Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam Kurikulum 2013, dinyatakan bahwa setiap siswa harus dapat menulis teks
cerpen. Lebih tepatnya di dalam silabus kelas IX dikemukakan bahwa siswa dapat
menciptakan teks cerpen. Dengan demikian, siswa kelas IXA harus dapat
mengungkapkan pengalaman dan gagasan dalam bentuk cerpen dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan cerpen. Berdasarkan observasi dan
wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Riung,
ternyata masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi baik oleh siswa dan guru.

Setelah dilakukan observasi oleh peneliti dapat diketahui bahwa penggunaan


variasi model pembelajaran di sekolah ini masih sangat kurang, meskipun sudah
tersedia fasilitas yang memadai. Selama ini, dalam pembelajaran menulis cerita
pendek di kelas IXA guru lebih sering membiarkan siswa untuk menulis cerita pendek
tanpa mendapatkan model dan media yang dapat membantu siswa melahirkan ide-ide
yang lebih luas. Pembelajaran menulis cerita pendek juga seringkali dirasa
membosankan dan sulit sehingga siswa kurang menyukai kegiatan menulis cerita
pendek. Hal tersebut juga dikarenakan guru lebih sering menjelaskan materi dengan
model ceramah, sementara untuk praktik menulis siswa lebih sering diminta untuk
menulis di rumah.

Rasa bosan yang dialami siswa akhirnya membuat pembelajaran tidak kondusif dan
siswa sering melakukan aktivitas di luar pembelajaran menulis cerita pendek dan tidak
jarang justru mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain. Hal tersebut mengakibatkan
minat siswa dalam menulis cerita pendek menjadi sangat rendah dan hasil tulisan juga
tidak maksimal. Siswa tidak mampu menulis cerpen dengan memperhatikan struktur
dan kebahasaan. Data tes akhir menguatkan bahwa siswa tidak dapat menulis cerpen
dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan cerpen. Rerata tes menulis cerpen
sebesar 58. Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran menulis cerpen.
Salah satunya dikenal dengan model pembelajaran sinektik. Dari literatur diperoleh
arahan bahwa model pembelajaran sinektik menekankan pembelajaran kepada teks itu

1
sendiri. Model pembelajaran sinektik ini diterapkan dalam upaya meningkatkan
kemampuan siswa menyusun teks cerpen. Sinektik diambil dari bahasa Yunani
“synection” yang berarti menghubungkan atau menyambung atau penggabungan
unsur-unsurr atau gagasan-gagasan yang berbeda-beda. Pada praktiknnya guru
dimungkinkan dapat menggunakan metode dan media pembelajaran secara
bersamaan.
Metode dan media yang digunakan secara bersamaan dapat membuat siswa lebih
banyak belajar pada prosesnya sehingga pembelajaran akan lebih menekankan pada
aspek kognitif, aspek afektif dan juga aspek psikomotor sekaligus. Hal tersebut sejalan
dengan adanya pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan menulis
cerpen siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Upaya


Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Model Pembelajaran Sinektik
pada Siswa Kelas IXA SMP Negeri 2 Riung”. Model pembelajaran sinektik
diharapkan mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pengalaman pembelajaran yang telah peneliti lakukan pada siswa


kelas IXA SMP Negeri 2 Riung, dapat diketahui bahwa permasalahan yang sering
muncul dalam pembelajaran menulis cerpen, sebagai berikut.
a. Rendahnya minat siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung dalam menulis cerpen

b. Siswa mengalami kesulitan dalam menuangkan pengalaman atau gagasan.

c. Kurang bervariasinya penggunaan model pembelajaran yang diterapkan oleh


guru dalam mengajarkan teks cerpen siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung
C. Analisis Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, analisis masalah pada penelitian ini


penerapan model pembelajaran sangat monoton dan membosankan dalam
keterampilan menulis cerpen yang membuat keterampilan menulis cerpen siswa
tidak maksimal. Maka dari itu, dibutuhkan suatu pemecahan masalah dengan
penerapan model pembelajaran sinektik agar memotivasi siswa untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam menulis cerpen.

2
D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya meningkatkan


keterampilan menulis cerpen dengan model pembelajaran sinektik pada siswa kelas
IXA SMP Negeri 2 Riung?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitain ini untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan


model pembelajaran sinektik pada siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat. Adapun manfaat penelitian


ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Guru dapat menerapkan model pembelajaran sinektik dan media film pendek
untuk pembelajaran menulis teks cerpen.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis cerpen dengan menggunakan
model dan media yang tepat.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan proses
pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam meningkatkan kemampuan menulis
cerpen dengan model pembelajaran sinektik pada siswa kelas IXA SMP Negeri 2
Riung.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Menulis

Wardhana (2007:33) menyatakan bahwa menulis adalah suatu keahlian dalam


menuangkan suatu ide, gagasan atau gambaran yang ada di dalam pikiran manusia
menjadi sebuah karya tulis yang dapat dibaca dan mudah dimengerti atau dipahami
orang lain. MacArthur (2007:2) menyatakan writing is a powerful tool for getting thing
done and a language skill to convey knowledge and information. Menulis merupakan
keterampilan berbahasa untuk menyampaikan gagasan dan informasi.
Menurut Ariadinata (2009:5) menulis merupakan sarana paling ampuh untuk
menyampaikan gagasan. Seorang penulis yang baik, mampu menyampaikan gagasan
dengan baik pula. Amatlah pantas, jika di negaranegara maju pendidikan di sekolahnya,
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi meletakkan kewajiban menulis sebagai
sebuah kewajiban yang harus ditempuh. Oleh karena itu, penulis yang baik perlu
memperhatikan beberapa syarat mutlak yang harus dikuasai di antaranya: (a)
kemampuan menggali masalah, (b) kemampuan menuangkan gagasan ke dalam kalimat
dan paragraf, (c) menguasai teknik penulisan seperti penerapan tanda baca (pungtuasi),
dan (d) memiliki sejumlah kata yang diperlukan.
Menulis digunakan oleh pelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan,
melaporkan atau memberitahukan, dan mempengaruhi. Maksud dan tujuan menulis
dapat dicapai dengan baik oleh seseorang yang dapat menyusun gagasan, pikiran,
argumen, dan menuangkannya dengan jelas. Kejelasan ini tergantung pada penalaran,
organisasi, bahasa, ejaan, dan tanda baca yang digunakan.
Keterampilan menulis, sebagaimana keterampilan berbahasa yang lain, menuntut
penguasaan aspek bahasa yang meliputi (a) penguasaan secara aktif sejumlah besar
perbendaharaan kata, (b) penguasaan kaidah-kaidah sintaksis secara aktif, (c)
kemampuan menemukan gaya (genre) yang paling cocok untuk menyampaikan
gagasan, dan (d) tingkat penalaran atau logika yang dimiliki seseorang (Keraf,
2004:35).

4
Pengertian menulis berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis tidak sekedar melukiskan simbol-simbol saja, tetapi mengungkapkan pikiran,
masalah, gagasan, dan argumen ke dalam bahasa tulis berupa susunan kalimat dan
paragraf yang utuh. Oleh karena itu, menulis merupakan sarana komunikasi untuk
melakukan negosiasi dan transaksi dalam bentuk bahasa tulis.
Pandangan bahwa menulis merupakan bentuk negosiasi dan transaksi itulah yang
menuntut penulis untuk mengetahui tujuan penulisan. Selain itu, seorang penulis harus
memahami konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi kegiatan menulisnya
(Callagham dan Rotheri, 1993:34). Oleh karena itu, dalam kegitan menulis diperlukan
pendekatan dan strategi yang tepat agar tujuan menulis dapat tercapai.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menulis adalah dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif. Strategi ini, mencoba untuk
menyajikan sistem pengajaran menulis esai yang inovatif. Strategi ini didasarkan atas
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh White (1989). Temuan hasil penelitian itu
menyebabkan bergesernya pendekatan produk, yakni pendekatan pembelajaran menulis
yang menekankan hasil tulisan, ke pendekatan proses, yakni pendekatan pembelajaran
menulis yang menekankan bagaimana caranya menulis.
Menurut White (1989:7) karangan yang baik dalam prosesnya mempertimbangkan
empat hal, yakni (1) the appeal target audience (menentukan target pembaca), (2) a
coherent structure (struktur tulisan yang koheren), (3) a smooth, detailed development
(ketuntasan pengembangan masalah tulisan), dan (4) an appropriate, well articulated
style (gaya tulisan yang menarik). Selain itu, selama proses menulis, penulis perlu
serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu
prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan) dan pascapenulisan
(telaah dan revisi atau editing). Ketiga fase tersebut akan dijabarkan seperti berikut ini.
a. Pramenulis
Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tompkins dan Hosskison
(2002:17) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik, (2) mempertimbangkan
tujuan, bentuk, dan pembaca, serta (3) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Tahap
pramenulis sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.

5
Langkah berikutnya, penulis memperhatikan sasaran tulisan (pembaca). Penulis
merencanakan, apakah menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Penulis
memperhatikan, siapa yang akan membaca, bagaimana level pendidikannya, serta apa
kebutuhannya. Selain itu, penulis harus mempertimbangkan bentuk atau struktur tulisan
yang akan ditulis agar pembaca mudah memahami isi tulisan.
Setelah memilih topik, menentukan tujuan (corak wacana), mempertimbangkan
pembaca, maka langkah selanjutnya adalah menata ide-ide tulisan menjadi runtut.
Penulis perlu menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan.
Kerangka karangan digunakan seorang penulis untuk mempersiapkan diri menulis
sebagai fase terakhir prapenulisan.
Kerangka karangan atau kerangka konsep adalah suatu rencana kerja yang memuat
garis-garis besar karangan yang akan ditulis (Keraf, 2004). Artinya, kerangka karangan
merupakan panduan seseorang dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan.
Sebagai panduan, kerangka karangan dapat membantu penulis untuk mengumpulkan
dan memilih bahan tulisan yang sesuai. Selain itu, kerangka karangan akan
mempermudah pengembangan karangan menjadi terarah, teratur, dan runtut.
Suparno (2003:12) menyatakan bahwa kerangka karangan terdiri atas pendahuluan
atau pengantar (berisi mengapa dan untuk apa menulis topik tertentu, serta apa yang
akan disajikan), isi/tubuh (butir-butir penting inti karangan), dan penutup. Bagian
pendahuluan berfungsi untuk mengenalkan sekaligus menggiring pembaca terhadap
pokok tulisan kita. Bagian isi menyajikan bahasan topik atau ide utama karangan.
Bagian akhir karangan berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada ide-ide inti
karangan melalui perangkuman atau penekanan ide-ide penting.
b. Penulisan
Setelah kerangka karangan tersusun, penulis siap melakukan kegiatan menulis.
Kegiatan menulis adalah mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen,
perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf, 2004:34). Penulis
menuangkan butir demi butir ide-idenya ke dalam tulisan. Penulis fokus menuangkan
ide-ide dengan tetap memperhatikan aspek-aspek teknis menulis seperti struktur, ejaan,
dan tanda baca.
Penulis mengungkapkan ide dan gagasan sekaligus memperhatikan bahasa dalam
karangannya. Bagian isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama tulisan. Ide

6
utama di dalam tulisan dapat diperjelas dengan ilustrasi, informasi, bukti, argumen, dan
alasan. Oleh karena itu, penulis akan dituntut pada multiple competence terhadap
bahasa dan gagasannya.
Ketika proses menulis, masalah yang sering dihadapi penulis adalah munculnya ide-
ide baru. Sebaiknya, penulis tetap melanjutkan karangannya menjadi utuh sesuai dengan
kerangka karangan. Untuk memperbaiki atau menambah ide-ide baru dapat dilakukan
setelah karangan selesai ditulis. Agar tidak lupa, penulis dapat menyisipkan ide baru itu
dengan mencatatnya pada kerangka karangan atau bagian tulisan yang diinginkan.
Penulis dapat menambahkan ide itu sekaligus memperbaikinya setelah selesai menulis
atau pada tahap penyuntingan.
Pada fase penulisan, setiap butir yang telah direncanakan dikembangkan secara
bertahap dengan memperhatikan jenis informasi yang disajikan, pola pengembangan,
pembahasan, dan sebagainya. Setelah fase ini selesai, penulis membaca kembali,
memeriksa, dan memperbaiki karangannya.
c. Pascapenulisan
Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang
kita hasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi. Tompkins dan
Hosskisson (1995:57) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan
perbaikan unsur mekanik karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan,
pengalineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih
mengarah perbaikan dan pemeriksaan subtansi isi tulisan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penyuntingan merupakan kegiatan merevisi atau
perbaikan tulisan. Penyuntingan karangan meliputi perbaikan unsur mekanik dan
subtansi isi. Fokus pada tahap ini adalah melakukan perubahan-perubahan aspek
mekanik karangan. Penulis memperbaiki karangannya pada ejaan dan tanda baca atau
kesalahan bahasa yang lain. Tujuan penyuntingan agar karangan lebih mudah dan enak
dibaca orang lain. Pada tahap penyuntingan, penulis melakukan kegiatan (a)
konsentrasi terhadap karangan, (b) membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (c)
memperbaiki kesalahan.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1995) tahap-tahap yang terdapat dalam proses
menulis itu bukan merupakan kegiatan yang linier. Pada dasarnya proses menulis
bersifat nonlinier, merupakan suatu putaran yang berulang. Ini berarti setelah penulis

7
merevisi tulisannya mungkin ia melihat ke tahap sebelumnya. Misalnya ke tahap
pramenulis dengan maksud melihat kesesuaian isi tulisan dengan tujuan menulis.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa mungkin berada pada tahap menulis yang tidak
sama. Hal ini karena karakteristik setiap mahasiswa berbeda, ada yang cepat berpikir,
ada yang lambat, ada yang selalu meminta bantuan orang lain, ada yang mandiri, dan
sebagainya.
Inovasi pembelajaran menulis yang telah dilakukan, terdapat banyak kegiatan.
Keterlibatan mahasiswa dalam setiap kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk
perkembangan keterampilan menulis. Mahasiswa benar-benar belajar bagaimana cara
menulis. Setiap ada kesulitan akan selalu berusaha dipecahkan dengan bantuan orang
lain. Hal Ini berarti bahwa dosen dituntut memiliki kemampuan pengelolaan
perkuliahan menulis dengan baik. Dosen bukanlah pemimpin kelas, tetapi merupakan
kolabolator atau teman para mahasiswa dalam memecahkan berbagai persoalan yang
muncul ketika proses menulis esai.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1991:212) fokus dalam proses menulis terletak
pada apa yang dialami, dipikirkan, dan dilakukan dalam proses menulis. Hairstone
(1997:31) membagi proses menulis menjadi empat tahap, yaitu tahap: (1) persiapan
(preparation stage), (2) inkubasi (incubation stage), (3) pencerahan (illumination and
exucution stage), dan (4) verifikasi (verification stage). Berikut ini disajikan tabel
tentang langkah-langkah kunci menulis dengan pendekatan proses.
Tabel 2.1 Pendekatan proses menulis model Gail E. Tompkins (2010:52)
TAHAPAN PROSES LANGKAH-LANGKAH DALAM
MENULIS PENDEKATAN PROSES
• Memilih topik
• Menentukan tujuan menulis
Langkah 1: Prewriting
• Mengidentifikasi genre tulisan
• Mengingat ide/gagasan untuk ide tulisan
• Mengorganisasi ide dan menentukan tesis
• Menulis sesuai dengan draf
Langkah 2: Drafting
• Mengembangkan ide tulisan dan mengoreksi
mekanik bahasa
Langkah 3: Revising • Membaca kembali tulisan sesuai dengan konsep

8
• Mendiskusikan tulisan dalam kelompok
• Membuat perubahan isi berdasarkan hasil diskusi
• Konsultasikan dengan guru/dosen
• Membaca dan merevisi sesuai dengan draf
Langkah 4: Editing • Mengidentifikasi kesalahan ejaan dan tanda baca
• Konsultasikan dengan pengajar
• Mencetak tulisan yang sudah diperbaiki
Langkah 5: Publishing • Mendiskusikan dan meminta masukan dari
audien.

Tompkins dan Hoskisson (1991:211) menyatakan the fokus in the writing process is
on what student think and do as they write and the five stage are prewriting, drafting,
revising, editing, and publishing. Intinya bahwa pendekatan proses dalam menulis
terdiri atas lima tahap yaitu: (1) pramenulis, (2) membuat draft, (3) merevisi, (4)
menyunting, dan (5) mempublikasikan.
Tahapan-tahapan menulis menggunakan pendekatan proses dijabarkan seperti berikut
ini.
(1) Pramenulis adalah tahap persiapan menulis untuk memperoleh dan menata ide,
gagasan, dan masalah yang berkaitan dengan topik karangan. Kegiatan yang
dilakukan penulis yakni memilih topik, mempertimbangkan tujuan, bentuk, sasaran
pembaca, dan memperoleh serta menyusun ide-ide. Melalui kegiatan pramenulis,
mahasiswa berbicara, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk
mengembangkan informasi yang diperlukan.
(2) Menyusun draf adalah menata ide-ide tulisan agar menjadi runtut. Penulis perlu
menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka
karangan tersebut, digunakan penulis untuk mempersiapkan diri ketika menulis.
(3) Menyunting adalah kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan di sini
meliputi perbaikan unsur mekanik dan isi. Penyuntingan sifatnya lebih kompleks
karena berkaitan dengan perbaikan secara tekstual dan kontekstual.
(4) Merevisi adalah perbaikan karangan yang dilakukan oleh penulis atau orang lain
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Merevisi lebih fokus pada

9
penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan
sesuai dengan kebutuhan pembaca.
(5) Publikasi adalah menginformasikan tulisan untuk memberikan pesan atau informasi
kepada orang lain.
Media publikasi dapat berupa media cetak maupun media elektronik tergantung
sasaran pembacanya. Karangan mahasiswa yang sudah direvisi dapat
dipublikasikan dengan meng-upload di blog atau di kirim ke media cetak/koran.
B. Menulis Cerita Pendek

1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Semi (2007: 14) dalam
bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan
gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Menulis adalah kegiatan menuangkan
ide/gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai (Tarigan,
1986: 15). Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, dan
perasaan. Menulis dapat dianggap sebagai suatu proses maupun suatu hasil. Menulis
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan.
Menurut Heaton (dalam St Y. Slamet 2008: 141).
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan menulis merupakan kegiatan
berupa penuangan ide/gagasan dengan kemampuan yang kompleks melalui aktivitas
aktif produktif dalam bentuk simbol huruf dan angka secara sistematis sehingga dapat
dipahami oleh orang lain.
2. Tujuan Menulis
Maksud atau tujuan penulis adalah “responsi atau jawaban yang diharapkan oleh
penulis akan diperolehnya dari pembaca”. Penulis tidak hanya diharuskan memilih
suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi juga harus menentukan siapa
pembaca karyanya itu dan apa maksud dan tujuannya (Tarigan, 2008: 23). Berdasarkan
batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan
atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse), tulisan yang
bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive
discourse), tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang
mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary

10
discourse), dan tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau
berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discource).
Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25-26), berpendapat bahwa tujuan menulis adalah
sebagai berikut.

a.) Assignment purpose (tujuan penugasan)

Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri


(misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku, sekretaris yang
ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat).
b.) Altruistic purpose (tujuan altruistik)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan


kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih
menyenangkan dengan karyanya itu. Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat
guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun secara tidak sadar bahwa pembaca
atau penikmat karyanya adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistik adalah kunci
keterbacaan sesuatu tulisan.

c.) Persuasive purpose (tujuan persuasif)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarakan.

d.) Informational purpose (tujuan informasi tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/penerangan kepada para


pembaca.

e.) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang


kepada para pembaca.

f.) Creative purpose (tujuan kreatif)

11
Tujuan kreatif berhubungan erat dengan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan
kreatif di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan
mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan
mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.

g.) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)

Penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan,


menjernihkan, menjelajahi, serta meneliti secara cermat pikiran pikiran dan gagasan-
gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
3. Tahap-Tahap Menulis
Akhadiah(1988:2)(http://repo.uinsatu.ac.id/22148/5/BAB%20II.pdf ) mengemukakan
jika menulis merupakan suatu proses.
Hal tersebut berarti bahwa kegiatan menulis dilakukan dalam beberapa tahap.
Adapun tahap-tahap menulis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Tahap Prapenulisan
Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis dan mencakup
beberapa langkah kegiatan. Langkah kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, yaitu.

1) Menentukan topik

Topik dapat diperoleh dari berbagai sumber. Topik dapat diperoleh dari pengalaman,
salah satunya pengalaman membaca. Selain itu, dapat menemukan topik tulisan dari
pengamatan terhadap lingkungan. Menemukan topik tentang pendapat, sikap, dan
tanggapan sendiri atau orang lain, atau tentang khayalan atau imajinasi.

2) Membatasi topik

Membatasi topik berarti mempersempit dan memperkhusus lingkup pembicaraan.


Proses pembatasan topik dapat menggunakan gambar, bagan, diagram, atau cara
visualisasi yang lain. Pembatasan topik tersebut sekaligus menentukan tujuan
penulisan. Tujuan penulisan tersebut diartikan sebagai semacam pola yang
mengendalikan tulisan secara menyeluruh.

12
3) Menentukan materi penulisan

Materi penulisan ialah semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan penulisan. Materi tersebut dapat berupan rincian, sejarah kasus, contoh,
penjelasan, definisi, fakta, hubungan sebab-akibat, dan sebagainya. Materi dapat
diperoleh dari pengalaman dan inferensi dari pengalaman. Pengalaman ialah
keseluruhan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera, sedangkan inferensi
ialah kesimpulan atau nilai-nilai yang ditarik dari pengalaman. Bahan dari pengalaman
didapatkan melalui pengamatan langsung atau melalui bacaan.
4) Menyusun kerangka karangan

Menyusun kerangka berarti memecahkan topik ke dalam sub-subtopik. Butir-butir


kerangka topik terdiri dari topik-topik (bukan kalimat), sedangkan butir-butir kerangka
kalimat berupa kalimat. Pada taraf perkembangan karangan, kerangka kalimat lebih
mengarahkan penulisan daripada kerangka topik.

Selanjutnya, kerangka tersebut disusun dengan logis, sistematik, dan konsisten.

a) Tahap Penulisan

Pada tahap ini membahas setiap butir topik yang ada dalam kerangka yang disusun.
Pengembangan gagasan menjadi suatu karangan yang utuh memerlukan bahasa.
Penguasaan kata-kata akan mendukung gagasan. Penulis harus mampu memilih kata
dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat. Kata-
kata harus dirangkai menjadi kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat-kalimat harus
disusun menjadi paragraf yang memenuhi persyaratan. Tulisan tersebut juga harus
ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai dengan tanda baca yang digunakan secara
tepat.
b) Tahap Revisi
Jika seluruh tulisan sudah selesai, maka tulisan tersebut perlu dibaca kembali.
Mungkin perlu revisi berupa perbaikan, pengurangan, atau perluasan kalimat. Pada
tahap ini biasanya diteliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda
baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, dan sebagainya. Di kalangan para penyunting
yang pekerjaannya menilai tulisan terdapat kesepakatan bahwa tulisan yang baik ialah
tulisan yang dapat berkomunikasi secara efektif dengan pembaca kepada siapa tulisan
itu ditujukan. Adapun ciri-ciri tulisan yang baik, sebagai berikut (Enre, 1988: 8).

13
a) Tulisan yang baik selalu bermakna.
b) Tulisan yang baik selalu jelas.
c) Tulisan yang baik selalu padu dan utuh.
d) Tulisan yang baik selalu ekonomis.
e) Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatika.
4. Langkah-Langkah Menyusun Cerita Pendek
Adapaun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menulis cerpen adalah
sebagai berikut.
a. Menentukan Tema
Tema merupakan sesuatu yang menjiwai sebuah cerita. Tema menjadi dasar dalam
bercerita.Ruh sebuah cerita terletak di dalam tema. Dalam menulis cerita tema harus
dihayati betul oleh penulis.Tema-tema yang sering dipakai dalam penulisan cerpen
misalnya masalah sosial, keagamaan, kemiskinan, kesenjangan, perjuangan, percintaan,
dan lain-lain. Tema yang paling diminati bagi kalanan remaja adalah tema percintaan
selain tema-tema yang lain.
b. Sudut Pandang
Dalam menulis cerpen kita harus konsisten dalam menggunakan sudut pandang.
Kalau kita menggunakan sudut pandang sebagai orang pertama, dari awal sampai akhir
cerita harus tetap menggunakan sudut pandang orang pertama dengan menggunakan
sudut pandang aku atau saya dalam bercerita.Keajegan dalam menggunakan sudut
pandang akan membantu pembaca dalam menikmati cerita yang kamu sampaikan.
c. Penokohan
Pengungkapan karakter tokoh dalam cerita harus logis. Pengarang harus dapat
menciptakan gambaran yang tepat untuk watak orang yang ditampilkan. Berawal dari
penciptaan karakter tokoh inilah jalan cerita akan terbentuk.
d. Alur atau plot
Biasanya karakter tokoh yang dibangun dalam cerita terdiri atas tokoh yang
berkarakter baik dan berkarakter buruk. Di samping itu akan diciptakan pula tokoh
yang netral sebagai penengah ketika terjadi konflik antara tokoh yang berkarakter baik
dan tokoh yang berkarakter buruk. Dari konflik yang terjadi inilah jalan cerita atau alur
akan dibangun. Alur harus diterapkan dengan tepat. Alur yang baik akan memberikan
kesan mendalam bagi pembaca.

14
Terdapat bermacam-macam alur dalam sebuah cerita, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1) Alur sirkuler, yaitu cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A.
2) Alur linier, yaitu alur yang dibangun searah, maju atau lurus.
3) Alur foref shadowing, yaitu alur yang dibangun dengan menceritakan masa datang,
meloncat ke masa lalu, dan pada akhir cerita meloncat lagi ke masa datang.
4) Alur flash back, yaitu cerita yang sesungguhnya adalah cerita masa lalu tetapi justru
cerita itu dimlai dari hari ini.
e. Menentukan Judul
Judul dapat ditulis setelah keseluruhan cerita selesai ditulis. Judul dapat ditentukan
dari bagian yang paling menarik dari cerita itu. Pemilihan judul harus menarik bagi
pembaca, sebab judul merupakan pintu gerbang yang dapat pula diibaratkan sebagai
sebuah etalase. Dengan membaca judul pembaca akan membayangkan isinya.

C. Pengertian Cerita Pendek

Kosasih (2012:34) menyatakan bahwa cerita pendek pada umumnya bertema


sederhana, jumlah tokohnya terbatas, jalan ceritanya sederhana dan latarnya meliputi
ruang lingkup yang terbatas. Sehubungan dengan pendapat Kosasih, Suharianto
(2005:28) menambahkan cerita yang pendek atau singkat belum tentu dapat
digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup permasalahan yang
diungkapkannya tidak memenuhi persyaratan yang dituntut oleh cerita pendek. Cerita
pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita tersebut
atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan disebabkan oleh
ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh bentuk karya sastra tersebut.
Salah satu bentuk fiksi yang terkenal dewasa ini adalah cerita pendek. Baribin
(1985:48) menyatakan pada masa pendudukan Jepang hingga sekarang yang paling
populer dan banyak dibuat oleh pengarang ialah cerita pendek. Cerita pendek memuat
penceritaan yang memusatkan pada satu peristiwa pokok.

Menurut Suroto (1989: 18), cerpen ialah suatu karangan prosa yang berisi cerita
sebuah peristiwa kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut.Dalam
karangan tersebut dapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak
dikembangkan sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa

15
pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada satu
peristiwa yang menjadi pokok cerita.

Berdasarkan pendapat Suroto (1989: 18) di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen
adalah karangan prosa yang berisi sebuah cerita kehidupan manusia, dan manusia itulah
yang menjadi pelaku atau tokohnya. Dalam cerpen, terdapat satu peristiwa saja. Namun
biasanya ada peristiwa lain yang akan menjadi pendukung dari peristiwa pokoknya,
sehingga peristiwa-peristiwa lain tersebut tidak dikembangkan atau diceritakan secara
mendalam. Jadi, hanya satu peristiwa yang penjadi pokok suatu cerita.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya Nursito (2000: 112)


berpendapat cerpen ialah cerita yang hanya menceritakan satu peristiwa dari seluruh
kehidupan pelakunya pendek. Sedangkan peristiwa pokok itu tentu tidak selalu
“sendirian” ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok. Menurut
Satyagraha Hoerip (dalam Baribin, 1985:49), cerita pendek adalah karakter yang
dijabarkan lewat rentetan kejadian-kejadian daripada kejadiankejadian itu sendiri satu
per satu. Apa yang terjadi di dalamnya merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan.
Dan reaksi mental itulah yang pada hakikatnya disebut “jiwa cerita pendek”. Baribin
(1985:49) menjelaskan sebuah cerita pendek pada dasarnya menuntut adanya
perwatakan jelas tokoh cerita. Sang tokoh merupakan ide sentral cerita; cerita bermula
dari sang tokoh dan berakhir pula pada nasib yang menimpa Sang Tokoh. Unsur
perwatakan lebih dominan daripada unsur cerita itu sendiri. Membaca sebuah cerita
pendek berarti kita memahami manusia, bukan sekedar mengetahui bagaimana jalan
ceritanya.

Cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi yang
bentuknya relatif pendek; tidak sepanjang novel. Namun demikian “kependekan”
dalam sebuah cerita pendek itu tidak berarti dangkal dalam maknanya. Sebuah cerita
pendek yang panjangnya “hanya” sekitar 3-4 halaman dapat mengandung makna yang
dalam yang menghabiskan waktu berhari-hari untuk memahaminya. Unsurunsur
pembangun cerita pendek secara garis besar dibedakan menjadi dua; (1) unsur
pembangun dari dalam berupa alur, tokoh dan penokohan, setting, sudut pandang
penceritaan, bahasa, dan tema, (2) unsur pembangun dari luar antara lain, latar
belakang masalah, gaya penulisan, dan gejala/ situasi sosial tertentu.

16
Ringkasnya, cerita pendek adalah karangan prosa yang menceritakan beberapa tokoh
dengan alur cerita yang singkat. Selain itu cerita pendek memiliki komposisi lebih
sedikit dibanding novel bila dilihat dari segi pemusatan tokoh, pemusatan satu konflik,
dan pemusatan alur cerita pendek.

D. Struktur Cerita Pendek


Menurut (Nurgiyantoro, 2013: 250) struktur cerpen adalah berbagai tahapan yang
mengisi suatu cerita atau narasi dalam cerpen. Struktur cerpen pada intinya adalah
struktur yang membentuk kisah yang dibawakan dalam cerpen. Karenanya struktur
cerpen sangat mirip dengan struktur teks narasi (naratif). Jika kita menggunakan
perspektif unsur intrinsik yang membentuk cerpen, struktur ini terdapat dalam Alur.

Struktur Cerpen (Alur Cerpen)

1. Abstrak / Abstraksi

Abstrak adalah gambaran umum secara keseluruhan mengenai berbagai situasi,


peristiwa dan bermacam unsur lain dalam cerita. Dalam tahap ini ide kasar penulis
biasanya dimunculkan namun belum ada awal yang benar-benar konkret.

2. Orientasi (Pengenalan Situasi Cerita)

Bagian ini memperkenalkan setting atau latar cerita baik dalam segi waktu, tempat
maupun peristiwa. Orientasi juga dapat mulai memperkenalkan tokoh, menata berbagai
adegan dan menjelaskan hubungan antartokoh.

3. Komplikasi

Merupakan bagian dimana berbagai konflik mulai muncul. Konflik dapat berupa
masalah, pertentangan atau kesukaran-kesukaran bagi tokoh utama mulai diperlihatkan.
Bagian ini menjelaskan bagaimana sebab-akibat konflik yang terjadi antartokoh.

Biasanya komplikasi juga mulai membentuk, mengubah atau memperlihatkan


karakter tokoh yang sebenarnya pula, jika dalam bagian orientasi tokoh tidak benar-
benar keluar wataknya.

17
4. Evaluasi

Konflik atau berbagai masalah lain yang telah memuncak mulai mendapatkan
pencerahan untuk jalan penyelesaiannya. Evaluasi adalah tahap ketika konflik bisa jadi
diselesaikan atau justru benar-benar berhasil menghentikan keinginan atau tujuan tokoh
utama.

5. Resolusi

Bagian ini berisi penjelasan maupun penilaian akhir cerita mengenai sikap ataupun
berbagai nasib yang dialami oleh tokoh setelah mengalami peristiwa puncak
sebelumnya. Bagian ini adalah akhir dari konflik atau penyelesaiannya secara utuh.
Pada bagian ini juga sering dilakukan pernyataan terhadap kondisi akhir yang dialami
oleh tokoh protagonis (tokoh utama).

6. Koda

Koda adalah penutup atau akhir dari keseluruhan isi cerita. Koda dapat berisi
kesimpulan dari seluruh cerita seperti interpretasi penulis mengenai kisah yang
disampaikan. Tidak semua cerita memiliki koda, terutama karyakarya sastra serius yang
bersifat tidak ingin menggurui dan ingin pembaca yang menyimpulkan sendiri berbagai
pesan dan amanat yang terdapat dalam sebuah karya.

E. Model Pembelajaran Sinektik

1. Pengertian Model Sinektik

Sinektik dalam bahasa Yunani “synection” memiliki arti menghubungkan atau


menyambung atau penggabungan unsur-unsur atau gagasan-gagasan yang berbeda-
beda. Menurut William J.J. Gordon (1980: 168), sinektik berarti strategi
mempertemukan berbagai macam unsur, dengan menggunakan kiasan untuk
memperoleh satu pandangan baru. Aunurrahman (2010: 162) berpendapat sinektik
merupakan salah satu model pembelajaran yang didesain oleh Gordon yang pada
dasarnya diarahkan untuk mengembangkan kreativitas. Lebih lanjut, Aunurrahman

18
(2010: 146) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Lebih lanjut, pembelajaran juga dapat dimaknai
sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-
bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-
tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Brady (dalam
Aunurrahman, 2010: 146) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.

Gordon (dalam Aunurrahman, 2010: 162-163) menggagas model sinektik dalam


empat gagasan yang intinya menampilkan perubahan pandangan konvensional tentang
kreativitas:

1) Kreativitas itu penting bagi kehidupan sehari-hari bukan kegiatan yang luar biasa
seperti seni, musik, dan penemuan baru. Kreativitas berlangsung pemecahan
masalah, ekspresi - kreatif, empati, insight dalam hubungan sosial.
2) Proses kreativitas bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, malainkan dapat
dipelajari dan dimanfaatkan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
3) Kreativitas tercipta disegala bidang dan menunjukkan adanya hubungan yang erat
dengan sains dan seni.
4) Peningkatan berpikir kreatif individu dan kelompok melalui ide-ide dan produk di
berbagai hal.
Model pembelajaran ini merupakan upaya pemahaman menulis cerpen melalui
proses metaforik dan analogi yang menekankan keaktifan dan kreativitas siswa. Prinsip
yang harus dipegang dalam menggunakan model sinektik adalah:

a) Jangan membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh siswa.

b) Hormati gagasan yang muncul.

c) Jangan takuti siswa dengan hal ujian.

d) Biarkan imajinasi siswa berkembang tanpa ada batasan.

19
e) Berikan ruang untuk beradu pendapat.

f) Pancing ide-ide kreatif dan produktif mereka.

2. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Sinektik


Dalam model sinektik ini sangat menitikberatkan proses kreatif pada unsur metafor,
yang menurut Joyce dan Weil mampu memperkenalkan jarak konseptual antara siswa
dengan mata pelajaran yang menunjang motivasi dan imajinasi serta memecahkan
masalah (solving the problem) (Waluyo, 2001: 187). Menurut Waluyo (2001: 187), ada
tiga langkah dalam model sinektik ini, yaitu sebagai berikut.
a. Analogi Langsung (Direct Analogy)
Analogi langsung memerlukan penjajaran masalah yang dihayati setelah membaca
atau menonton sesuatu secara paralel. Pada analogi langsung dibedakan objek atau
konsep sederhana dan tekanan pada pertentangan. Ada dua tahap analogi langsung,
yaitu :

1.) menciptakan suatu yang baru,

2.) menciptakan keanehan (kejutan), untuk menciptakan keanehan-keanehan unsur

metafora dan analogi tetap sangat diperlukan.

b. Analogi Personal (Personal Analogy)


Proses analogi langsung akan menghasilkan analogi personal, yang harus dicatat dan
dianalisis secara personal. Dalam hal ini siswa akan mengidentifikasi masalah yang
dibahas. Siswa harus mencoba berpikir dan merasa, bagaimana seandainya siswa
menjadi penulis. Keterlibatan siswa secara individual dalam model sinektik melalui
empat tahap analogi personal, yaitu:

1.) mendeskripsikan fakta,

2.) mengidentifikasi fakta dengan kenyataan,

3.) mengidentifikasi empati dengan sesuatu yang hidup (indera),

4.) identifikasi empati dengan benda mati.

c. Konflik Tempaan/Termampatkan (Compressed Conflict).

20
Analogi personal akan menghasilkan konflik tempaan, yang akan mempertahankan
dua sudut pandang yang berbeda. Dengan konflik tempaan, siswa dapat memahami apa
yang telah dibaca atau dilihat dari dua sudut pandangan yang berbeda. Dengan konflik
tempaan juga akan ditemukan pengertian atau wawasan baru. Pembelajaran dengan
menggunakan model sinektik memiliki langkahlangkah pembelajaran yang terarah.
Aunurrahman (2010: 163) menjelaskan penerapan model sinektik dalam proses
pembelajaran dilakukan melalui enam tahap, yaitu sebagai berikut.

1.) Guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang.

2.) Siswa mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu di antara analogi
tersebut kemudian mendeskripsikan dan menjelaskan secara mendalam.

3.) Siswa menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya.

4.) Siswa yang mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang
dihasilkannya pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan
pertentanganpertentangan.
5.) Siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya.

6.) Guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula yang
menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh
pengalaman sinektik.

3. Penggunaan Model Sinektik dalam Menulis Cerpen a. Penggunaan Model Sinektik


dalam Proses Pembelajaran Menulis Cerpen
Pembelajaran menulis cerpen merupakan penyampaian informasi informasi tentang
teori-teori penulisan cerpen dengan tujuan siswa akan memiliki kemampuan menulis
cerpen sebagai salah satu cara untuk meningkatkan mutu kehidupan manusia.
Pembelajaran menulis cerpen dalam penelitian ini adalah pembelajaran menulis cerpen
pada siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung, semester 1.
Model sinektik memiliki dua strategi atau model pengajaran yang dapat diterapkan
dalam proses pembelajaran (Joyce dkk, 2009: 257). Strategi pertama membantu peserta
didik melihat sesuatu yang biasa dengan cara yang tidak biasa dengan menggunakan
analogi-analogi untuk membuat jarak konspetual. Strategi kedua, membuat sesuatu

21
yang asing menjadi familiar, mencoba untuk meningkatkan pemahaman peserta didik
dan internalisasi materi yang baru dan yang sulit secara substantif.
Pada penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen
dengan model pembelajaran sinektik pada pembelajaran keterampilan menulis cerita
pendek, strategi pertama lebih tepat digunakan dalam pembelajaran. Penelitian ini
menerapkan tipe analogi personal yang menuntut peserta didik untuk melihat sesuatu
yang biasa dengan cara yang tidak biasa. Peserta didik mengalami atau menyaksikan
permasalahan sosial di masyarakat lalu mengaitkannya dengan rasa empatinya terhadap
permasalahan tersebut.
Adapun tahapan strategi pertama model pembelajaran sinektik dari rancangan
Gordon (dalam Joyce dkk 2009: 258), adalah sebagai berikut;

Tabel 2.1. Tahapan Strategi Pertama Model Pembelajaran Sinektik

Tahap Pertama Tahap Kedua


Mendeskripsikan Situasi Saat Ini Analogi Langsung

Guru meminta peserta didik untuk Peserta didik mengusulkan


mendeskripsikan situasi atau topik analogianalogi langsung, memilihnya,
seperti yang mereka lihat saat ini dan mengeksplorasi
(mendeskripsikan)nya
lebih jauh
Tahap Ketiga Tahap Keempat Konflik
Analogi Personal Padat

Peserta didik “menjadi analogi” yang Peserta didik mengambil deskripsi


telah mereka pilih dalam tahap kedua deskripsi dari tahap kedua dan ketiga,
tadi mengemukakan beberapa analogi
konflik padat, dan memilih salah
satunya.

Tahap Kelima Tahap Keenam


Analogi Langsung Memeriksa Kembali Tugas Awal
.

22
Peserta didik membuat dan memilih Guru meminta peserta didik kembali
analogi langsung yang lain, yang pada tugas atau masalah awal dan
didasarkan pada analogi konflik padat meggunakan analogi terakhir dan atau
seluruh pengalaman sinektiknya

F. Penilaian Pembelajaran Menulis Cerita Pendek


Penilaian menulis khususnya pada cerita pendek sebaiknya dilakukan secara objektif
dan menyeluruh. Akan tetapi, permasalahan yang sering terjadi adalah seseorang
menilai dengan subjektif. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan skala pengukuran yang
mencakup aspek-aspek antara karangan yang satu dengan yang lain supaya tidak terjadi
subjektivitas. Adapun aspek pokok penilaian yaitu 1) isi, 2) organisasi dan penyajian
isi, 3) gaya dan bentuk bahasa, 4) penggunaan kosakata, dan 5) mekanik, tata bahasa,
ejaan, tanda baca, kerapian tulisan.
Pada umunya, aktivitas orang menghasilkan bahasa tidak semata-mata hanya
bertujuan demi produktivitas bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang
ingin dikomunikasikan lewat bahasa. Dengan kata lain, bahasa hanya merupakan
sarana dan gagasan apa yang ingin dikomunikasikan pada hakikatnya lebih penting
daripada sarana bahasa itu sendiri. Oleh karena itu, tugas menulis hendaklah bukan
semata-mata tugas untuk memilih dan manghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana
mengungkapkan gagasan dengan memergunakan sarana bahasa tulis secara tepat
(Nurgiyantoro, 2013: 423).
G. Kerangka Berfikir

Pada dasarnya keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan


berbahasa yang paling rumit, sebab untuk dapat menulis dengan baik dan benar
seseorang harus terlebih dahulu menguasai keterampilan berbahasa yang lain. Adapun
keterampilan berbahasa yang perlu dikuasai yaitu keterampilan menyimak, membaca,
dan berbicara. Selain itu, dalam kegiatan menulis seseorang harus mahir menggunakan
struktur kebahasaan, menguasai kosakata, keruntutan pembahasan, dan memiliki tujuan
yang jelas. Oleh sebab itu, pembelajaran keterampilan menulis di sekolah
membutuhkan perhatian yang khusus.

Perlunya perhatian khusus pembelajaran keterampilan menulis di sekolah juga


didasarkan pada rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Seringkali

23
siswa menganggap pembelajaran menulis merupakan kegiatan yang membosankan dan
sulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru
dan siswa. Guru seringkali menggunakan model pembelajaran konvensional serta
kurang memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah disediakan oleh sekolah.

Rendahnya keterampilan menulis juga terjadi pada saat pembelajaran menulis cerita
pendek. Siswa sering merasa malas mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek
karena guru hanya menyampaikan materi mengenai cerita pendek melalui metode
ceramah yang membuat siswa mudah merasa bosan. Oleh sebab itu, dibutuhkan model
pembelajaran yang tepat untuk membantu meningkatkan keterampilan dan motivasi
siswa dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Untuk mengatasi hal tersebut, guru
dapat menggunakan model sinektik yang merupakan model pembelajaran yang
mengajak siswa untuk berpikir kreatif dan dapat digunakan untuk mengembangkan
kreativitas dengan menggunakan pola berpikir analogi dan metafora. Inti dari model
sinektik adalah aktivitas metafora yang meliputi analogi personal, analogi langsung dan
konflik yang dipadatkan. Kegiatan metaforis bertujuan untuk menyajikan perbedaan
konseptual antara diri siswa dengan objek yang dihadapi atau materi yang dipelajari.

Model ini menarik karena tidak membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh
siswa, dapat membuat pembelajaran semakin bervariasi karena banyak gagasan yang
muncul, banyak ide yang dikemukakan, banyak imajinasi yang berkembang, sehingga
diperlukan ruang agar siswa dapat beradu pendapat. Untuk memaksimalkan model ini,
guru harus kreatif menciptakan suasana dalam proses pembelajaran sehingga tujuan
dari pembelajaran menggunakan model sinektik dapat dicapai dengan maksimal.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka bepikir, peneliti menduga kemampuan menulis cerpen siswa


kelas IXA SMP Negeri 2 Riung dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran
sinektik.

24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Riung, Kecamatan Riung
Barat, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tempat penulis bertugas.
Kelas yang dijadikan tempat penelitian adalah kelas IXA Semester Ganjil, tahun
pelajaran 2021 / 2022 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Faktor yang diteliti yaitu
penerapan model pembelajaran sinektik dalam upaya meningkatkan keterampilan
menulis cerpen pada siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung. Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan mulai dari tanggal 06 September 2021 sampai
dengan tanggal 07 Oktober 2021 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut.
3.1 Tabel Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Kelas Mata Pelajaran Materi Siklus Tanggal
Pelaksanaan
IXA Bahasa Menulis Cerpen I 06 September
Indonesia II 2021
07 Oktober 2021

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas IXA yang berjumlah 29 orang peserta didik,
terdiri dari 13 peserta laki-laki dan 16 peserta didik perempuan yang
karakteristiknya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi menulis cerpen
hasil belajarnya masih rendah.

C. Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data

25
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan untuk mengukur peningkatan keterampilan menulis cerita
pendek pada siswa. Data-data tersebut didapat dari instrumen tes dan nontes. Berikut
penjelasan dari instrumen-instrumen tersebut.
1. Instrumen Tes

Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui tes. Tes dilakukan sebanyak
tiga kali, yaitu pada siklus I, siklus dan II dengan tujuan untuk mengukur keterampilan
siswa dalam menulis cerita pendek menggunakan model pembelajaran sinektik. Pada
hasil tes siklus I, akan diketahui kelemahan siswa dalam menulis cerita pendek yang
selanjutnya dijadikan dasar untuk mengahadapi tes pada siklus II. Kemudian hasil dari
siklus II akan diketahui peningkatan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa
dengan model pembelajaran sinektik dan jika belum menunjukkan peningkatan maka
akan dilanjutkan pada siklus berikutnya

2. Instrumen Nontes

Instrumen nontes yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pengamatan dan
wawancara.

a) Observasi atau monitoring

Observasi atau monitoring dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku siswa
dan guru selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan memperhatikan
pedoman observasi.

b) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan guru pelaku kolaborator dan siswa. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh data kemampuan menulis cerpen siswa dan seluruh hal yang
berkaitan. Wawancara dapat dilakukan secara insidental tergantung kondisi di
lapangan. Wawancara dilakukan sebelum dan sesudah penelitian dilakukan.
Wawancara berguna untuk mengetahui keadaan siswa selaku subjek penelitian dan
mengetahui kendala-kendala mereka dalam menulis cerpen.

26
D. Teknik Analisis Data

Penelitian ini memuat data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis pada kualitatif
digunakan untuk memproses data kualitatif yang diperoleh dari pengamatan,
wawancara. Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengolah data kuantitatif yang
telah diperoleh dari tes menulis cerita pendek yang dilakukan pada setiap siklus.
Informasi yang diperoleh dan semua yang muncul dalam implementasi tindakan
dibahas, didiskusikan, dipelajari, dan dipecahkan. Seperti yang sudah disebutkan bahwa
data kuantitatif diperoleh dari hasil tes menulis cerita pendek pada siswa. Aspek yang
dinilai dari hasil pekerjaan siswa meliputi isi, organisasi, dan penggunaan bahasa.

Penilaian tes menulis cerita pendek menggunakan model skala interval untuk tiap
tingkat tertentu pada tiap aspek yang dinilai. Model yang dimaksud yakni program
English as a Second Language (ESL). Nilai diperoleh dari hasil pekerjaan siswa yang
diukur menggunakan instrumen yang telah dibuat. Penilaian dilakukan untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Nurgiyantoro (2013: 441-442)
mengatakan bahwa penilaian dalam menulis menggunakan beberapa aspek, yaitu aspek
isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik.

Tabel 3.2. Tabel Pedoman Penilaian Menulis Cerita Pendek


Aspek Skor Kriteria Kisaran
Skor
ISI 26-30 Sangat Baik : tema dikembangkan 5-30
secara optimal, ide cerita sangat
menarik. Cerita dikembangkan
dengan kreatif dan penyelesaian
tuntas, amanat cerita sangat jelas
21-25 Baik : tema dikembangkan secara
optimal, ide cerita menarik. Cerita

dikembangkan dengan cukup kreatif


dan penyelesaian tuntas, amanat
cerita jelas

27
11-15 Cukup : tema dikembangkan secara
terbatas, ide cerita kurang menarik.
Cerita dikembangkan dengan kreatif
dan penyelesaian kurang tuntas,
amanat cerita tidak jelas

5-10 Kurang : tema tidak dikembangkan,


ide cerita tidak menarik. Cerita
dikembangkan dengan kurang kreatif
dan penyelesaian tidak tuntas,
amanat cerita tidak jelas
Organisasi 16-20 Sangat Baik: tokoh, plot, latar, sudut 0-20
(Unsur) pandang disajikan dengan jelas dan
lengkap, pengenalan cerita sangat
baik, konflik sangat jelas,
penyelesaian cerita sangat baik,
cerita logis dan padu.

11-15 Baik: tokoh, plot, latar, sudut


pandang disajikan dengan jelas tetapi
kurang lengkap, pengenalan cerita
sangat baik, konflik cukup jelas,
penyelesaian cerita cukup baik, cerita
cukup logis dan cukup padu.

6-10 Cukup: tokoh, plot, latar, sudut


pandang disajikan dengan kurang
jelas dan kurang lengkap, pengenalan
cerita kurang baik, konflik kurang
jelas, penyelesaian cerita cukup baik,
cerita kurang logis dan kurang padu.
0-5 Kurang: tokoh, plot, latar, sudut

pandang disajikan dengan tidak jelas


dan tidak lengkap, pengenalan cerita
tidak terbentuk, konflik tidak jelas,
penyelesaian cerita tidak baik, cerita
tidak logis dan tidak padu.

28
Kosakata 16-20 Sangat Baik : penulisan kata sangat 0-20
baik, pilihan kata dan ungkapan
efektif, menguasai pembentukan kata

11-15 Baik: Penulisan kata memadai,


pilihan kata dan penggunaan
ungkapan kadang-kadang salah tetapi
tidak mengganggu

6-10 Cukup : penulisan kata cukup baik,


sering terjadi kesalah pilihan kata
dan penggunaan ungkapan , kurang
menguasai pembentukan kata

0-5 Kurang : penulisan kata kurang baik,


pilihan kata dan penggunaan
ungkapan kurang tepat , tidak
menguasai pembentukan kata

Bahasa 16-20 Sangat Baik : struktur kalimat sangat 0-20


baik dan tepat, jarang terjadi
kesalahan penggunaan bahasa,
penggunaan gaya bahasa sangat baik

11-15 Baik : struktur kalimat cukup baik


dan tepat. terjadi sejumlah kesalahan
penggunaan bahasa tetapi makna
cukup jelas, penggunaan gaya bahasa
baik.

6-10 Cukup : struktur kalimat cukup baik


dan kurang tepat, sering terjadi
kesalahan penggunaan bahasa,

penggunaan gaya bahasa cukup baik.


0-5 Kurang : tidak menguasai tata
kalimat, terdapat banyak kesalahan
penggunaan bahasa, tidak ada
penggunaan gaya bahasa

29
Mekanik 10 Sangat Baik : menguasai aturan 0-10
penulisan, sedikit kesalahan ejaan,
tanda baca, penggunaan huruf
kapital, dan penataan paragraf
8 Baik : kadang-kadang terjadi
kesajalahan ejaan, tanda baca,
penggunaan huruf kapital, dan
penataan pragraf, tulisan tangan tidak
jelas, makna membingungkan.
6 Cukup : sering terjadia kesalahan
ejaan, tanda baca, penggunaa huruf
kapital, dan penataan paragraf,
tulisan tangan tidak jelas, makna
membingungkan

4 Kurang : tidak meguasai aturan


penulisan, terdapat banyak kesalahan
ejaan tanda baca, penggunaan huruf
kapital dan penataan paragraf, tulisan
tidak terbaca.

Skor Maksimal = 30+20+20+20+10 = 100


Perolehan Skor
Nilai Akhir = x 100
Skor Maksimal

Tabel 3.3. Kualifikasi Nilai

No kualifikasi skor
1 Sangat baik 85-100
2 baik 70-84
3 cukup 55-69
4 kurang 40-54
5 sangat kurang < 39
Sumber : Nurgiyantoro (2011:253)

Berdasarkan kualifikasi penilaian tersebut, peserta didik

sampel dinyatakan baik dalam hal menulis cerpen apabila 75% atau lebih mendapatkan

30
nilai 71-100, sebaliknya siswa sampel dinyatakan tidak baik menulis cerpen apabila

kurang dari 75% mendapat nilai kurang dari 71.

Untuk mencari nilai rata-rata, peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh peserta

didik, selanjutnya dibagi dengan jumlah peserta didik kelas tersebut. Dengan demikian

diperoleh nilai rata-rata. Nilai rata-rata didapat dengan menggunakan rumus:

Jumlah Nilai
X=
Jumlah peserta didik

Keterangan:

X = Nilai rata-rata.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai

berikut:

Jumlah peserta didik yang tuntas


%= x 100
Jumlah keseluruhan peserta didik

Kriteria tingkat ketuntasan belajar dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Ketuntasan Belajar Siswa dalam %

No Tingkat Keberhasilan (%) Arti


1 >80% Sangat tinggi
2 60-79% Tinggi
3 40-59% Sedang
4 20-39% Rendah
5 <20% Sangat rendah

E. Kriteria Keberhasilan Tindakan

Keberhasilan penelitian tindakan ditandai dengan adanya perubahan menuju kearah

kebaikan. Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini dikelompokkan

menjadi dua aspek, yaitu sebagai berikut.

31
1. Indikator Keberhasilan Proses

Dilihat dari tindak belajar atau perkembangan proses pembelajaran, yaitu sebagai

berikut.

a. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menarik dan menyenangkan.

Proses yang dimaksud adalah siswa saat pembelajaran menulis cerpen

tidak merasa tertekan dengan tugas yang diberikan guru sehingga hasil tulisan

siswa juga lebih baik. Siswa aktif berperan serta selama proses pembelajaran

berlangsung.

Proses yang dimaksud meliputi aktivitas verbal dan nonverbal. Aktivitas verbal

meliputi siswa bertanya, siswa berkonsentrasi, siswa dapat menjawab

pertanyaan, siswa mengobrol sendiri di luar materi, siswa bercanda, siswa

bergurau, siswa tidak menjawab pertanyaan, dan siswa menjawab pertanyaan

asal-asalan. Aktivitas nonverbal meliputi antusias belajar, kepercayaan diri siswa,

siswa merasa malu, siswa bermain-main, siswa membaca buku lain, siswa

menyimak pengajar, dan siswa menyimak teman.

b. Terjadi peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran menulis cerpen.

Peningkatan yang dimaksud adalah adanya perbedaan hasil tulisan siswa

sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran sinektik. Diharapkan

setelah siswa mengikuti pembelajaran menulis cerpen menggunakan model

pembelajaran sinektik, tulisan siswa menjadi lebih bervariatif dan tidak

membosankan untuk dibaca.

2. Indikator Keberhasilan Produk

Dideskripsikan dari keberhasilan siswa dari produk menulis teks cerpen

dengan menggunakan model pembelajaran sinektik. Keberhasilan diperoleh jika

32
terjadi peningkatan antara prestasi subjek penelitian sebelum dan sesudah

diberikan tindakan. Indikator keberhasilan dalam tindakan kelas ini adalah kelas

dinyatakan berhasil jika 75 % siswa memperoleh rerata nilai 71, lulus dalam

menyusun teks cerpen berdasar tema dan topik setelah mereka mendapatkan

proses pembelajaran menulis cerpen menggunakan model pembelajaran sinektik.

Rumus rerata = Jumlah seluruh skor siswa


Jumlah Siswa

F. Deskripsi Per Siklus


1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan

Pembelajaran Siklus I direncanakan akan dilaksanakan pada hari Senin


tanggal 11 Oktober 2021. Dalam tahap perencanaan siklus 1, pendidik
mempersiapkan perangkat pembelajaran yang berupa :
1) Menyiapkan RPP Siklus I.
2) Menyiapkan lembar pengamatan pendidik dan peserta didik
3) Menyiapkan lembar evaluasi pendidik.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pembelajaran yang dilakukan pada siklus 1 untuk melihat aktivitas dan


meningkatnya hasil belajar peserta didik dengan menentukan Langkah-
langkah pembelajaran terdapat pada lampiran 1

c. Pengamatan Terhadap Tindakan

Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap


pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi yang
telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap keaktifan peserta didik
selama pembelajaran berlangsung.
d. Refleksi Terhadap Tindakan

Refleksi terhadap kinerja siswa dalam menyelesaikan soal tes akhir dan
kinerja pendidik dalam pembelajaran, adapun hasilnya :

33
1) Pada siklus 1 terlihat peserta didik belum seluruhnya aktif dalam
mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada saat melakukan latihan.
2) Sebagian besar peserta didik tidak memanfaatkan kesempatan yang
diberikan peserta didik untuk bertanya.
3) Pada saat mengerjakan soal evaluasi ada sebagian peserta didik yang
tidak bisa menjawab soal yang diberikan.
Berdasarkan hasil refleksi, kekurangan yang belum bisa diatasi pada Siklus I
akan diperbaiki pada Siklus II.

2. Siklus II

a. Perencanaan

Pembelajaran Siklus II direncanakan akan dilaksanakan pada hari Senin,


tanggal 25 Oktober 2021, didasarkan pada kekurangan pembelajaran Siklus I.
Perbaikan-perbaikan yang diperoleh adalah hasil evaluasi dan refleksi pada Siklus
I. Pada perbaikan pembelajaran Siklus II ini guru akan menggunakan model
pembelajaran sinektik. Sebelum dilaksanakan perbaikan pembelajaran Siklus II
pendidik mempersiapkan perangkat pembelajaran sebagai berikut :

1) Menyiapkan perangkat rencana perbaikan pembelajaran Siklus II.

2) Menyiapkan lembar pengamatan pendidik dan peserta didik.


3) Menyiapkan media pembelajaran
4) Menyiapkan lembar kerja peserta didik.
5) Menyiapkan lembar evaluasi.
b. Tahap Pelaksanaan

Proses perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada Siklus II dilaksanakan


dengan langkah-langkah pembelajaan dapat dilihat pada lampiran 2.

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap


pelaksanaan pembelajaran dengan berpedoman pada lembar observasi yang
telah disiapkan. Pengamatan dilakukan terhadap keaktifan peserta didik selama
pembelajaran berlangsung.

34
d. Refleksi

Kegiatan refleksi mengadakan evaluasi terhadap kinerja peserta didik dalam


menyelesaikan soal tes akhir. Adapun hasilnya adalah :

1) Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok sudah baik, sebagian besar siswa
sudah berani mengemukakan pendapat.
2) Ketelitian siswa dalam mengerjakan evaluasi sudah baik dan persentase
belajar siswa telah mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM) 71.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Peningkatan Nilai Rata-rata
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, bahwa hasil
elajar peserta didik pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus 2, hal ini dapat
dilihat dari kenaikan nilai rata - rata siswa dalam proses pembelajaran pada siklus I
69,72, dan hasil perbaikan siklus II menunjukkan kenaikan nilai rata-rata sebesar
79,28
Untuk melihat perkembangan nilai rata-rata siswa dari siklus 1 sampai dengan
siklus II dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Pembelajaran Siklus 1 sampai Siklus II

No. Kegiatan Pembelajaran Nilai Rata - Rata


1. Siklus I 69,72
2. Siklus II 79,28

35
grafik 4.1. rata-rata nilai siklus 1
dan siklus 2
79.28
80
78
76
74 69.72
72
70
68
66
64
Siklus I Siklus II

Dari grafik 4.1 di atas yang merupakan hasil evaluasi belajar


peserta didik berupa nilai rata-rata peserta didik dari siklus 1 sampai pembelajaran
siklus II dengan hasil berikut :

1. Pada pembelajaran siklus I peserta didik kelas IXA SMP Negeri 2 Riung
berjumlah 29 orang, pendidik berusaha mencari solusi dengan melakukan
refleksi diri dari proses pembelajaran dan hasil evaluasi belajar peserta didik,
yang bertujuan untuk meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik. Dan hasil
refleksi tersebut Pendidk mendapatkan solusi perbaikan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen, sehingga nilai
rata-rata siswa yang berjumlah 29 orang peserta didik menjadi 69,72 dengan
nilai tertinggi 80 nilai terendah 62 sehingga pembelajaran masih dikategorikan
cukup. (dapat dilihat pada lampiran 3)

2. Pada perbaikan pembelajaran siklus II pendidik melakukan pemantapan


penggunaan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen dalam proses
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik terhadap materi
pembelajaran sehingga dengan melakukan itu terjadi peningkatan yang
signifikan untuk nilai rata-rata peserta didik dari jumlah 29 orang siswa
meningkat nilai rata-rata menjadi 79,72 dan nilai tertinggi meningkat menjadi 90
dan terendah 71 dari kreteria ketuntasan minimal (KKM) 71 sehingga perbaikan
pembelajaran sudah dikategorikan baik. (dapat dilihat pada lampiran 6)

36
2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Peserta Didik

Selain naiknya nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik, jumlah peserta
didik yang tuntas juga meningkat, untuk melihat perbandingan jumlah peserta didik
yang tuntas dan tidak tuntas dalam pembelajaran siklus 1 sampai siklus II dapat
dilihat melalui tabel dan grafik 4.2 berikut :

Tabel 4. 2 .Hasil Ketuntasan Peserta Didik dari Siklus 1 sampai Siklus II


SIKLUS TUNTAS TIDAK TUNTAS
FREKUENSI PERSENTASE FREKUENSI PERSENTASE
I 20 69% 9 31,03 %
II 29 100% 0 0

Grafik 4.2. ketuntasan belajar siklus 1 dan siklus 2


1

100%
90%
69.00%
80%
70%
60%
50% 31.03%
40%
30%
20%
0
10%
0%
Tuntas Tidak tuntas

I II

Dari grafik 4.2 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketutasan peserta
didik dalam pembelajaran, sehingga berdasarkan grafik 4.2 tersebut dapat diuraikan
beberapa hal berikut :

1. Pada siklus I pendidik berusaha menggunakan model pembelajaran sinektik dalam


menulis cerpen, hasil ketuntasan peserta didik dari jumlah 29 peserta didik, yang
berhasil mencapai ketuntasan belajar adalah 20 peserta didk atau 69 % dan yang
tidak tuntas adalah 9 peserta didik atau 31,03 %. Dan ketuntasan belajar
dikategorikan cukup.

37
2. Pada siklus II guru memantapkan menggunakan model pembelajaran sinektik
dalam menulis cerpen, hasil ketuntasan yang diperoleh dari jumlah 29 peserta didik
yang berhasil mencapai ketuntasan adalah 29 peserta didik atau 100% sehingga dari
kreteria ketuntasan minimal (KKM) 71 belajar dikategorikan baik.

3. Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa

Dalam pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II mendapatkan hasil


yang baik . Nilai rata-rata dan ketuntasan belajar peserta didik mengalami
peningkatan dari siklus II. Peningkatan tersebut dikarenakan pendidik telah
semaksimal mungkin menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis
cerpen sehingga peserta didik terlibat langsung dalam pembelajaran.

Dari data observasi aktifitas peserta didik selama mengikuti pembelajaran dapat
diketahui terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang aktif dalam pembelajaran,
dan dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.3.Presentase Keaktifan Belajar Siklus 1 sampai Siklus II
PEMBELAJARAN KEAKTIFAN
AKTIF % BELUM AKTIF %
Siklus I 20 69 9 31,03
Siklus II 29 100 0 0

Grafik 4.3. Keaktifan belajar peserta didik


siklus 1 dan siklus 2

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Aktif Belum aktif

Siklus I Siklus II

38
Gambar Grafik 4.3 Keaktifan siswa dari pembelajaran siklus I dan siklus II
adalah :
1. Pada siklus I pendidik berusaha menggunakan model pembelajaran sinektik
dalam menulis cerpen, agar peserta didik lebih aktif dan berusaha meningkatkan
keaktifan peserta didik, pada pembelajaran siklus I keaktifan belajar peserta didik
menjadi 20 orang peserta didik atau 69 % dan yang belum tuntas berjumlah 9
orang peserta didik atau 31,03 % sehingga keaktifan belajar peserta didik
dikatagorikan cukup.
2. Pada siklus II dalam proses pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen keaktifan belajar dan
dipresentasikan perwakilan peserta didik sehingga meningkat menjadi 29 orang
siswa atau 100 % keaktifan belajar peserta didik dikategorikan sangat aktif.
B. Pembahasan.
Berdasarkan data observasi keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dan
berdasarkan hasil evaluasi belajar peserta didik ternyata diketahui terjadi
peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I sampai pada siklus II, hasil
belajar peserta didk telah menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dari
pembelajaran sebelumnya. Hal ini disebabkan penulis telah melaksanakan program
perbaikan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran sinektik dalam
menulis cerpen pada perbaikan pembelajaran. Seluruh peserta didik sudah mampu
menjawab pertanyaan dengan baik. Pada Siklus I, peserta didik yang tuntas dalam
pembelajaran 20 orang peserta didik atau 69 % dan yang tidak tuntas 9 orang
peserta didik atau 31,03 %. Pada Siklus II, peserta didik yang tuntas dalam belajar
sebanyak 29 orang peserta didik atau 100 % yang belum tuntas tidak ada atau 0%.
Begitu juga dengan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik. Pada Siklus I,
nilai rata-rata, yaitu sebesar 69,72 sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan lagi
menjadi 79,28 sehingga terjadi peningkatan antara siklus I dan siklus II sebesar
9,56
Keberanian dan kemampuan peserta didik menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pendidik juga mengalami peningkatan. Pada pembelajaran siklus 1, peserta
didik yang mau menjawab pertanyaan pendidik hanyalah sebanyak 20 orang atau
69%. Pada tindakan siklus II, meningkat menjadi 29 orang peserta didik atau
100%. Dari data tersebut keaktifan peserta didik sudah baik dan begitu juga dengan
kemampuan mereka saat menjawab pertanyaan yang diajukan peserta didik maupun
pertanyaan temannya.

39
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dan setelah dilaksanakan refleksi
terhadap proses dan hasil pembelajaran, penulis menganggap bahwa pembelajaran
pada Siklus III tidak perlu lagi dilaksanakan. Hal ini didasari oleh pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik sudah baik, yaitu sebesar 79,28.
Nilai ini sudah jauh di atas nilai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu
sebesar 71,00.
2. Jumlah peserta didik yang tuntas sudah 100%.
3. Jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran telah 100%, seluruh siswa aktif
dalam pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar peserta didik dan aktifitas peserta didik dilihat dari perbaikan
pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus II. Proses belajar mengajar juga sudah
semakin baik dengan aktifnya peserta didik dalam proses belajar sehingga potensi
peserta didik tergali dari proses tersebut. Peningkatan ini disebabkan karena penulis
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen untuk menggali
potensi peserta didik dan menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik sehingga
peserta didik mau berinteraksi maksimal dalam kelompoknya, ternyata dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen, penulis berhasil
membuat iklim pembelajaran semakin baik dengan interaksi peserta didik semakin
meningkat, di mana peserta didik sudah mau bertanya dalam kelompoknya. Hal ini
sejalan dengan manfaat yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran
sinektik dalam menulis cerpen.
Sehingga dari beberapa hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa peningkatan
hasil belajar disebabkan dalam perbaikan pembelajaran penulis menggunakan
model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga akan berakibat pada peningkatan hasil belajar peserta didik
dan peserta didik semakin aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang
dilakukan oleh penulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menulis cerita
pendek pada peserta didik kelas IXA SMP Negeri 2 Riung, kecamatan Riung Barat,
Kabupaten Ngada.

40
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tindakan kelas yang telah
dilaksanakan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui penggunaan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen
peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran.
2. Penggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
tentang menulis drama dengan perbandingan nilai rata-rata pada siklus I yaitu
69,72 dan presentase ketuntasan belajar peserta didik hanya mencapai 69 %, dan
pada siklus II nilai rata-rata peserta didik mengalami peningkatan yaitu 79,28 dan
presentase ketuntasan belajar mengalami peningkatan menjadi 100 % jika
dibandingkan pada pembelajaran siklus I, dan pada akhir pembelajaran siklus II
maka tidak dilaksakan lagi pada siklus III.
3. Tingkat partisipasi dan keaktifan siswa pada siklus I hanya 20 orang
peserta didik yang aktif atau 69 % dan pada pembelajaran siklus II jumlah peserta
didik yang aktif meningkat jika dibandingkan dengan siklus I menjadi 29 peserta
didik atau 100 % .
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, saran yang dapat
diberikan setelah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa
Siswa diharapkan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan menulis
cerpen yang telah dicapai. Selain itu, siswa juga diharapkan untuk sering

41
menulis supaya dapat menambah wawasan dan pengalaman sehingga
kemampuan menulis cerpen siswa menjadi lebih optimal.
2. Bagi guru
Guru diharapkan mengembangkan penggunaan model pembelajaran sinektik
sehingga berhasil meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa lebih
optimal.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan adanya faktor
keterbatasan waktu dan subjek penelitian. Peneliti lain diharapkan dapat
mengembangkan penelitian dengan waktu yang lebih lama atau subjek
penelitian yang lebih luas sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan penelitian ini.

42
DAFTAR PUSTAKA

A,Hamdani M. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.


Arsyad, Azhar.2011. Media Pembelajaran Bahasa: Rajawali Pers.
Aunurrahman.2010.Belajar dan Pembelajaan. Bandung: Alfabeta
Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Enre, Fachrudin. 1988. Dasar-dasar Keterampilan Menulis : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Joyce. B, Weil, M., & Cdhoun, E. 2009. Model of Teaching (Model-model Pengajaran
Edisi Kedelapan). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Madya, Suwarsih.2009. Teori dan Praktik Penelitiantindakan, Action Research.
Yogyakarta: Alfabeta.
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi.
Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA
Nursito. 2000. Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakart: Adicita Karya Nusa.
Sayuti.Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta:GAMA MEDIA.
Solehan T.w, dkk.2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
St Y. Slamet. 2008. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS
Press.
Tarigan, Henri Guntur. 2008. Menulis sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Wiyatmi. 2006. Pengantar Pengkajian Sastra. Yogyakarta Pustaka
_____https://www.berpendidikan.com/2019/05/cara-dan-langkah-langkah-menulis-
cerpenyang-baik-dan-benar.html
_____2021. http://repo.uinsatu.ac.id/22148/5/BAB%20II.
_____http://staffnew.uny.ac.id/upload/132318127/pendidikan/Konsep+Menulis_0.pdf

43
LAMPIRAN -LAMPIRAN

44
LAMPIRAN 1 : RPP Siklus 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP Negeri 2 Rkiung Kelas/Semester: IXA / 1 KD : 4.6


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Alokasi Waktu : 3 x 40 menit
Materi : Cerita Pendek

Tujuan Pembelajaran
Setelah peserta didik membaca contoh teks cerpen pada powerpoint, melalui whatsaap grup dan
menggunakan model pembelajaran sinektik, peserta didik diharapkan dapat: 1. Menyusun kerangka
cerita pendek berdasarkan pengalaman atau gagasan
2. Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan memperhatikan struktur teks dan
kebahasaan.

B. Media, Alat/Bahan dan Sumber Belajar

Media Alat/Bahan : Sumber Belajar


Pembelajaran : a. Laptop • Buku Bahasa Indonesia Siswa
1. LKPD b .Handphone Kelas IX, Kemendikbud, Tahun
2. Lembar /Android 2018
Penilaian • Internet
3. Bahan
Ajar

C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan berdoa


(10 Menit) 2. Guru mengecek kehadiran peserta didik
3. Peserta didik diajak mengingat kembali pembelajaran
sebelumnya untuk memancing respon peserta didik.
4. Peserta didik diinformasikan KD, IPK, dan tujuan pembelajaran yang akan
diajarkan
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan langkahlangkah
pembelajaran

45
6. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang

KE 1. Peserta didik mengikuti pembelajaran yang sajikan guru melalui media


GIATAN INTI powerpoint.
(70 MENIT)
2. Peserta didik menerima LKPD yang dibagikan guru
3. Peserta didik diperkenankan melakukan sesi tanya jawab apabila ada
materi yang belum dipahami.

4. Peserta didik dalam kelompoknya diminta menuliskan peristiwa yang


mirip atau sama berdasarka pengalaman mereka dengan cerpen yang
berjudul „Kisah Seorang Penjual Koran’ pada lembar LKPD

(Mendeskrisikan Situasi Saat Ini)


5. Peserta didik diminta mengamati sebuah gambar tentang realitas sosial
dengan tema “Persahabatan” yang telah diberikan guru dalam LKPD

6. Peserta didik secara berkelompok berdiskusi mendeskripsikan


gambar tersebut dengan kondisi yang sedang mereka alami.

(Analogi Langsung)
7. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk membuat analogi
langsung. Peserta didik menganalogikan atau membuat peristiwa tentang
“persahabatan ”. Peristiwa dapat diperoleh dari pengalaman yang dialami
oleh siswa atau mengembangkan sesuai kreativitasnya masing-masing.
Peserta didik menuliskan beberapa analogi tersebut pada selembar kertas.

8. Peserta didik mendiskusikan dan membandingkan bersama kelompok lain


peristiwa- peristiwa yang telah ditulis. Guru mendampingi dan membantu
siswa dalam membandingkan peristiwa secara bersama-sama.

9. Peserta didik dalam kelompoknya memilih satu peristiwa dari beberapa


peristiwa yang telah mereka bandingkan. Peristiwa yang dipilih
merupakan peristiwa yang paling berkesan dan memiliki hubungan
dengan subtema
“persahabatan”. Peserta didik mengeksplorasi lebih jauh peristiwa yang
telah dipilih. Guru mendampingi siswa yang mengalami kesulitan.
(Analogi Personal)
10. Peserta didik menyimak dan mengamati film pendek berjudul “Say
Hello to Yellow”, melalui tayangan di powerpoint pada tautan
https://www.youtube.com/watch?v=B71d1R2-Iys . Setelah itu peserta didik
diminta untuk menghubungkan peristiwa yang dipilih dengan peristiwa yang
terjadi pada film pendek yang dari peristiwa tersebut.

(Konflik Padat)
11. Peserta didik dalam kelompoknya mencatat konflik-konflik yang terdapat
di film pendek pada selembar kertas. Konflik yang terjadi pada film pendek
berupa masalah-masalah yang dialami tokoh.

46
12. Peserta didik dalam kelompoknya memilih salah satu dari beberapa masalah
yang telah mereka tulis. Peserta didik memilih masalah yang menurut
mereka paling berkesan.

(Analogi Langsung)
13. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun kerangka cerita pendek berupa
peristiwa yang dipilih didasarkan pada konflik/masalah yang telah dipilih.

(Memeriksa Kembali Tugas Awal)


14. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun cerpen berdasarkan kerangka
cerpen tersebut dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan.

15. Peserta didik diminta mengumpulkan hasil pekerjaan kelompoknya

16. Perwakilan dari kelompoknya masing-masing mempresentasikan


hasil tulisan cerpennya (dapat dipilih/ditunjuk oleh guru) dan
kelompok yang lain saling menanggapi.
PENUTUP 1. Peserta didik diminta melakukan tes akhir untuk melihat
perkembangan peningkatan kemampuan peserta didik setelah
mempelajari materi menyusun cerpen, yaitu peserta didik diminta
menulis cerpen secara individu dengan tema persahabatan dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan di kertas.

2. Peserta didik diminta mengumpulkan tugas kelompoknya

3. Peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah


dipelajari
4. Peserta didik membuat refleksi pembelajaran untuk mengetahui
ketercapaian proses pembelajaran dan perbaikan.
5. Guru memberikan penilaian
6. Peserta didik menerima informasi rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya
7. Peserta didik diminta oleh guru agar terus menjaga kesehatan,
semangat belajar di rumah dan tetap di rumah saja.
8. Guru dan peserta didik menutup pembelajaran dengan salam dan
berdoa

d. PENILAIAN

Sikap Pengetahuan Keterampilan

47
Bentuk Instrumen: Soal dalam bentuk esai
Lembar Pengamatan Perkembangan berupa LKPD
Sikap Soal dalam bentuk esai (mengukur kemampuan
(disiplin waktu dalam (kemampuan peserta didik peserta didik menyusun
melakukan kegiatan, memahami peristiwa cerpen cerpen dengan
bertanggungjawab dalam dengan menuliskan pengalaman memperhatikan
menyampaikan mereka yang sama atau mirip struktur dan
hasil pekerjaan, dan santun dalam dengan peristiwa cerpen yang kebahasaan.
menyampaikan hasil pekerjaaan) disajikan)

Mengetahui, Lindi, 06 September 2021


Plt. Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Theresia Mamo,S.Pd. Yuliana Meo, S.Pd.


NIP. 197904142008012035 NIP. 197811062008012022

48
Lampiran 2
Analisis Penilaian Siklus 1
Kelas/Semester : IX. A / 1
Indikator Pencapain :Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan

Nomor urut   Aspek yang dinilai  


No. Skor Nilai
Siswa 1 2 3 4 5
Nomor urut
1 15 15 15 16 6 67 67
1
Nomor urut
2 21 15 15 12 8 71 71
2
Nomor urut
3 22 16 16 16 8 78 78
3
Nomor urut
4 21 16 16 15 8 76 76
4
Nomor urut
5 20 15 16 16 6 73 73
5
Nomor urut
6 21 15 18 18 6 80 80
6
Nomor urut
7 21 15 15 15 6 72 72
7
Nomor urut
8 21 11 16 17 6 71 71
8
Nomor urut
9 21 15 13 16 6 71 71
9
Nomor urut
10 21 15 15 12 8 71 71
10
Nomor urut
11 23 16 13 11 8 71 71
11
Nomor urut
12 18 13 13 15 6 65 65
12
Nomor urut
13 18 15 15 11 6 65 65
13
Nomor urut
14 16 15 13 13 6 63 63
14
Nomor urut
15 15 15 13 15 6 64 64
15
Nomor urut
16 16 15 13 13 6 62 62
16
17 Nomor urut 20 15 15 15 6 71 71

49
17
Nomor urut
18 20 14 14 15 8 71 71
18
Nomor urut
19 20 15 15 16 6 72 72
19
Nomor urut
20 15 15 15 13 6 64 64
20
Nomor urut
21 15 15 15 13 6 64 64
21
Nomor urut
22 21 15 15 15 6 72 72
22
Nomor urut
23 20 15 15 15 6 71 71
23
Nomor urut
24 18 13 13 15 6 65 65
24
Nomor urut
25 18 15 15 11 6 72 72
25
Nomor urut
26 21 15 15 15 6 72 72
26
Nomor urut
27 20 15 15 15 6 72 72
27
Nomor urut
28 20 15 15 16 6 72 72
28
Nomor urut
29 15 15 15 13 6 64 64
29
19,0
Rata-Rata 14,79 14,72 14,41 6,414 69,72 69,72
7

Catatan:
1. Kesesuaian Isi cerpen
2. Kesesuaian organisasi (unsur cerpen)
3. Kosakata dalam cerpen
4. Kebahasaan cerpen
5. Mekanik

50
Lampiran: 3 DAFTAR NILAI SIKLUS I

Nilai Siklus I
No. Nomor Urut Siswa
Nilai Keterangan
Belum
1 Nomor urut 1 67
Tuntas
2 Nomor urut 2 71 Tuntas
3 Nomor urut 3 78 Tuntas
4 Nomor urut 4 76 Tuntas
5 Nomor urut 5 73 Tuntas
6 Nomor urut 6 80 Tuntas
7 Nomor urut 7 72 Tuntas
8 Nomor urut 8 71 Tuntas
9 Nomor urut 9 71 Tuntas
10 Nomor urut 10 71 Tuntas
11 Nomor urut 11 71 Tuntas
12 Nomor urut 12 65 BelumTuntas
13 Nomor urut 13 65 BelumTuntas
14 Nomor urut 14 63 BelumTuntas
15 Nomor urut 15 64 BelumTuntas
16 Nomor urut 16 62 BelumTuntas
17 Nomor urut 17 71 Tuntas
18 Nomor urut 18 71 Tuntas
19 Nomor urut 19 72 Tuntas
20 Nomor urut 20 64 BelumTuntas
21 Nomor urut 21 64 BelumTuntas
22 Nomor urut 22 72 Tuntas
23 Nomor urut 23 71 Tuntas
24 Nomor urut 24 64 BelumTuntas
25 Nomor urut 25 71 Tuntas
26 Nomor urut 26 71 Tuntas
27 Nomor urut 27 72 Tuntas

51
28 Nomor urut 28 71 Tuntas
29 Nomor urut 29 71 Tuntas
Jumlah 2025
Rata-rata 69,83
Tuntas 20
Presentasi 69%
Tidak tuntas 9
presentasi 31,03%
KKM 71

Lampiran 4 :RPP SIKLUS 2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP Negeri 2 Riung Kelas/Semester : IXA / 1 KD : 4.6


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Alokasi Waktu : 3 x 40 menit
Materi : Cerita Pendek

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah peserta didik membaca contoh teks cerpen pada powerpoint, melalui whatsaap grup , peserta
didik diharapkan dapat:
1. Menyusun kerangka cerita pendek berdasarkan pengalaman atau gagasan
2. Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan memperhatikan struktur teks dan
kebahasaan.

B. Media, Alat/Bahan dan Sumber Belajar

Media Alat/Bahan : Sumber Belajar


Pembelajaran : 1. Laptop 1. Buku Bahasa Indonesia Siswa
1. LKPD 2. LCD Kelas IX, Kemendikbud, Tahun
2. Lembar 3. Handphone/ 2018
Penilaian
Android
3. Bahan
Ajar
powerpoint

C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN 1. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan


(10 Menit) berdoa
2. Guru mengecek kehadiran peserta didik
3. Peserta didik diajak mengingat kembali
pembelajaran sebelumnya untuk memancing respon peserta
didik.
4. Peserta didik diinformasikan KD, IPK, dan tujuan pembelajaran
yang akan diajarkan

52
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan Langkah-
langkah pembelajaran
6. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang

Kegiatan Inti 70 menit 1. Peserta didik mengikuti pembelajaran yang dsajikan guru yang
disajikan melalui media powerpoint
Peserta didik menerima LKPD

53
3. Peserta didik membaca dan mengamati contoh teks cerpen dalam LKPD
4. Peserta didik diperkenankan melakukan sesi tanya jawab apabila ada materi
yang belum dipahami.

(Mendeskripsikan Situasi Saat Ini)


5. Peserta didik secara berkelompok berdiskusi untuk mendeskripsikan tema
yang mengangkat kehidupan remaja masa kini dengan kondisi yang sedang
mereka alami.

(Analogi Langsung)
6. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk membuat analogi
langsung dengan cara membuat peristiwa sesuai dengan tema yang
mengangkat kehidupan remaja masa kini. Peristiwa dapat diperoleh dari
pengalaman yang dialami oleh siswa atau mengembangkan sesuai
kreativitasnya masing-masing. Peserta didik menuliskan beberapa analogi
tersebut pada selembar kertas.

7. Peserta didik mendiskusikan dan membandingkan bersama kelompok lain


peristiwa- peristiwa yang telah ditulis. Guru mendampingi dan membantu
siswa dalam membandingkan peristiwa secara bersama-sama.

(Analogi Personal)
8. Peserta didik dalam kelompoknya memilih satu peristiwa dari beberapa
peristiwa yang telah mereka bandingkan. Peristiwa yang dipilih merupakan
peristiwa yang paling berkesan dan memiliki hubungan dengan subtema
yang mengangkat kehidupan remaja masa kini. Peserta didik mengeksplorasi
lebih jauh peristiwa yang telah dipilih dan menganalogikan pada diri sendiri
dari peristiwa tersebut.

(Konflik Padat)
9. Peserta didik dalam kelompoknya memilih masalah yang telah mereka tulis
yang akan dijadikan ide pokok cerita.

(Analogi Langsung)
10. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun kerangka cerita pendek berupa
peristiwa yang dipilih didasarkan pada konflik/masalah yang telah dipilih.

(Memeriksa Kembali Tugas Awal)


11. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun cerpen berdasarkan kerangka
cerpen tersebut dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan.

12. Peserta didik diminta mengumpulkan hasil pekerjaan kelompoknya

13. Perwakilan dari kelompoknya masing-masing mempresentasikan hasil


tulisan cerpennya melalui googlemeet (dapat dipilih/ditunjuk oleh guru)
dan kelompok yang lain saling menanggapi.

54
PENUTUP 1. Peserta didik diminta melakukan tes akhir untuk melihat perkembangan
(40 menit) peningkatan kemampuan peserta didik setelah mempelajari materi menyusun
cerpen, yaitu peserta didik diminta menyusun kerangka cerpen berdasarkan
pengalaman atau gagasan dan menulis cerpen berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan dengan tema yang mengangkat
kehidupan remaja masa kini secara individu.

2. Peserta didik diminta mengumpulkan tugas kelompoknya

3. Peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari


4. Peserta didik membuat refleksi pembelajaran
untuk mengetahui ketercapaian proses pembelajaran dan perbaikan.
5. Guru memberikan penilaian
6. Peserta didik menerima informasi rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya dari guru.
7. Peserta didik diminta oleh guru agar terus menjaga kesehatan, semangat
belajar di rumah dan tetap di rumah saja.
8. Guru dan peserta didik menutup pembelajaran dengan salam dan berdoa.

D. PENILAIAN

Sikap Pengetahuan Keterampilan


Soal dalam bentuk
esai berupa LKPD
(mengukur
Bentuk Instrumen: kemampuan peserta
Lembar Pengamatan Perkembangan Soal dalam bentuk esai didik menyusun
Sikap (kemampuan peserta didik cerpen berdasarkan
(disiplin waktu dalam membuat kerangka cerpen kerangka dengan
melakukan kegiatan, berdasarkan pengalaman atau memperhatikan
bertanggungjawab dalam gagasan dengan tema yang struktur dan
menyampaikan mengangkat kehidupan remaja kebahasaan.
hasil pekerjaan, dan santun dalam masa kini)
menyampaikan hasil pekerjaaan)

Mengetahui, Lindi, 27 September 2021


Plt. Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Theresia Mamo,S.Pd. Yuliana Meo, S.Pd.


NIP. 197904142008012035 NIP. 197811062008012022

55
Lampiran 5

Analisis Penilaian Siklus 2


Kelas/Semester : IX. A / 1
Indikator Pencapain :Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan

Nama   Aspek yang dinilai  


No. Skor Nilai
Siswa 1 2 3 4 5
Nomor
1 21 15 15 12 8 71 71
urut 1
Nomor
2 22 18 18 16 8 82 82
urut 2
Nomor
3 24 20 18 18 8 90 90
urut 3
Nomor
4 24 18 18 18 8 88 88
urut 4
Nomor
5 21 15 18 18 6 80 80
urut 5
Nomor
6 22 18 18 18 6 84 84
urut 6
Nomor
7 22 18 16 16 8 80 80
urut 7
Nomor
8 22 18 18 15 6 79 79
urut 8
Nomor
9 21 16 16 16 8 77 77
urut 9
Nomor
10 21 15 15 15 8 74 74
urut 10
Nomor
11 21 18 18 15 6 80 80
urut 11
Nomor
12 22 18 18 15 8 81 81
urut 12
Nomor
13 21 15 15 15 8 74 74
urut 13
Nomor
14 21 15 15 15 6 72 72
urut 14
Nomor
15 21 18 15 18 6 80 80
urut 15
Nomor
16 20 15 15 15 6 71 71
urut 16
Nomor
17 22 18 16 18 8 82 82
urut 17
Nomor
18 23 18 18 16 8 83 83
urut 18
Nomor
19 22 18 18 18 8 86 86
urut 19
Nomor
20 22 18 18 16 8 82 82
urut 20
Nomor
21 22 18 16 18 8 82 82
urut 21
Nomor
22 22 18 18 18 6 84 84
urut 22
23 Nomor 20 15 16 16 6 73 73

56
urut 23
Nomor
24 22 18 16 18 8 82 82
urut 24
Nomor
25 23 18 18 16 8 83 83
urut 25
Nomor
26 21 15 15 15 8 74 74
urut 26
Nomor
27 21 15 15 15 6 72 72
urut 27
Nomor
28 21 15 15 12 8 71 71
urut 28
Nomor
29 22 18 18 16 8 82 82
urut 29
Rata- 16,9 79,2
21,69 16,66 16,10 7,31 79,28
Rata 7 8

Catatan:
1. Kesesuaian Isi cerpen
2. Kesesuaian organisasi (unsur cerpen)
3. Kosakata dalam cerpen
4. Kebahasaan cerpen
5. Mekanik

57
Lampiran 6

DAFTAR NILAI SIKLUS II


Nilai Siklus II
No. Nama Siswa
Nilai Keterangan

1 Nomor urut 1 71 Tuntas

2 Nomor urut 2 82 Tuntas

3 Nomor urut 3 90 Tuntas

4 Nomor urut 4 88 Tuntas

5 Nomor urut 5 80 Tuntas

6 Nomor urut 6 84 Tuntas

7 Nomor urut 7 80 Tuntas

8 Nomor urut 8 79 Tuntas

9 Nomor urut 9 77 Tuntas

10 Nomor urut 10 74 Tuntas

11 Nomor urut 11 80 Tuntas

12 Nomor urut 12 81 Tuntas

13 Nomor urut 13 74 Tuntas

14 Nomor urut 14 72 Tuntas

15 Nomor urut 15 80 Tuntas

16 Nomor urut 16 71 Tuntas

17 Nomor urut 17 82 Tuntas

18 Nomor urut 18 83 Tuntas

19 Nomor urut 19 86 Tuntas

20 Nomor urut 20 82 Tuntas

21 Nomor urut 21 82 Tuntas

22 Nomor urut 22 84 Tuntas

23 Nomor urut 23 73 Tuntas

24 Nomor urut 24 82 Tuntas

25 Nomor urut 25 83 Tuntas

26 Nomor urut 26 86 Tuntas

27 Nomor urut 27 84 Tuntas

28 Nomor urut 28 73 Tuntas

58
29 Nomor urut 29 83 Tuntas

Jumlah 2326

Rata-rata 80,21

Tuntas 29

% 100

Tidak tuntas 0

% 0

KKM 71

Mengetahui, Lindi, 27 September 2021


Plt. Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

Theresia Mamo,S.Pd. Yuliana Meo, S.Pd.


NIP. 197904142008012035 NIP. 197811062008012022

59
Lampiran 8 : Hasil observasi siklus 1
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Hari/Tanggal : Senin, 18 Oktober 2021
Kelas/Semester : IX.A/1
NO NAMA SISWA KETERANGAN

1 2 3 4 5 6
1 Nomor urut 1 √ 1.Siswa kurang aktif
2 Nomor urut 2 mengerjakan tugas.

3 Nomor urut 3 √ 2.Siswa aktif
4 Nomor urut 4 √ bersungguhsungguh
5 Nomor urut 5 √ dalam mengerjakan
6 Nomor urut 6 √ tugas.
7. Nomor urut 7 √

8 Nomor urut 8 √
9 Nomor urut 9 √
10 Nomor urut 10 √

11 Nomor urut 11 √

12 Nomor urut 12 √

13 Nomor urut 13 √
14 Nomor urut 14 √

15 Nomor urut 15 √
16 Nomor urut 16 √

17 Nomor urut 17 √

18 Nomor urut 18
19 Nomor urut 19 √
20 Nomor urut 20 √

21 Nomor urut 21 √
22 Nomor urut 22 √

23 Nomor urut 23 √

24 Nomor urut 24 √

25 Nomor urut 25 √

26 Nomor urut 26 √

27 Nomor urut 27 √

28 Nomor urut 28 √

29 Nomor urut 29 √

Jumlah 9 20

60
Presentasi 31,03 % 69%

Lampiran 8:HASIL OBSERVASI SIKLUS 2

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

61
Hari/Tanggal : Senin, 24 Oktober 2021
Kelas/Semester : IX.A/1
NO NAMA SISWA KETERANGAN

1 2 3 4 5 6
1 Nomor urut 1 √ Siswa aktif
2 Nomor urut 2 bersungguhsungguh

dalam mengerjakan
3 Nomor urut 3 √ tugas.
4 Nomor urut 4 √
5 Nomor urut 5 √
6 Nomor urut 6 √
7. Nomor urut 7 √

8 Nomor urut 8 √
9 Nomor urut 9 √
10 Nomor urut 10 √

11 Nomor urut 11 √

12 Nomor urut 12 √

13 Nomor urut 13 √
14 Nomor urut 14 √

15 Nomor urut 15 √
16 Nomor urut 16 √

17 Nomor urut 17 √

18 Nomor urut 18
19 Nomor urut 19 √
20 Nomor urut 20 √

21 Nomor urut 21 √
22 Nomor urut 22 √

23 Nomor urut 23 √

24 Nomor urut 24

25 Nomor urut 25

26 Nomor urut 26

27 Nomor urut 27

28 Nomor urut 28

29 Nomor urut 29

Jumlah 29
Presentasi 100%

62
Lampiran 9:Instrumen Wawancara Pratindakan dengan Guru Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia

1. Bagaimana minat siswa dalam pembelajaran menulis cerpen?

63
Jawab : “Minat siswa dalam menulis cerpen masih sangat rendah bu, masih banyak
siswa yang masih asal-asalan dalam membuat cerpen, bahkan pernah ada salah satu
siswa yang mengambil cerpen dari internet”.

2. Adakah kesulitan anda sebagai guru mata pelajaran dalam menyampaikan materi
pembelajaran menulis cerpen ?

Jawab : “Kesulitan yang saya alami juga berasal dari siswa bu, banyak siswa yang
tampaknnya bosan atau tidak memperhatikan materi yang saya berikan. Siswa lebih
memilih mengobrol atau bermain HP”.

3. Menurut anda pada bagian apakah yang paling sulit untuk siswa dalam menulis
cerpen?

Jawab : “Menurut saya siswa sepertinya masih kesulitan dalam mencari hal pokok
yang akan siswa tulis, pemilihan tema dan pemunculan ide saya rasa masih menjadi
kesulitan siswa dalam menulis cerpen”.

4. Apakah metode yang anda gunakan dalam melakukan pengajaran menulis cerpen?

Jawab: “Selama ini saya masih menggunakan metode ceramah seperti biasa bu,
saya menjelaskan lalu siswa saya suruh untuk praktik”.

5. Adakah media yang anda gunakan dalam pengajaran menulis cerpen?

Jawab : :”Belum ada bu, saya hanya menentukan tema saja atau saya suruh siswa
menulis cerpen berdasar lingkungan sekitar”.

6. Dalam satu kelas berapa presentase siswa yang telah tuntas dalam pembelajaran
menulis cerpen?

Jawab : “Masih sangat rendah bu, yang benar-benar masuk kriteria lulus itu hanya
sekitar 55% dari total siswa satu kelas bu”.

7. Apakah anda pernah mendengar atau memahami model pembelajaran sinektik?

Jawab : “Belum bu, saya baru mendengar sekali ini mengenai metode sinektik”

8. Apakah anda pernah menggunakan film pendek untuk pembelajaran menulis


cerpen?

Jawab : “Belum bu, untuk penggunaan media audio visual di sekolah ini masih
sangat ribet, karena harus meminjam dari kantor, tidak bisa langsung”.

9. Apakah anda bersedia menggunakan metode sinektik dalam pembelajaran anda


apabila metode dan media ini dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen
pada siswa?”

64
Jawab : “Tentu bu, siapa tau dengan metode dan media yang ibu tawarkan bisa
membantu siswa dalam belajar”.

Lampiran 10: Instrumen Wawancara Pascatindakan dengan Guru Mata Pelajaran


Bahasa Indonesia

65
1. Menurut ibu, metode sinektik dapat meningkatkan keterampilan menulis cerita
pendek pada siswa?

Jawab : “Dilihat selama proses pembelajaran dan nilai siswa dalam menulis cerpen
yang meningkat saya rasa metode dan media yang digunakan mampu meningkatkan
kemampuan dan minat siswa dalam menulis cerpen bu”.

2. Apakah perubahan yang terjadi setelah dilakukan pembelajaran dengan metode


sinektik?

Jawab : “Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif selama pembelajaran bu, sepertinya
media yang digunakan mampu mengatasi kebosanan siswa dalam pembelajaran”.

3. Bagaimana kesan ibu terhadap pembelajaran menulis cerita pendek dengan


menerapkan metode sinektik?

Jawab : “Metode dan media ini sangat berguna dan menarik dalam pembelajaran bu,
mampu memberikan hasil yang baik untuk siswa, saya selaku guru juga senang
karena siswa menjadi antusias selama pembelajaran”.

4. Apakah ibu berencana untuk menggunakan metode sinektik dalam pembelajaran


keterampilan menulis di kesempatan berikutnya?

Jawab : “Tentu bu, semoga sekolah juga memfasilitasi setiap kelas dengan peralatan
yang memadai untuk memutarkan media audio visual sehingga pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar”.

66
67

Anda mungkin juga menyukai