Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini banyak sekolah yang masih menggunakan metode

pembelajaran yang konvensional, salah satunya di SMP kelas 9 Darul Ulum

Agung Malang yang pada semester genap 2017/2018 memiliki 36 siswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan diketahui bahwa prestasi belajar siswa

masih rendah, dengan rerata skor ketuntasan belajar siswa pada tes formatif sistem

peredaran darah pada manusia yaitu 75.97 dan daya serap klasikal 66.67 %. Di

SMP Darul Ulum Agung Malang seorang siswa disebut tuntas belajar jika telah

mencapai daya serap ≥ 75 dan daya serap klasikal ≥ 85 %. Sedangkan motivasi

belajar siswa observasi awal juga rendah dengan rata-rata persentase 55.23%.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan,

pembelajaran masih banyak menggunakan metode ceramah, kondisi seperti ini

membuat proses pembelajaran menjadi pasif karena siswa hanya mendengarkan

apa yang dijelaskan guru, siswa masih takut untuk mengemukakan pendapat, dan

menjawab ketika guru bertanya saja, padahal inti dari belajar adalah proses

pencarian dan pemahaman. Kegiatan diskusi di kelas masih jarang untuk

dilakukan, hasil kegiatan diskusi yang dilakukan masih kurang optimal, guru

kurang dalam membimbing siswa ketika diskusi dan masih banyak siswa yang

tidak melakukan diskusi, hanya sebagian kecil yang mengerjakan tugas dan yang

lain berbicara sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa keaktifan diskusi dan

kerjasama dalam kelompok masih kurang. Kesiapan belajar, keaktifan berdiskusi

dan kerjasama kelompok merupakan indikator-indikator dari motivasi belajar


siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar biologi siswa masih

rendah. Berdasarkan kondisi yang ada, jika tidak segera diatasi siswa akan merasa

bosan dan putus asa dalam belajar biologi. Hal tersebut akan berpengaruh pada

motivasi dan prestasi belajar biologi siswa.

Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar

mengajar. Aktif tidaknya siswa di kelas sangat ditentukan oleh ada tidaknya

motivasi siswa dalam belajar. Motivasi siswa berkaitan erat dengan prestasi

belajar yang diperoleh siswa. Keberadaan guru sebagai pengelola kegiatan belajar

mengajar di kelas perlu memperhatikan semangat siswa. Siswa akan giat belajar

jika siswa termotivasi untuk belajar.

Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai

pihak terutama oleh para pemerhati pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat

salah satunya dari rendahnya rata-rata nilai hasil Ujian Akhir Nasional (UAN),

dan hasil survei The Political and Economic Risk Conssultancy (PERC)

menyimpulkan bahwa sistem pendidikan Indonesia berada pada peringkat terakhir

dari 12 negara. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa hasil pendidikan kita belum

memuaskan. Organisasi International Educational Achievement (IEA)

melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan ke

38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu, Third Matemathics and Science

Study (TMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan

bahwa kemampuan IPA siswa SMP kita berada di urutan ke 32 dari 38 negara

(Nurhadi, dkk. 2004).

Pendidikan sangat menentukan dalam peningkatan kualitas kehidupan

bangsa untuk menciptakan anak bangsa yang cerdas, damai, terbuka dan
demokratis (Nurhadi, dkk. 2004). Pendidikan menurut UU Sisdiknas (2003)

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan,

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan, direncanakan

dan diatur dalam satu perangkat, yaitu kurikulum (UU Sisdiknas, 2003).

Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini berlangsung sedemikian

cepatnya, sehingga menuntut dunia pendidikan mengikutinya agar tidak

ketinggalan. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional (Nurhadi, dkk. 2004), sehingga

tidak ketinggalan oleh perkembangan ilmu dan teknologi.

Untuk perbaikan pendidikan secara nasional, perlu dilakukan upaya-upaya

seperti penyempurnaan kurikulum dan peningkatan kualitas guru. Pemerintah

selama ini terus membenahi kurikulum pendidikan nasional dan meningkatkan

kualitas guru. Kurikulum tahun 2004 KBK disempurnakan dengan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebuah kurikulum operasional pendidikan

yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP

diberlakukan di Indonesia mulai tahun ajaran 2006/2007, menyempurnakan

Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan dilanjutkan dengan

Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender

pendidikan, dan silabus. Melalui Kurikulum 2013 ini banyak kelebihan yang

diperoleh, salah satunya mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak

manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam

penyelenggaraan program-program pendidikan. Dengan demikian sekolah

memiliki kebebasan mengambil keputusan dalam kegiatan pembelajaran. Guru

mempunyai kebebasan dalam menyampaikan materinya, diharapkan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya prestasi belajar siswa

pun menjadi meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah

direncanakan. Usaha meningkatkan kualitas guru juga dilakukan dengan program

sertifikasi guru.

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran

kontekstual. Salah satu model pembelajaran yang berasosiasi pendekatan

kontekstual adalah pembelajaran kooperatif atau yang dikenal dengan cooperative

learning. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerjasama dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai empat orang siswa. Hal ini

dimaksudkan agar interaksi siswa menjadi maksimal dan efektif (Rahayu, 1998).

Pembelajaran kooperatif telah terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

dan juga dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa.

Ada beberapa metode pembelajaran kooperatif, diantaranya STAD,

JIGSAW, GI, TGT (Slavin, 1997). Dari keempat model pembelajaran kooperatif

tersebut, salah satu model pembelajaran kooperatif yang dalam tahapan

pembelajarannya tidak terlalu formal dengan kata lain belajar sambil bermain

adalah model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments), karena


dalam TGT terdapat turnamen. Melalui turnamen diharapkan akan membuat

suasana kelas menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa dapat

meningkatkan kemampuan akademiknya.

Pada model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

terdapat dua komponen utama, yaitu tim atau kelompok dan pertandingan. Proses

pembelajaran dimulai dengan penyampaian materi oleh guru kemudian

dilanjutkan dengan belajar kelompok, turnamen dan penghargaan kelompok. Pada

tahap kerja kelompok siswa diminta untuk mengerjakan LKS kemudian

berdiskusi dengan temannya. Disini siswa dilatih untuk mengemukakan

pendapatnya dengan menyumbangkan pikiran pada kelompoknya. Sedangkan

pada tahap turnamen menunjukkan siswa dapat mengidentifikasi kekuatan dan

kelemahannya, sehingga membuat suasana kelas terkesan lebih bervariasi dan

tidak monoton.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Nur dalam Azizah (2004)

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap

siswa yang rendah prestasi belajarnya. Karena siswa akan lebih banyak belajar

dari satu teman ke teman yang lain dari pada bersama guru. Menurut Azizah

(2004) bahwa pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) mampu

menjadikan siswa belajar lebih aktif dan siswa memperoleh prestasi yang lebih

dibanding pembelajaran metode yang lain. Mereka saling bekerja sama dan

bertanggung jawab untuk membuat kelompoknya menjadi kelompok terbaik,

sehingga siswa belajar lebih antusias. Hal ini juga sesuai dengan penelitian

Hidayati (2005) yang menyatakan bahwa motivasi belajar siswa akan mengalami

peningkat setelah dilakukan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game


Tournaments). Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik

motivasi belajar maka semakin baik pula prestasi belajar yang akan dicapai.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti telah melakukan penelitian

mengenai “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments) untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa SMP

Darul Ulum Agung Malang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah

yang dapat dikemukakan dalam penelitian, adalah:

1. Apakah model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang?

2. Apakah model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang dapat

dikemukakan adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung

Malang setelah penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments).

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung

Malang setelah penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments).
D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat, bagi

1. Guru, memberi masukan mengenai salah satu cara untuk meningkatkan

motivasi dan prestasi belajar, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) dalam pembelajaran di sekolah.

2. Siswa, memberikan pengalaman baru dalam hal mempermudah pemahaman

pembelajaran, khususnya mata pelajaran biologi, dan meningkatkan motivasi

dan prestasi belajar siswa.

3. Peneliti, menambah wawasan tentang penerapan model pembelajaran

kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) di sekolah. Hasil penelitian yang

diperoleh dapat dijadikan informasi tambahan untuk melakukan penelitian

sejenis dalam lingkup yang lebih luas.

F. Asumsi Penelitian

Asumsi dalam penelitian adalah sebagai berikut.

1. Angket siswa tentang model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments) diisi dan dijawab dengan benar dan jujur oleh setiap siswa.
2. Peneliti dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat bertindak sebagai

guru biologi yang professional.

G. Keterbatasan Penelitian

Hasil pembelajaran biologi penelitian tindakan kelas yang diamati melalui

peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa di SMP kelas 9 Darul Ulum

Agung Malang semester 2 tahun pelajaran 2017/2018 pada materi “Sistem

Pernapasan”.

H. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan judul penelitian

maka ada beberapa istilah yang digunakan yaitu:

1. Model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) adalah suatu

model pembelajaran kooperatif yang langkah-langkahnya terdiri dari penyajian

kelas, kerja kelompok dan turnamen. Tahap penyajian kelas diawali dengan

penyajian materi oleh guru secara garis besar yang akan dipelajari lebih lanjut

dalam tahap kerja kelompok. Pada saat kerja kelompok siswa diharuskan untuk

berdiskusi dengan teman kelompoknya, memperdalam materi untuk

mempersiapkan diri dalam menghadapi turnamen.

2. Motivasi belajar adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang

anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk

keahlian atau kemampuan tenaga dan waktunya menyelenggarakan berbagai

kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya.

3. Prestasi belajar adalah skor dari tes formatif yang diberikan pada akhir

siklus.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakekat Belajar IPA-Biologi

Sudah menjadi kewajiban siswa untuk belajar dan terus belajar sepanjang

hidupnya. Menurut Gagne dalam Dimyati (2006:10) belajar merupakan kegiatan

yang kompleks, hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki

keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah

stimulus yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh

pembelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi

kapabilitas baru. Sedangkan menurut pandangan Piaget dalam Dimyati (2006:13)

belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi

lebih baik. Sebaliknya orang yang tidak belajar, maka responnya akan menurun.

Menurut Piaget dalam Dimyati (2006:14) pembelajaran terdiri dari empat

langkah, antara lain menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri,

memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut, mengetahui

adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang

proses pemecahan masalah, menilai pelaksanaan setiap kegiatan, memperhatikan

keberhasilan dan melakukan revisi.

Hakekat biologi (sebagai bagian dari Sains) seperti yang dikemukakan

oleh Richardson (1957) dalam Susanto (1999) dapat dijelaskan secara ringkas

bahwa biologi adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri sains. Bisa
dikatakan pula pembelajaran biologi adalah semua aktivitas belajar biologi yang

tingkat keberhasilannya dinilai dari motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa

baik hasil akhir maupun proses yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh

hasil akhir tersebut yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa bekerja dan

belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil, saling menyumbangkan pikiran

dan bertanggung jawab terhadap pencapaian prestasi belajar secara individu

maupun kelompok (Rahayu, 1998:156).

Menurut Slavin (1997), jika siswa ingin menjadi tim yang sukses, mereka

akan mendorong teman kelompok mereka, agar berhasil dan akan saling

membantu untuk mewujudkannya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif

dapat memotivasi siswa dalam segala situasi untuk bekerja sama dalam satu

kelompok dan itu tidak hanya sekedar persaingan individu melainkan juga saling

membantu temannya.

Pembelajaran kooperatif tidak semata-mata meminta siswa bekerja secara

kelompok dengan cara mereka sendiri. Siswa yang bekerja dalam kelompok

mungkin akan menunjukkan hasil yang rendah karena hanya beberapa siswa saja

yang bekerja keras dalam menyelesaikan materi tugas sedangkan siswa yang lain

bersifat pasif. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengatur siswa ke dalam

kelompok belajar yang benar-benar kooperatif. Agar kondisi itu benar-benar

terjadi, ada lima unsur pada pembelajaran kooperatif yaitu: 1) saling

ketergantungan positif, 2) interaksi langsung, 3) pertanggung jawaban individual,


4) keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok, dan 5) keefektifan

proses kelompok (Rahayu, 1998:157-158).

Hasil penelitian Nur dalam Azizah (2004) menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa yang rendah

prestasi belajarnya. Karena siswa akan lebih banyak belajar dari satu teman ke

teman yang lain dari pada bersama guru.

C. Model Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

Menurut Slavin (1997) pada dasarnya TGT (Teams Game Tournaments)

sama dengan STAD hanya saja ada turnamen pengganti kuis. Dalam TGT (Teams

Game Tournaments) terdiri dari lima komponen utama yaitu penyajian kelas,

belajar kelompok, game, turnamen dan penghargaan.

Menurut Azizah (2004) bahwa model pembelajaran kooperatif TGT

(Teams Game Tournaments) mampu menjadikan siswa belajar lebih aktif dan

siswa memperoleh prestasi yang lebih dibanding pembelajaran metode yang lain.

Mereka saling bekerja sama dan bertanggung jawab untuk membuat kelompoknya

menjadi kelompok terbaik, sehingga siswa belajar lebih antusias. Hal ini juga

sesuai dengan penelitian Hidayati (2005) yang menyatakan bahwa motivasi

belajar siswa akan mengalami peningkat setelah dilakukan model pembelajaran

kooperatif TGT (Teams Game Tournaments).

TGT merupakan salah satu metode dari pembelajaran koperatif yang

mudah untuk diterapkan karena tidak memerlukan ruangan dan peralatan khusus.

TGT sebagaimana pembelajaran kooperatif yang lain memunculkan adanya

kelompok dan kerjasama dalam kelompok. TGT seperti halnya STAD dalam
setiap hal, namun perbedaanya dalam sistem penskoran individu. TGT

menggunakan turnamen akademik dimana siswa bersaing mewakili kelompok

mereka dengan anggota kooperatif TGT (Slavin, 1997) yaitu:

1. Presentasi Kelas

Guru memulai siklus TGT dengan perintah langsung, guru seharusnya

aktif dalam membangun ketertarikan siswa, aktif mendemonstrasikan konsep, atau

ketrampilan dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Pada presentasi

kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang

disampaikan guru, karena ini akan membantu mereka bekerja lebih baik pada saat

kerja kelompok dan pada saat game, karena skor game akan menentukan skor

kelompok.

2. Team

Kelompok dibentuk dari 4-5 siswa yang mewakili bagian campuran dari

kelas pada waktu pertandingan akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnik.

Fungsi utama kelompok adalah untuk lebih memahami materi bersama teman

kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar

bekerja dengan baik dan optimal saat game.

3. Games

Games disusun dalam pertanyaan yang berhubungan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan diskusi

kelompok. Games dimainkan pada meja yang terdiri dari tiga sampai empat orang

masing-masing mewakili dari kelompok yang berbeda. Kebanyakan game terdiri

dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor

dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang
menjawab benar pertanyaan itu akan akan mendapatkan skor. Skor ini nantinya

akan dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4. Tournaments

Turnamen merupakan pelaksanaan dari game. Biasanya game dilakukan

pada akhir minggu atau pada tiap unit, setelah guru melakukan penyajian materi

dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Pada saat turnamen guru

membagi siswa kedalam meja-meja turnamen sesuai dengan kemampuannya,

artinya dalam satu meja turnamen terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan

akademik yang homogen.

5. Penghargaan Kelompok

Kelompok bisa diberi sertifikat atau penghargaan jika rata-rata skor

mereka memenuhi kriteria yang ditentukan. Skor kelompok siswa juga bisa

digunakan sebagai tambahan nilai bagi siswa.

6. Sistem Penskoran dalam TGT

Bagi masing-masing anggota dalam TGT pada saat turnamen berlangsung,

selain memiliki kesempatan untuk membaca soal dan menjawab soal juga

memiliki kesempatan untuk menulis skor pada lembar skor turnamen yang telah

disediakan oleh guru. Penentuan skor dalam pelaksanaan lomba telah ditetapkan

oleh guru.
Gambaran dari pembagian siswa dalam meja turnamen dapat dilihat dalam

gambar bagan di bawah ini.

Kelompok A Kelompok B

A-1 A-2 A-3 A-4 B-1 B-2 B-3 B-4


Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen Turnamen TurnamenII TurnamenI
I II I V

C-1 C-2 C-3 C-4 D-1 D-2 D-3 D-4


Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

Kelompok C Kelompok D

Gambar 2.1 Bagan penyusunan kelompok untuk meja turnamen (Slavin:1997)

Keterangan Gambar 2.1.

1. Kelompok A terdiri empat siswa yaitu A1, A2, A3, A4, kelompok B terdiri

dari 4 siswa yaitu B1, B2, B3, B4, kelompok C terdiri dari 4 siswa yaitu

C1, C2, C3, C4 sedangkan kelompok D terdiri dari 4 siswa yaitu D1, D2,

D3, D4. Kelompok A, B, C, D merupakan kelompok belajar.

2. A1, B1, C1, D1 saling dipertandingkan di meja 1 karena ketiganya

mempunyai kemampuan akademik tinggi.

3. A2, B2, C2, D2 saling dipertandingkan di meja 2 karena ketiganya

mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan akademik

sedang 1 semuanya.

4. A3, B3, C3, D3 saling dipertandingkan di meja 3 karena ketiganya

mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan akademik

sedang 2 semuanya.
5. A4, B4, C4, D4 saling dipertandingkan di meja 4 karena ketiganya

mempunyai kemampuan yang sama yaitu berkemampuan akademik

rendah semuanya.

Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran disusun dalam 2 tahap,

yaitu pra kegiatan dan detil kegiatan pembelajaran (Kahfi,2003b:8). Pra kegiatan

pembelajaran menggambarkan hal yang perlu dipersiapkan dan rencana kegiatan.

Detil kegiatan pembelajaran menggambarkan secara rinci aktifitas pembelajaran

yang tercantum dalam rencana kegiatan. Langkah-langkah penerapan model

pembelajaran kooperatif TGT akan diuraikan di bawah ini:

1. Pra Kegiatan Pembelajaran

1.a Materi

Materi dalam model pembelajaran kooperatif TGT dirancang sedemikian

rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Oleh karena itu, sebelum penyajian

materi maka guru harus mempersiapkan terlebih dahulu Lembar Kegiatan Siswa

(LKS) yang akan dipelajari saat belajar kelompok, dan lembar jawaban dari LKS

tersebut. Selain itu perlu dipersiapkan soal-soal turnamen untuk kegiatan

turnamen dan lembar jawaban dari soal tersebut.

1.b Membagi Siswa ke dalam Kelompok Belajar

Kelompok dalam pembelajaran kooperatif TGT ini terdiri dari 4 orang

siswa dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan akademiknya dan siswa

tersebut dibagi menjadi 4 bagian yaitu kelompok tinggi, sedang 1, sedang 2, dan

rendah. Kelompok-kelompok yang terbentuk diusahakan berimbang baik dalam

hal kemampuan akademiknya maupun jenis kelamin dan rasnya.


2. Detil Kegiatan Pembelajaran

2.a Penyajian Materi

Setiap model pembelajaran kooperatif TGT dimulai dengan kegiatan

penyajian materi oleh guru yang mencakup kegiatan pembukaan, pengembangan,

dan latihan terbimbing (Kahfi, 2003b:9)

1) Pembukaan

Guru memberitahu apa yang akan dipelajari, mengapa itu penting untuk di

pelajari, membangkitkan keingintahuan siswa, mengkaji materi dan keterampilan

prasyarat secara singkat. Dan membagi siswa ke dalam kelompok asal, tentunya

sesuai dengan syarat-syarat kelompok dalam pembelajaran kooperatif dan

membagi kelompok baru untuk turnamen, dimana kemampuan akademik pada

kelompok turnamen sama atau hampir sama.

2) Pengembangan

Guru menetapkan fokus ke tujuan yang akan dicapai, memusatkan pada

pengertian bukan hafalan, mendemonstrasikan konsep atau ketrampilan secara

aktif dengan mengunakan alat bantu atau manipulasi lain, sering menilai

kemajuan siswa dengan mengajukan banyak pertanyaan, menjelaskan mengapa

jawaban siswa benar atau salah, berpindah ke konsep berikutnya sesegera

mungkin begitu siswa menguasainya.

3) Latihan Terbimbing

Guru meminta siswa mengerjakan soal atau contoh, memanggil siswa

secara acak, dengan tidak memberikan tugas kelas yang memerlukan waktu

panjang.
2.b Belajar Kelompok

Belajar kelompok merupakan langkah dimana siswa belajar dengan

menggunakan lembar kerja. Setiap kelompok mendapatkan lembar kerja dan

lembar jawab masing-masing dua rangkap. Fungsi utama belajar kelompok adalah

memastikan bahwa masing-masing anggota kelompok memahami materi yang

sedang dipelajari dan mempersiapkan anggota kelompok untuk menghadapi

turnamen. Jadi dalam belajar kelompok siswa yang kesulitan dalam belajarnya

akan dibantu oleh anggota kelompok yang lebih paham sehingga setiap anggota

kelompoknya mempunyai penguasaan materi yang sama. Dan untuk mengetahui

penguasaan materi setiap kelompok dilakukan presentasi oleh perwakilan setiap

kelompok.

2.c Turnamen/pertandingan

Setelah satu atau dua kegiatan belajar kelompok dilakukan turnamen. Guru

membentuk kelompok yang terdiri dari 3-4 orang yang mempunyai kemampuan

akademik homogen. Turnamen dilakukan dengan memberi beberapa soal yang

akan dikerjakan oleh setiap anggota kelompok setelah anggota kelompok asal

berpindah pada meja turnamen. Poin diberikan kepada peserta turnamen yang

menjawab paling cepat dan benar. Setiap anggota kelompok diharapkan berusaha

dengan sungguh-sungguh dalam turnamen untuk memberikan konstribusi nilai

pada kelompok.

Prosedur turnamen diuraikan di bawah ini:

1. Dalam tiap meja turnamen telah disediakan satu set perangkat

pembelajaran yang sama untuk semua meja turnamen.


2. Guru menunjuk satu orang siswa untuk mengocok kartu, nomor soal yang

harus dikerjakan dalam meja tersebut. Kemudian siswa yang bertugas

mengocok tadi harus membacakan pada anggota lainnya dalam satu meja.

3. Jika soal satu telah selesai dikerjakan oleh salah satu anggota dalam meja

turnamen maka sesegera mungkin menyelesaikan jawabannya dengan

lembar jawaban yang ada pada guru, jika benar maka akan mendapat skor.

4. Siswa yang mendapatkan skor menuliskan skor turnamen yang telah

disediakan.

5. Bagi meja yang telah menyelesaikan soal pertama segera lanjutkan ke soal

berikutnya dengan mengocok kartu lagi tetapi yang mengocok adalah

teman lainnya sesuai dengan urutan bangkunya. Kemudian pertandingan

dilanjutkan seperti pada langkah 2 dan 4.

6. Misalkan dalam pertandingan ada beberapa kelompok yang belum selesai

maka kelompok yang sudah menyelesaikan semua soal harus menunggu

teman yang lain.

7. Jika semua anggota kelompok sudah selesai maka guru bertugas

mengumpulkan lembar skor turnamen. Nilai yang diperoleh anggota

dalam turnamen akan digabung dengan anggota kelompok belajar yang

lainnya, kemudian ditotal dan dirata-rata.

2.d Penghargaan Kelompok

Setelah skor kelompok ditotal dan di rata-rata maka kelompok yang

mempunyai rata-rata tertinggi adalah juara 1, sedangkan juara 2 dan 3 adalah yang

mempunyai rata-rata yang ada di bawahnya. Jika pada saat penghitungan ada

beberapa kelompok yang mempunyai rata-rata sama maka diadakan turnamen


tambahan untuk menentukan kelompok yang menang. Penghargaan yang

diberikan bagi kelompok yang mendapat juara 1, 2 dan 3 bisa berupa sertifikat,

benda, makanan, dan barang lainnya.

Pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya 3 hal (Kahfi, 2003a:7)

yaitu struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Pada metode TGT,

memiliki masing-masing struktur yaitu tujuan kognitif (informasi akademik

sederhana) dan tujuan sosial (kerjasama dan kelompok), struktur tugas (siswa

menggunakan LKS dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya),

serta struktur penghargaan (penghargaan diberikan berdasarkan hasil turnamen.

Penghargaan berupa sertifikat atau yang lainnya).

Setiap bentuk pendekatan pembelajaran selalu mempunyai kelemahan dan

keuntungan. Berdasarkan penelitian oleh Azizah (2004) kelemahan dan

keuntungan pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) sebagai

berikut:

1. Kelemahan pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

adalah

membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga target kurikulum kemungkinan

tidak dapat tercapai secara maksimal, membutuhkan sarana dan prasarana yang

memadai, menimbulkan suasana gaduh dikelas (terjadi ketika siswa mengubah

posisi tempat duduknya, baik posisi duduk waktu diskusi maupun posisi duduk

untuk turnamen), siswa menjadi terbiasa belajar dengan pemberian hadiah, dan

pembelajaran ditekankan pada hasilnya bukan prosesnya karena waktu yang

diperlukan untuk turnamen dibuat sesingkat mungkin dan lebih menekankan pada

kecepatan menjawab.
2. Keuntungan pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) adalah

siswa menjadi bersemangat dalam belajar, keterlibatan siswa dalam belajar tinggi

karena mereka saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang diberikan

oleh guru secara berkelompok, pengetahuan yang diperoleh dari siswa bukan

hanya dari guru saja tapi siswa dalam satu kelas dan menumbuhkan sikap positif

dalam diri siswa seperti kerjasama, toleransi serta dapat menerima pendapat oarng

lain.

E. Motivasi dalam Proses Belajar

Menurut Siagan (1995) motivasi belajar adalah daya pendorong yang

mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan

kemampuan dalam bentuk keahlian atau kemampuan tenaga dan waktunya

menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan

menunaikkan kewajibannya.

Motivasi merupakan kunci kesuksesan. Orang yang mempunyai motivasi

akan mempunyai semangat dalam melakukan segala kegiatannya. Sama halnya

dalam hal belajar, motivasi juga memegang peranan yang penting dalam kegiatan

belajar. Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan lebih bersemangat dalam

melakukan aktivitas belajarnya.

Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses internal

(dalam diri seseorang ) yang mengaktifkan, membimbing, dan mempertahankan

perilaku dalam waktu tertentu. Motivasi belajar dapat diartikan sebagai sesuatu

yang mendorong siswa untuk studi melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar
ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kelangsungan kegiatan belajar

dan peningkatan prestasi belajar.

Menurut Sardiman (1990: 89-90) jenis motivasi ada dua yaitu motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan bentuk motivasi

yang menyebabkan adanya dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan

dengan aktivitas belajarnya. Sardiman mengemukakan bahwa siswa yang

memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang terdidik dan

berpengetahuan. Salah satu jalan menuju tujuan tersebut dengan cara belajar. Jadi

motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan-tujuan tertentu.

Motivasi ekstrinsik merupakan bentuk motivasi yang menyebabkan adanya

dorongan dari luar.

Walaupun teori-teori motivasi berbeda-beda, namun dalam praktek

pendidikan penerapannya bersamaan. Pelajar harus diberi pujian, nilai yang baik

dan rasa keberhasilan tes hasil belajarnya sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 85) motivasi mempunyai fungsi

bagi siswa dan guru. Fungsi motivasi bagi siswa antara lain: a) Menyadarkan

kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir, b) Mengarahkan kegiatan

belajar, c) Membesarkan semangat belajar, d) Menyadarkan tentang adanya

perjalanan belajar dan kemudian bekerja. Sedangkan manfaat motivasi bagi guru

antara lain: a) Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa

untuk belajar sampai berhasil, b) Mengetahui dan memahami motivasi belajar

siswa di kelas yang beraneka macam.

Motivasi mempunyai fungsi sangat penting dalam suatu kegiatan proses

belajar. Motivasi akan mempengaruhi kegiatan belajar akan tetapi motivasi juga
dipengaruhi oleh tujuan. Apabila tujuan yang dicapai makin tinggi, maka

motivasinya juga semakin besar sehingga makin kuat kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan.

E. Prestasi Belajar Biologi

Menurut Sayekti (1991) menyebutkan tujuan dari penilaian prestasi belajar

adalah untuk mengetahui kemajuan belajar siswa dan keberhasilan mengajar guru,

prestasi siswa, kedudukan siswa dalam program pengajaran. Sedangkan fungsi

penilaian prestasi belajar adalah untuk memperoleh umpan balik setelah siswa

menempuh program pengajaran, menentukan angka atau hasil kemajuan belajar

siswa dan mengadakan program perbaikan setelah program pengajaran selesai

dilaksanakan.

Prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses

belajar mengajar, berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap (Winkel dalam

Risnawati 2005). Kemampuan kognitif adalah kemampuan yang berkenaan

dengan pengetahuan, penalaran atau pemikiran. Terdiri dari kategori pengetahuan,

pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan psikomotor adalah

kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi,

kesiapan, gerakan bimbingan, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian

pola gerakan dan kreatifitas. Sedangkan kemampuan afektif adalah kemampuan

mengutamakan perasaan, emosi dan reaksi-reaksi yang berbeda denan penalaran

yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian atau penentuan sikap,

organisasi dan pembentukan pola hidup.


Prestasi belajar seorang siswa dapat diketahui dari pengukuran.

Pengukuran terhadap prestasi belajar siswa dapat menunjukkan sampai sejauh

mana bahan yang dipelajari itu dipahami atau dikuasai siswa. Tes hasil belajar

adalah salah satu alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan

keberhasilan siswa dalam suatu proses belajar mengajar (Zainul dalam

Sutrisnawati, 2006). Bagi guru hasil belajar dikelas sangatlah berguna untuk

melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi sedangkan bagi siswa sendiri

prestasi belajar berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut.

Prestasi belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidaklah

sama. Perbedaan prestasi belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut

Winkel dalam Sutrisnawati (2006) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan prestasi belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal, meliputi psikologi (intelegensi, motivasi belajar, minat,

perasaan kondisi akibat keadaan sosial, kultural dan ekonomi) dan fisiologi

(kesehatan jasmani)

b. Faktor eksternal, meliputi proses belajar di sekolah (kurikulum pembelajaran,

disiplin sekolah, fasilitas belajar dan pengelompokkan siswa) dan sosial (sistem

sekolah, status sosial sekolah siswa, interaksi pengajar dengan siswa).

F. Materi Sistem Pernapasan

Menurut BNSP (2006) dijelaskan bahwa salah satu materi untuk siswa

kelas 9 semester genap adalah sitem pernapasan. Berikut ini akan dijelaskan

secara singkat mengenai materi dari sitem pernapasan untuk siswa kelas 9

semester genap 2017/2018.


Menurut Sulistyono (2007) definisi dari pernapasan adalah proses

pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida sampai penggunaan energi di

dalam manusia atau proses pengambilan oksigen untuk oksidasi dan pengeluaran

hasil oksidasi berupa karbondioksida.

Ada beberapa peristiwa dalam pernapasan yaitu inspirasi adalah masuknya

udara ke dalam saluran/organ pernafasan, sedangkan ekspirasi adalah pengeluaran

udara dari saluran/organ pernafasan.

Ada dua macam repirasi antara lain: 1) respirasi eksterna: petukaran gas

alveolus ↔ kapiler dalam paru-paru, dan 2) respirasi interna: pertukaran gas

kapiler ↔ sel dalam jaringan tubuh.

Menurut Tenzer, Amy (2003) sistem pernapasan mamalia terdiri dari bagian

saluran udara dan bagian pernapasan. Bagian saluran udara terdiri dari: rongga

hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, dan bronkhiolus. Sedangkan pada

bagian pernapasan terdiri dari: bronkhioli respiratori, dukti alveoli, dan alveoli.

Fungsi dari bagian-bagian hidung yaitu rongga hidung sebagai tempat keluar

masuknya udara, rambut-rambut hidung untuk menyaring udara yang masuk,

selaput lendir untuk melembabkan udara. Rongga hidung dipisahkan oleh suatu

sekat yang menandai bagian kiri dan kanan.

Faring/tekak merupakan rongga persimpangan antara saluran percernaan dan

saluran pernafasan. Dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu daerah hidung (naso-

faring), daerah mulut (oro-faring), dan daerah laring (laringeo-faring)

Laring/pangkal tenggorokan merupakan suatu rongga yang terletak di

belakang faring. Dindingnya diperkuat oleh keping-keping tulang rawan epiglotis,

kartilago tiroidea, kartilago krokotidea, kartilago aritenoidea dan tulang rawan


kecil yaitu kartilago kuneiform dan kornikulat. Epiglotis berfungsi untuk

menutupi glotis waktu menelan makanan, agar makanan tidak masuk ke sistem

pernapasan.

Trakhea diperkuat dengan cincin tulang rawan hialin dan fibrosa. Bagian

dorsal cincin tulang rawan (yang berbatasan dengan esofagus) tidak menutup.

Secara histologis, dinding trakhea dapat dibedakan menjadi tunika mukosa, tunika

muskularis dan tunika adventitia. Tunika mukosa terdiri dari epitel silindris,

berlapis banyak, palsu bersilia, diantaranya terdapat sel goblet, lamina propria

yang mengandung banyak serabut elastis dan kelenjar lendir. Tunika muskularis

banyak mengandung jaringan otot polos.Tunika adventitia berupa jaringan

pengikat longgar yang berisi kapiler darah dan saraf-saraf.

Bronkus dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ekstrapulmonalis dan

intrapulmonalis. Pada bronkus intrapulmonalis, cincin tulang rawan hilang,

diganti oleh keping-keping tulang rawan. Otot polos muskularis mukosa tersusun

melingkar. Tunika adventitia mengandung serabut-serabut jaringan pengikat dan

jaringan lemak. Dan bronkus merupakan cabang (trakhea) tenggorokan, cabang

yang ke arah kiri lebih mendatar dari pada cabang ke arah kanan.

Bronkhiolus merupakan cabang dari bronkhus intrapulmonalis. Bronkhus

bercabang-cabang lagi membentuk bronkhiolus ujung yang berakhir pada

bronkhiolus pernapasan. Bronkhiolus pernapasan bercabang-cabang secara radial

membentuk saluran (dukti alveoli). Pada bronkhiolus terdapat alveolus yang tipis

dan lembab. Pada bagian alveolus inilah pertukaran O 2 dari udara bebas ke sel-sel

darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara bebas terjadi.


Menurut Tim Penyusun PR biologi (1999) berdasarkan otot yang berperan

aktif pada proses pernapasan, pernapasan pada manusia dibedakan menjadi dua

yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pada pernapasan dada, otot yang

berperan aktif adalah otot antar tulang rusuk. Bila otot antar tulang rusuk

(muskulus intercostalis) berkontraksi, tulang-tulang rusuk terangkat hingga

volume rongga dada membesar, hal ini akan mendorong paru-paru mengembang

sehingga tekanan udara lebih kecil dari pada tekanan udara diluar, akibatnya udara

dari luar masuk kedalam, peristiwa ini disebut inspirasi. Bila otot antar tulang

rusuk (muskulus intercostalis) relaksasi, tulang-tulang rusuk turun (ke posisi

semula) akibatnya volume rongga dada mengecil dan paru-paru mengkerut

(mengecil) sehingga tekanan udara lebih besar dari pada tekanan udara diluar,

akibatnya udara dari dalam keluar, peristiwa ini disebut ekspirasi.

Pernapasan perut, otot yang berperan aktif adalah otot diafragma. Bila otot

diafragma (sekat rongga badan yang memisahkan rongga perut dan rongga dada)

berkontraksi, posisinya akan mendatar hal ini menyebabkan volume rongga dada

membesar dan paru-paru mengembang, sehingga tekanan udara lebih kecil dari

pada tekanan udara diluar, akibatnya udara dari luar masuk kedalam, peristiwa ini

disebut inspirasi. Sedangkan bila otot diafragma relaksasi maka volume rongga

dada mengecil dan paru-paru mengkerut (mengecil) sehingga tekanan udara lebih

besar dari pada tekanan udara diluar, akibatnya udara dari dalam keluar, peristiwa

ini disebut ekspirasi.

Menurut Tim Penyusun PR biologi (1999) mekanisme pertukaran oksigen

dan karbondioksida yaitu setelah sampai di alveolus, pengangkutan oksigen

menuju jaringan tubuh. Lebih kurang 97% yang masuk dalam darah diangkut oleh
Hb dalam bentuk oksihemoglobin selanjutnya 2-3% akan larut dan diangkut oleh

plasma darah. Hemoglobin dapat mengikat dan melepas oksigen dalam reaksi

bolak balik sebagai berikut:

Hb4 + 4O2 → 4HbO2

Difusi CO2 dari jaringan ke aliran darah dan alveolus dilakukan melalui tiga

cara yaitu, pertama: berikatan dengan H2O membentuk H2CO3 (asam karbonat),

yang terurai lagi menjadi H+ dan HCO3- , reaksi ini dibantu oleh enzim karbonat

anhidrase, dengan reaksi kimia sebagai berikut:

CO2+H2O-→ H2CO3 → H++ HCO3-

Kedua: CO2 larut dalam plasma darah kemudian dilepaskan ke dalam

alveolus, ketiga: berikatan dengan hemoglobin menjadi karbominohemoglobin,

dengan rekasi kimia sebagai sebagai:

Hb + NH2+ CO2 à HbNHCOOH

Dijelaskan pula kelainan pada sistem respirasi antara lain rhenitis allergica

(radang pada selaput hidung karena alergi debu, bulu, dll), sinusitis (radang pada

sinus), polyp hidung (Tumor semi transparan di dalam hidung, penyebabnya

alergi), dan pendarahan hidung/mimisan (pembuluh darah hidung pecah, karena

tekanan darah tinggi), dll.

Menurut Tim Penyusun PR biologi (1999) menjelaskan mengenai

pernapasan pada hewan, jika pada Amoeba, melakukan pernapasan dengan

pertukaran gas secara langsung lewat permukaan tubuh secara difusi. Pada

serangga, belalang bernafas dengan trakhea dan sistem ini dihubungkan dengan

udara luar melalui lubang spirakel. Sedangkan ikan bernapas dengan insang
(branchia/gill). Insang terdiri dari rigi-rigi dan filamen/lembaran insang serta

ditutup oleh operculum (tutup insang).

Mekanisme pernapas pada ikan ada 2 yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada

mekanisme inspirasi, pengambilan udara dari air ke dalam insang terjadi saat

rongga mulut membesar yang disebabkan oleh gerakan ke arah samping dari tutup

insang, tetapi celah insang masih tertutup oleh selaput insang. Karena tekanan

dalam rongga mulut lebih kecil dari tekanan udara luar maka begitu celah mulut

dibuka maka air akan masuk ke dalam rongga mulut.

Sedangkan mekanisme ekspirasi, pengeluaran gas CO2 dari insang ke air

yaitu setelah air masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut tertutup. Kemudian

tutup insang kembali ke kedudukan semula dan diikuti dengan gerakan selaput ke

samping sehingga selah insang terbuka dan air segera ke luar melalui celah insang

tersebut. Keluarnya air melalui celah insang celah-celah insang akan menyentuh

lembaran-lembaran insang, sehingga terjadilah pertukaran gas. Darah melepaskan

CO2 ke air tetapi mengikat O2 dari air. Jadi pertukaran gas pada ikan terjadi pada

saat ekspirasi.

Mekanisme pernapasan burung saat tidak terbang ada 2 yaitu 1) fase

inspirasi, tulang-tulang rusuk bergerak ke muka/ke arah bawah, rongga dada

membesar, paru-paru mengembang, tekanan udara paru-paru kecil sehingga udara

masuk, 2) fase ekspirasi, tulang-tulang rusuk bergerak ke posisi semula, rongga

dada mengecil, paru-paru terdesak, tekanan udara paru-paru besar sehingga udara

keluar.

Sedangkan mekanisme pernapasan burung saat terbang ada 2 yaitu 1) fase

inspirasi, pada waktu sayap diangkat, kantong udara antar korakoid terjepit, tetapi
kantong udara di ketiak mengembang sehingga terjadi inspirasi, 2) fase ekspirasi,

pada waktu sayap digerakan ke bawah, kantong udara antar korakoid

mengembang, tetapi kantong udara di ketiak terjepit sehingga terjadi ekspirasi.

Katak (Rana sp) bernapas dengan insang (saat berudu) dan paru-paru (saat

dewasa). Peristiwa pernapasan pada katak meliputi fase inspirasi dan fase

ekspirasi. Fase inspirasi pada Katak adalah celah tekak dan mulut dalam keadaan

tertutup, otot rahang bawah mengendor (relaksasi), otot sterno hioideus

berkontraksi, rongga mulut membesar, sehingga uadara masuk ke dalam mulut

melalui koane. Selanjutnya khoane tertutup oleh suatu kelep, otot rahang bawah

dan otot genio hioideus berkontraksi, sehingga rongga mulut mengecil, lalu udara

masuk ke dalam paru-paru melalui celah-celah yang terbuka. Sedangkan fase

ekspirasi pada Katak adalah otot rahang bawah mengendur, otot sterno hioideus

dan otot perut berkontraksi, akibatnya udara di dalam paru-paru tertekan keluar

dan masuk ke rongga mulut. Selanjutnya otot rahang bawah berkontraksi diikuti

otot genio hioideus sehingga rongga mulut mengecil lalu udara keluar dari rongga

mulut melalui khoane.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian disini adalah pendekatan

kualitatif dan jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau

Classroom Action Research. PTK merupakan suatu pencermatan terhadap

kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi

dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2006:3). Dalam penelitian akan

dilakukan 2 siklus yang masing-masing terdiri dari 4 tahap. Desain penelitian

yang digunakan terdiri dari 4 komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan

(observasi) dan refleksi.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei s/d Juni 2008 dan lokasi

penelitian di SMP Darul Ulum Agung Malang. Penelitian terdiri dari 2 siklus

(satu siklusnya dua kali tatap muka) dan waktu penelitiannya pada hari Kamis

tanggal 15 Mei 2018 dan 29 Mei 2018 untuk siklus I, sedangkan hari Kamis

tanggal 5 Juni 2008 dan hari Selasa tanggal 17 Juni 2008 untuk siklus II.

C. Sasaran Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas 9 di SMP Darul Ulum Agung Malang

semester genap 2017/2018 yang berjumlah 36 siswa.


D. Kehadiran Peneliti

Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir

data dan pelapor hasil penelitian (Moleong, 2004:186). Selain itu peneliti juga

berperan sebagai penyusun bahan ajar (lembar kegiatan), pelaksana tindakan dan

pelaksana wawancara.

Peneliti berkolaborasi dengan 1 guru bidang studi yang bertindak sebagai

observer dan dibantu oleh 4 observer mahasiswa yang ikut mencatat tingkah laku

siswa selama berlangsungnya kegiatan belajar.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah sehingga lebih mudah diolah

(Arikunto, 1998:151). Instrumen penelitian yang digunakan oleh peneliti dengan

cara mengisi lembar observasi (untuk mengetahui motivasi siswa), angket

motivasi (untuk mengetahui hasil evaluasi diri siswa), lembar wawancara, catatan

lapangan, lembar soal tes siswa dan dokumentasi.

Pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik

sebagai berikut.

E.1 Data utama motivasi didapat dari lembar observasi dan data tersebut diperoleh

melalui observasi dengan bantuan 5 observer yaitu 1 guru biologi kelas 9 dan

4 orang mahasiswa. Sedangkan data motivasi hasil evaluasi diri siswa

diperoleh melalui angket siswa dan data tersebut merupakan data penunjang.

E.2 Data prestasi belajar siswa didapat dari skor tes formatif disetiap akhir siklus

tindakan.
E.3 Untuk melengkapi data yang tidak terekam dalam lembar observasi,

digunakan lembar catatan lapangan.

E.4 Dokumentasi merupakan hasil rekaman kegiatan guru dan siswa dalam bentuk

gambar atau foto selama proses pembelajaran berlangsung.

Proses pengumpulan data motivasi dan prestasi belajar dirangkum pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Proses Pengumpulan Data

Macam Data Teknik Pengumpulan Data Waktu Pengamatan


Motivasi belajar  Observasi (aktivitas siswa)  Tiap tahap pembelajaran
 Evaluasi diri (model angket )  Tiap tahap pembelajaran
Prestasi belajar  Tes formatif  Setiap akhir siklus tindakan

F. Teknik Analisis Data

F.1 Analisis untuk aspek motivasi dari lembar observasi dan hasil evaluasi diri.

Motivasi belajar dianalisis secara deskriptif berdasarkan taraf keberhasilan

tindakan, penentuan taraf keberhasilan tindakannya telah ditentukan pada

Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penentuan Taraf Keberhasilan Tindakan

Prosentase taraf keberhasilan Taraf keberhasilan


85 – 100 % Sangat baik
75 – 84 % Baik
60 – 74 % Cukup
60 – 59 % Kurang
0 – 59 % Sangat kurang
Diadaptasi dari Sunarmi, Imam T (2003)

Rumus untuk menilai presentase aspek motivasi pada tiap-tiap tahapan.

% minat = ∑ deskriptor yang muncul__________ x 100%


∑ anggota kelompok x deskriptor total minat
% perhatian = ∑ deskriptor yang muncul____________ x 100%
∑ anggota kelompok x deskriptor total perhatian

% konsentrasi = ∑ deskriptor yang muncul____________ x 100%


∑ anggota kelompok x deskriptor total konsentrasi

% ketekunan = ∑ deskriptor yang muncul____________ x 100%


∑ anggota kelompok x deskriptor total ketekunan

Sedangkan peningkatan motivasi belajar didapat dengan membandingkan

hasil motivasi pada siklus itu dengan motivasi awal atau sebelumnya (peningkatan

motivasi pada siklus I dibandingkan dengan motivasi awal atau sebelum tindakan

dan peningkatan motivasi pada siklus II dibandingkan dengan siklus I).

F.2 Prestasi hasil siklus I, II dan observasi awal dianalisis untuk mengetahui

ketuntasan belajar siswa dan daya serap klasikal. Caranya dengan menganalisis

nilai tes formatif menggunakan kriteria ketuntasan belajar. Tujuannya untuk

mengetahui daya serap siswa dimana seorang siswa disebut tuntas belajar jika

mencapai rerata skor ≥ 75 dan daya serap klasikal ≥ 85 %.

Rumus untuk prestasi belajar adalah:

Rerata skor = ∑ skor total_____


∑ siswa dalam satu kelas

Daya serap klasikal = ∑ siswa yang tuntas belajar x 100%


∑ siswa dalam satu kelas

Sedangkan peningkatan prestasi belajar didapat dengan membandingkan

hasil prestasi pada siklus itu dengan prestasi awal atau sebelumnya (peningkatan

prestasi pada siklus I dibandingkan dengan prestasi awal atau sebelum tindakan

dan peningkatan prestasi pada siklus II dibandingkan dengan siklus I).


G. Tahap-Tahap Tindakan

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

G.1 Observasi dan Refleksi Awal

Observasi dan refleksi awal berupa kegiatan observasi yang dilakukan

sebelum penelitian, meliputi observasi kondisi lingkungan, ketersediaan sarana

dan prasarana dan kondisi siswa serta mengamati permasalahan yang sering

terjadi di dalam proses pembelajaran dengan melakukan wawancara pada siswa

dan guru.

Berdasarkan observasi yang dilakukan diketahui bahwa prestasi belajar

siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari rerata skor ketuntasan belajar siswa

pada tes formatif sistem peredaran darah pada manusia yaitu 75.97 dan daya serap

klasikal 66.67 %. Disekolah tersebut seorang siswa disebut tuntas belajar jika

telah mencapai daya serap ≥ 75 dan daya serap klasikal ≥ 85 %. Sedangkan

motivasi belajar siswa juga rendah dengan rata-rata persentase 55.23%.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan,

pembelajaran masih banyak menggunakan metode ceramah, sehingga kondisi

yang seperti ini membuat proses pembelajaran menjadi pasif karena siswa hanya

mendengarkan apa yang dijelaskan guru, siswa masih takut untuk mengemukakan

pendapat, dan menjawab ketika guru bertanya saja, padahal inti dari belajar adalah

proses pencarian dan pemahaman. Disamping itu, kegiatan diskusi di kelas masih

jarang untuk dilakukan, meskipun sudah dilakukan tetapi kegiatan dalam diskusi

masih kurang optimal, guru kurang dalam membimbing siswa ketika diskusi dan

masih banyak siswa yang tidak melakukan diskusi, hanya sebagian kecil yang

mengerjakan tugas dan yang lain berbicara sendiri.


G.2 Pelaksanaan

Penelitian dilakukan dalam beberapa siklus yang masing-masing siklus

terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (action),

pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Berdasarkan gambaran umum

penelitian sebagaimana yang telah banyak dilaksanakan dalam PTK. Menurut

Arikunto, dkk (2006: 16) Model penelitian tindakan, secara garis besar terdapat

empat tahapan antara lain sebagai berikut:

SIKLUS I

Refleksi
Awal

Planning Action Observing Reflection

SIKLUS II

Planning Action Observing Reflection

Gambar 3.1. Penelitian Tindakan Kelas

Siklus I
1. Rencana Tindakan I, guru menyiapkan lembar observasi untuk motivasi

belajar dalam pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments),

menyiapkan lembar evaluasi diri siswa untuk motivasi (angket) terhadap

pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) untuk siswa,


menyiapkan lembar catatan lapangan, membagi siswa menjadi beberapa

kelompok, menyiapakan RPP, membuat LKS, serta membuat soal turnamen dan

tes formatif.

2. Pelaksanaan Tindakan I

Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan yaitu 4 x 40 menit. Pembelajaran

materi dengan metode kooperatif model TGT dilaksanakan dalam waktu 160

menit. Materi yang diajarkan dalam siklus I adalah struktur, fungsi serta proses

pernapasan pada manusia. Selama kegiatan berlangsung peneliti didampingi oleh

5 orang observer yang akan mengamati peristiwa yang ditemui selama penelitian

sesuai dengan lembar observasi kegiatan siswa. Temuan dari hasil penelitian akan

dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II.

Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai berikut:

a. Tahap penyajian kelas (20 menit)

Pada tahap penyajian materi guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan

menjelaskan materi tentang struktur, fungsi serta proses pernapasan pada manusia

secara garis besar.

b. Tahap kerja kelompok (60menit)

Disini guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS tentang struktur,

fungsi serta proses pernapasan pada manusia. Siswa diminta diskusi dengan

kelompok yang sudah dibentuk. Guru berkeliling untuk membantu siswa yang

merasa kesulitan dalam mengerjakan LKS. Setelah itu dilanjutkan dengan

pembahasan bersama tentang jawaban LKS oleh perwakilan kelompok.

c. Tahap turnamen (80menit)

Siswa menempati meja turnamen yang telah disediakan. Tiap meja


turnamen terdiri dari anggota yang memiliki kemampuan homogen. Siswa

mengambil kertas undian yang di dalamnya terdapat angka. Siswa yang mendapat

angka tertinggi berhak mengocok kartu bernomor untuk soal, kemudian

membacakannya dan menuliskan skor untuk masing-masing anak atas jawaban

mereka pada lembar skor turnamen. Kebenaran jawaban akan diperiksa dengan

mencocokkan jawaban mereka dengan kartu bernomor jawaban yang sudah

tersedia untuk masing-masing meja turnamen.

Siswa yang mendapatkan skor tertinggi berhak mengocok soal

selanjutnya, akan tetapi jika soal yang pertama dalam satu kelompok sama maka

yang berhak membaca adalah siswa yang searah jarum jam. Dan guru

menginstrusikan skor dengan benar dan sejujur-jujurnya. Penghargaan masing-

masing kelompok akan diberikan pada pertemuan berikutnya.

3. Pelaksanaan Observasi Tahap I

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Yang

diobservasi adalah aktivitas belajar siswa dan keadaan kelas selama pembelajaran

berlangsung.

4. Refleksi I

Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah

dan dianalisis. Sebagai tindakan yang sudah baik akan tetap dipertahankan,

sedangkan untuk kelemahan akan diperbaiki pada pelaksanaan siklus II.

Siklus II

1. Rencana Tindakan II, guru menyiapkan lembar observasi untuk motivasi

belajar dalam pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments),

menyiapkan lembar evaluasi diri siswa untuk motivasi (angket) terhadap


pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) untuk siswa,

menyiapkan lembar catatan lapangan, membagi siswa menjadi beberapa

kelompok, menyiapakan RPP, membuat LKS, serta membuat soal turnamen dan

tes formatif.

2. Pelaksanaan Tindakan II

Sebelumnya guru memberikan penghargaan bagi masing-masing

kelompok sesuai dengan jumlah skor yang mereka dapatkan. Siklus II terdiri dari

2 kali pertemuan yaitu 4 x 40 menit. Pembelajaran materi dengan metode

kooperatif model TGT dilaksanakan dalam waktu 160 menit. Materi yang

diajarkan dalam siklus II adalah struktur, fungsi serta proses pernapasan pada

hewan serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pernapasan manusia

dan hewan. Selama kegiatan berlangsung peneliti didampingi oleh 5 orang

observer yang akan mengamati peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai

dengan lembar observasi kegiatan siswa.

Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai berikut:

a. Tahap penyajian kelas (20 menit)

Pada tahap penyajian materi guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan

menjelaskan materi tentang struktur, fungsi serta proses pernapasan pada hewan

secara garis besar serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem

pernapasan manusia dan hewan.

b. Tahap kerja kelompok (60menit)

Pada tahap ini guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS tentang

struktur, fungsi serta proses pernapasan pada hewan. Siswa diminta diskusi

dengan kelompok yang sudah dibentuk. Guru berkeliling untuk membantu siswa
yang merasa kesulitan dalam mengerjakan LKS. Setelah itu dilanjutkan dengan

pembahasan bersama tentang jawaban LKS oleh perwakilan kelompok.

c. Tahap turnamen (80menit)

Pada tahap ini siswa duduk dalam meja turnamen yang telah ditentukan.

Tiap meja turnamen terdiri dari anggota yang memiliki kemampuan homogen.

Kemudian siswa mengambil kertas undian yang didalamnya terdapat angka.

Siswa yang mendapat angka tertinggi berhak mengocok kartu bernomor untuk

soal, dan membaca serta menuliskan skor untuk masing-masing anak, atas

jawaban mereka pada lembar skor turnamen. Kebenaran jawaban akan diperiksa

dengan mencocokkan jawaban mereka dengan kartu bernomor jawaban yang

sudah tersedia untuk masing-masing meja turnamen.

Siswa yang mendapatkan skor tertinggi berhak mengocok soal selanjutnya,

akan tetapi jika soal yang pertama dalam satu kelompok sama maka yang berhak

membaca adalah siswa yang searah jarum jam. Dan guru menginstrusikan skor

dengan benar dan sejujur-jujurnya. Penghargaan masing-masing kelompok akan

diberikan pada pertemuan berikutnya.

3. Pelaksanaan Observasi Tahap II

Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap

ini dilakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan keadaan kelas selama

pembelajaran berlangsung.

4. Refleksi II

Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah

dan dianalisis. Selanjutnya dicatat kebaikan dan kelemahannya.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Siklus I

1. Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus I

Siklus I dilaksanakan pada tanggal 15 dan 29 Mei 2018. Materi yang

diajarkan adalah struktur, fungsi serta proses pernapasan pada manusia.

Pertemuan pertama pada tanggal 15 Mei 2018 guru mengemukakan tujuan

pembelajaran dan menjelaskan materi tentang struktur, fungsi serta proses

pernapasan pada manusia secara garis besar, dilanjutkan belajar kelompok.

Pada saat belajar kelompok, siswa diminta diskusi dengan kelompok yang

sudah dibentuk. Dan guru berkeliling membantu siswa yang merasa kesulitan

dalam mengerjakan LKS. Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan bersama

secara klasikal tentang jawaban LKS oleh perwakilan kelompok.

Pertemuan kedua tanggal 29 Mei 2018 diadakan turnamen dan tes formatif

siklus I pada akhir kegiatan. Pelaksanaan TGT (Teams Game Tournaments)

merupakan pembelajaran kooperatif yang belum pernah diketahui dan

dilakukan siswa pada pembelajaran sebelumnya, maka dalam pelaksanaannya

membutuhkan waktu yang lama. Karena guru harus menerangkan terlebih

dahulu aturan mainnya. Pada saat pembagian kelompok dari kelompok belajar

ke meja turnamen sempat terjadi keributan, karena siswa sibuk mencari

pasangan dalam meja turnamen. Hal ini juga merupakan penyebab lamanya

pelaksanaan turnamen. Setelah semua siswa siap di meja turnamen sesuai


kelompok yang telah ditentukan, maka siswa segera mengerjakan soal

turnamen yang sudah ada pada masing-masing meja turnamen.

Rekaman data motivasi belajar siswa diperoleh dari lembar observasi yang

sudah disediakan dan telah diisi oleh observer dan juga dari hasil evaluasi diri

yang telah diisi oleh siswa. Sedangkan mengenai rekaman data motivasi

belajar siswa hasil observasi disajikan dalam Tabel 4.1 dan rekaman data

motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri disajikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.1 Ringkasan Persentase Motivasi Belajar Siswa Hasil Observasi dalam
Kelompok pada Siklus I

Klp. Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
A 86.81 92.361 97.22 92.13 Sangat baik
B 92.71 88.542 95.83 92.36 Sangat baik
C 85.83 93.333 96.67 91.94 Sangat baik
D 80.83 85.00 86.67 84.17 Baik
E 80.56 80.56 87.50 82.87 Baik
F 70.83 68.06 80.56 73.15 Cukup
Rata-
82.93 84.64 90.74 86.10 Sangat Baik
rata

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa rerata persentase motivasi belajar

siswa hasil observasi dalam kelompok pada siklus I adalah 86.10 %,

sedangkan rerata persentase motivasi pertahapan yaitu untuk tahap penyajian

kelas adalah 82.93 % dengan kategori baik, tahap kerja kelompok adalah

84.64 % dengan kategori baik, dan tahap turnamen adalah 90.74 % dengan

kategori sangat baik.

Berdasarkan Tabel 4.1 juga diketahui kelompok yang motivasinya

tergolong sangat baik ada 3 kelompok yaitu kelompok B dengan persentase

92.36 %, kelompok A dengan persentase 92.13 %, dan kelompok C dengan

persentase 91.94 %. Untuk kelompok yang motivasinya tergolong baik ada 2


kelompok yaitu kelompok D dengan persentase 84.17 %, dan kelompok E

dengan persentase 82.87 %. Sedangkan kelompok yang motivasinya tergolong

cukup ada 1 kelompok yaitu kelompok F dengan persentase 73.15 %. Namun

secara keseluruhan aspek motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu

dengan rerata persentase 86.10 %.

Untuk data hasil analisis masing-masing aspek motivasi berdasarkan hasil

observasi dapat dilihat pada lampiran 22, dan tabel ringkasan persentase

masing-masing aspek motivasi belajar siswa hasil observasi dalam kelompok

pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Ringkasan Persentase Masing-Masing Aspek Motivasi Belajar Siswa Hasil
Observasi dalam Kelompok pada Siklus I

Aspek Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Motivasi Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
Minat 83.06 82.778 100 88.61 Sangat baik
Perhatian 78.79 88.52 80.19 82.50 Baik
Konsentrasi 87.64 88.19 93.056 89.63 Sangat baik
Ketekunan 82.22 79.07 89.72 83.67 Baik
Rata-rata 82.9275 84.64 90.74 86.10 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa aspek motivasi belajar siswa

hasil observasi dalam kelompok pada siklus I yang tertinggi adalah

konsentrasi dengan rerata persentase 89.63 %, dan aspek motivasi belajar

siswa hasil observasi dalam kelompok pada siklus I yang paling rendah adalah

perhatian dengan rerata persentase 82.50 %. Namun secara keseluruhan aspek

motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu dengan rerata persentase

86.10 %.

Berdasarkan data hasil evaluasi diri siswa dalam kelompok pada siklus I,

data motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Ringkasan Persentase Motivasi Belajar Siswa Hasil Evaluasi Diri dalam
Kelompok pada Siklus I

Klp. Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
A 87.5 91.67 98.61 92.59 Sangat baik
B 89.58 91.67 97.92 93.06 Sangat baik
C 87.5 93.33 96.67 92.50 Sangat baik
D 89.17 80.83 81.67 83.89 Baik
E 81.94 83.33 87.5 84.26 Baik
F 79.17 79.17 86.11 81.48 Baik
Rata-
85.81 86.67 91.41 87.96 Sangat Baik
rata

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa rerata persentase motivasi belajar

siswa hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus I adalah 87.96 %,

sedangkan rerata persentase motivasi pertahapan yaitu untuk tahap penyajian

kelas adalah 85.81 % dengan kategori sangat baik, tahap kerja kelompok

adalah 86.67 % dengan kategori baik, dan tahap turnamen adalah 91.41%

dengan kategori sangat baik.

Berdasarkan Tabel 4.3 juga diketahui bahwa kelompok yang motivasinya

tergolong sangat baik ada 3 kelompok yaitu kelompok B dengan persentase

93.06 %, kelompok A dengan persentase 92.59 %, dan kelompok C dengan

persentase 92.50 %. Untuk kelompok yang motivasinya tergolong baik ada 3

kelompok yaitu kelompok E dengan persentase 84.26 %, kelompok D dengan

persentase 83.89 %dan kelompok F dengan persentase 81.48 %. Namun

secara keseluruhan aspek motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu

dengan rerata persentase 87.96 %.

Untuk data hasil analisis masing-masing aspek motivasi berdasarkan hasil

evaluasi diri dapat dilihat pada lampiran 22, dan tabel ringkasan persentase
masing-masing aspek motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri dalam

kelompok pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Ringkasan Persentase Masing-Masing Aspek Motivasi Belajar Siswa Hasil
Evaluasi Diri dalam Kelompok pada Siklus I

Aspek Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Motivasi Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
Minat 83.98 84.63 100 89.54 Sangat baik
Perhatian 83.98 89.26 83.43 85.56 Baik
Konsentrasi 85.56 92.78 91.11 89.82 Sangat baik
Ketekunan 89.72 80.00 91.11 86.94 Baik
Rata-rata 85.81 86.67 91.41 87.96 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa aspek motivasi belajar siswa

hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus I yang tertinggi adalah

konsentrasi dengan rerata persentase 89.82 %, dan aspek motivasi belajar

siswa hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus I yang paling rendah

adalah perhatian dengan rerata persentase 85.56 %. Namun secara keseluruhan

aspek motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik dengan rerata persentase

87.96 %.

Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan motivasi belajar maka

motivasi belajar saat observasi awal dibandingkan dengan motivasi belajar

pada siklus I. Hasil perbandingannya disajikan dalam bentuk tabel

perbandingan antara aspek-aspek motivasi belajar pada observasi awal dan

motivasi belajar pada siklus I. Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perbandingan antara Aspek-Aspek Motivasi Belajar pada Observasi Awal dan
Motivasi Belajar pada Siklus I

Aspek Observasi Siklus I (%) Rata-rata Kriteria


Motivasi Awal (%) Observasi Evaluasi Diri (%)
Minat 44.28 88.61 89.54 74.14 Cukup
Perhatian 61.42 82.50 85.56 76.49 Baik
Konsentrasi 58.57 89.63 89.82 79.34 Baik
Ketekunan 56.66 83.67 86.94 75.76 Baik
Rata-rata 55.23 86.10 87.96 76.43 Baik

Untuk memperjelas perbandingan aspek motivasi belajar siswa pada

observasi awal dan motivasi belajar pada siklus I data disajikan dalam bentuk

grafik pada Gambar 4.1.


Ketercapaian (%)

100
90
80
70
minat
60
perhatian
50
konsentrasi
40
ketekunan
30
20
10
0
1 2 3
Aspek Motivasi

Keterangan :
1. Observasi Awal
2. Hasil observasi siklus I
3. Hasil evaluasi diri siklus I

Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Aspek Motivasi Belajar Siswa pada Observasi Awal
dan Motivasi Belajar pada Siklus I

Berdasarkan paparan data dan analisisnya pada motivasi belajar siklus I

mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul

Ulum Agung Malang.


2. Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus I

Prestasi belajar siswa didapat dari skor tes formatif disetiap akhir siklus

tindakan. Secara rinci deskripsi data prestasi belajar siswa ditinjau dari tes

fomatif pada siklus I dan dibandingkan dengan skor awal sebelum tindakan

yaitu tes formatif sistem peredaran darah pada manusia dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perbandingan antara Prestasi Belajar dengan Menggunakan Tes Formatif
pada Siklus I dengan Prestasi Belajar pada Observasi Awal

No Skor Ketuntasan Skor Ketuntasan


Observasi Belajar Individu Belajar
Awal Siklus I
1 80 Ya 70 Tidak
2 75 Ya 50 Tidak
3 90 Ya 80 Ya
4 75 Ya 80 Ya
5 80 Ya 90 Ya
6 80 Ya 80 Ya
7 75 Ya 60 Tidak
8 90 Ya 80 Ya
9 80 Ya 80 Ya
10 75 Ya 80 Ya
11 75 Ya - - -
12 90 Ya 90 Ya
13 75 Ya 50 Tidak
14 85 Ya 80 Ya
15 85 Ya 50 Tidak
16 85 Ya 60 Tidak
17 75 Ya 80 Ya
18 75 Ya 80 Ya
19 75 Ya 60 Tidak
20 75 Ya 80 Ya
21 70 Tidak 90 Ya
22 80 Ya 60 Tidak
Lanjutan Tabel 4.6
No Skor Ketuntasan Skor Ketuntasan
Observasi Belajar Individu Belajar
Awal Siklus I
23 80 Ya 80 Ya
24 70 Tidak 60 Tidak
25 70 Tidak 60 Tidak

26 70 Tidak 80 Ya

27 70 Tidak 80 Ya
28 70 Tidak 80 Ya

29 65 Tidak 80 Ya

30 65 Tidak 80 Ya

31 90 Ya 80 Ya

32 85 Ya 80 Ya

33 60 Tidak 80 Ya

34 70 Tidak 80 Ya

35 65 Tidak 90 Ya

36 60 Tidak 80 Ya

2735 24 12 2620 10 25

75.97 74.85

Daya serap 66,67 % 71,43 %


klasikal
(%)

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa jumlah rerata skor tes formatif

pada siklus I yaitu 74.85 dan daya serap klasikal 71.43 %. Sehingga prestasi

belajar siswa ditinjau dari tes formatif pada siklus I, kelas tersebut belum

mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu ≥ 75 dan daya serap

klasikal ≥ 85 %. Tetapi terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar

dilihat dari perhitungan prestasi belajar tes formatif pada siklus I jika

dibandingkan dengan observasi awal pada skor tes formatif sistem peredaran

darah pada manusia, yaitu 25 siswa yang sebelumnya 24 siswa.


Berdasarkan paparan data dan analisisnya pada prestasi belajar siklus I

mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul

Ulum Agung Malang.

3. Refleksi Pelaksanaan Siklus I

Setiap akhir siklus dilakukan refleksi tindakan yang didasarkan pada hasil

observasi dan tujuannya untuk memperbaiki proses belajar mengajar pada

siklus berikutnya. Berdasarkan hasil observasi maka dapat diketahui pada

siklus I ditemukan beberapa hal antara lain: aktivitas saat belajar kelompok

khususnya dalam hal memberi masukan pada pertanyaan yang ada pada LKS

hanya siswa tertentu yang memberikan masukan saat diskusi, pada waktu

mengerjakan LKS siswa masih kebingungan untuk menjawab di kertas lain

atau di jawab di LKS, dan suasana kelas menjadi ramai saat pergantian

kelompok heterogen kemampuan akademiknya (kelompok diskusi) ke

kelompok homogen kemampuan akademiknya (kelompok turnamen).

Berdasarkan hasil refleksi maka peneliti merencanakan tindakan perbaikan

untuk siklus II yaitu: menambah jumlah LKS untuk tiap kelompok dan tiap

anggota mendapatkan satu LKS, menuliskan pada lembar kerja siswa “

Jawablah pada lembar kerja ini!”, dan menegaskan pada siswa bahwa dalam

satu kelompok harus saling tolong menolong atau bekerjasama.


B. Hasil Penelitian Siklus II

1. Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada tanggal 5 dan 17 Juni 2008. Materi yang

diajarkan adalah struktur, fungsi serta proses pernapasan pada hewan serta

kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pernapasan manusia dan

hewan. Pertemuan pertama pada tanggal 5 Juni 2008 guru mengemukakan

tujuan pembelajaran dan menjelaskan materi tentang struktur, fungsi serta

proses pernapasan pada hewan serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada

sistem pernapasan manusia dan hewan secara garis besar, dilanjutkan belajar

kelompok. Pada saat belajar kelompok, siswa diminta diskusi dengan

kelompok yang sudah dibentuk. Dan guru berkeliling membantu siswa yang

merasa kesulitan dalam mengerjakan LKS. Setelah itu, dilanjutkan dengan

pembahasan bersama secara klasikal tentang jawaban LKS oleh perwakilan

kelompok. Pertemuan kedua tanggal 17 Juni 2008 diadakan turnamen dan tes

formatif siklus II pada akhir kegiatan.

Tahap kerja kelompok pada siklus II sama dengan siklus I, hanya saja

pada siklus II tiap anggota kelompok mendapatkan LKS yang harus

dikerjakan. Selain itu siswa juga mendapatkan lembaran khusus dari guru

untuk menjawab pertanyaan diskusi. Dan siswa juga bekerja sama dengan

anggota kelompoknya, mereka aktif mengerjakan LKS dan saling memberi

masukan antar anggota kelompoknya.

Rekaman data motivasi belajar siswa diperoleh dari lembar observasi yang

sudah disediakan dan telah diisi oleh observer dan juga dari hasil evaluasi diri
yang telah diisi oleh siswa. Sedangkan mengenai rekaman data motivasi

belajar siswa hasil observasi disajikan dalam Tabel 4.7 dan rekaman data

motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri disajikan dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.7 Ringkasan Persentase Motivasi Belajar Siswa Hasil Observasi dalam
Kelompok pada Siklus II

Klp. Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
A 96.67 90.00 93.33 93.33 Sangat baik
B 96.67 90.00 95 93.89 Sangat baik
C 82.5 85.00 86.67 84.72 Baik
D 93.33 90.00 96.67 93.33 Sangat baik
E 88.89 82.64 81.94 84.49 Baik
F 87.5 80.83 83.33 83.89 Baik
Rata-rata 90.93 86.41 89.49 88.94 Sangat baik

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa rerata persentase motivasi belajar

siswa hasil observasi dalam kelompok pada siklus II adalah 88.94 %,

sedangkan rerata persentase motivasi pertahapan yaitu untuk tahap penyajian

kelas adalah 90.93% dengan kategori sangat baik, tahap kerja kelompok

adalah 86.41% dengan kategori sangat baik, dan tahap turnamen adalah

89.49% dengan kategori sangat baik.

Berdasarkan Tabel 4.7 juga diketahui bahwa kelompok yang motivasinya

tergolong sangat baik ada 3 kelompok yaitu kelompok A dan D dengan

persentase 93.33 %, dan kelompok B dengan persentase 93.89 %. Untuk

kelompok yang motivasinya tergolong baik ada 3 kelompok yaitu kelompok C

dengan persentase 84.72 %, kelompok E dengan persentase 84.49 %, dan

kelompok F dengan persentase 83.89 %. Namun secara keseluruhan aspek

motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu dengan rerata persentase

88.94 %.
Untuk data hasil analisis masing-masing aspek motivasi berdasarkan hasil

observasi dapat dilihat pada lampiran 23, dan tabel ringkasan persentase

masing-masing aspek motivasi belajar siswa hasil observasi dalam kelompok

pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Ringkasan Persentase Masing-Masing Aspek Motivasi Belajar Siswa Hasil
Observasi dalam Kelompok pada Siklus II

Aspek Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Motivasi Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
Minat 85.18 82.96 100 89.38 Sangat baik
Perhatian 85.19 82.96 82.96 83.7 Baik
Konsentrasi 96.67 96.94 87.5 93.7 Sangat baik
Ketekunan 96.67 82.8 87.5 88.99 Baik
Rata-rata 90.93 86.41 89.49 88.94 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa aspek motivasi belajar siswa hasil

observasi dalam kelompok pada siklus II yang tertinggi adalah konsentrasi

dengan rerata persentase 93.7 %, dan aspek motivasi belajar siswa hasil

observasi dalam kelompok pada siklus II yang paling rendah adalah perhatian

dengan rerata persentase 83.7 %. Namun secara keseluruhan aspek

motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu dengan rerata persentase

88.94 %.

Berdasarkan data hasil evaluasi diri siswa dalam kelompok pada siklus II,

data motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Ringkasan Persentase Motivasi Belajar Siswa Hasil Evaluasi Diri dalam
Kelompok pada Siklus II

Klp. Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
A 91.67 93.33 93.33 92.78 Sangat baik
B 89.17 93.33 95 92.5 Sangat baik
C 86.67 91.67 83.33 87.22 Sangat baik
D 88.33 90 96.67 91.67 Sangat baik
E 77.78 81.94 81.94 80.56 Baik
F 88.33 82.5 83.33 84.72 Baik
Rata-rata 86.99 88.79 88.94 88.24 Sangat baik

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa rerata persentase motivasi belajar

siswa hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus II adalah 88.24 %,

sedangkan rerata persentase motivasi pertahapan yaitu untuk tahap penyajian

kelas adalah 86.99 % dengan kategori sangat baik, tahap kerja kelompok

adalah 88.79 % dengan kategori sangat baik, dan tahap turnamen adalah 88.94

% dengan kategori sangat baik.

Berdasarkan Tabel 4.9 juga diketahui bahwa kelompok yang motivasinya

tergolong sangat baik ada 4 kelompok yaitu kelompok B dengan persentase

92.5 %, kelompok A dengan persentase 92.78 %, kelompok D dengan

persentase 91.67 % dan kelompok C dengan persentase 87.22 %. Untuk

kelompok yang motivasinya tergolong baik ada 2 kelompok yaitu kelompok E

dengan persentase 80.56 %, dan kelompok F dengan persentase 84.72 %.

Namun secara keseluruhan aspek motivasinya sudah dapat dikatakan sangat

baik yaitu dengan rerata persentase 88.24 %.

Untuk data hasil analisis masing-masing aspek motivasi berdasarkan hasil

evaluasi diri dapat dilihat pada lampiran 23, dan tabel ringkasan persentase

masing-masing aspek motivasi belajar siswa hasil evaluasi diri dalam

kelompok pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.10.


Tabel 4.10 Ringkasan Persentase Masing-Masing Aspek Motivasi Belajar Siswa Hasil
Evaluasi Diri dalam Kelompok pada Siklus II

Aspek Motivasi Tiap Tahapan (%) Rata-rata Kriteria


Motivasi Penyajian Kerja Turnamen (%)
Kelas Kelompok
Minat 87.59 87.59 100 91.73 Sangat baik
Perhatian 87.59 87.59 80.74 85.31 Sangat Baik
Konsentrasi 85.56 98.33 87.5 90.46 Sangat baik
Ketekunan 87.22 81.70 87.5 85.47 Sangat Baik
Rata-rata 86.99 88.79 88.94 88.24 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa aspek motivasi belajar siswa

hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus II yang tertinggi adalah

konsentrasi dengan rerata persentase 91.73 %, dan aspek motivasi belajar

siswa hasil evaluasi diri dalam kelompok pada siklus II yang paling rendah

adalah perhatian dengan rerata persentase 85.31%. Namun secara keseluruhan

aspek motivasinya sudah dapat dikatakan sangat baik yaitu dengan rerata

persentase 88.24 %.

Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan motivasi belajar maka

motivasi belajar pada siklus I dibandingkan dengan motivasi belajar pada

siklus II, hasil perbandingannya disajikan dalam bentuk tabel perbandingan

antara aspek-aspek motivasi belajar pada siklus I dan motivasi belajar pada

siklus II. Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perbandingan antara Aspek-Aspek Motivasi Belajar pada Siklus I dan
Motivasi Belajar pada Siklus II

Aspek Siklus I (%) Siklus II (%) Rata- Kriteria


Motivasi Observasi Evaluasi Observasi Evaluasi rata
Diri Diri (%)
Minat 88.61 89.54 89.38 91.73 89.82 Sangat baik
Perhatian 82.50 85.56 83.7 85.31 84.27 Baik
Konsentrasi 89.63 89.82 93.7 90.46 90.90 Sangat baik
Ketekunan 83.67 86.94 88.99 85.47 86.27 Sangat Baik
Rata-rata 86.10 87.96 88.94 88.24 87.81 Sangat Baik
Untuk memperjelas perbandingan aspek motivasi belajar siswa pada siklus

I dan motivasi belajar pada siklus II data disajikan dalam bentuk grafik pada

Gambar 4.2.
Ketercapaian (%)

96
94
92
90
Minat
88
86 Perhatian
84 Konsentrasi
82 Ketekunan
80
78
76
1 2 3 4
Aspek Motivasi

Keterangan :
1. Hasil observasi siklus I
2. Hasil evaluasi diri siklus I
3. Hasil observasi siklus II
4. Hasil evaluasi diri siklus II

Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Aspek Motivasi Belajar Siswa pada Siklus I dan
Motivasi Belajar pada Siklus II

Berdasarkan paparan data dan analisisnya pada motivasi belajar siklus II

mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul

Ulum Agung Malang.

2. Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus II

Prestasi belajar siswa pada siklus II sama seperti pada siklus I yaitu

diperoleh dari skor tes formatif yang dilaksanakan pada akhir siklus. Secara

rinci deskripsi data prestasi belajar siswa ditinjau dari tes fomatif pada siklus

II dibandingkan dengan tes fomatif pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Perbandingan antara Prestasi Belajar dengan Menggunakan Tes Formatif
pada Siklus II dengan Tes Formatif pada Siklus I

No Skor Ketuntasan Skor Ketuntasan


individu Belajar individu Belajar
siklus II siklus I
1 80 Ya 70 Tidak
2 85 Ya 50 Tidak
3 80 Ya 80 Ya
4 70 Tidak 80 Ya
5 90 Ya 90 Ya
6 100 Ya 80 Ya
7 75 Ya 60 Tidak
8 90 Ya 80 Ya
9 100 Ya 80 Ya
10 65 Tidak 80 Ya
11 - - - - - -
12 70 Tidak 90 Ya
13 95 Ya 50 Tidak
14 80 Ya 80 Ya
15 80 Ya 50 Tidak
16 100 Ya 60 Tidak
17 100 Ya 80 Ya
18 90 Ya 80 Ya
19 95 Ya 60 Tidak
20 80 Ya 80 Ya
21 90 Ya 90 Ya
22 80 Ya 60 Tidak
23 100 Ya 80 Ya
24 85 Ya 60 Tidak
25 90 Ya 60 Tidak
26 95 Ya 80 Ya
27 90 Ya 80 Ya
28 80 Ya 80 Ya
29 65 Tidak 80 Ya
30 80 Ya 80 Ya
31 75 Ya 80 Ya
32 80 Ya 80 Ya
33 85 Ya 80 Ya
34 70 Tidak 80 Ya
35 80 Ya 90 Ya
36 70 Tidak 80 Ya
2965 29 6 2620 10 25

84,00 74.85

Daya serap 82,86 % 71,43 %


klasikal (%)
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa jumlah rerata skor tes formatif

pada siklus II yaitu 84.00 dan daya serap klasikal 82.86 %. Sehingga prestasi

belajar siswa ditinjau dari tes formatif pada siklus I, kelas tersebut telah

mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu ≥ 75, sedangkan untuk

daya serap klasikal belum mencapai ≥ 85 %. Tetapi terjadi peningkatan

jumlah siswa yang tuntas belajar dilihat dari perhitungan dari tes fomatif pada

siklus II dibandingkan dengan tes fomatif pada siklus I, yaitu 29 siswa yang

tuntas belajar dan sebelumnya ada 25 siswa.

Berdasarkan paparan data dan analisisnya pada prestasi belajar siklus II

mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang

menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul

Ulum Agung Malang.

3. Refleksi Pelaksanaan Siklus II

Berdasarkan hasil observasi maka diketahui bahwa pada siklus II

ditemukan beberapa hal antara lain: aktivitas siswa saat kerja kelompok

khususnya dalam hal memberi masukan pada kelompok atas pertanyaan LKS

semakin meningkat, suasana kelas sangat menyenangkan saat penyajian kelas

dan saat kerja kelompok, siswa menjadi bersemangat mengerjakan LKS pada

kerja kelompok dan pada turnamen, dan suasana kelas menjadi tidak ramai

saat pergantian kelompok heterogen kemampuan akademiknya (kelompok

diskusi) ke kelompok homogen kemampuan akademiknya (kelompok

turnamen).
Berdasarkan paparan data dan hasil penelitian pada bab IV, maka pada bab

V akan dibahas tentang motivasi belajar dan prestasi belajar siswa selama

menjalani kegiatan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments) dalam pokok bahasan sistem pernapasan. Motivasi belajar biologi

siswa yang akan dibahas meliputi 4 aspek yaitu minat, perhatian, konsentrasi,

ketekunan. Baik dari hasil observasi maupun evaluasi diri. Sedangkan untuk

prestasi belajar siswa diperoleh dari hasil tes formatif yang dilaksanakan setiap

akhir siklus. Berikut adalah paparan pembahasan dari masing-masing aspek

tersebut.

C. Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus I dan II

Pada pembahasan, akan dibahas mengenai motivasi belajar siswa setelah

diterapkan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) pada

siklus I dan II, pada siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 29 Mei 2018

diketahui bahwa pembelajaran biologi dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) telah membawa peningkatan

motivasi belajar siswa, meskipun masih ditemukan kekurangan dalam penerapan

model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments). Sedangkan

pada siklus II yang dilaksanakan pada tanggal 5 dan 17 Juni 2008 juga diketahui

bahwa pembelajaran biologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

TGT (Teams Game Tournaments) telah membawa peningkatan motivasi belajar

siswa. Adapun kekurangan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TGT

(Teams Game Tournaments) pada siklus I adalah aktivitas saat belajar kelompok

khususnya dalam hal memberi masukan pada pertanyaan yang ada pada LKS
hanya siswa tertentu yang memberikan masukan saat diskusi, pada waktu

mengerjakan LKS siswa masih kebingungan untuk menjawab di kertas lain atau

di jawab di LKS, dan suasana kelas menjadi ramai saat pergantian kelompok

heterogen kemampuan akademiknya (kelompok diskusi) ke kelompok homogen

kemampuan akademiknya (kelompok turnamen).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahayu (1998:157-158) bahwa

pembelajaran kooperatif tidak semata-mata meminta siswa bekerja secara

kelompok dengan cara mereka sendiri. Siswa yang bekerja dalam kelompok

mungkin akan menunjukkan hasil yang rendah karena hanya beberapa siswa saja

yang bekerja keras dalam menyelesaikan materi tugas sedangkan siswa yang lain

bersifat pasif. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengatur siswa ke dalam

kelompok belajar yang benar-benar kooperatif. Agar kondisi itu benar-benar

terjadi, ada lima unsur pada pembelajaran kooperatif yaitu: 1) saling

ketergantungan positif, 2) interaksi langsung, 3) pertanggung jawaban individual,

4) keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompok, dan 5) keefektifan

proses kelompok.

Berdasarkan Tabel 4.2 dan 4.4 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

jauh antara hasil rerata persentase dari aspek motivasi belajar siswa hasil

observasi dan evaluasi diri. Selain itu terjadi peningkatan aspek motivasi belajar

siswa hasil observasi awal dan motivasi belajar pada siklus I dengan kategori

sangat baik. Hasil perbandingan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Berdasarkan Tabel 4.8 dan 4.10 menunjukkan tidak adanya perbedaan

yang jauh antara hasil rerata persentase dari aspek motivasi belajar siswa hasil

observasi dan evaluasi diri dengan kategori sangat baik. Selain itu terjadi
peningkatan aspek motivasi belajar pada siklus I dan motivasi belajar pada siklus

II. Hasil perbandingan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (1995) yang menyatakan bahwa

motivasi belajar adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota

organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian

atau kemampuan tenaga dan waktunya menyelenggarakan berbagai kegiatan yang

menjadi tanggung jawabnya dan menunaikkan kewajibannya. Sehingga para siswa

menjadi lebih termotivasi untuk belajar.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan 4.3 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang

jauh antara hasil rerata persentase dari motivasi pertahapan baik motivasi belajar

siswa hasil observasi dan evaluasi diri yaitu dengan kategori sangat baik pada

siklus I. Sedangkan berdasarkan Tabel 4.7 dan 4.9 juga menunjukkan tidak

adanya perbedaan yang jauh antara hasil rerata persentase dari motivasi

pertahapan baik motivasi belajar siswa hasil observasi dan evaluasi diri yaitu

dengan kategori sangat baik pada siklus II. Selain itu terjadi peningkatan motivasi

pertahapan baik motivasi belajar siswa hasil observasi dan evaluasi diri yaitu

dengan kategori sangat baik pada siklus I dan motivasi belajar pada siklus II.

Hal ini juga sesuai pendapat Rahayu (1998:156) yang menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa bekerja dan belajar

bersama dalam kelompok-kelompok kecil, saling menyumbangkan pikiran dan

bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun

kelompok.

Lanjutnya menurut Slavin (1997), jika siswa ingin jadi tim yang sukses,

mereka akan mendorong teman kelompok mereka agar berhasil dan akan saling
membantu untuk mewujudkannya. Dengan demikian pembelajaran kooperatif

dapat memotivasi siswa dalam segala situasi untuk bekerja sama dalam satu

kelompok dan itu tidak hanya sekedar persaingan individu melainkan juga saling

membantu temannya.

Motivasi mempunyai fungsi sangat penting dalam suatu kegiatan proses

belajar. Motivasi akan mempengaruhi kegiatan belajar akan tetapi motivasi juga

dipengaruhi oleh tujuan. Apabila tujuan yang dicapai makin tinggi, maka

motivasinya juga semakin besar sehingga makin kuat kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hidayati (2005) yang menyatakan

bahwa motivasi belajar siswa akan mengalami peningkat setelah dilakukan model

pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments).

Dan ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

D. Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams

Game Tournaments) pada Siklus I dan II

Pada pembahasan ini akan dibahas mengenai prestasi belajar pada siklus I

dan II setelah penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game

Tournaments). Prestasi belajar siswa diperoleh dari skor tes formatif yang

dilaksanakan setiap akhir siklus. Pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya

3 hal (Kahfi, 2003a:7) yaitu struktur tugas, struktur tujuan dan struktur

penghargaan. Pada metode TGT, memiliki masing-masing struktur yaitu tujuan

kognitif (informasi akademik sederhana) dan tujuan sosial (kerjasama dan


kelompok), struktur tugas (siswa menggunakan LKS dan saling membantu untuk

menuntaskan materi belajarnya), serta struktur penghargaan (penghargaan

diberikan berdasarkan hasil turnamen. Penghargaan berupa sertifikat atau yang

lainnya).

Prestasi belajar siswa diperoleh dari tes formatif yang dilaksanakan setiap

akhir siklus. Tes prestasi belajar adalah salah satu alat ukur yang banyak

digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam suatu proses belajar

mengajar (Zainul dalam Sutrisnawati, 2006). Bagi guru prestasi belajar di kelas

sangatlah berguna untuk melakukan perbaikan kegiatan belajar mengajar dan

evaluasi, sedangkan bagi siswa sendiri prestasi belajar berguna untuk

memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut.

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa jumlah rerata skor tes formatif

pada siklus I yaitu 74.85 dan daya serap klasikal 71.43 %. Sehingga prestasi

belajar siswa ditinjau dari tes formatif pada siklus I, kelas tersebut belum

mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu ≥ 75 dan daya serap klasikal ≥

85 %. Tetapi terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar dilihat dari

perhitungan prestasi belajar tes formatif pada siklus I jika dibandingkan dengan

observasi awal pada skor tes formatif sistem peredaran darah pada manusia, yaitu

25 siswa yang sebelumnya 24 siswa.

Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa jumlah rerata skor tes formatif

pada siklus II yaitu 84.00 dan daya serap klasikal 82.86 %. Sehingga prestasi

belajar siswa ditinjau dari tes formatif pada siklus I, kelas tersebut telah mencapai

ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu ≥ 75, sedangkan untuk daya serap

klasikal belum mencapai ≥ 85 %. Tetapi terjadi peningkatan jumlah siswa yang


tuntas belajar dilihat dari perhitungan dari tes fomatif pada siklus II dibandingkan

dengan tes fomatif pada siklus I, yaitu 29 siswa yang tuntas belajar dan

sebelumnya ada 25 siswa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Azizah (2004) bahwa pembelajaran

kooperatif model TGT (Teams Game Tournaments) mampu menjadikan siswa

belajar lebih aktif dan siswa memperoleh prestasi yang lebih dibanding

pembelajaran model yang lain. Mereka saling bekerja sama dan bertanggung

jawab untuk membuat kelompoknya menjadi kelompok terbaik, sehingga siswa

belajar lebih antusias.

Sedangkan menurut pandangan Piaget dalam Dimyati (2006) belajar

adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik.

Sebaliknya orang yang tidak belajar, maka responnya akan menurun.

Hasil belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidaklah sama.

Perbedaan hasil belajar ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Winkel

dalam Sutrisnawati (2006) mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan hasil belajar meliputi faktor internal dan faktor eksternal.

c. Faktor internal, meliputi psikologi (intelegensi, motivasi belajar, minat,

perasaan kondisi akibat keadaan sosial, kultural dan ekonomi) dan fisiologi

(kesehatan jasmani)

d. Faktor eksternal, meliputi proses belajar di sekolah (kurikulum pembelajaran,

disiplin sekolah, fasilitas belajar dan pengelompokkan siswa) dan sosial (sistem

sekolah, status sosial sekolah siswa, interaksi pengajar dengan siswa).

Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Nur dalam Azizah (2004) yang

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap


siswa yang rendah hasil belajarnya. Karena siswa akan lebih banyak belajar dari

satu teman ke teman yang lain dari pada bersama guru.

Dan ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

Pembelajaran kooperatif TGT sangat erat kaitannya dengan motivasi

belajar siswa. Tahapan dalam pembelajaran kooperatif yang memungkin

tumbuhnya motivasi belajar adalah adanya permainan dan penghargaan. Pada saat

turnamen, siswa yang mempunyai kemampuan homogen bertanding dalam meja

turnamen. Adanya kompetisi yang seimbang inilah yang dapat mendorong

semangat siswa untuk belajar, siswa merasa bersaing secara sehat, sehingga dapat

memunculkan rasa percaya diri dan rasa tanggungjawab terhadap kelompoknya.

Ada tahapan lain dalam pembelajaran kooperatif TGT yang memungkinkan

timbulnya motivasi dalam diri siswa untuk terus bersaing adalah adanya

penghargaan individu maupun kelompok yang menang sesuai dengan kriteria

yang ditentukan. Selain itu, pada pembelajaran kooperatif terdapat evaluasi berupa

tes formatif yang dilakukan pada akhir pembelajaran. Jika dalam diri siswa sudah

muncul motivasi untuk belajar, maka dapat dipastikan aktivitas siswa dalam

belajarpun akan meningkat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian adalah sebagai berikut.

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments)

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Darul Ulum Agung Malang.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berkaitan dengan penelitian adalah:

1. Disarankan kepada guru bidang studi biologi untuk menerapkan pendekatan

pembelajaran kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) pada kompetensi

dasar yang lain.

2. Kepada pihak sekolah untuk lebih bisa mengembangkan model pembelajaran

kooperatif TGT (Teams Game Tournaments) sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

3. Kepada pihak peneliti lebih memberikan perhatian yang optimal kepada setiap

siswa dalam kegiatan belajar mengajar baik kelompok heterogen kemampuan

akademiknya pada saat diskusi maupun kelompok homogen kemampuan

akademiknya pada saat turnamen.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.


Jakarta: Bumi Aksara.

Azizah, S. N.L.2004.Perbandingan Hasil Belajar Siswa antara Siswa yang diajar


dengan Pembelajaran Kooperatif model TGT dan Siswa yang diajar dengan
Pembelajaran Konvensional pada Pokok Bahasan Statistika Kelas 2 SLTPN
2 Malang tahun ajaran 2003/2004. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.

BSNP.2006. Standar Isi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hidayati, Ezzah. 2005. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model TGT


untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas 2 SMP
Negeri 2 Pamekasan pada Pokok Bahasan Sistem Koordinasi. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Fokusmedia, Tim redaksi. 2006. UU SISDIKNAS 2003. Bandung: Fokusmedia.

Kahfi, M.S. 2003a. Pembelajaran Kooperatif dan Pelaksanaannya dalam


Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.

Kahfi, M.S. 2003b. Mengembangkan Skenario Pembelajaran Matematika


Berbasis Kompetensi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Lie, A.2002. Coopertive Learning. Jakarta: Gramedia.

Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Depdikbud.

Nurhadi. Yasin, Burhan.& Senduk, Agus Gerrad.2004. Pembelajaran Kontekstual


Dan Penerapan Dalam KBK. Malang: UM Press.

Rahayu, Sri. 1998. Pembelajaran Kooperatif dalam Pengajaran IPA. Jurnal


Pendidikan dan Kebudayaan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Risnawati.2005. Pembelajaran Berdasarkan Masalah Melalui Metode Belajar


Kooperatif TPS Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
Kelas X-5 SMAN 9 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Biologi FMIPA UM
Sardiman, A.M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta:
Rajawali Press.

Sayekti.1991. Evaluasi Hasil Belajar. DEPDIKNAS. IKIP Malang

Slavin, R.E.1997. Coopertive Learning. Theory, Research And Practice (Second


Edition). America: a. simun & Schuster Company.

Siagian, Sondang P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sulistyono, Agung. 2007. Inspirasi Sains. Jakarta: Ganeca Exact.
Susanto, Pudyo.1999.Strategi Pembelajaran Biologi Di Sekolah Menengah.
Malang : Jurusan Biologi FMIPA UM.

Sutrisnawati, Anita. 2006. Penerapan PBL Pada Mata Pelajaran Sains untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas III SD Laboratorium
Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan
Biologi FMIPA UM.

Tenzer, Amy. 2003. Struktur Hewan Bagian I. Malang: Jurusan Biologi FMIPA
UM.

Tim Penyusun PR biologi.1999. PR Biologi. Jakarta: Intan Pariwara.

Anda mungkin juga menyukai