh dari masing-masing kelas eksperimen penelitian.
Untuk keperluan analisis digunakan mean, median, modus, standar deviasi, variansi,
nilai minimum, dan nilai maksimum. Kriteria yang digunakan untuk menentukan
kategori hasil belajar matematika siswa dikategorikan dengan menggunakan kategori
standar yang ditetapkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan kategori yang
menggunakan KKM yang diterapkan di SMP Muhammadiyah Harjowinangun.
Tabel 3.2 Kategori Standar yang Ditetapkan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Nilai Kategori
0 ≤ x < 55 Sangat Rendah
55 ≤ x < 70 Rendah
71 ≤ x < 80 Sedang
80 ≤ x < 90 Tinggi
90 ≤ x < 100 Sangat Tinggi
Sumber: (Syafrullah, 2012:24)

2. Analisis Statistika Inferensial


a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak yang menggunakan uji One- Sample Kolmogorov-
Smirnov Test. Hipotesis yang akan diuji sebagai berikut :
H0: Populasi berdistribusi normal
H1 : Populasi tidak berdistribusi
Kriteria pengujian : H0 diterima apabila nilai P ≥ 𝑎 dan H0 ditolak, jika P < 𝑎
dimana 𝑎 = 0,05.

28
b. Pengujian Homogenitas
Pengujian homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan
dikorelasikan itu memenuhi kekonstantaan varians (homogen). Pengujian homogenitas
dapat dianalisis dengan menggunakan uji Levene’s Test. Hipotesis yang diuji sebagai :
H0 : Populasi variansi homogeny
H1 : Populasi variansi tidak homogen.
Kriteria pengujian :
H0 diterima apabila nilai P ≥ 𝑎 dan H0 ditolak, jika P < 𝑎 dimana = 0,05
c. Pengujian Hipotesis
Setelah memperhatikan karakteristik variabel yang telah diteliti dan persyaratan
analisis, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap hipotesis.
1. Melakukan perbandingan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) melalui pre-test dan post test.
2. Melakukan perbandingan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) melalui pre-test dan post test.
3. Uji t sampel independen dengan kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak atau
H1 diterima jika P < 𝑎, artinya ada perbedaan antara dua perlakuan yang
diberikan. Sebaliknya H0 diterima atau H1 ditolak jika P ≥ 𝑎, artinya tidak
ada perbedaan antara perlakuan yang diberikan.
H0 :Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar secara signifikan
H1 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar secara signifikan

29

Anda mungkin juga menyukai