Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA


DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)
SDN TEGUHAN 3 TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Disusun oleh :

ANIK PUJI RAHAYUNINGSIH, S.Pd.


NO. PESERTA 18050902710021

SEKOLAH DASAR NEGERI TEGUHAN 3


UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN PARON
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN NGAWI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA kelas III SDN Teguhan 3
Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi, menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang
tidak mencapai KKM. Dalam wawancara dengan guru diperoleh informasi mengenai
siswa yang kurang dalam motivasi belajarnya sehingga kurang memperhatikan dalam
pembelajaran. Selain itu pembelajaran dilaksanakan dengan metode ceramah, guru
secara aktif mejelaskan materi, memberi contoh dan latihan sedangkan siswa mendengar,
mencatat dan mengerjakan soal latihan. Metode ini kurang memberikan kesempatan
siswa untuk menemukan, membentuk, mengembangkan pengetahuannya sendiri dan
kurang mampu menumbuhkan motivasi belajar dalam diri siswa.

B. Identifikasi Masalah
1. Siswa kurang aktif dan kurang memperhatikan dalam proses pembelajaran karena
pembelajaran dilaksanakan dengan metode ceramah, guru yang lebih dominan dalam
pembelajaran.
2. Sebagian besar siswa tidak mencapai KKM.

C. Rumusan Masalah
Apakah model pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar tentang Energi dan Perubahannya pada siswa
kelas III SDN Teguhan 3 Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi?
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar tentang Energi dan
Perubahannya pada siswa kelas III SDN Teguhan 3 Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi.

E. Kegunaan Penelitian.
1. Kegunaan Teoritis
a) Untuk merencanakan perbaikan dan penyempurnaan dalam melakukan kegiatan
belajar mengajar.
b) Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pendidik dalam meningkatkan
hasil belajar.
c) Sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan Praktis
a) Bagi Penulis
1) Untuk menambah wawasan tentang model pembelaajaran kooperatif tipe
TGT dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Untuk mengembangkan ketrampilan dalam mengajar.
3) Untuk meningkatkan motivasi menerapkan strategi pembelajaran yang
lebih bervariasi, sehingga materi pelajaran akan lebih menarik.
b) Bagi Siswa
1) Untuk memupuk rasa kebersamaan antar siswa.
2) Untuk meningkatkan keaktifan dan minat belajar siswa.
3) Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
c) Bagi /Sekolah
Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan
F. Definisi Istilah
1. Prestasi belajar adalah Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam

bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran. Prestasi belajar pada umumnya

berkenaan dengan aspek pengetahuan (Zaenal, 2010: 12). Tolak ukur untuk mengukur

peningkatan hasil belajar disini adalah nilai tes yang diperoleh dari hasil tes pra siklus

sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif metode TGT yang

dibandingkan dengan nilai evaluasi setiap siklus di akhir proses belajar mengajar.

Dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila dari siklus I ke siklus II dan

seterusnya hasil belajar mengalami peningkatan secara berkesinambungan, sesuai

kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang dipatok SDN Teguhan 3 pada mata

pelajaran ilmu pengetahuan alam.

2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Surjani (2011, 12) adalah sekumpulan

pengetahuan yag diperoleh melalui metode tertentu. Dalam penelitian ini Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) yang dijadikan materi adalah Energi dan Perubahannya.

3. Pembelajaran kooperatif menurut Miftahul Huda (2013, 31) berarti pembentukan

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerja

sama dan saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain.

4. Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang

berbentuk turnamen akademik yang dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis

pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah

kartu yang diberi angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan

angkat tersebut (Rusman, 2011: 224)

Teams Games Tournament (TGT) yang dimaksud disini adalah pembelajaran dimana
siswa memainkan permainan dengan anggota kelompok lain untuk memperoleh skor
bagi tim mereka masing-masing. Permainannya dalam TGT ini berupa pertanyaan
yang ditulis di kartu-kartu yang diberi angka. Siswa kemudian diminta menjawab
pertanyaan yang ada pada kartu. Jika siswa menjawab benar maka dia secara otomatis
menyumbang poin bagi kelompoknya. Turnamen dalam hal ini harus memungkinkan
semua siswa dari semua tingkat kemampuan untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya soal sulit untuk anak pintar, soal yang agak lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai
kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka
1. Prestasi Belajar

Belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan.

Hasilnya adalah perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Hal ini sesuai dengan

pendapat dari Slameto (2013, 2) bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Definisi belajar menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2012, 6) terbagi

menjadi 2 pandangan, yaitu pandangan tradisional dan pandangan modern. Pandangan

tradisional memandang belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan.

Pandangan modern menyatakan belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat

interaksi dengan lingkungannya yang mencakup aspek kognitif, afektif dan

psikomotor.

Dalam belajar guru perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya

mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan,

perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu, dan memberi reinformence dan

umpan balik (feed-back) yaitu penguatan optimal terjadi pada waktu siswa

mengetahui bahwa ia menemukan jawabannya (Slameto, 2013 :12).

Hasil dan bukti belajar menurut Oemar Hamalik (2004, 30) ialah ‘’terjadinya

perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu

dan dari tidak mengerti menjadi mengerti’’. Prestasi belajar siswa menurut Tulus Tu’u

adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan

kegiatan pembelajaran di sekolah. Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek


pengetahuan, dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka nilai dari hasil

evaluasi (Tulus Tu’u, 2004: 75).

‘’Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai

faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri maupun dari luar diri’’ (Abu

Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2013: 138).

Faktor yang mempengaruhi belajar menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana
(2012, 8):
a) Peserta didik dengan sejumlah latar belakangnya yang terdiri dari tingkat
kecerdasan, bakat, sikap, minat, motivasi, keyakinan, kesadaran, kedisiplinan dan
tanggung jawab.
b) Pengajar yang professional yaitu memiliki kompetensi pedagogik, sosial,
personal, profesional, kualifikasi pendidikan dan kesejahteraan.
c) Atmosfer pembelajaran partisipatif dan interaktif
d) Sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran.
e) Kurikulum, lingkungan, atmosfer kepemimpinan pembelajaran yang sehat, dan
pembiayaan yang memadai.
Motivasi Belajar

Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan

mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dorongan mental yang

mendorong terjadinya belajar disebut motivasi belajar. Sesuai dengan pendapat

Oemar Hamalik (2004: 158) ‘’motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)

seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

tujuan’’.

Oemar Hamalik (2004: 162) menuliskan motivasi terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
a) Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar dan
menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan murid. Motivasi ini sering disebut
motivasi murni, atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri siswa
sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh
informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil menyenangi
kehidupan, secara sadar memberikan sumbangan kepada kelompok, keinginan
untuk diterima orang lain dan sebagainya.
b) Motivasi ekstrinsik
Motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti
angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan,
yang bersifat negatif ialah sarkasme, ejekan, dan hukuman. Motivasi ekstrinsik
tetap diperlukan disekolah, sebab pembelajaran disekolah tidak semuanya
menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

(Hamzah B Uno: 27) menuliskan ‘’peranan penting dari motivasi dalam belajar

dan pembelajaran antara lain dalam (a) menentukan hal-hal yang dapat dijadikan

penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c) menentukan

ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar.’’

Ada beberapa cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar

antara lain dengan memberi angka/nilai, pujian, hadiah, kerja kelompok, persaingan,

penilaian yang kontinu, karyawisata, film pendidikan, dan belajar melalui radio

(Oemar Hamalik, 2004: 167). Selain itu salah satu teknik motivasi yag dapat

dilakukan dalam pembelajaran adalah menggunakan simulasi dan permainan

(Hamzah B Uno: 35).

Permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang

sangat menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna secara afektif atau

emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan lestari diingat, dipahami atau

dihargai (Hamzah B Uno: 35).

Pengukuran Prestasi Belajar

Untuk mengetahui prestasi belajar perlu adanya penilaian guru setiap akhir

belajar atau tiap periode tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik

(2004: 146) yaitu Assesment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk

mengukur prestasi belajar sebagai hasil dari suatu program instruksional.

Penilaian terhadap proses belajar siswa sebaiknya dilakukan secara keseluruhan

yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomorik. Namun secara umum prestasi

belajar hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, karena berkaitan dengan

kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran yang telah dipelajari
sebelumnya. Hal ini dibuktikan guru memberikan prestasi belajar berdasar dari nilai

hasil ulangan yang mana ulangan tersebut berisi soal-soal dan materi yang dipelajari.

Evaluasi merupakan penilaian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa

terhadap materi yang dipelajari. Selain itu untuk melihat apakah proses belajar

mengajar yang dilaksanakan telah berjalan secara efektif atau belum. Hal ini sesuai

dengan pendapat Purwanto (2011: 47) bahwa hasil belajar perlu di evaluasi untuk

melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses

belajar mengajar telah berlangsung efektif.

Teknik yang digunakan dalam evaluasi terdiri dari tes dan non tes. Tes

digunakan untuk mengukur ranah kognitif yaitu keterampilan, pengetahuan,

kecerdasan, kemmpuan, atau bakat yang dimiliki siswa (Nunuk Suryani dan Leo

Agung, 2012: 177). Tes terdiri dari (a). tes tertulis. Tes tertulis terdiri dari tes uraian/

esay dan tes obyektif (benar salah dan pilihan ganda). (b). Tes Lisan (c). Tes

perbuatan/ tingkah laku. Dalam penelitian ini tes digunakan untuk mengukur nilai

siswa sebelum dan setelah pembelajaran dilakukan dengan model kooperatif tipe

TGT.

Non tes penting untuk mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan psikomotorik.

Ada beberapa macam teknik non tes yaitu pengamatan, wawancara, kuesioner/

angket, dan analisis dokumen (Nunuk Suryani dan Leo Agung, 2012: 177). Dalam

penelitian ini non tes digunakan untuk mengukur motivasi siswa setelah

pembelajaran dilakukan dengan model kooperatif tipe TGT.

2. Hakikat IPA

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD hampir sama mata pelajaran lain,

hanya lebih melibatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Proses pembelajaran

disesuaikan perkembangan kognitif siswa sekolah dasar. IPA melatih anak berpikir
kritis dan objektif dengan pengetahuan menurut tolak ukur kebenaran ilmu yaitu

rasional dan objektif (Usman Samatowa, 2010: 4).

Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan yang mengajarkan dan

membantu siswa untuk memahami alam sekitarnya secara lebih mendalam. Hal ini

sesuai dengan pendapat Usman Samatowa (2010, 3) yang menyatakan Ilmu

Pengetahuan Alam membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan

manusia. IPA menurut Trianto (2010: 136) adalah suatu kumpulan teori yang

sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan

berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serrta menuntut

sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka jujur dan sebagainya.

IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah.

(Trianto, 2010: 137). Sebagai proses diartikan sebagai kegiatan imiah untuk

menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan

baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang

diajarkan di sekolah dan luar sekolah atau bahan bacaan untuk penyebaran

pengetahuan. Karena itu sebagai guru kita perlu mengenalkan ketiga aspek ini,

walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih menekankan pada produk Ilmu

Pengetahuan Alam saja.

Seperti yang tercantum dalam KTSP (Mulyasa, 2011: 112) Ruang lingkup
pembelajaran IPA untuk Sekolah Dasar meliputi:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b. Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi cair, padat dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit
lainnya.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Ilmu Pengetahuan Alam

di Sekolah Dasar kelas 1 sampai kelas 3 diberikan secara tematik dengan pelajaran
lain. Sedangkan untuk kelas IV sampai kelas VI diberikan secara mata pelajaran.

Materi IPA kelas III yang dipakai dalam penelitian ini adalah Energi dan

Perubahannya.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan energi. Energi

disebut juga sebagai tenaga. Definisi energi adalah kemampuan untuk melakukan

usaha/ kerja (I Gusti Ayu dan I Nyoman Tika, 2013: 93). Tidak ada makhluk yang

bisa menciptakan dan memusnahkan energi, hanya bisa dirubah dari satu bentuk ke

bentuk lainnya. Setiap energi pasti mengalami perubahan. Energi adalah sesuatu yang

menyertai perubahan materi. Bentuk bentuk energi antara lain energi kimia, panas,

listrik, magnet, mekanik, nuklir, cahaya, bunyi dan energi potensial.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran dikelas. Model pembelajaran merupakan pola yang

digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk

kepada guru dikelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce & Weil (dalam Rusman,

2011: 133) yang menyatakan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola

yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka

panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran

dikelas”.

Salah satu model pembelajaran yang sekarang banyak dipakai adalah


pembelajaran kooperatif. Seperti yang diungkapkan oleh Johnson&Johnson (nd)
‘’Cooperative learning is presently used in schools and universities in every part of
the world, in every subject area, and with every age student. It is difficult to find a
text on instructional methods, a teacher’s journal, or instructional materials that do
not discuss cooperative learning. Materials on cooperative learning have been
translated into dozens of languages. Cooperative learning is now an accepted and
highly recommended instructional procedure.’’ Sekarang ini pembelajaran kooperatif
digunakan di sekolah-sekolah dan dan universitas-universitas hampir diseluruh dunia,
dalam setiap jurusan, dan semua umur siswa. Sulit untuk mendapatkan tulisan
mengenai metode instruksi, jurnal guru atau materi instruksi yang tidak membahas
pembelajaran kooperatif. Materi-materi dalam pembelajaran kooperatif telah
diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Sekarang ini pembelajaran kooperatif telah
diterima dan direkomendsikan sebagai prosedur instruksi.
Pembelajaran kooperatif berarti pembentukan kelompok-kelompok kecil yang

terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerja sama dan saling meningkatkan

pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain (Miftahul Huda, 2013: 31).

Robert E Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran

kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan

untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Richard M. Felder and Rebecca Brent (2007: 1) berpendapat ‘’Cooperative

learning is an approach to groupwork that minimizes the occurrence of those

unpleasant situations and maximizes the learning and satisfaction that result from

working on a high-performance team’’. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu

pendekatan yang dibentuk kelompok kerja yang memperkecil kesalahan individu dan

memaksimalkan pelajaran serta kepuasan karena keaktifan kerja kelompok.

Dengan melihat pendapat diatas model pembelajaran mempunyai peran strategis

dalam upaya mendongkrak keberhasilan proses belajar mengajar. Berbagai model

pembelajaran yang telah dirancang melalui penelitian-penelitian, dikembangkan untuk

meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan yang aktif dan

positif, mengembangkan rasa percaya diri serta meningkatkan kemampuan akademik

melalui aktivitas individu maupun kerjasama kelompok.

Model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani

mengungkapkan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan

pendapat (sharing ideas). Model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa

memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman (Isjoni, 2010: 13)
Dalam pembelajaran kooperatif siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi

menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi secara maksimal dalam proses

pembelajaran. Hal ini terjadi karena pembelajaran kooperatif merupakan metode

alternatif dalam mendekati permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar,

meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.

Berikut merupakan beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif menurut Isjoni

(2010: 20) yaitu ‘’setiap anggota memiliki peran, terjadi interaksi langsung diantara

siswa, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-

teman sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat

diperlukan.’’

Aspek-aspek pembelajaran kooperatif menurut Miftahul Huda (2013: 78):


a. Tujuan: Semua siswa ditempatkan dalam kelompok dalam kelompok-kelompok
kecil
b. Level kooperasi: Kerjasama dapat diterapkan dalam level kelas dan level sekolah
c. Pola interaksi: Setiap siswa saling mendorong kesuksesan anta satu sama lain.
d. Evaluasi: Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu.

Langkah-langkah umum penerapan pembelajaran kooperatif di ruang kelas


menurut Miftahul Huda (2013: 162-197) adalah:
a. Memilih metode, tehnik dan struktur pembelajaran kooperatif;
b. Menata ruang kelas untuk pembelajaran kooperatif;
c. Merangking siswa;
d. Menentukan jumlah kelompok;
e. Membentuk kelompok-kelompok;
f. Merancang Team Building untuk setiap kelompok yaitu kesamaan, identitas dan
yel-yel kelompok;
g. Mempresentasikan materi pembelajaran;
h. Membagikan lembar kerja siswa;
i. Menugaskan siswa mengerjakan kuis secara mandiri:
j. Menilai dan menskor kuis siwa;
k. Memberi penghargaan pada kelompok;
l. Mengevaluasi perilaku-perilaku anggota kelompok

Robert E Slavin (2008:10) menyebutkan beberapa tipe pembelajaran kooperatif

antara lain Student Team Achievment Division (STAD), Jigsaw, Team Games
Tournament (TGT), Cooperative Integrated and Compositio (CIRC) dan Team

Accelerated Instruction).

Dari model-model pembelajaran kooperatif, peneliti memilih model kooperatif

TGT karena mengandung unsur permainan, kerjasama, dan persaingan positif,

sehingga guru lebih variatif, siswa antusias, tidak mudah bosan, membantu menguasai

materi dan meningkatkan pencapaian belajar.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament)

Model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe TGT mengandung unsur

permainan, kerjasama, dan persaingan positif, sehingga guru lebih variatif, siswa

antusias, tidak bosan, membantu menguasai materi dan mencapai tujuan

pembelajaran. TGT dikembangkan oleh Slavin dan rekan-rekannya. Teams Games

Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang berbentuk turnamen

akademik yang dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu

yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi

angka dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angkat tersebut

(Rusman, 2011: 224). Secara umum TGT sama dengan STAD kecuali satu hal: TGT

menggunakan tournament akademik dan menggunakan kuis-kuis dan system skor

kemajuan individu dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka. Dengan

demikian model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri ciri: siswa

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, games tournament, dan penghargaan

kelompok.

Komponen-komponen TGT menurut Slavin (2008: 166) yaitu tahap presentasi


di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim.

Diskripsi dari komponen-komponen TGT adalah sebagai berikut:


a. Presentasi Kelas
Pertama-tama materi diperkenalkan dalam presentasi didalam kelas. Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi
pelajaran yang dipimpin oleh guru.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari
tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya mengikuti turnamen
dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya.
c. Game
Game dalam TGT terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya materi
pembelajaran yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang
diperolehnya dari presentasi kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut
dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa yang mewakili tim yang berbeda.
Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada
lembar yang sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus
menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah
aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang
jawaban masing-masing.
d. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana gama berlangsung. setelah guru
memberikan guru memberikan presentasi dikelas dan tim telah melaksanakan
kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama, guru
menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen tiga siswa berprestasi tinggi
sebelumnya pada meja 1, tiga berikut pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi
yang seimbang ini memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja
sebelumnya berkontribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika mereka
melakukan yang terbaik. Setelah turnamen pertama, para siswa akan bertukar
meja tergantung pada kinerja mereka pada turnamen terakhir. Pemenang pada
tiap meja “naik tingkat” ke meja berikutnya yang lebih tinggi (misalnya, dari
meja 6 ke meja 5): skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama; dan
yang skornya paling rendah “diturunkan”. Dengan cara ini, jika pada awalnya
siswa sudah salah ditempatkan, untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan
atau diturunkan sampai mereka mencapai tingkat kinerja mereka yang
sesungguhnya.
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor
rata-rata mereka mencapai criteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan
untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
f. Materi
Guru membuat sebuah lembar kegiatan, sebuah lembar jawaban yang
berhubungan dengan materi pembelajaran.

Kelebihan dan Kelemahan TGT (Team Games Tournament)

a. Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TGT (dalam Tukiran, 2013: 72-73) antara

lain: (1) dalam kelas kooperatif mahasiswa memiliki kebebasan berinteraksi dan

menggunakan pendapatnya; (2) Rasa percaya diri mahasiswa menjadi lebih tinggi;
(3) Perilaku mengganggu terhadap mahasiswa lain menjadi lebih kecil; (4)

motivasi belajar mahasiswa bertambah; (5) Pemahaman yang lebih mendalam

terhadap pokok bahasan pembelaan Negara; (6) Meningkatkan kebaikan budi,

kepekaan, toleransi antara mahasiswa dengan mahasiswa dan antara mahasiswa

dengan dosen;

b. Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe TGT (dalam Tukiran, 2013: 73) antara

lain: (1) sering terjadi dalam kegiatan pembelajaran tidak semua siswa ikut serta

menyumbangkan pendapatnya (2) kekurangan waktu untuk proses pembelajaran

(3) kemungkinan terjadinya kegaduhan kalau dosen tidak dapat mengelola kelas.

Langkah-Langkah Pembelajaran TGT

Dalam implementasinya, Slavin (2008, 170) mengemukakan empat langkah


utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari
aktivitas pembelajaran, sebagai berikut:
a. Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran
b. Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk
menguasai materi
c. Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang
homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta)
d. Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim dan tim
tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah
ditentukan sebelumnya

Pada saat pengajaran guru menyampaikan pelajaran sesuai pelajaran yang

direncanakan. Pada saat belajar tim yang perlu dipersiapkan adalah dua lembar kegiatan

untuk tiap tim dan dua lembar jawaban untuk tiap tim. Pada saat Turnamen yang perlu

dipersiapkan adalah lembar pembagian meja turnamen yang sudah di isi. Satu kopian

lembar permainan dan lembar jawaban untuk tiap meja turnamen. Satu lembar skor

permainan untuk tiap meja turnamen, satu boks kartu bernomor yang berhubungan

dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan, untuk tiap meja

tournament. Pada saat rekognisi tim tentukan skor tim dan mempersiapkan sertifikat atau

bentuk-bentuk penghargaan lainnya.


Pada awal periode permainan, umumkanlah penempatan meja turnamen dan

mintalah mereka memindahkan meja-meja bersama-sama atau menyusun meja sebagai

meja turnamen. Acaklah nomor-nomornya supaya para siswa tidak bisa tahu mana meja

“atas” dan yang “bawah”. Mintalah salah satu siswa yang anda pilih untuk membagikan

satu lembar permainan, satu lembar jawaban satu kotak nomor, dan satu lembar skor

permainan pada tiap meja. Lalu mulailah permainan tersebut.

Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan pembaca

yang pertama yaitu siswa yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai

waktu dimulai dari pembaca pertama. Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil

kartu yang teratas. Dia lalu membaca dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor

yang ada pada kartu, termasuk pilihan pada jawabannya, jika soalnya pilian berganda,

misalnya seorang siswa yang mengambil kartu nomor 21 membaca dan menjawab soal

nomor 21. Pembaca yang tidak yakin dengan jawabannya diperolehkan menebak tanpa

dikenai sanksi. Jika konten dari permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua

siswa (bukan hanya si Pembaca) harus mengerjakan permasalahan tersebut supaya

mereka siap untuk ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawaban, siswa yang ada

disebelah kiri atau kanannya (penantang pertama) punya opsi untuk menantang dan

memberikan jawaban yang berbeda. Jika dia ingin melewatinya, atau bila penantang

kedua punya jawaban yang berbeda dengan dua peserta pertama, maka penantang kedua

boleh menantang, akan tetapi penantang harus berhati-hati karena mereka harus

mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya kedalam kotak (jika ada).

apabila jawaban yang mereka berikan salah. Apabila semua peserta punya jawaban,

ditantang, atau melewati pertanyaan, penantang kedua (atau peserta yang ada disebelah

kanan pembaca) memeriksa jawaban dan membacakan jawaban yang benar dengan keras.

Si pemain yang memberikan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya. Jika kedua

penantang memberikan jawaban yang salah, dia harus mengembalikan kartu yang telah
dimenangkannya (jika ada) ke dalam boks. Untuk putaran berikutnya, semua bergerak

satu posisi ke kiri: Penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi

penantang pertama dan si pembaca menjadi penantang kedua. Permainan berlanjut seperti

yang telah ditentukan oleh guru sampai periode kelas berakhir atau jika kotaknya telah

kosong. Apabila permainan telah berakhir para pemain mencatat nomor yang telah

mereka menangkan pada lembar skor permainan pada kolom untuk game 1. Jika masih

ada waktu, para siswa mengocok kartu lagi dan memainkan game kedua sampai akhir

periode kelas dan mencatat nomor kartu-kartu yang telah dimenangkan pada game 2 pada

lembar skor.
B. Kerangka Berpikir

Adapun kerangka berfikir ini digambarkan dalam bagan 2.1 dibawah ini:

a. Motivasi siswa: kurang memahami, kurang


aktif dalam pembelajaran

b. Prestasi belajar: masih di bawah KKM (70)


KONDISI AWAL

Langkah-langkah penerapan model


kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
IPA adalah:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang


ingin dicapai.

b. Menyajikan materi sebagai pengantar.

c. Guru membentuk kelompok sesuai prestasi


TINDAKAN dan jenis kelamin.

d. Siswa diberi LKS.

e. Perwakilan dari tiap kelompok


ditempatkan pada meja turnamen.

f. Siswa dibagi menjadi kelompok pembaca,


penantang I, penantang II.

g. Siswa yang dapat menjawab memperoleh


poin.
1. Motivasi siswa meningkat
h. Guru memberikan penghargaan pada
2. Prestasi
kelompokbelajar siswa meningkat yaitu nilai
pemenang
siswa di atas KKM ( 70 )
KONDISI AKHIR
i. Menyimpulkan materi

Kualitas Pembelajaran IPA meningkat

C. Hipotesa Tindakan

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah ada peningkatan yang
signifikan terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) mata pelajaran IPA
tentang Energi dan Perubahannya pada siswa kelas III SDN Teguhan 3 Kecamatan
Paron Kabupaten Ngawi.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian

untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN Teguhan 3

Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini

dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian kuantitatif. Data

kuantitatif berupa angka – angka tentang hasil belajar peserta didik. (H.E.Mulyasa, 2011:

68). Pendekatan kuantitatif menggunakan deskriptif statistik sederhana dan hasilnya

berupa prosentase tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran.

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan

suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan

memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan (Mulyasa, 2011: 11).

Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pembelajaran.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas III SDN Teguhan 3 Kecamatan Paron

Kabupaten Ngawi.
D. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa metode

yaitu:

1. Wawancara untuk menggali data dari pendapat beberapa subyek mengenai motivasi/

minat belajar dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif.

2. Observasi untuk memperoleh data secara langsung berkaitan dengan proses

pembelajaran di kelas. Data yang diperoleh berupa keadaan kelas pada waktu proses

pembelajaran. Data ini memuat catatan penting mengenai interaksi yang terjadi di

kelas dan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran.

3. Tes untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar sebelum dan sesudah

pembelajaran IPA menggunakan model kooperatif tipe TGT pada materi energi dan

perubahannnya di kelas 3 SDN Teguhan 3 Kecamatan Paron.

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besar prosedur penelitian berbentuk siklus yang mengacu pada

model Kemmis & Taggart (Suharsimi Arikunto, 2006: 97). Setiap siklus terdiri empat

kegiatan pokok, yaitu: perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan

(observing), dan refleksi (reflection).

F. Indikator Kinerja

Yang menjadikan indikator kinerja dalam penelitian ini adalah meningkatnya motivasi

dan prestasi belajar tentang energi dan perubahannya pada siswa kelas III SDN Teguhan

3 Kecamatan Paron Tahun ajaran 2018/ 2019 melalui model kooperatif tipe Team Games

Tournament (TGT). Indikator motivasi belajar setidaknya baik. Untuk prestasi belajar

setidaknya mencapai KKM yaitu pada penelitian ini adalah 70. Hal ini dapat dikatakan

tercapai apabila 85% dari jumlah siswa memperoleh nilai 70.


G. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu

diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif

kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau

fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar

yang dicapai siswa juga untuk memperoleh motivasi siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap

putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada

setiap akhir putaran. Data yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan hasil tes

antara siklus sehingga hasilnya dapat mencapai batas ketercapaian yang ditetapkan. KKM

individual dan klasikal dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu tuntas dan tidak

tuntas, berdasarkan kriteria dalam tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar

Kriteria ketuntasan
Kualifikasi
Individual Klasikal

< 70 < 85% Tidak tuntas

≥ 70 ≥85% Tuntas
(Sumber:KKM SDN Teguhan 3)
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2013. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Hamzah B Uno. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.

Johnson, David W and Roger T Johnson. Introduction to Cooperative Learning.


(http://www.cooperation.org/pages/cl-methods.html diunduh 15 Januari 2015).

Felder, Richard M and Rebecca Brent. 2007. Cooperative Learning.


(http://www4.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/Papers/CLChapter.pdf diunduh
15 Januari 2015).

I Gusti Ayu dan I Nyoman Tika. 2013. Konsep Dasar IPA Aspek Fisika dan Kimia.
Yogyakarta: Ombak.

Isjoni. 2010. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Jemmyanto Paulus Donggeari, dkk.2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada


Pembelajaran IPA (Sistem Pernapasan Manusia Dan Hewan) dengan Metode
Pembelajaran Tipe TGT di Kelas V SDK Bangkara. Jurnal Kreatif Tadulako Online
Vol.4 No. 6 ISSN 2354-614X, (http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index. php/JKTO/article,
Diunduh tanggal 20 Okrober 2018).

Miftahul Huda . 2013. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Mulyasa. 2011. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.

_______. 2011. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT
Refika Aditama.

Nunuk Suryani dan Leo Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Ombak.

Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Robert E Slavin. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa
Media.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:


PT Raja Grafindo Persada.

Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tukiran, dkk. 2013. Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif. Bandung: Alfabeta.

Tulus Tu’u. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: PT Grasindo.

Usman Samatowa. 2010. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Zaenal Arifin. 2010. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik dan Prosedur. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.

Anda mungkin juga menyukai