PENDAHULUAN
Di dalam Kurikulum 2013, dinyatakan bahwa setiap siswa harus dapat menulis teks
cerpen. Lebih tepatnya di dalam silabus kelas IX dikemukakan bahwa siswa dapat
menciptakan teks cerpen. Dengan demikian, siswa kelas IXA harus dapat
mengungkapkan pengalaman dan gagasan dalam bentuk cerpen dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan cerpen. Berdasarkan observasi dan
wawancara dengan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Riung,
ternyata masih terdapat beberapa masalah yang dihadapi baik oleh siswa dan guru.
Rasa bosan yang dialami siswa akhirnya membuat pembelajaran tidak kondusif dan
siswa sering melakukan aktivitas di luar pembelajaran menulis cerita pendek dan tidak
jarang justru mengerjakan tugas mata pelajaran yang lain. Hal tersebut mengakibatkan
minat siswa dalam menulis cerita pendek menjadi sangat rendah dan hasil tulisan juga
tidak maksimal. Siswa tidak mampu menulis cerpen dengan memperhatikan struktur
dan kebahasaan. Data tes akhir menguatkan bahwa siswa tidak dapat menulis cerpen
dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan cerpen. Rerata tes menulis cerpen
sebesar 58. Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran menulis cerpen.
Salah satunya dikenal dengan model pembelajaran sinektik. Dari literatur diperoleh
arahan bahwa model pembelajaran sinektik menekankan pembelajaran kepada teks itu
1
sendiri. Model pembelajaran sinektik ini diterapkan dalam upaya meningkatkan
kemampuan siswa menyusun teks cerpen. Sinektik diambil dari bahasa Yunani
“synection” yang berarti menghubungkan atau menyambung atau penggabungan
unsur-unsurr atau gagasan-gagasan yang berbeda-beda. Pada praktiknnya guru
dimungkinkan dapat menggunakan metode dan media pembelajaran secara
bersamaan.
Metode dan media yang digunakan secara bersamaan dapat membuat siswa lebih
banyak belajar pada prosesnya sehingga pembelajaran akan lebih menekankan pada
aspek kognitif, aspek afektif dan juga aspek psikomotor sekaligus. Hal tersebut sejalan
dengan adanya pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan menulis
cerpen siswa.
B. Identifikasi Masalah
2
D. Rumusan Masalah
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
Pengertian menulis berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis tidak sekedar melukiskan simbol-simbol saja, tetapi mengungkapkan pikiran,
masalah, gagasan, dan argumen ke dalam bahasa tulis berupa susunan kalimat dan
paragraf yang utuh. Oleh karena itu, menulis merupakan sarana komunikasi untuk
melakukan negosiasi dan transaksi dalam bentuk bahasa tulis.
Pandangan bahwa menulis merupakan bentuk negosiasi dan transaksi itulah yang
menuntut penulis untuk mengetahui tujuan penulisan. Selain itu, seorang penulis harus
memahami konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi kegiatan menulisnya
(Callagham dan Rotheri, 1993:34). Oleh karena itu, dalam kegitan menulis diperlukan
pendekatan dan strategi yang tepat agar tujuan menulis dapat tercapai.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menulis adalah dengan
menerapkan strategi pembelajaran yang inovatif. Strategi ini, mencoba untuk
menyajikan sistem pengajaran menulis esai yang inovatif. Strategi ini didasarkan atas
hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh White (1989). Temuan hasil penelitian itu
menyebabkan bergesernya pendekatan produk, yakni pendekatan pembelajaran menulis
yang menekankan hasil tulisan, ke pendekatan proses, yakni pendekatan pembelajaran
menulis yang menekankan bagaimana caranya menulis.
Menurut White (1989:7) karangan yang baik dalam prosesnya mempertimbangkan
empat hal, yakni (1) the appeal target audience (menentukan target pembaca), (2) a
coherent structure (struktur tulisan yang koheren), (3) a smooth, detailed development
(ketuntasan pengembangan masalah tulisan), dan (4) an appropriate, well articulated
style (gaya tulisan yang menarik). Selain itu, selama proses menulis, penulis perlu
serangkaian aktivitas yang melibatkan beberapa fase. Fase-fase tersebut yaitu
prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan) dan pascapenulisan
(telaah dan revisi atau editing). Ketiga fase tersebut akan dijabarkan seperti berikut ini.
a. Pramenulis
Pramenulis adalah tahap persiapan untuk menulis. Tompkins dan Hosskison
(2002:17) mengatakan bahwa pramenulis adalah tahap persiapan. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap pramenulis adalah: (1) memilih topik, (2) mempertimbangkan
tujuan, bentuk, dan pembaca, serta (3) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Tahap
pramenulis sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap menulis selanjutnya.
5
Langkah berikutnya, penulis memperhatikan sasaran tulisan (pembaca). Penulis
merencanakan, apakah menulis untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain. Penulis
memperhatikan, siapa yang akan membaca, bagaimana level pendidikannya, serta apa
kebutuhannya. Selain itu, penulis harus mempertimbangkan bentuk atau struktur tulisan
yang akan ditulis agar pembaca mudah memahami isi tulisan.
Setelah memilih topik, menentukan tujuan (corak wacana), mempertimbangkan
pembaca, maka langkah selanjutnya adalah menata ide-ide tulisan menjadi runtut.
Penulis perlu menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan.
Kerangka karangan digunakan seorang penulis untuk mempersiapkan diri menulis
sebagai fase terakhir prapenulisan.
Kerangka karangan atau kerangka konsep adalah suatu rencana kerja yang memuat
garis-garis besar karangan yang akan ditulis (Keraf, 2004). Artinya, kerangka karangan
merupakan panduan seseorang dalam menulis ketika mengembangkan suatu karangan.
Sebagai panduan, kerangka karangan dapat membantu penulis untuk mengumpulkan
dan memilih bahan tulisan yang sesuai. Selain itu, kerangka karangan akan
mempermudah pengembangan karangan menjadi terarah, teratur, dan runtut.
Suparno (2003:12) menyatakan bahwa kerangka karangan terdiri atas pendahuluan
atau pengantar (berisi mengapa dan untuk apa menulis topik tertentu, serta apa yang
akan disajikan), isi/tubuh (butir-butir penting inti karangan), dan penutup. Bagian
pendahuluan berfungsi untuk mengenalkan sekaligus menggiring pembaca terhadap
pokok tulisan kita. Bagian isi menyajikan bahasan topik atau ide utama karangan.
Bagian akhir karangan berfungsi untuk mengembalikan pembaca pada ide-ide inti
karangan melalui perangkuman atau penekanan ide-ide penting.
b. Penulisan
Setelah kerangka karangan tersusun, penulis siap melakukan kegiatan menulis.
Kegiatan menulis adalah mengungkapkan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen,
perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf, 2004:34). Penulis
menuangkan butir demi butir ide-idenya ke dalam tulisan. Penulis fokus menuangkan
ide-ide dengan tetap memperhatikan aspek-aspek teknis menulis seperti struktur, ejaan,
dan tanda baca.
Penulis mengungkapkan ide dan gagasan sekaligus memperhatikan bahasa dalam
karangannya. Bagian isi karangan menyajikan bahasan topik atau ide utama tulisan. Ide
6
utama di dalam tulisan dapat diperjelas dengan ilustrasi, informasi, bukti, argumen, dan
alasan. Oleh karena itu, penulis akan dituntut pada multiple competence terhadap
bahasa dan gagasannya.
Ketika proses menulis, masalah yang sering dihadapi penulis adalah munculnya ide-
ide baru. Sebaiknya, penulis tetap melanjutkan karangannya menjadi utuh sesuai dengan
kerangka karangan. Untuk memperbaiki atau menambah ide-ide baru dapat dilakukan
setelah karangan selesai ditulis. Agar tidak lupa, penulis dapat menyisipkan ide baru itu
dengan mencatatnya pada kerangka karangan atau bagian tulisan yang diinginkan.
Penulis dapat menambahkan ide itu sekaligus memperbaikinya setelah selesai menulis
atau pada tahap penyuntingan.
Pada fase penulisan, setiap butir yang telah direncanakan dikembangkan secara
bertahap dengan memperhatikan jenis informasi yang disajikan, pola pengembangan,
pembahasan, dan sebagainya. Setelah fase ini selesai, penulis membaca kembali,
memeriksa, dan memperbaiki karangannya.
c. Pascapenulisan
Pascapenulisan merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan tulisan kasar yang
kita hasilkan. Kegiatan ini meliputi penyuntingan dan merevisi. Tompkins dan
Hosskisson (1995:57) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan
perbaikan unsur mekanik karangan seperti ejaan, puntuasi, diksi, pengkalimatan,
pengalineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih
mengarah perbaikan dan pemeriksaan subtansi isi tulisan.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penyuntingan merupakan kegiatan merevisi atau
perbaikan tulisan. Penyuntingan karangan meliputi perbaikan unsur mekanik dan
subtansi isi. Fokus pada tahap ini adalah melakukan perubahan-perubahan aspek
mekanik karangan. Penulis memperbaiki karangannya pada ejaan dan tanda baca atau
kesalahan bahasa yang lain. Tujuan penyuntingan agar karangan lebih mudah dan enak
dibaca orang lain. Pada tahap penyuntingan, penulis melakukan kegiatan (a)
konsentrasi terhadap karangan, (b) membaca cepat untuk menentukan kesalahan, dan (c)
memperbaiki kesalahan.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1995) tahap-tahap yang terdapat dalam proses
menulis itu bukan merupakan kegiatan yang linier. Pada dasarnya proses menulis
bersifat nonlinier, merupakan suatu putaran yang berulang. Ini berarti setelah penulis
7
merevisi tulisannya mungkin ia melihat ke tahap sebelumnya. Misalnya ke tahap
pramenulis dengan maksud melihat kesesuaian isi tulisan dengan tujuan menulis.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa mungkin berada pada tahap menulis yang tidak
sama. Hal ini karena karakteristik setiap mahasiswa berbeda, ada yang cepat berpikir,
ada yang lambat, ada yang selalu meminta bantuan orang lain, ada yang mandiri, dan
sebagainya.
Inovasi pembelajaran menulis yang telah dilakukan, terdapat banyak kegiatan.
Keterlibatan mahasiswa dalam setiap kegiatan itu sangat berharga dan berguna untuk
perkembangan keterampilan menulis. Mahasiswa benar-benar belajar bagaimana cara
menulis. Setiap ada kesulitan akan selalu berusaha dipecahkan dengan bantuan orang
lain. Hal Ini berarti bahwa dosen dituntut memiliki kemampuan pengelolaan
perkuliahan menulis dengan baik. Dosen bukanlah pemimpin kelas, tetapi merupakan
kolabolator atau teman para mahasiswa dalam memecahkan berbagai persoalan yang
muncul ketika proses menulis esai.
Menurut Tompkins & Hoskisson (1991:212) fokus dalam proses menulis terletak
pada apa yang dialami, dipikirkan, dan dilakukan dalam proses menulis. Hairstone
(1997:31) membagi proses menulis menjadi empat tahap, yaitu tahap: (1) persiapan
(preparation stage), (2) inkubasi (incubation stage), (3) pencerahan (illumination and
exucution stage), dan (4) verifikasi (verification stage). Berikut ini disajikan tabel
tentang langkah-langkah kunci menulis dengan pendekatan proses.
Tabel 2.1 Pendekatan proses menulis model Gail E. Tompkins (2010:52)
TAHAPAN PROSES LANGKAH-LANGKAH DALAM
MENULIS PENDEKATAN PROSES
• Memilih topik
• Menentukan tujuan menulis
Langkah 1: Prewriting
• Mengidentifikasi genre tulisan
• Mengingat ide/gagasan untuk ide tulisan
• Mengorganisasi ide dan menentukan tesis
• Menulis sesuai dengan draf
Langkah 2: Drafting
• Mengembangkan ide tulisan dan mengoreksi
mekanik bahasa
Langkah 3: Revising • Membaca kembali tulisan sesuai dengan konsep
8
• Mendiskusikan tulisan dalam kelompok
• Membuat perubahan isi berdasarkan hasil diskusi
• Konsultasikan dengan guru/dosen
• Membaca dan merevisi sesuai dengan draf
Langkah 4: Editing • Mengidentifikasi kesalahan ejaan dan tanda baca
• Konsultasikan dengan pengajar
• Mencetak tulisan yang sudah diperbaiki
Langkah 5: Publishing • Mendiskusikan dan meminta masukan dari
audien.
Tompkins dan Hoskisson (1991:211) menyatakan the fokus in the writing process is
on what student think and do as they write and the five stage are prewriting, drafting,
revising, editing, and publishing. Intinya bahwa pendekatan proses dalam menulis
terdiri atas lima tahap yaitu: (1) pramenulis, (2) membuat draft, (3) merevisi, (4)
menyunting, dan (5) mempublikasikan.
Tahapan-tahapan menulis menggunakan pendekatan proses dijabarkan seperti berikut
ini.
(1) Pramenulis adalah tahap persiapan menulis untuk memperoleh dan menata ide,
gagasan, dan masalah yang berkaitan dengan topik karangan. Kegiatan yang
dilakukan penulis yakni memilih topik, mempertimbangkan tujuan, bentuk, sasaran
pembaca, dan memperoleh serta menyusun ide-ide. Melalui kegiatan pramenulis,
mahasiswa berbicara, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk
mengembangkan informasi yang diperlukan.
(2) Menyusun draf adalah menata ide-ide tulisan agar menjadi runtut. Penulis perlu
menyusun ide-ide untuk menulis dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka
karangan tersebut, digunakan penulis untuk mempersiapkan diri ketika menulis.
(3) Menyunting adalah kegiatan merevisi atau perbaikan tulisan. Penyuntingan di sini
meliputi perbaikan unsur mekanik dan isi. Penyuntingan sifatnya lebih kompleks
karena berkaitan dengan perbaikan secara tekstual dan kontekstual.
(4) Merevisi adalah perbaikan karangan yang dilakukan oleh penulis atau orang lain
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Merevisi lebih fokus pada
9
penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan
sesuai dengan kebutuhan pembaca.
(5) Publikasi adalah menginformasikan tulisan untuk memberikan pesan atau informasi
kepada orang lain.
Media publikasi dapat berupa media cetak maupun media elektronik tergantung
sasaran pembacanya. Karangan mahasiswa yang sudah direvisi dapat
dipublikasikan dengan meng-upload di blog atau di kirim ke media cetak/koran.
B. Menulis Cerita Pendek
1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan keterampilan yang sukar dan kompleks. Semi (2007: 14) dalam
bukunya mengungkapkan pengertian menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan
gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Menulis adalah kegiatan menuangkan
ide/gagasan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampai (Tarigan,
1986: 15). Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, dan
perasaan. Menulis dapat dianggap sebagai suatu proses maupun suatu hasil. Menulis
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan.
Menurut Heaton (dalam St Y. Slamet 2008: 141).
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan menulis merupakan kegiatan
berupa penuangan ide/gagasan dengan kemampuan yang kompleks melalui aktivitas
aktif produktif dalam bentuk simbol huruf dan angka secara sistematis sehingga dapat
dipahami oleh orang lain.
2. Tujuan Menulis
Maksud atau tujuan penulis adalah “responsi atau jawaban yang diharapkan oleh
penulis akan diperolehnya dari pembaca”. Penulis tidak hanya diharuskan memilih
suatu pokok pembicaraan yang cocok dan serasi, tetapi juga harus menentukan siapa
pembaca karyanya itu dan apa maksud dan tujuannya (Tarigan, 2008: 23). Berdasarkan
batasan tersebut, dapat dikatakan bahwa tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan
atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse), tulisan yang
bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive
discourse), tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang
mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary
10
discourse), dan tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau
berapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discource).
Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25-26), berpendapat bahwa tujuan menulis adalah
sebagai berikut.
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarakan.
11
Tujuan kreatif berhubungan erat dengan tujuan pernyataan diri, tetapi keinginan
kreatif di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan
mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan
mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
1) Menentukan topik
Topik dapat diperoleh dari berbagai sumber. Topik dapat diperoleh dari pengalaman,
salah satunya pengalaman membaca. Selain itu, dapat menemukan topik tulisan dari
pengamatan terhadap lingkungan. Menemukan topik tentang pendapat, sikap, dan
tanggapan sendiri atau orang lain, atau tentang khayalan atau imajinasi.
2) Membatasi topik
12
3) Menentukan materi penulisan
Materi penulisan ialah semua informasi atau data yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan penulisan. Materi tersebut dapat berupan rincian, sejarah kasus, contoh,
penjelasan, definisi, fakta, hubungan sebab-akibat, dan sebagainya. Materi dapat
diperoleh dari pengalaman dan inferensi dari pengalaman. Pengalaman ialah
keseluruhan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera, sedangkan inferensi
ialah kesimpulan atau nilai-nilai yang ditarik dari pengalaman. Bahan dari pengalaman
didapatkan melalui pengamatan langsung atau melalui bacaan.
4) Menyusun kerangka karangan
a) Tahap Penulisan
Pada tahap ini membahas setiap butir topik yang ada dalam kerangka yang disusun.
Pengembangan gagasan menjadi suatu karangan yang utuh memerlukan bahasa.
Penguasaan kata-kata akan mendukung gagasan. Penulis harus mampu memilih kata
dan istilah yang tepat sehingga gagasan dapat dipahami pembaca dengan tepat. Kata-
kata harus dirangkai menjadi kalimat-kalimat yang efektif. Kalimat-kalimat harus
disusun menjadi paragraf yang memenuhi persyaratan. Tulisan tersebut juga harus
ditulis dengan ejaan yang berlaku disertai dengan tanda baca yang digunakan secara
tepat.
b) Tahap Revisi
Jika seluruh tulisan sudah selesai, maka tulisan tersebut perlu dibaca kembali.
Mungkin perlu revisi berupa perbaikan, pengurangan, atau perluasan kalimat. Pada
tahap ini biasanya diteliti secara menyeluruh mengenai logika, sistematika, ejaan, tanda
baca, pilihan kata, kalimat, paragraf, dan sebagainya. Di kalangan para penyunting
yang pekerjaannya menilai tulisan terdapat kesepakatan bahwa tulisan yang baik ialah
tulisan yang dapat berkomunikasi secara efektif dengan pembaca kepada siapa tulisan
itu ditujukan. Adapun ciri-ciri tulisan yang baik, sebagai berikut (Enre, 1988: 8).
13
a) Tulisan yang baik selalu bermakna.
b) Tulisan yang baik selalu jelas.
c) Tulisan yang baik selalu padu dan utuh.
d) Tulisan yang baik selalu ekonomis.
e) Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatika.
4. Langkah-Langkah Menyusun Cerita Pendek
Adapaun langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menulis cerpen adalah
sebagai berikut.
a. Menentukan Tema
Tema merupakan sesuatu yang menjiwai sebuah cerita. Tema menjadi dasar dalam
bercerita.Ruh sebuah cerita terletak di dalam tema. Dalam menulis cerita tema harus
dihayati betul oleh penulis.Tema-tema yang sering dipakai dalam penulisan cerpen
misalnya masalah sosial, keagamaan, kemiskinan, kesenjangan, perjuangan, percintaan,
dan lain-lain. Tema yang paling diminati bagi kalanan remaja adalah tema percintaan
selain tema-tema yang lain.
b. Sudut Pandang
Dalam menulis cerpen kita harus konsisten dalam menggunakan sudut pandang.
Kalau kita menggunakan sudut pandang sebagai orang pertama, dari awal sampai akhir
cerita harus tetap menggunakan sudut pandang orang pertama dengan menggunakan
sudut pandang aku atau saya dalam bercerita.Keajegan dalam menggunakan sudut
pandang akan membantu pembaca dalam menikmati cerita yang kamu sampaikan.
c. Penokohan
Pengungkapan karakter tokoh dalam cerita harus logis. Pengarang harus dapat
menciptakan gambaran yang tepat untuk watak orang yang ditampilkan. Berawal dari
penciptaan karakter tokoh inilah jalan cerita akan terbentuk.
d. Alur atau plot
Biasanya karakter tokoh yang dibangun dalam cerita terdiri atas tokoh yang
berkarakter baik dan berkarakter buruk. Di samping itu akan diciptakan pula tokoh
yang netral sebagai penengah ketika terjadi konflik antara tokoh yang berkarakter baik
dan tokoh yang berkarakter buruk. Dari konflik yang terjadi inilah jalan cerita atau alur
akan dibangun. Alur harus diterapkan dengan tepat. Alur yang baik akan memberikan
kesan mendalam bagi pembaca.
14
Terdapat bermacam-macam alur dalam sebuah cerita, di antaranya adalah sebagai
berikut.
1) Alur sirkuler, yaitu cerita yang dimulai dari A dan kembali lagi ke A.
2) Alur linier, yaitu alur yang dibangun searah, maju atau lurus.
3) Alur foref shadowing, yaitu alur yang dibangun dengan menceritakan masa datang,
meloncat ke masa lalu, dan pada akhir cerita meloncat lagi ke masa datang.
4) Alur flash back, yaitu cerita yang sesungguhnya adalah cerita masa lalu tetapi justru
cerita itu dimlai dari hari ini.
e. Menentukan Judul
Judul dapat ditulis setelah keseluruhan cerita selesai ditulis. Judul dapat ditentukan
dari bagian yang paling menarik dari cerita itu. Pemilihan judul harus menarik bagi
pembaca, sebab judul merupakan pintu gerbang yang dapat pula diibaratkan sebagai
sebuah etalase. Dengan membaca judul pembaca akan membayangkan isinya.
Menurut Suroto (1989: 18), cerpen ialah suatu karangan prosa yang berisi cerita
sebuah peristiwa kehidupan manusia pelaku/tokoh dalam cerita tersebut.Dalam
karangan tersebut dapat pula peristiwa lain tetapi peristiwa tersebut tidak
dikembangkan sehingga kehadirannya hanya sekadar sebagai pendukung peristiwa
15
pokok agar cerita tampak wajar. Ini berarti cerita hanya dikonsentrasikan pada satu
peristiwa yang menjadi pokok cerita.
Berdasarkan pendapat Suroto (1989: 18) di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen
adalah karangan prosa yang berisi sebuah cerita kehidupan manusia, dan manusia itulah
yang menjadi pelaku atau tokohnya. Dalam cerpen, terdapat satu peristiwa saja. Namun
biasanya ada peristiwa lain yang akan menjadi pendukung dari peristiwa pokoknya,
sehingga peristiwa-peristiwa lain tersebut tidak dikembangkan atau diceritakan secara
mendalam. Jadi, hanya satu peristiwa yang penjadi pokok suatu cerita.
Cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa fiksi yang
bentuknya relatif pendek; tidak sepanjang novel. Namun demikian “kependekan”
dalam sebuah cerita pendek itu tidak berarti dangkal dalam maknanya. Sebuah cerita
pendek yang panjangnya “hanya” sekitar 3-4 halaman dapat mengandung makna yang
dalam yang menghabiskan waktu berhari-hari untuk memahaminya. Unsurunsur
pembangun cerita pendek secara garis besar dibedakan menjadi dua; (1) unsur
pembangun dari dalam berupa alur, tokoh dan penokohan, setting, sudut pandang
penceritaan, bahasa, dan tema, (2) unsur pembangun dari luar antara lain, latar
belakang masalah, gaya penulisan, dan gejala/ situasi sosial tertentu.
16
Ringkasnya, cerita pendek adalah karangan prosa yang menceritakan beberapa tokoh
dengan alur cerita yang singkat. Selain itu cerita pendek memiliki komposisi lebih
sedikit dibanding novel bila dilihat dari segi pemusatan tokoh, pemusatan satu konflik,
dan pemusatan alur cerita pendek.
1. Abstrak / Abstraksi
Bagian ini memperkenalkan setting atau latar cerita baik dalam segi waktu, tempat
maupun peristiwa. Orientasi juga dapat mulai memperkenalkan tokoh, menata berbagai
adegan dan menjelaskan hubungan antartokoh.
3. Komplikasi
Merupakan bagian dimana berbagai konflik mulai muncul. Konflik dapat berupa
masalah, pertentangan atau kesukaran-kesukaran bagi tokoh utama mulai diperlihatkan.
Bagian ini menjelaskan bagaimana sebab-akibat konflik yang terjadi antartokoh.
17
4. Evaluasi
Konflik atau berbagai masalah lain yang telah memuncak mulai mendapatkan
pencerahan untuk jalan penyelesaiannya. Evaluasi adalah tahap ketika konflik bisa jadi
diselesaikan atau justru benar-benar berhasil menghentikan keinginan atau tujuan tokoh
utama.
5. Resolusi
Bagian ini berisi penjelasan maupun penilaian akhir cerita mengenai sikap ataupun
berbagai nasib yang dialami oleh tokoh setelah mengalami peristiwa puncak
sebelumnya. Bagian ini adalah akhir dari konflik atau penyelesaiannya secara utuh.
Pada bagian ini juga sering dilakukan pernyataan terhadap kondisi akhir yang dialami
oleh tokoh protagonis (tokoh utama).
6. Koda
Koda adalah penutup atau akhir dari keseluruhan isi cerita. Koda dapat berisi
kesimpulan dari seluruh cerita seperti interpretasi penulis mengenai kisah yang
disampaikan. Tidak semua cerita memiliki koda, terutama karyakarya sastra serius yang
bersifat tidak ingin menggurui dan ingin pembaca yang menyimpulkan sendiri berbagai
pesan dan amanat yang terdapat dalam sebuah karya.
18
(2010: 146) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Lebih lanjut, pembelajaran juga dapat dimaknai
sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-
bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-
tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Brady (dalam
Aunurrahman, 2010: 146) menyatakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.
1) Kreativitas itu penting bagi kehidupan sehari-hari bukan kegiatan yang luar biasa
seperti seni, musik, dan penemuan baru. Kreativitas berlangsung pemecahan
masalah, ekspresi - kreatif, empati, insight dalam hubungan sosial.
2) Proses kreativitas bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, malainkan dapat
dipelajari dan dimanfaatkan dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
3) Kreativitas tercipta disegala bidang dan menunjukkan adanya hubungan yang erat
dengan sains dan seni.
4) Peningkatan berpikir kreatif individu dan kelompok melalui ide-ide dan produk di
berbagai hal.
Model pembelajaran ini merupakan upaya pemahaman menulis cerpen melalui
proses metaforik dan analogi yang menekankan keaktifan dan kreativitas siswa. Prinsip
yang harus dipegang dalam menggunakan model sinektik adalah:
19
e) Berikan ruang untuk beradu pendapat.
20
Analogi personal akan menghasilkan konflik tempaan, yang akan mempertahankan
dua sudut pandang yang berbeda. Dengan konflik tempaan, siswa dapat memahami apa
yang telah dibaca atau dilihat dari dua sudut pandangan yang berbeda. Dengan konflik
tempaan juga akan ditemukan pengertian atau wawasan baru. Pembelajaran dengan
menggunakan model sinektik memiliki langkahlangkah pembelajaran yang terarah.
Aunurrahman (2010: 163) menjelaskan penerapan model sinektik dalam proses
pembelajaran dilakukan melalui enam tahap, yaitu sebagai berikut.
1.) Guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang.
2.) Siswa mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu di antara analogi
tersebut kemudian mendeskripsikan dan menjelaskan secara mendalam.
3.) Siswa menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya.
4.) Siswa yang mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang
dihasilkannya pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan
pertentanganpertentangan.
5.) Siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya.
6.) Guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula yang
menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh
pengalaman sinektik.
21
yang asing menjadi familiar, mencoba untuk meningkatkan pemahaman peserta didik
dan internalisasi materi yang baru dan yang sulit secara substantif.
Pada penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen
dengan model pembelajaran sinektik pada pembelajaran keterampilan menulis cerita
pendek, strategi pertama lebih tepat digunakan dalam pembelajaran. Penelitian ini
menerapkan tipe analogi personal yang menuntut peserta didik untuk melihat sesuatu
yang biasa dengan cara yang tidak biasa. Peserta didik mengalami atau menyaksikan
permasalahan sosial di masyarakat lalu mengaitkannya dengan rasa empatinya terhadap
permasalahan tersebut.
Adapun tahapan strategi pertama model pembelajaran sinektik dari rancangan
Gordon (dalam Joyce dkk 2009: 258), adalah sebagai berikut;
22
Peserta didik membuat dan memilih Guru meminta peserta didik kembali
analogi langsung yang lain, yang pada tugas atau masalah awal dan
didasarkan pada analogi konflik padat meggunakan analogi terakhir dan atau
seluruh pengalaman sinektiknya
23
siswa menganggap pembelajaran menulis merupakan kegiatan yang membosankan dan
sulit. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru
dan siswa. Guru seringkali menggunakan model pembelajaran konvensional serta
kurang memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah disediakan oleh sekolah.
Rendahnya keterampilan menulis juga terjadi pada saat pembelajaran menulis cerita
pendek. Siswa sering merasa malas mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek
karena guru hanya menyampaikan materi mengenai cerita pendek melalui metode
ceramah yang membuat siswa mudah merasa bosan. Oleh sebab itu, dibutuhkan model
pembelajaran yang tepat untuk membantu meningkatkan keterampilan dan motivasi
siswa dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Untuk mengatasi hal tersebut, guru
dapat menggunakan model sinektik yang merupakan model pembelajaran yang
mengajak siswa untuk berpikir kreatif dan dapat digunakan untuk mengembangkan
kreativitas dengan menggunakan pola berpikir analogi dan metafora. Inti dari model
sinektik adalah aktivitas metafora yang meliputi analogi personal, analogi langsung dan
konflik yang dipadatkan. Kegiatan metaforis bertujuan untuk menyajikan perbedaan
konseptual antara diri siswa dengan objek yang dihadapi atau materi yang dipelajari.
Model ini menarik karena tidak membatasi pengalaman yang mungkin diperoleh
siswa, dapat membuat pembelajaran semakin bervariasi karena banyak gagasan yang
muncul, banyak ide yang dikemukakan, banyak imajinasi yang berkembang, sehingga
diperlukan ruang agar siswa dapat beradu pendapat. Untuk memaksimalkan model ini,
guru harus kreatif menciptakan suasana dalam proses pembelajaran sehingga tujuan
dari pembelajaran menggunakan model sinektik dapat dicapai dengan maksimal.
H. Hipotesis Tindakan
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Riung, Kecamatan Riung
Barat, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tempat penulis bertugas.
Kelas yang dijadikan tempat penelitian adalah kelas IXA Semester Ganjil, tahun
pelajaran 2021 / 2022 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Faktor yang diteliti yaitu
penerapan model pembelajaran sinektik dalam upaya meningkatkan keterampilan
menulis cerpen pada siswa kelas IXA SMP Negeri 2 Riung. Pelaksanaan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan mulai dari tanggal 06 September 2021 sampai
dengan tanggal 07 Oktober 2021 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut.
3.1 Tabel Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Kelas Mata Pelajaran Materi Siklus Tanggal
Pelaksanaan
IXA Bahasa Menulis Cerpen I 06 September
Indonesia II 2021
07 Oktober 2021
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas IXA yang berjumlah 29 orang peserta didik,
terdiri dari 13 peserta laki-laki dan 16 peserta didik perempuan yang
karakteristiknya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi menulis cerpen
hasil belajarnya masih rendah.
25
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan untuk mengukur peningkatan keterampilan menulis cerita
pendek pada siswa. Data-data tersebut didapat dari instrumen tes dan nontes. Berikut
penjelasan dari instrumen-instrumen tersebut.
1. Instrumen Tes
Data kuantitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui tes. Tes dilakukan sebanyak
tiga kali, yaitu pada siklus I, siklus dan II dengan tujuan untuk mengukur keterampilan
siswa dalam menulis cerita pendek menggunakan model pembelajaran sinektik. Pada
hasil tes siklus I, akan diketahui kelemahan siswa dalam menulis cerita pendek yang
selanjutnya dijadikan dasar untuk mengahadapi tes pada siklus II. Kemudian hasil dari
siklus II akan diketahui peningkatan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa
dengan model pembelajaran sinektik dan jika belum menunjukkan peningkatan maka
akan dilanjutkan pada siklus berikutnya
2. Instrumen Nontes
Instrumen nontes yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pengamatan dan
wawancara.
Observasi atau monitoring dilakukan untuk memperoleh data tentang perilaku siswa
dan guru selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan dengan memperhatikan
pedoman observasi.
b) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan guru pelaku kolaborator dan siswa. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh data kemampuan menulis cerpen siswa dan seluruh hal yang
berkaitan. Wawancara dapat dilakukan secara insidental tergantung kondisi di
lapangan. Wawancara dilakukan sebelum dan sesudah penelitian dilakukan.
Wawancara berguna untuk mengetahui keadaan siswa selaku subjek penelitian dan
mengetahui kendala-kendala mereka dalam menulis cerpen.
26
D. Teknik Analisis Data
Penelitian ini memuat data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis pada kualitatif
digunakan untuk memproses data kualitatif yang diperoleh dari pengamatan,
wawancara. Analisis data kuantitatif digunakan untuk mengolah data kuantitatif yang
telah diperoleh dari tes menulis cerita pendek yang dilakukan pada setiap siklus.
Informasi yang diperoleh dan semua yang muncul dalam implementasi tindakan
dibahas, didiskusikan, dipelajari, dan dipecahkan. Seperti yang sudah disebutkan bahwa
data kuantitatif diperoleh dari hasil tes menulis cerita pendek pada siswa. Aspek yang
dinilai dari hasil pekerjaan siswa meliputi isi, organisasi, dan penggunaan bahasa.
Penilaian tes menulis cerita pendek menggunakan model skala interval untuk tiap
tingkat tertentu pada tiap aspek yang dinilai. Model yang dimaksud yakni program
English as a Second Language (ESL). Nilai diperoleh dari hasil pekerjaan siswa yang
diukur menggunakan instrumen yang telah dibuat. Penilaian dilakukan untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai. Nurgiyantoro (2013: 441-442)
mengatakan bahwa penilaian dalam menulis menggunakan beberapa aspek, yaitu aspek
isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik.
27
11-15 Cukup : tema dikembangkan secara
terbatas, ide cerita kurang menarik.
Cerita dikembangkan dengan kreatif
dan penyelesaian kurang tuntas,
amanat cerita tidak jelas
28
Kosakata 16-20 Sangat Baik : penulisan kata sangat 0-20
baik, pilihan kata dan ungkapan
efektif, menguasai pembentukan kata
29
Mekanik 10 Sangat Baik : menguasai aturan 0-10
penulisan, sedikit kesalahan ejaan,
tanda baca, penggunaan huruf
kapital, dan penataan paragraf
8 Baik : kadang-kadang terjadi
kesajalahan ejaan, tanda baca,
penggunaan huruf kapital, dan
penataan pragraf, tulisan tangan tidak
jelas, makna membingungkan.
6 Cukup : sering terjadia kesalahan
ejaan, tanda baca, penggunaa huruf
kapital, dan penataan paragraf,
tulisan tangan tidak jelas, makna
membingungkan
No kualifikasi skor
1 Sangat baik 85-100
2 baik 70-84
3 cukup 55-69
4 kurang 40-54
5 sangat kurang < 39
Sumber : Nurgiyantoro (2011:253)
sampel dinyatakan baik dalam hal menulis cerpen apabila 75% atau lebih mendapatkan
30
nilai 71-100, sebaliknya siswa sampel dinyatakan tidak baik menulis cerpen apabila
Untuk mencari nilai rata-rata, peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh peserta
didik, selanjutnya dibagi dengan jumlah peserta didik kelas tersebut. Dengan demikian
Jumlah Nilai
X=
Jumlah peserta didik
Keterangan:
X = Nilai rata-rata.
berikut:
31
1. Indikator Keberhasilan Proses
Dilihat dari tindak belajar atau perkembangan proses pembelajaran, yaitu sebagai
berikut.
tidak merasa tertekan dengan tugas yang diberikan guru sehingga hasil tulisan
siswa juga lebih baik. Siswa aktif berperan serta selama proses pembelajaran
berlangsung.
Proses yang dimaksud meliputi aktivitas verbal dan nonverbal. Aktivitas verbal
siswa merasa malu, siswa bermain-main, siswa membaca buku lain, siswa
32
terjadi peningkatan antara prestasi subjek penelitian sebelum dan sesudah
diberikan tindakan. Indikator keberhasilan dalam tindakan kelas ini adalah kelas
dinyatakan berhasil jika 75 % siswa memperoleh rerata nilai 71, lulus dalam
menyusun teks cerpen berdasar tema dan topik setelah mereka mendapatkan
b. Pelaksanaan Tindakan
Refleksi terhadap kinerja siswa dalam menyelesaikan soal tes akhir dan
kinerja pendidik dalam pembelajaran, adapun hasilnya :
33
1) Pada siklus 1 terlihat peserta didik belum seluruhnya aktif dalam
mengikuti pelajaran. Hal ini terlihat pada saat melakukan latihan.
2) Sebagian besar peserta didik tidak memanfaatkan kesempatan yang
diberikan peserta didik untuk bertanya.
3) Pada saat mengerjakan soal evaluasi ada sebagian peserta didik yang
tidak bisa menjawab soal yang diberikan.
Berdasarkan hasil refleksi, kekurangan yang belum bisa diatasi pada Siklus I
akan diperbaiki pada Siklus II.
2. Siklus II
a. Perencanaan
c. Pengamatan
34
d. Refleksi
1) Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok sudah baik, sebagian besar siswa
sudah berani mengemukakan pendapat.
2) Ketelitian siswa dalam mengerjakan evaluasi sudah baik dan persentase
belajar siswa telah mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM) 71.
BAB IV
A. Hasil Penelitian
1. Peningkatan Nilai Rata-rata
Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, bahwa hasil
elajar peserta didik pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus 2, hal ini dapat
dilihat dari kenaikan nilai rata - rata siswa dalam proses pembelajaran pada siklus I
69,72, dan hasil perbaikan siklus II menunjukkan kenaikan nilai rata-rata sebesar
79,28
Untuk melihat perkembangan nilai rata-rata siswa dari siklus 1 sampai dengan
siklus II dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Pembelajaran Siklus 1 sampai Siklus II
35
grafik 4.1. rata-rata nilai siklus 1
dan siklus 2
79.28
80
78
76
74 69.72
72
70
68
66
64
Siklus I Siklus II
1. Pada pembelajaran siklus I peserta didik kelas IXA SMP Negeri 2 Riung
berjumlah 29 orang, pendidik berusaha mencari solusi dengan melakukan
refleksi diri dari proses pembelajaran dan hasil evaluasi belajar peserta didik,
yang bertujuan untuk meningkatkan ketuntasan belajar peserta didik. Dan hasil
refleksi tersebut Pendidk mendapatkan solusi perbaikan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen, sehingga nilai
rata-rata siswa yang berjumlah 29 orang peserta didik menjadi 69,72 dengan
nilai tertinggi 80 nilai terendah 62 sehingga pembelajaran masih dikategorikan
cukup. (dapat dilihat pada lampiran 3)
36
2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Peserta Didik
Selain naiknya nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik, jumlah peserta
didik yang tuntas juga meningkat, untuk melihat perbandingan jumlah peserta didik
yang tuntas dan tidak tuntas dalam pembelajaran siklus 1 sampai siklus II dapat
dilihat melalui tabel dan grafik 4.2 berikut :
100%
90%
69.00%
80%
70%
60%
50% 31.03%
40%
30%
20%
0
10%
0%
Tuntas Tidak tuntas
I II
Dari grafik 4.2 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan ketutasan peserta
didik dalam pembelajaran, sehingga berdasarkan grafik 4.2 tersebut dapat diuraikan
beberapa hal berikut :
37
2. Pada siklus II guru memantapkan menggunakan model pembelajaran sinektik
dalam menulis cerpen, hasil ketuntasan yang diperoleh dari jumlah 29 peserta didik
yang berhasil mencapai ketuntasan adalah 29 peserta didik atau 100% sehingga dari
kreteria ketuntasan minimal (KKM) 71 belajar dikategorikan baik.
Dari data observasi aktifitas peserta didik selama mengikuti pembelajaran dapat
diketahui terjadi peningkatan jumlah peserta didik yang aktif dalam pembelajaran,
dan dapat dilihat dari tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.3.Presentase Keaktifan Belajar Siklus 1 sampai Siklus II
PEMBELAJARAN KEAKTIFAN
AKTIF % BELUM AKTIF %
Siklus I 20 69 9 31,03
Siklus II 29 100 0 0
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Aktif Belum aktif
Siklus I Siklus II
38
Gambar Grafik 4.3 Keaktifan siswa dari pembelajaran siklus I dan siklus II
adalah :
1. Pada siklus I pendidik berusaha menggunakan model pembelajaran sinektik
dalam menulis cerpen, agar peserta didik lebih aktif dan berusaha meningkatkan
keaktifan peserta didik, pada pembelajaran siklus I keaktifan belajar peserta didik
menjadi 20 orang peserta didik atau 69 % dan yang belum tuntas berjumlah 9
orang peserta didik atau 31,03 % sehingga keaktifan belajar peserta didik
dikatagorikan cukup.
2. Pada siklus II dalam proses pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen keaktifan belajar dan
dipresentasikan perwakilan peserta didik sehingga meningkat menjadi 29 orang
siswa atau 100 % keaktifan belajar peserta didik dikategorikan sangat aktif.
B. Pembahasan.
Berdasarkan data observasi keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dan
berdasarkan hasil evaluasi belajar peserta didik ternyata diketahui terjadi
peningkatan hasil belajar peserta didik dari siklus I sampai pada siklus II, hasil
belajar peserta didk telah menunjukkan hasil yang baik dibandingkan dari
pembelajaran sebelumnya. Hal ini disebabkan penulis telah melaksanakan program
perbaikan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran sinektik dalam
menulis cerpen pada perbaikan pembelajaran. Seluruh peserta didik sudah mampu
menjawab pertanyaan dengan baik. Pada Siklus I, peserta didik yang tuntas dalam
pembelajaran 20 orang peserta didik atau 69 % dan yang tidak tuntas 9 orang
peserta didik atau 31,03 %. Pada Siklus II, peserta didik yang tuntas dalam belajar
sebanyak 29 orang peserta didik atau 100 % yang belum tuntas tidak ada atau 0%.
Begitu juga dengan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik. Pada Siklus I,
nilai rata-rata, yaitu sebesar 69,72 sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan lagi
menjadi 79,28 sehingga terjadi peningkatan antara siklus I dan siklus II sebesar
9,56
Keberanian dan kemampuan peserta didik menjawab pertanyaan yang diajukan
oleh pendidik juga mengalami peningkatan. Pada pembelajaran siklus 1, peserta
didik yang mau menjawab pertanyaan pendidik hanyalah sebanyak 20 orang atau
69%. Pada tindakan siklus II, meningkat menjadi 29 orang peserta didik atau
100%. Dari data tersebut keaktifan peserta didik sudah baik dan begitu juga dengan
kemampuan mereka saat menjawab pertanyaan yang diajukan peserta didik maupun
pertanyaan temannya.
39
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dan setelah dilaksanakan refleksi
terhadap proses dan hasil pembelajaran, penulis menganggap bahwa pembelajaran
pada Siklus III tidak perlu lagi dilaksanakan. Hal ini didasari oleh pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut :
1. Nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik sudah baik, yaitu sebesar 79,28.
Nilai ini sudah jauh di atas nilai Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu
sebesar 71,00.
2. Jumlah peserta didik yang tuntas sudah 100%.
3. Jumlah siswa yang aktif dalam pembelajaran telah 100%, seluruh siswa aktif
dalam pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
hasil belajar peserta didik dan aktifitas peserta didik dilihat dari perbaikan
pembelajaran dari siklus 1 sampai siklus II. Proses belajar mengajar juga sudah
semakin baik dengan aktifnya peserta didik dalam proses belajar sehingga potensi
peserta didik tergali dari proses tersebut. Peningkatan ini disebabkan karena penulis
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen untuk menggali
potensi peserta didik dan menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik sehingga
peserta didik mau berinteraksi maksimal dalam kelompoknya, ternyata dengan
menggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen, penulis berhasil
membuat iklim pembelajaran semakin baik dengan interaksi peserta didik semakin
meningkat, di mana peserta didik sudah mau bertanya dalam kelompoknya. Hal ini
sejalan dengan manfaat yang diperoleh dengan menerapkan model pembelajaran
sinektik dalam menulis cerpen.
Sehingga dari beberapa hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa peningkatan
hasil belajar disebabkan dalam perbaikan pembelajaran penulis menggunakan
model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga akan berakibat pada peningkatan hasil belajar peserta didik
dan peserta didik semakin aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang
dilakukan oleh penulis pada mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menulis cerita
pendek pada peserta didik kelas IXA SMP Negeri 2 Riung, kecamatan Riung Barat,
Kabupaten Ngada.
40
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian tindakan kelas yang telah
dilaksanakan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui penggunaan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen
peserta didik menjadi lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran.
2. Penggunakan model pembelajaran sinektik dalam menulis cerpen dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
tentang menulis drama dengan perbandingan nilai rata-rata pada siklus I yaitu
69,72 dan presentase ketuntasan belajar peserta didik hanya mencapai 69 %, dan
pada siklus II nilai rata-rata peserta didik mengalami peningkatan yaitu 79,28 dan
presentase ketuntasan belajar mengalami peningkatan menjadi 100 % jika
dibandingkan pada pembelajaran siklus I, dan pada akhir pembelajaran siklus II
maka tidak dilaksakan lagi pada siklus III.
3. Tingkat partisipasi dan keaktifan siswa pada siklus I hanya 20 orang
peserta didik yang aktif atau 69 % dan pada pembelajaran siklus II jumlah peserta
didik yang aktif meningkat jika dibandingkan dengan siklus I menjadi 29 peserta
didik atau 100 % .
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, saran yang dapat
diberikan setelah penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi siswa
Siswa diharapkan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan menulis
cerpen yang telah dicapai. Selain itu, siswa juga diharapkan untuk sering
41
menulis supaya dapat menambah wawasan dan pengalaman sehingga
kemampuan menulis cerpen siswa menjadi lebih optimal.
2. Bagi guru
Guru diharapkan mengembangkan penggunaan model pembelajaran sinektik
sehingga berhasil meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa lebih
optimal.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan adanya faktor
keterbatasan waktu dan subjek penelitian. Peneliti lain diharapkan dapat
mengembangkan penelitian dengan waktu yang lebih lama atau subjek
penelitian yang lebih luas sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan penelitian ini.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN -LAMPIRAN
44
LAMPIRAN 1 : RPP Siklus 1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran
Setelah peserta didik membaca contoh teks cerpen pada powerpoint, melalui whatsaap grup dan
menggunakan model pembelajaran sinektik, peserta didik diharapkan dapat: 1. Menyusun kerangka
cerita pendek berdasarkan pengalaman atau gagasan
2. Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan memperhatikan struktur teks dan
kebahasaan.
C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
45
6. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang
(Analogi Langsung)
7. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk membuat analogi
langsung. Peserta didik menganalogikan atau membuat peristiwa tentang
“persahabatan ”. Peristiwa dapat diperoleh dari pengalaman yang dialami
oleh siswa atau mengembangkan sesuai kreativitasnya masing-masing.
Peserta didik menuliskan beberapa analogi tersebut pada selembar kertas.
(Konflik Padat)
11. Peserta didik dalam kelompoknya mencatat konflik-konflik yang terdapat
di film pendek pada selembar kertas. Konflik yang terjadi pada film pendek
berupa masalah-masalah yang dialami tokoh.
46
12. Peserta didik dalam kelompoknya memilih salah satu dari beberapa masalah
yang telah mereka tulis. Peserta didik memilih masalah yang menurut
mereka paling berkesan.
(Analogi Langsung)
13. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun kerangka cerita pendek berupa
peristiwa yang dipilih didasarkan pada konflik/masalah yang telah dipilih.
d. PENILAIAN
47
Bentuk Instrumen: Soal dalam bentuk esai
Lembar Pengamatan Perkembangan berupa LKPD
Sikap Soal dalam bentuk esai (mengukur kemampuan
(disiplin waktu dalam (kemampuan peserta didik peserta didik menyusun
melakukan kegiatan, memahami peristiwa cerpen cerpen dengan
bertanggungjawab dalam dengan menuliskan pengalaman memperhatikan
menyampaikan mereka yang sama atau mirip struktur dan
hasil pekerjaan, dan santun dalam dengan peristiwa cerpen yang kebahasaan.
menyampaikan hasil pekerjaaan) disajikan)
48
Lampiran 2
Analisis Penilaian Siklus 1
Kelas/Semester : IX. A / 1
Indikator Pencapain :Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan
49
17
Nomor urut
18 20 14 14 15 8 71 71
18
Nomor urut
19 20 15 15 16 6 72 72
19
Nomor urut
20 15 15 15 13 6 64 64
20
Nomor urut
21 15 15 15 13 6 64 64
21
Nomor urut
22 21 15 15 15 6 72 72
22
Nomor urut
23 20 15 15 15 6 71 71
23
Nomor urut
24 18 13 13 15 6 65 65
24
Nomor urut
25 18 15 15 11 6 72 72
25
Nomor urut
26 21 15 15 15 6 72 72
26
Nomor urut
27 20 15 15 15 6 72 72
27
Nomor urut
28 20 15 15 16 6 72 72
28
Nomor urut
29 15 15 15 13 6 64 64
29
19,0
Rata-Rata 14,79 14,72 14,41 6,414 69,72 69,72
7
Catatan:
1. Kesesuaian Isi cerpen
2. Kesesuaian organisasi (unsur cerpen)
3. Kosakata dalam cerpen
4. Kebahasaan cerpen
5. Mekanik
50
Lampiran: 3 DAFTAR NILAI SIKLUS I
Nilai Siklus I
No. Nomor Urut Siswa
Nilai Keterangan
Belum
1 Nomor urut 1 67
Tuntas
2 Nomor urut 2 71 Tuntas
3 Nomor urut 3 78 Tuntas
4 Nomor urut 4 76 Tuntas
5 Nomor urut 5 73 Tuntas
6 Nomor urut 6 80 Tuntas
7 Nomor urut 7 72 Tuntas
8 Nomor urut 8 71 Tuntas
9 Nomor urut 9 71 Tuntas
10 Nomor urut 10 71 Tuntas
11 Nomor urut 11 71 Tuntas
12 Nomor urut 12 65 BelumTuntas
13 Nomor urut 13 65 BelumTuntas
14 Nomor urut 14 63 BelumTuntas
15 Nomor urut 15 64 BelumTuntas
16 Nomor urut 16 62 BelumTuntas
17 Nomor urut 17 71 Tuntas
18 Nomor urut 18 71 Tuntas
19 Nomor urut 19 72 Tuntas
20 Nomor urut 20 64 BelumTuntas
21 Nomor urut 21 64 BelumTuntas
22 Nomor urut 22 72 Tuntas
23 Nomor urut 23 71 Tuntas
24 Nomor urut 24 64 BelumTuntas
25 Nomor urut 25 71 Tuntas
26 Nomor urut 26 71 Tuntas
27 Nomor urut 27 72 Tuntas
51
28 Nomor urut 28 71 Tuntas
29 Nomor urut 29 71 Tuntas
Jumlah 2025
Rata-rata 69,83
Tuntas 20
Presentasi 69%
Tidak tuntas 9
presentasi 31,03%
KKM 71
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah peserta didik membaca contoh teks cerpen pada powerpoint, melalui whatsaap grup , peserta
didik diharapkan dapat:
1. Menyusun kerangka cerita pendek berdasarkan pengalaman atau gagasan
2. Menyusun cerita pendek berdasarkan kerangka dengan memperhatikan struktur teks dan
kebahasaan.
C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
52
5. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan Langkah-
langkah pembelajaran
6. Peserta didik membentuk kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang
Kegiatan Inti 70 menit 1. Peserta didik mengikuti pembelajaran yang dsajikan guru yang
disajikan melalui media powerpoint
Peserta didik menerima LKPD
53
3. Peserta didik membaca dan mengamati contoh teks cerpen dalam LKPD
4. Peserta didik diperkenankan melakukan sesi tanya jawab apabila ada materi
yang belum dipahami.
(Analogi Langsung)
6. Peserta didik di dalam kelompoknya diminta untuk membuat analogi
langsung dengan cara membuat peristiwa sesuai dengan tema yang
mengangkat kehidupan remaja masa kini. Peristiwa dapat diperoleh dari
pengalaman yang dialami oleh siswa atau mengembangkan sesuai
kreativitasnya masing-masing. Peserta didik menuliskan beberapa analogi
tersebut pada selembar kertas.
(Analogi Personal)
8. Peserta didik dalam kelompoknya memilih satu peristiwa dari beberapa
peristiwa yang telah mereka bandingkan. Peristiwa yang dipilih merupakan
peristiwa yang paling berkesan dan memiliki hubungan dengan subtema
yang mengangkat kehidupan remaja masa kini. Peserta didik mengeksplorasi
lebih jauh peristiwa yang telah dipilih dan menganalogikan pada diri sendiri
dari peristiwa tersebut.
(Konflik Padat)
9. Peserta didik dalam kelompoknya memilih masalah yang telah mereka tulis
yang akan dijadikan ide pokok cerita.
(Analogi Langsung)
10. Peserta didik dalam kelompoknya menyusun kerangka cerita pendek berupa
peristiwa yang dipilih didasarkan pada konflik/masalah yang telah dipilih.
54
PENUTUP 1. Peserta didik diminta melakukan tes akhir untuk melihat perkembangan
(40 menit) peningkatan kemampuan peserta didik setelah mempelajari materi menyusun
cerpen, yaitu peserta didik diminta menyusun kerangka cerpen berdasarkan
pengalaman atau gagasan dan menulis cerpen berdasarkan kerangka dengan
memperhatikan struktur dan kebahasaan dengan tema yang mengangkat
kehidupan remaja masa kini secara individu.
D. PENILAIAN
55
Lampiran 5
56
urut 23
Nomor
24 22 18 16 18 8 82 82
urut 24
Nomor
25 23 18 18 16 8 83 83
urut 25
Nomor
26 21 15 15 15 8 74 74
urut 26
Nomor
27 21 15 15 15 6 72 72
urut 27
Nomor
28 21 15 15 12 8 71 71
urut 28
Nomor
29 22 18 18 16 8 82 82
urut 29
Rata- 16,9 79,2
21,69 16,66 16,10 7,31 79,28
Rata 7 8
Catatan:
1. Kesesuaian Isi cerpen
2. Kesesuaian organisasi (unsur cerpen)
3. Kosakata dalam cerpen
4. Kebahasaan cerpen
5. Mekanik
57
Lampiran 6
58
29 Nomor urut 29 83 Tuntas
Jumlah 2326
Rata-rata 80,21
Tuntas 29
% 100
Tidak tuntas 0
% 0
KKM 71
59
Lampiran 8 : Hasil observasi siklus 1
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Hari/Tanggal : Senin, 18 Oktober 2021
Kelas/Semester : IX.A/1
NO NAMA SISWA KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
1 Nomor urut 1 √ 1.Siswa kurang aktif
2 Nomor urut 2 mengerjakan tugas.
√
3 Nomor urut 3 √ 2.Siswa aktif
4 Nomor urut 4 √ bersungguhsungguh
5 Nomor urut 5 √ dalam mengerjakan
6 Nomor urut 6 √ tugas.
7. Nomor urut 7 √
8 Nomor urut 8 √
9 Nomor urut 9 √
10 Nomor urut 10 √
11 Nomor urut 11 √
12 Nomor urut 12 √
13 Nomor urut 13 √
14 Nomor urut 14 √
15 Nomor urut 15 √
16 Nomor urut 16 √
17 Nomor urut 17 √
18 Nomor urut 18
19 Nomor urut 19 √
20 Nomor urut 20 √
21 Nomor urut 21 √
22 Nomor urut 22 √
23 Nomor urut 23 √
24 Nomor urut 24 √
25 Nomor urut 25 √
26 Nomor urut 26 √
27 Nomor urut 27 √
28 Nomor urut 28 √
29 Nomor urut 29 √
Jumlah 9 20
60
Presentasi 31,03 % 69%
61
Hari/Tanggal : Senin, 24 Oktober 2021
Kelas/Semester : IX.A/1
NO NAMA SISWA KETERANGAN
1 2 3 4 5 6
1 Nomor urut 1 √ Siswa aktif
2 Nomor urut 2 bersungguhsungguh
√
dalam mengerjakan
3 Nomor urut 3 √ tugas.
4 Nomor urut 4 √
5 Nomor urut 5 √
6 Nomor urut 6 √
7. Nomor urut 7 √
8 Nomor urut 8 √
9 Nomor urut 9 √
10 Nomor urut 10 √
11 Nomor urut 11 √
12 Nomor urut 12 √
13 Nomor urut 13 √
14 Nomor urut 14 √
15 Nomor urut 15 √
16 Nomor urut 16 √
17 Nomor urut 17 √
18 Nomor urut 18
19 Nomor urut 19 √
20 Nomor urut 20 √
21 Nomor urut 21 √
22 Nomor urut 22 √
23 Nomor urut 23 √
24 Nomor urut 24
25 Nomor urut 25
26 Nomor urut 26
27 Nomor urut 27
28 Nomor urut 28
29 Nomor urut 29
Jumlah 29
Presentasi 100%
62
Lampiran 9:Instrumen Wawancara Pratindakan dengan Guru Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia
63
Jawab : “Minat siswa dalam menulis cerpen masih sangat rendah bu, masih banyak
siswa yang masih asal-asalan dalam membuat cerpen, bahkan pernah ada salah satu
siswa yang mengambil cerpen dari internet”.
2. Adakah kesulitan anda sebagai guru mata pelajaran dalam menyampaikan materi
pembelajaran menulis cerpen ?
Jawab : “Kesulitan yang saya alami juga berasal dari siswa bu, banyak siswa yang
tampaknnya bosan atau tidak memperhatikan materi yang saya berikan. Siswa lebih
memilih mengobrol atau bermain HP”.
3. Menurut anda pada bagian apakah yang paling sulit untuk siswa dalam menulis
cerpen?
Jawab : “Menurut saya siswa sepertinya masih kesulitan dalam mencari hal pokok
yang akan siswa tulis, pemilihan tema dan pemunculan ide saya rasa masih menjadi
kesulitan siswa dalam menulis cerpen”.
4. Apakah metode yang anda gunakan dalam melakukan pengajaran menulis cerpen?
Jawab: “Selama ini saya masih menggunakan metode ceramah seperti biasa bu,
saya menjelaskan lalu siswa saya suruh untuk praktik”.
Jawab : :”Belum ada bu, saya hanya menentukan tema saja atau saya suruh siswa
menulis cerpen berdasar lingkungan sekitar”.
6. Dalam satu kelas berapa presentase siswa yang telah tuntas dalam pembelajaran
menulis cerpen?
Jawab : “Masih sangat rendah bu, yang benar-benar masuk kriteria lulus itu hanya
sekitar 55% dari total siswa satu kelas bu”.
Jawab : “Belum bu, saya baru mendengar sekali ini mengenai metode sinektik”
Jawab : “Belum bu, untuk penggunaan media audio visual di sekolah ini masih
sangat ribet, karena harus meminjam dari kantor, tidak bisa langsung”.
64
Jawab : “Tentu bu, siapa tau dengan metode dan media yang ibu tawarkan bisa
membantu siswa dalam belajar”.
65
1. Menurut ibu, metode sinektik dapat meningkatkan keterampilan menulis cerita
pendek pada siswa?
Jawab : “Dilihat selama proses pembelajaran dan nilai siswa dalam menulis cerpen
yang meningkat saya rasa metode dan media yang digunakan mampu meningkatkan
kemampuan dan minat siswa dalam menulis cerpen bu”.
Jawab : “Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif selama pembelajaran bu, sepertinya
media yang digunakan mampu mengatasi kebosanan siswa dalam pembelajaran”.
Jawab : “Metode dan media ini sangat berguna dan menarik dalam pembelajaran bu,
mampu memberikan hasil yang baik untuk siswa, saya selaku guru juga senang
karena siswa menjadi antusias selama pembelajaran”.
Jawab : “Tentu bu, semoga sekolah juga memfasilitasi setiap kelas dengan peralatan
yang memadai untuk memutarkan media audio visual sehingga pembelajaran dapat
berjalan dengan lancar”.
66
67