Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN MENULIS DI SEKOLAH DASAR

A. Latar Belakang
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di Sekolah Dasar
adalah keterampilan menulis. Menulis merupakan kegiatan yang sifatnya
berkelanjutan, sehingga pembelajarannya pun diperlukan secara
berkesinambungan sejak di sekolah dasar. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa kemampuan menulis di sekolah dasar merupakan bekal belajar menulis di
jenjang berikutnya. Oleh karena itu, kemampuan menulis perlu mendapat
perhatian yang optimal sehingga dapat memenuhi target kemampuan menulis
yang diharapkan.
Penguasaan bahasa tulis mutlak diperlukan dalam kehidupan modern sekarang
ini, ternyata keterampilan menulis kurang mendapat perhatian. Namun demikian
ternyata banyak orang yang kekurangan ide atau bisa jadi idenya banyak tetapi
tetap saja kesulitan dalam menulis. Dunia informasi telah berkembang demikian
pesat dengan pesatnya perkembangan dunia informasi khususnya
perkembangan kegiatan tulis menulis,tentu menuntut kita agar mengembangkan
tradisi menulis. Tradisi menulis dapat diartikan sebagai sutu kebiasaan untuk
menyatakan gagasan atau pendapat secara tertulis. Disekolah materi menulis
sebagai salah satu keterampilan berbahasa Indonesia kurang ditangani sungguhsungguh akibatnya kemampuan berbahasa Indonesia siswa menjadi kurang
memadai.
Agar target kemampuan menulis dapat tercapai secara optimal maka upaya yan
dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran yang menarik, bermakna,
dan sesuai dengan dunia siswa sehingga potensi menulis dapat berkembang
secara optimal. Namun sampai saat ini target kemampuan menulis lulusan
sekolah dasar masih jauh dari harapan. Keluhan tentang rendahnya kemampuan
baca tulis lulusan sekolah dasar terus diupayakan pemecahannya. Oleh sebab
itu, upaya demi upaya yang telah dirancang, dikembangkan, dan dilaksanakan
untuk mencari jalan keluarnya. Salah satu bentuk upaya tersebut adalah
meningkatkan efektifitas pengajaran menulis.
B. Hakikat dan Proses Menulis

1. Hakikat Menulis
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut yang di dalamnya
mengandung pesan yang dibawa penulis. Pesan yang dibawa oleh penulis
melalui gambar huruf-huruf disebut karangan. Karangan sebagai ekspresi
pikiran, gagasan, pendapat, pengalaman disusun secara sistematis dan logis
(Sutari, 1997:26).
Menurut Nurudin menyebutkan bahwa menulis adalah segenap rangkaian
kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan

menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.
Menurut Rusyana menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan.
Suparno (2007:13) mendefinisikan bahwa menulis sebagai suatu kegiatan
penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai
alat atau medianya. Dalam komunikasi tulis paling tidak terdapat empat unsur
yang terlibat: penulis sebagai penyampai pesan (penulis), pesan atau isi tulisan,
saluran atau media berupa tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis adalah
kegiatan mengungkapkan atau menyampaikan gagasan atau pesan melalui
bahasa tulis yang berupa lambang-lambang grafik.
2. Proses Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang bersifat produktif. Menulis merupakan
kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan
dimulai dari pengenalan lambang lambang -lambang bunyi, merangkai bunyi
menjadi suku kata. Menulis adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan secara
bertahap diawali dari aktivitas pramenulis, menulis draft, merevisi,
menyunting, dan mempublikasikan.
1) Pra menulis (prewriting)
Pada tahap ini kegiatannya berupa siswa memilih topik, siswa mengumpulkan
dan menyesuaikan ide-ide, siswa mengidentifikasi pembacanya, siswa
mengidentifikasi tujuan menulis siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan
pembaca dan tujuan menulis, dengan aktifitas pengarang persiapan menulis
cerita, menggambar, membaca, memikirkan tulisan, menyusun gagasan dan
mengembangkan rencana.
2) Pengedrafan (drafting)
Pada tahap ini siswa menulis draf kasar, siswa siswa menulis pokok-pokok yang
menarik pembaca, siswa lebih menekankan isi dari pada mekanik, dengan
aktifitas pengarang merangkaikan gagasan dalam sebuah tulisan tanpa
memperhatikan kerapian atau mekanik.
3) Merevisi (revising)
Pada tahap ini siswa membagi tulisanya kepada kelompok, siswa mendiskusikan
tulisanya kepada temannya, siswa membuat perbaikan sesuai komentar teman
dan gurunya, siswa membuat perubahan subtantif dan bukan sekedar perubahan
minor antara draf pertama dan kedua. setelah mendapat saran saran dari orang
lain pengarang dapat membuat beberapa perubahan dan perubahan itu dapat
melibatkan orang lain.
4) Mengedit (editing )

Pada tahap ini siswa mebaca ulang tulisanya, siswa membantu baca ulang
tulisan temannnya, siswa mengidentifikasi kesalahan mekanisme dan
membetulkannya.
5) Mempublikasikan (publishing)
Pada tahap ini siswa mempublikasikan tulisannya dalam bentuk yang sesuai,
siswa membagi tulisanya yang sudah selesai kepada teman sekelasnya.

Pengembangan kemampuan menulis di sekolah dasar banyak tergantung


kepada kreatifitas seorang guru, oleh karenaguru harus membekali dirinya
dengan kemampuan menulis. Guru pun dituntut mampu memilih metode
yang sesuai sehingga dapat merangsang kreatifitas siswa. Dalam hal ini
setiap guru hendaknya menyadari bahwa pengajaran menulis tidak
ditekankan pada pengetahuan kebahasaan tetapi bagaimana menerapkan
pengetahuan tersebut.
C. Pembelajaran Keterampilan Menulis
1. Tujuan Menulis
Sesuai dengan kurikulum SD 2004 tujuan pembelajaran menulis di SD adalah
mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan yang
rapi dan jelas menulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, berbagai teks:
teks percakapan, surat pribadi, surat resmi, dengan memperhatikan tujuan dan
ragam pembaca. Serta menggunakan tanda baca dan ejaan, kosa kata yang
tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kometensi
menulis juga diarahkan menumbuhkan kebiasaan menulis.
Hugo Hartig merumuskan tujuan menulis di antaranya adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Tujuan
Tujuan
Tujuan
Tujuan
Tujuan
Tujuan

penugasan
altruistik
persuasif
informasional
pernyataan diri
kreatif penulis

g) Tujuan pemecahan masalah


2. Materi Pembelajaran Menulis
Berdasarkan jenjang kelas di SD pembelajaran menulis dibedakan menjadi 2
( dua ) yaitu :
a) Pembelajaran menulis permulaan
Kegiatan ini biasa disebut dengan hand writing, yaitu cara merealisasikan
simbol- simbol bunyi dan cara menulisnya dengan baik dan benar. Tingkatan ini
terkait dengan strategi atau cara mewujudkan simbol-simbol bunyi bahasa
menjadi huruf- huruf yang dapat dikenali secara konkret. Pembelajaran
permulaan ini terjadi pada kelas rendah yaitu kelas I dan kelas II.

b) Pembelajaran menulis lanjutan ( pemahaman )


Pembelajaran menulis ini terdapat dikelas III, IV, V, VI. Tujuan menulis lanjut
adalah agar siswa mampu menuangkan pikiran dan perasaannya dengan bahasa
tulis secara teratur dan teliti. Yang membedakan menulis permulaan dengan
menulis lanjut adalah adanya kemampuan untuk mengembangkan skema yang
ada yang telah diperoleh sebelumnya untuk lebih mengembangkan hal-hal yang
akan ditulis.
Materi pelajaran bahasa Indonesia yang harus disajikah sangat luas dan
kompleks, sehingga kalau guru kurang terampil, materi dalam kurikulum yang
begitu banyak itu tidak akan selesai sesuai dengan kegiatan belajar mengajar
yang dapat dilaksanakan. Akibanya pembahasan materi pelajaran itu kurang
mendalam dan belum mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk mengatasi
hambatan yang seperti itu, guru melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia
secara terpadu misalnya melalui pengajaran menulis, guru dapat menjelaskan
struktur bahasa, kosa kata, ataupun ejaan.
3. Media Pembelajaran Menulis
Media pengajaran memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan hasil
belajar semaksimal mungkin. Tampaknya masih sedikit guru yang
mempergunakan media dalam mengajarkan menulis. Sebaiknya guru
mempersiapkan berbagai macam media yang dapat dipergunakan dalam
mengajarkan keterampilan menulis. Hal ini berguna untuk mendorong
terlaksananya kegiatan belajar mengajar keterampilan menulis yang lebih efektif
dan efisien.
4. Penilaian Pembelajaran Menulis
Penilaian keterampilan menulis sering hanya mempergunakan cara menulis
karangan,terutama dengan karangan bebas. Anak anak disuruh menulis
karangan dengan hanya ditentukan beberapa judul yang dapat dipilih mereka.
Siswa yang satu boleh berbeda memilih judul karangan dengan yang ditulis
siswa lainnya. Hal ini akan menimbulkann kesulitan dalam menentukan kriteria
penilaian. Hasil penilaiannya terlalu subjektif sehingga tidak mampu
menempatkan anak seobjektif mungkin.
Masalah diatas sebaiknya dihindari guru dapat menciptakan alat evaluasi yang
lebih efektif yang memungkinkan hasilnya lebih efektif pula, misalnya dengan
cara mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam sebuah tulisan, membutuhkan
tanda baca dan penggunaan ejaan yang benar atau dengan mengembangkan
pokok-pokok pikiran yang telah dipersiapkan oleh guru dengan cara demikian
diharapkan dapat menghasilkan nilai yang objektif.
Menurut Sabarti Akhadiah (1991: 150), ruang lingkup evaluasi pembelajaran
menulis permulaan di SD meliputi:
1.

Penguasaan lambang bunyi

Dikte merupakan cara yang paling efektif untuk mengetahui penguasaan siswa
tentang lambang bunyi.
2. Penguasaan ejaan dan tanda baca
Guru bisa menggunakan teknik dikte, pilihan ganda, atau perbaikan ejaan yang
salah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penguasaan ejaan dan tanda
baca.
3. Kemampuan memilih kata
Tes dalam hal ini sebenarnya merupakan semacam tes kosa kata yang lebih
menekankan pada kemampuan siswa dalam menggunakan kata secara tepat
dalam kalimat.
D. Strategi dan Model Pembelajaran
Komponen-komponen dalam strategi pembelajaran (Dick & Carey):
1.
2.
3.
4.
5.

Kegiatan prainstruksional (pendahuluan)


Penyampaian informasi
Partisipasi siswa
Tes
Kegiatan tindak lanjut

Strategi pembelajaran menurut Gerlach & Ely ada dua jenis, yaitu expository
approach dan inquiry approach. Setelah itu, guru mengecek penerimaan,
ingatan, dan pemahaman siswa-siswa mengenai informasi yang telah
diterimanya. Guru dapat mengulangi penjelasannya, bahkan dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk praktek penerapan konsep
atau prinsip yang telah dijelaskannya pada serangkaian contoh.
Model model pengembangan pembelajaran ketrampilan menulis di SD, yaitu
1. Model Pengembangan MMP
Model pengembangan MMP (Membaca Menulis Permulaan) ini ditunjukan untuk
praktikkan di kelas I dan II. Model-model pengmbangan ini dilandasi oleh
pendekatan-pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di SD.
a) Menjiplak dan Menuliskan huruf
b) Mengisi Suku Kata atau Huruf
c) Menuliskan Kalimat dengan Huruf Tegak Bersambung
2. Model Pengembangan Menulis Informal
Dasar-dasar pengembangan menulis informal adalah setiap kegiatan menulis
harus melalui langkah-langkah (proses) menulis yang bertahap, tetapi sebuah
tulisan dapat dihasilkan oleh penulisnya. Berikut ini adalah model pembelajaran
menulis informal. Dalam konteks ini, model pembelajan menulis informal itu

disebut CITRA (Cari Ide Tuliskan Tanpa Ragu). Variabel dari model Citra adalah
sebagai berikut:
a) Model Pembelajaran Citra 1
Model Pembelajaran Citra 1 ditunjukkan untuk meningkatkan ketrampilan siswa
menuliskan ide atau kata-kata kunci dalam kegiatan curah pendapat. Langkahlangkah pembelajaran model ini adalah:

Ajukan sebuah topik kepada siswa


Tugaskan siswa menuliskan ide atau kata kunci yang berhubungan dengan
topik.

Periksa hasil tulisan siswa, dalam hal ini ide atau kata kunci yang tidak
berhubungan yang menjadi fokus pemeriksaan. Artinya guru memeriksa
ide atau kata kunci yang tidak berhubungan dengan topik. Itulah yang
dikomentari oleh guru.

b) Model Pembelajaran Citra 2


Model pembelajaran citra 2 ditunjukan untuk meningkatkan ketrampilan siswa
menuliskan ide atau kata-kata kunci dalam tabel KWL (What I know, What I
want to find out, What I learned ). Langkah-langkah pembelajaran model ini
adalah:

Ajukan sebuah topik kepada siswa


Tugaskan siswa memilah, memilih, dan meyusun ide yang berkaitan
dengan topik.

Tugaskan siswa menuliskan ide yang berkaitan dengan topik kedalam


tabel.

c) Model Pembelajaran Citra 3


Model pembelajaran Citra 3 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa
menuliskan ide, kata-kata kunci atau fraseyang berkaitan dengan suatu topic ke
dalam bentuk diagram (kluster). Ada lima diagram yang digunakan untuk
menuliskan topic yang diajukan kepada siswa.

Kluster Penceritaan, yaitu topik diuraikan menjadi tiga pilihan awal, tengah
dan akhir.
Kluster 5W + 1H, yaitu topik diuraikan dengan menjawab pertanyaan
What (apa), Who (siapa), When (kapan),Where (dimana), Why (mengapa),
dan How (bagaimana).
Kluster Penginderaan, yaitu topik dipilah menjadi lima pilahan berdasarkan
pengalaman
penginderaan, see(penglihatan), smell (penciuman), touch (perabaan), he
ar (pendengaran), dan taste (pengecapan). Hasil penginderan tersebut
dituliskan dalam diagram.

Kluster Pelaporan, yaitu topik dipilah untuk melaporkan tentang hakikat


sesuatu atau melaporkan suatu fenomena berdasarkan penjawaban
pertanyaan.
Kluster Pemetaan Semantik, dimana digunakan untuk merumuskan topik
karangan atau tulisan berdasarkan suatu topik utama.

Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah:

Ajukan topik kepada siswa


Tugaskan siswa memilah, memilih dan menyusun ide, kata-kata kunci atau
frase yang berkaitan dengan topik, kemudian menuliskan ke dalam
diagram.

Periksa diagram (kluster) yang sudah dikerjakan oleh siswa. Komentari halhal yang tidak sesuai dengan topik.

d) Model Pembelajaran Citra 4


Model pembelajaran Citra 4 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa
menuliskan tanggapan (respons) singkat dalam bentuk tulisan terhadap suatu
fenomena atau suatu hal. Berdasarkan suatu topik atau tema yang disampaikan
oleh guru, siswa ditugaskan menanggapi secara singkat dalam bentuk tulisan.
Tanggapan secara singkat adalah tulisan yang berbentuk kalimat tunggal (1 S P
O K) atau berbentuk frase. Langkah-langkah pembelajaran model ini adalah:

Guru menyampaikan sebuah topic kepada siswa


Siswa ditugaskan untuk menuliskan tanggapan terkait dengan topik itu.
Tulisan siswa harus singkat dan tidak berbentuk kalimat.

Periksa tulisan siswa dan komentari kesesuaiannya dengan topik yang


diajukan.

e) Model Pembelajaran Citra 5


Model pembelajaran Citra 5 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa
menuliskan sebuah topik dalam paragraf. Dalam model ini, siswa ditugaskan
menuliskan sebuah topik dalam satu paragraf. Dalam paragraf, siswa menuliskan
minimal dengan 5 (lima) kalimat. Tulisan tersebut dapat berbentuk sebuah
anekdot atau laporan pandangan mata.
Langkah-langkah pembelajaran model ini adalah:

3.

Ajukan suatu topik kepada siswa.


Tugaskan siswa untuk membatasi topik yang dipilihnya dalam tulisan.
Topik yang ditulis oleh siswa dibentuk dalam 1 (satu) paragraf, dengan
minimal 5 (lima) kalimat penjelas.
Komentari hasil tulisan siswa berdasarkan ketepatan topik dan cara
penulisan dalam paragraf.
Model Pengembangan Menulis Proses

a.

Model Langsung Menulis

Menulis itu lebih baik dipahami sebagai ketrampilan, bukan sebagai ilmu.
Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan latihan.
Sebagai ilmu komposisi, Menulis mengajarkan ada sekian jenis paragraf dengan
contoh-contonhnya, ada sekian macam deskripsi, sekian macam narasi, sekian
macam eksposisi dan masing-masing disertai dengan contoh-contohnya, ada
kalimat inti dan sebagainya, yang kesemuanya itu tidak membuat siswa dapat
menulis. Terlalu banyak aturan akan membuat siswa gamang menulis. Seperti
halnya latihan berenang, tidak dimulai dengan teori. Seorang yang ingin belajar
berenang langsung disuruh menceburkan diri ke dalam air. Di situ ia dapat mulai
dengan bermain-main air, menggerak-gerakkan kaki di dalam air, belajar berani
mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam dan
seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus tahu
tentang teori-teori menulis. Seseorang yang ingin belajar menulis langsung saja
terjun di kegiatan menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang
sederhana tanpa harus memeperdulikan apakah tulisannya memenuhi
persyaratan komposisi atau tidak. Tulisan yang dibuatnya harus selesai semua.
Ia boleh menulis bagian mana saja yang desenanginya dan melanjutkannya
kapan saja dan dimana saja. Artinya, Penyelesaian karangan itu tidak terbatas
pada jam sekolah.

b.

Model Kebebasan Awal dan Akhir

Tidak ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis harus dimulai.
Dalam pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang paling logis. Tetapi tidak
demikian dengan mengajarkan menulis, kita dapat memulainya dari bagian
manapun yang kita sukai. Kita dapat memulainya dengan mengajak siswa
menulis cerita, laporan, deskripsi, puisi, atau apa saja. Perlu diingat, kata kunci
dalam pembelajaran menulis adalah mengajak siswa menulis. Dengan
menggunakan kata kunci seperti itu siswa dapat kita bawa kedalam situasi yang
menyenangkan yang dapat membuat siswa mulai menulis. Misalnya, Anda
sebagai guru menuliskan kata air dipapan tulis. Kemudian anda bertanya kepada
siswa, Apakah mereka punya pengalaman menarik dengan air. Pasti jawabannya
beragam. Anda dapat mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan tulis.Sesudah
itu, anda bertanya lebih lanjut, apakah mereka dapat menceritakan pengalaman
masing-masing kepada teman sebangkunya. Guru dapat meminta kepada siswa
yang mendengarkan cerita teman sebangkunya itu mencatat apa yang
didengarnya. Setelah cerita selesai sipencatat dapat menunjukan hasil
catatanya. Itulah hasil kolaborasi antar teman sebangku. Boleh saja cerita itu
kemudian dikembangkan lagi secara imajinatif atau dibiarkan begitu saja. Yang
pasti pada saat itu pada saat itu guru sudah berhasil mengajak para siswanya
mengarang yang dimulai dari mana pun. Kesan yang tertanam dari diri siswanya
mengarang yang dimulai dari manapun. Kesan yang tertanam dalam diri siswa
dari kiat yang telah digunakan guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu
bahwa mengarang itu mudah.

Ketika seseorang menulis, apapun yang ditulisnya, ia menggerahkan seluruh


pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk kosakata,
tata bahasa, dan sebagainya, disamping juga hal-hal yang berkaitan dengan
materi tulisannya, bahkan kadang-kadang juga dengan suasana hatinya pada
saat menulis serta banyak faktor lainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
ketika seseorang menulis, ia mencurahkan seluruh kepribadiannya kedalam
tulisannya. Dengan demikian guru harus bertindak sangat hati-hati ketika
memulai pembelajaran menulis agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan
agar siswa tidak benci terhadap guru dan pelajaran menulis. Untuk itu guru
harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat kelas menjadi cair, tidak
tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan canda yang muncul dari guru
ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu bagi munculnya ide
yang segar dalam setiap pelajaran menulis.

c.

Model Menulis Nonlinear

Pelajaran menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya tidak harus ada uruturutan tertentu dari a sampe ke z. Sebab kegiatan menulis merupakan proses
yang berputar-putar dan berulang-ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah
menjadi soal jika metari yang sama diberikan dua atau tiga kali sebab dalam
setiap pengulangan akan selalu ada perubahan, disamping dengan sendirinya
akan berlangsung pula proses-proses internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi
yang akan menghasilkan kebiasaan dan keterampilan yang semakin lama
semakin menuju ke tingkat yang lebih sempurna pada diri siswa. Maka guru juga
harus memiliki sistem penilaian yang berbeda dengan cara penilaian
konvensional. Disini guru mengadakan kesepakatan terlebih dahulu dengan
siswa. Menilai karangan dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses
harus ada kesesuaian antara kriteria penulisan guru dengan pikiran, kreasi,
keinginan, dan gaya yang digunakan siswa. Menilai karangan merupakan hak
guru, tapi siswa juga mempunyai hak untuk menghargai kreasinya. Oleh sebab
itu siswa boleh ditanya apa sikapnya terhadap tulisan yang dihasilkannya.
4.

Model Lintas Keterampilan Berbahasa

Membaca merupakan kunci keberhaslan dalam menulis, karena dengan


membaca akan berkembang wawasan yang akan mendorong bakat menulis.
Karena membaca dan menulis erat kaitannya, sehingga ada pendapat
mengatakan bahwa seseorang yang tidak gemar membaca, tidak akan menjadi
penulis. Ada beberapa teknik dalam mengembangkan menulis yaitu:
a.

Bermain-main dengan bahasa dan tulisan

Hal ini dapat melalui permainan menulis yang biasa disebut menulis berantai
atau menulis berkelompok sebagai berikut:

Siswa dibagi dalam kelompok dengan jumlah 10 sampai 15 orang


perkelompok.

Tentukan mana saja yang masuk kelompok satu, dua dan seterusnya.

Siswa pertama dari suatu berita telah mempunyai kalimat yang


samapada setiap kertas, misal, Hari minggu kemarin saya pergi ke pantai.

Siswa pertama bertugas menambahkan sebuah kalimat, kemudian


diserahkan pada siswa kedua yang akan menambahkan kalimat lagi, dan
seterusnya sampai siswa terakhir dalam suatu kelompok.

Sesudah itu kertas dikumpulkan dan guru membacakan isi setiap kertas.

Ini akan menjadi proses pembelajaran menulis yang menarik, karena adanya
kesalahan yang dibuat oleh siswa, biasanya tentang kesalahan koherensi, yaitu
keterhubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat sebelum atau
sesudahnya.
b.

Kuis

Minimal ada tiga kuis yang dapat digunakan dalam setahunnya, yaitu kuis tanda
baca, kuis tata paragraf, dan kuis tanda kutip, tanda baca, dan tata paragraf
sekaligus.
c.

Memberi atau mengganti akhir cerita

Mengganti akhir cerita merupakan latihan menulis yang sangat menyanangkan,


efisien, dan efektif. Dengan kerja yang tidak terlalu banyak dapat dicapai apa
yang menjadi tujuan pembelajaran yang diharapkan yaitu siswa gemar menulis.
Yang menarik dari kegiatan ini adalah dengan akhir baru, cerita atau dongeng itu
menjadi lebih menarik.
d.

Menulis meniru model: copy the master

Penggunaan metode ini membutuhkan buku yang berisi banyak dan berbagai
macam tulisan yang dapat dijadikan master atau model pegangan. Sebuah
model yang dipilih guru dibaca bersama-sama dikelas. Kemudian baca pula
analisis model itu (setiap model disertai sedikit analisis mengenai bagus
tidaknya tulisan itu dan menelusuri jalan pikiran penulisnya ketika menciptakan
tulisan itu, melihat sistematika penulisannya, dll). Kemudian guru mrngajak
siswa memikirkan objek lain yang kira-kira dapat dituliskan dengan pola, gaya
atau cara yang dipakai dalam model itu. Selanjutnya, siswa menuliskan idenya
yang sejalan dengan model yang dibahas.
e.

Pembelajaran menulis diluar kelas

Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih siswa menulis buku harian. Yang
berisi tentang pengalaman, kesan atau pikiran yang menarik. Selain dengan
menulis majalah dinding (Mading). Dapat pula dengan kliping. Dalam kliping
siswa akan mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka sukai yang sesuai
dengan bakat dan kepribadian mereka.

Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan


pembinaannya, disamping membaca dan berhitung. Keterampilan menulis di
sekolah dasar dibedakan atas keterampilan menulis permulaan dan keterampilan
menulis lanjut. Keterampilan menulis permulaan ditekankan pada kagiatan
menulis dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin,
dikte, melengkapi cerita, dan menyalin puisi. Sedangkan pada keterampilan
menulis lanjut diarahkan pada menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, dan cerita
E. Kurikulum KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditetapkan sebagai Kurikulum


2006 telah diberlakukan di sekolah-sekolah mulai tahun 2006. Kurikulum 2006 ini
juga diterapkan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
DalamKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan perlu ditegaskan bahwa tugas
sebagai guru adalah membelajarkan siswa, bukan mengajar. Siswalah yang
harus didorong agar secara aktif berlatih menggunakan bahasa khususnya pada
keterampilan menulis. Tugas guru adalah menciptakan situasi dan kondisi agar
siswa belajar secara optimal untuk berlatih menggunakan bahasa agar
komopetensi yang diharapkan dapat tercapai.
Di sekolah dasar keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang
ditekankan pembinaannya, disamping keterampilan membaca dan berhitung.
Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ditegaskan bahwa siswa
sekolah dasar perlu belajar bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulis. Keterampilan menulis di sekolah dasar dibedakan atas
keterampilan menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Keterampilan
menulis permulaan ditekankan pada kegiatan menulis dengan menjiplak,
menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dikte, melengkapi cerita, dan
menyalin puisi sedangkan keterampilan menulis lanjut diarahkan untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan,
petunjuk, pengumuman, pantun anak, surat, undangan, ringkasan, laporan, puisi
bebas, dan karangan (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran menulis, bentuk karangan yang dapat disajikan dan
dilatihkan adalah bentuk wacana narasi, eksposisi, argumentasi, dan deskripsi.
Salah satu bentuk karangan yang dipilih untuk diteliti adalah karangan deskripsi.
Karangan deskripsi merupakan satu bentuk tulisan yang relatif mudah dilatihkan
untuk siswa Sekolah Dasar. Kata deskripsi berasal dari bahasa latin describere
yang berarti melukis atau menggambarkan sesuatu. Karangan deskripsi adalah
suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium
dan merasakan) yang dilukiskan itu sesuai dengan citra penulis (Suparno dan
Yunus, 2002:4-5).
Agar siswa sekolah dasar memiliki kemampuan menulis deskripsi sesuai dengan
yang diharapkan, sudah selayaknya jika pengajaran menulis itu mendapat

perhatian yang serius. Di samping itu, SD merupakan cikal bakal untuk


memperoleh pengetahuan dan keterampilan berbahasa. Keterampilan menulis di
sekolah dasar yang baik akan berdampak positif terhadap keterampilan dan
budaya menulis pada jenjang berikutnya.
C. Kompetensi umum Bahasa Indonesia MI
Depdiknas (2002) mengemukakan hahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
memiliki kompetensi sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
Sumbcr belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekanhan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
suatu pencapaian suatu kompetensi. Lebih lanjut, dari berbagai sumber
sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis
kompetensi, yaitu: (1) sistem belajar dengan modul; (2) menggunakan
keseluruhan sumber belajar; (3) pengalaman lapangan; (4) strategi individual
personal; (5) kemudahan belajar; dan (6) belajar tuntas.

D. Lingkup Pembelajaran
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek
sebagai berikut.
1. Mendengarkan
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis.

E. Pendekatan dan Pengorganisasian Meteri


Bagaimanakah seharusnya materi pembelajaran bahasa Indonesia
diorganisasikan? Untuk penjawab pertanyaan tersebut, berikut saran teoritisnya.
1.Pembelajaran bahasa Indonesia dibangun dari kerja sama antara guru dan
siswa. Kerja sama itu terbentuk dalam penyepakatan bersama tentang
kompetensi, tujuan, dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Inisiator
pembuka dan penutup kelas bahasa Indonesia adalah guru, yaitu melalui

pernyataannya tentang akan dimulainya topik tertentu, kegiatan yang dipilih,


atau diakhirinya topik yang baru dibahas. Atas dasar itu, di masa yang akan
datang disarankan agar inisiator berpindah ke siswa, agar tercipta kelas bahasa
Indonesia yang hidup.
2.Oleh karena yang terjadi selama ini PBI lebih mengutamakan pada
pengetahuan tentang bahasa (form-focused). Atas dasar itu, di masa yang akan
datang disarankan agar guru menciptakan kelas menekankan pada pemerolehan
bahasa yang sesungguhnya.
3. Oleh karena selama ini sudah menjadi tradisi guru memberikan latihan yang
bersifat diskret terhadap salah satu aspek tata bahasa, pada masa yang akan
datang disarankan agar guru membangun real-world tasks, yaitu pembelajaran
yang berisi contoh ujaran bahasa Indonesia dari wacana autentik dan aktual.
Harapannya, input yang diterima siswa adalah input bermakna (comprehensible
input), bukan semata-mata input yang direkayasa (modified input).
4.Selama ini, arah interaksi yang tercipta dalam pembelajaran bahasa Indonesia
adalah interaksi searah, yaitu dari guru ke siswa, yaitu guru bertanya, siswa
menjawab. Selanjutnya disarankan agar guru mengembangkan interaksi kelas
dengan multiarah sehingga tercipta transactional tasks, yaitu task yang penuh
dengan penyampaian ide, perdebatan, menyampaikan opini melalui tulisan.
Berikut ini saran teoritis untuk guru dalam mengorganisasikan materi
pembelajaran bahasa Indonesia, berdasarkan hasil riset pemerolehan bahasa
kedua.
1.Difokuskan pada pemerolehan bahasa (acquisition), bukan pembelajaran
bahasa (learning).Pemerolehan bahasa merupakan proses yang tidak disadari
oleh pembelajar bahasa, sedangkan pembelajaran merupakan proses yang
disadari. Dalam proses pemerolehan bahasa, siswa tidak mengalami suatu
proses pengajaran tentang pengetahuan linguistik atau tatabahasa secara sadar.
Dalam belajar bahasa, sebenarnya secara sadar siswa mengalami pengajaran
tentang pengetahuan linguistik atau tatabahasa, tetapi yang digunakan dalam
berbahasa adalah justru hasil yang tidak disadari.
2.Menciptakan situasi yang alamiah, Pemerolehan bahasa dilaksanakan secara
alamiah, sedangkan pembelajaran bahasa dilaksanakan secara tidak alamiah
atau artifisial. Penutur bahasa semata-mata memperhatikan pesan yang
disampaikan, bukan bentuk ujarannya. Oleh karena itu, kaidah yang diendapkan
adalah kaidah implisit. Jadi, guru menghindari ceramah tentang tata bahasa.
Ingat, pernahkah seorang ibu mengajarkan tata bahasa pada anaknya umur tiga
tahun? Tahu-tahu, umur empat tahun ia sudah bida berbahasa pertama dengan
lancar! Mengapa hal itu tidak kita tiru?
3.Difokuskan pada latihan terus-menerus sebagai penajaman, Bahan penajaman
yang dimaksudkan adalah latihan-latihan yang berupa tugas bercakap-cakap
(berbicara), membaca sebanyak-banyaknya, menulis terus-menerus, dan
menggali informasi melalui mendengarkan. Latihan-latihan yang diberikan selain
diberi porsi yang lebih banyak juga harus memberi motivasi yang

menyenangkan untuk berlatih terus-menerus. Dengan demikian, kelas bahasa


harus memberikan pajanan yang cukup untuk terjadinya proses pemerolehan
bahasa, dengan memperbanyak latihan-latihan berbahasa yang produktif.
Wujudnya dengan memperluas materi ketrampilan berbahasa praktis dan aktual,
baik dalam pengembangan kosa kata, mendengarkan, membaca, bercakapcakap, dan menulis.
4.Memberi prioritas atau penekanan pada materi yang paling berguna atau
dibutuhkan siswa dalam berbahasa, sesuai dengan tujuan belajar bahasanya.
Jika ketentuan ini diikuti, maka apa yang diajarkan akan menjadi masukan yang
bermakna. Dalam kurikulum hal itu sudah ditegaskan, bahwa pengajaran bahasa
untuk berlatih berbahasa, bukan belajar tentang bahasa. Dalam
mengorganisasikan materi, guru harus mempertim-bangkan kriteria berikut.
1.Pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam
komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian
materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi seharihari, misalnya, pengetahuan tata bahasa yang sangat linguistis.
2.Kebutuhan berbahasa nyata siswa harus menjadi prioritas guru. Bahan-bahan
pembelajaran disarankan bersifat otentik.
3.Siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa,
baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan melalui bahasa.
4.Kelas diharapkan menjadi masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang
produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai
pemicu kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu
atau pemberi informasi pengetahuan bahasa agar dihindari.
5.Tugas-tugas (task) dalam pembelajaran bahasa dijalankan secara bervariasi,
berselang-seling, dan diperkaya, baik materi maupun kegiatannya. Harus diingat
bahwa kegiatan berbahasa itu tak terbatas sifatnya. Membaca artikel, buku,
iklan, brosur; mendengarkan pidato, laporan, komentar, berita; menulis surat,
laporan, karya sastra, telegram, mengisi blangko; berbicara dalam forum,
mewawancarai, dan sebagainya adalah contoh betapa luasnya pemakaian
bahasa itu. Dalam konteks teori pembelajaran umum, pengorganisasian materi
pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dan menengah harus
menekankan pada hal-hal sebagai berikut.
1.Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), yaitu suatu pendekatan
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari
materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk
pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari
berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi
yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan
penemuannya kepada orang lain (Moffitt, 2001).

2.Pengajaran Otentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang


memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia
mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di
dalam konteks kehidupan nyata.
3.Belajar berbasis Inquiri (Inquiry-Based Learning) yang membutuhkan strategi
pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan
untuk pembelajaran bermakna.
4.Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning) yang membutuhkan
suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa
(kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah
autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa
untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk (membentuk)
pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata.
5.Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning) yang memerlukan suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks
tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan
bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal
ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan
materi pelajaran untuk kepentingan siswa.
6.Belajar Berbasis Jasa-layanan (Service Learning) yang memerlukan
penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan
masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasalayanan tersebut, jadi menekanka hubungan antara pengalaman jasa-layanan
dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu
penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai
keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui
proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
7.Belajar Kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan
pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam
memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar
Cuplikan dari Buku Naskah Akademik Bhs Indonesia, Pusat Kurikulum Depdiknas.

F. Rambu-rambu Pembelajaran
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor,
guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler. Dan dalam memberi kebebasan guru juga harus memberikan
rambu-rambu pembatas antara lain:

(1) Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, baik kategori standar maupun mandiri,
(4) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan
dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu
secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
(5) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0%-40%, SMP/MTs/SMPLB 0%50% dan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK 0%-60% dan waktu kegiatan tatap muka
mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
(6) Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara
dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara dengan
satu jam tatap muka.Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan
dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan
untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan
criteria kettuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan
rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber
daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai